Mr. Pilot Fallin' āœˆ [Revised:...

By AraNada

5.7M 96.1K 1.1K

Hapus sebagian Terbit dalam bentuk e-book Bisa diakses melalui google PlayStore dan playbook .... Ander Kalf... More

Ara's Note
Mr. Pilot Fallin'
01. Pak Pilot
02. Janji Ya, Awas Bohong
03. Gavrila Yang Menari
05. Dingin Tapi Tampan
06. Demi Mama
07. Panggilan Akrab?
08. Membantah
09. Rencana Makan Malam
10. Di Baliknya Ada Cerita
11. Bikini??
12. Tanggapan Miring
13. Intervensi [Dihapus Sebagian]
SPIN-OFF Mr. Pilot Fallin' (Fifien-Henry)

04. Model Maskapai Penerbangan

158K 7.4K 65
By AraNada

Ander menatap Mamanya yang saat ini berjalan bolak balik di depannya. Ander pusing melihat Mamanya seperti lebah. Berputar-putar di depannya.

“Kamu ya! Umur kamu itu udah berapa Ander?! Semua calon yang Mama kenalin nggak ada satu pun yang kamu mau. Terus apa-apaan kamu? Menepis kasar pegangan tangan Selvia? Selvia ketemu sama Mamanya terus nangis karna kamu perlakukan begitu apalagi dilihat orang. Mama nggak pernah ngajarin kamu kasar begitu, Ander,” bentak Megan pada anak bungsunya itu.

Mata wanita paruh baya itu penuh dengan kilat emosi, dadanya pun bergerak naik turun dengan cepat karena amarahnya.

“Manja,” gumam Ander yang masih bisa didengar Mamanya.

Megan menatap Ander dengan mata melotot. “Apa kamu bilang? Astaga Ander.. Sampe kapan kamu mau kayak gini? Kamu nggak liat Mama sama Papa umurnya semakin bertambah. Kami ingin lihat kamu berumah tangga bukan malah jadi bujang lapuk.”

Mulai, deh mulai, batin Ander.

Megan selalu menjadikan umurnya dan suaminya untuk membuat Ander luluh dan menurut. Ander sebenarnya anak yang penurut. Tetapi jika itu menyangkut kencan buta yang selalu dibuat oleh Mamanya maka Ander akan mempermalukan semua wanita yang menjadi kencan butanya atau siapa pun yang berusaha mendekatinya.

Megan mendesah pelan. Ia berhenti berputar-putar di depan Ander lalu duduk di samping anak laki-lakinya itu. Menatap Ander dengan sendu berharap anaknya mau luluh.

“Kalo kamu sayang sama Mama, sayang sama Papa. Mama minta tolong sama kamu, segera cari calon istri. Setidaknya pacar, Nak.”

Ander tidak menjawab permintaan Mamanya itu.

Megan memegang kedua tangan Ander yang berada di atas lutut lelaki itu. “Mama dan Papa nggak bisa selamanya mendampingi kamu, Ander,” kata Megan dengan pelan, matanya menatap Ander sememelas mungkin.

Mamanya mengelus pipi Ander dengan lembuh dan penuh kasih. Megan hanya ingin anaknya bahagia dan terlepas dari belenggu masa lalu. Ia ingin Ander menjadi anak manisnya lagi.

Ander menatap kedua mata Mamanya yang warna irisnya sama dengannya itu lekat. Ia juga tidak ingin bersikap egois dan mementingkan dirinya sendiri tetapi jika menyangkut pacar, calon isteri, Ander selalu bersikap seenaknya sendiri.

Ia merasa tidak membutuhkan kehadiran seorang perempuan dalam hidupnya, kecuali Mamanya. Selama ini tanpa kehadiran spesial seorang perempuan ia bisa menjalani hidupnya dengan baik bahkan ia bahagia.

Ander menghela nafasnya. Ia memegang tangan Megan yang berada di pipinya. Sepertinya dengan sangat terpaksa ia akan menyetujui tawaran Mamanya.

Bawa saja seorang gadis untuk dikenalkan kepada Megan. Setelah Mamanya sudah mengenal dan melihatnya maka hidup Ander akan bebas dan tidak diganggu dengan teror Mamanya agar ia segera menikah.

Meski hanya semu setidaknya ia sedikit terbebas dari ocehan pasangan hidup dari Mamanya.

==

Malam harinya Ander berada di sebuah kelab. Terlihat lelaki itu tengah menegak minuman kerasnya dengan tidak sabar. Kepalanya terasa pening karena terus teringat permintaan Megan.

Ia sedang berkumpul bersama dengan beberapa kru maskapai penerbangan. Suatu kebetulan karena disaat ia sedang penat dengan pikirannya mereka mengajak Ander untuk ke kelab. Kesempatan itu tidak dibuang Ander, ia menyetujuinya dan di sinilah ia berada.

Mereka memilih meja VIP agar jauh dari bising suara musik, meski masih terdengar tetapi tidak sampai memekakan telinga.

Henry yang notabene sahabat terbaik Ander pun mendekati lelaki itu yang terlihat tidak seperti biasanya.

Ia menepuk pundak Ander.

Ander melihat sekilas pada Henry.
“Kenapa lo?”

“Gue butuh cewek.”

Pendengaran Henry masih baik, masih bekerja dengan sempurna. Jadi tentunya ia tidak salah dengar ucapan sahabatnya itu. “Hah?”

“Nyokap suruh gue bawa pacar ke rumah,” jelasnya yang membuat Henry segera paham.

Disaat itu juga tawa pecah dari Henry. Tawa keras Henry tidak bisa dibendung.

Ander mendelik kesal pada sahabatnya itu yang justru menertawakannya. Ia butuh solusi saat ini bukannya ditertawakan.

“Hen, gue serius,” sentak Ander menatap Henry dengan serius.

Henry pelan-pelan menghentikan tawanya. Tangan kanannya memegang perutnya yang sakit karena tertawa dan tangan kirinya menutup mulut agar tidak kembali tertawa.

Ia menatap Ander dengan konyol. “Sejak kapan lo ngedengerin nyokap lo?”

“Ck, intinya gue butuh cewek. Lo ada nggak temen yang bisa dibayar gitu buat bantuin gue doang?”

Henry memukul belakang kepala Ander yang langsung mendapat tatapan tajam dari pilot tampan itu. Meski Ander lebih tua beberapa tahun tapi Henry sama sekali tidak segan pada Ander. Mau marah atau menegur pun percuma Henry takkan peduli.

“Sakit, brengsek!” Maki Ander.

Henry tidak memusingkannya. Ia meneguk gelas berisi minuman kerasnya sebelum berkata. “Heh! Nyari, jadiin pacar beneran bukannya nyewa.”

Ander berdecak kesal. “Gue nggak mau.”

Henry baru sadar ternyata sahabat sehidup sejatinya ini bodoh.

“Oke. Lo mau nyari yang cuma pura-pura kan? Banyak cewek di sekitar lo, Der. Tinggal pilih, mau yang mana nggak perlu bantuan gue lagi.”

“Mereka itu lintah darat,” sanggah Ander.

Banyak wanita memang di sekelilingnya, yang mengejar-ngejarnya tapi ia tahu tabiat semua wanita itu. Hanya ingin hartanya dan yang pasti tidaklah tulus. Tujuan lainnya pun ingin berlomba-lomba menaklukan hatinya. Mana sudi ia memilih salah satu dari wanita rubah seperti mereka.

Henry memutar bola matanya jengah. “Nggak semuanya. Coba lo perhatiin baik-baik. Seleksi satu per satu.”

“Gue bukan mau nyari pacar beneran, Hen.”

Henry memandang Ander dengan datar. “Gue tau, nyet. Maksud gue siapa tau aja cewek-cewek yang berseliweran di sekitar lo ada yang bener-bener mau ngebantuin elo tapi kasih persyaratan, terserah lo apa syaratnya.”

Ander terlihat memikirkan saran dari Henry. Ia memandangi gelas whiskynya dengan lekat.

“Tapi yang pasti lo harus seleksi baik-baik. Banyak ular, rubah sama lintah darat.” Henry berkata kembali.

Ander mengangkat kepalanya dan menatap Henry. Henry mengangkat kedua alisnya lalu meminum vodkanya dalam sekali teguk.

***

Dua hari setelahnya di dalam ruangan Ander suatu perbincangan di telpon membuatnya mengerutkan kening. Ia mendengar dengan seksama orang yang berbicara dengannya di seberang sana. Setelah selesai, telpon itu ditutup Ander dan menghela nafasnya dengan berat.

Ia lalu berdiri dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangannya. Menaiki lift menuju lantai 10 yang ada di perusahaan itu. Tanpa perlu mengetuk pintu, Ander langsung membuka pintu besar itu.

Terlihat seorang pria paruh baya sedang duduk di kursi kebesarannya, memangku tangannya dan menatap lurus pada Ander. Seakan pria itu sudah tahu bahwa Ander akan datang ke ruangannya dan ia menunggunya.

Ander berjalan menuju meja itu lalu duduk di hadapan sang pimpinan. Ia menatap pemimpin itu dengan raut muka kesal.

“Wajah kamu tuh, jelek sekali,” seru Alardo begitu melihat muka kusut Ander.

Ander tidak peduli dengan kalimat Alardo barusan. Mau mukanya sejelek apa pun tetap tidak akan jelek. Sudah ganteng dari lahir jadi tidak akan bisa jelek. Ia tidak mau merendah karena memang pada kenyataannya ia tampan.

Ander memandang Alardo dengan penuh harap.

“Pa, pemotretan promosi nggak harus ada Ander juga kan..”

Alardo menatap geli dengan sikap anaknya itu.

“Memang, tapi kan Papa sudah bilang sama kamu, Papa nggak bisa hadir. Ada meeting penting hari ini, nggak bisa diwakilin beda sama pemotretan yang bisa kamu wakilin.”

“Ander harus terbang hari ini, nggak bisa dibatalin.”

Ander mencari alasan agar ia tidak harus pergi ke tempat pemotretan maskapai penerbangan tempatnya bekerja yang juga merupakan milik Papanya.

“Sudah Papa ganti orang lain pilotnya, meeting ini Papa harus hadir karena menyangkut kelangsungan maskapai ini dan kamu awasi pemotretan,” kata Papanya final.

Ander menggaruk keningnya yang tidak gatal. Percuma saja Ander bersikeras dan mencari alasan karena pada akhirnya ia tetap akan menuruti Papanya.

Dan di sinilah Ander berada di sebuah ruangan studio. Ia berdecak sebal karena harus menangani hal seperti ini. Kalau bukan karena ia memikirkan citra maskapai penerbangan dan permintaan Papanya mana mau Ander menginjakkan kaki di tempat ini.

Pria tampan itu melangkah lebih ke dalam studio dan setiap ia melewati staf yang sedang sibuk berlalu lalang Ander mendapat sapaan dari mereka. Ada juga yang menatapnya dengan kagum sehingga membuat air liur mereka seakan menetes. Melihat seorang Ander Kalfani secara langsung adalah suatu anugerah yang sangat jarang terjadi.

Ander mengacuhkannya dan berjalan ke arah fotografer yang terlihat sedang mengatur kameranya serta menyuruh ini dan itu ke beberapa staf untuk menyempurnakan hasil fotonya nanti.

Salah seorang staf di situ berjalan dengan cepat dan berbisik di telinga fotografer itu. Setelah mendapat bisikan, fotografer tersebut segera melihat Ander yang sudah berdiri di hadapannya.

“Pak Ander,” sapa fotografer itu. Ia mengulurkan tangannya dan disambut oleh Ander. “Nama saya Rino Sadewa.”

Ander mengangguk sekilas lalu melepas jabatan tangan mereka. Mata tajamnya memerhatikan sekeliling dengan teliti. Setelahnya ia kembali mendaratkan pandangannya pada Rino.

“Ini berapa lama pemotretannya?”

Rino tersenyum ramah. “Kalau foto-fotonya bagus kira-kira dua jam tapi kalau lama bisa sampai tiga jam.”

Ander menyidekapkan kedua tangannya di dada. Ia mengetuk-ngetukan sepatu  mengkilapnya di lantai studio.

“Belum mau mulai? Saya tidak suka ngaret.”

“Modelnya lagi didandani sedikit lagi selesai,” kata Rino dengan pelan sembari tersenyum kecil. Ia sedikit merasa tidak enak karena memang sedikit ngaret, sedikit banyak tiga puluh menit.

Ander mengangguk. “Tidak sampai lima menit dia sudah harus di sini.”

“Iya, Pak.”

Pilot itu pun berbalik dan menduduki sofa yang berada di dekat situ. Tidak jauh dari tempat Rino berada.

Dalam diam ia duduk, tanpa melakukan apa-apa selain mengamati.

“Pemotretan akan segera dimulai,” kata seorang staf dengan suara yang lantang membuat semua yang berada di dalam ruangan itu menaruh perhatian pada seorang model yang berjalan keluar dari ruang ganti.

Mata Ander pun tidak lepas dari seorang model perempuan yang baru saja keluar itu. Matanya terpaku melihat sosok itu.

Jantungnya seperti ada hantaman keras yang membuatnya sedikit terkejut.

Untuk entah yang keberapa kalinya, ia bertemu dengan gadis itu.

Apa ini rencana Tuhan?

Ander menatap model itu dengan lekat. Ia merasa debaran jantungnya semakin cepat ketika melihat gadis itu didandani ala pramugari. Begitu cantik dan terlihat cocok padanya, apalagi tubuhnya yang semampai.

Wajah baru untuk maskapai, suatu terobosan yang baru. Siapa pun yang melihat iklan maskapai penerbangannya nanti pasti terkesima atau ia yang terkesima dengan perempuan itu.

Papanya benar-benar melakukan suatu terobosan baru dengan memakai model itu sebagai wajah komersial maskapainya. Seorang model yang sedang naik daun terlebih di kancah internasional.

Matanya tidak lepas dari jalannya pemotretan itu. Selama hampir dua jam, Ander tidak bergerak dari tempatnya. Ia terus mengamati dan menatap gadis itu dengan lekat.

Setiap pose model tersebut terlampau bagus, mengagumkan dan sempurna. Ia terlihat anggun di balik seragam pramugari.

Kemudian terdengar tepuk tangan dari semua orang. Ander menaikkan sebelah alisnya, lalu gadis itu melangkah memberi ucapan terima kasih pada semua staf dan mata gadis itu bertemu pandang dengan maniknya.

Matanya membelalak begitu melihat sosok yang selalu hadir di kepalanya itu.

Gavrila, merutuk pelan karena sosok Ander yang terlihat berwibawa dan tampan sedang duduk di sofa tengah menatap lurus padanya.

Ander lalu berdiri dari duduknya. Ia memasukkan kedua tangannya di saku celana dan berjalan mendekati Gavrila yang berdiri mematung menatapnya.

“Pak Ander, ini model yang direkrut oleh maskapai kita,” kata salah seorang staf kantor sepertinya karena untuk urusan bisnis hanya beberapa kali saja ia ikut ambil andil, selebihnya ia menjadi seorang supir, supir pesawat.

Ander hanya meliriknya sekilas dan kembali memfokuskan pandangannya pada model di hadapannya.

“Gavrila beri salam,” tegur Tere selaku manajer Gavrila.

Gavrila tersenyum kikuk. “Selamat sore. Saya Gavrila Hill.” Gavrila mengajukan tangannya yang hanya dilihat oleh Ander.

Gadis itu berdecak sebal. Kalau bukan karena sopan santun dan mengingat perusahaan Ander yang menyewanya mana mau ia memberi salam pada pria itu. Pria yang sudah berani menghinanya. Membuat hatinya terasa berdenyut sakit ketika berhadapan dengan Ander.

“Kamu kan sudah tau nama saya, untuk apa masih kenalan?” Ander menaikkan sebelah alisnya, mata elangnya menatap Gavrila seakan bisa menebus diri gadis itu.

Gavrila mendengkus kesal. Ia menurunkan tangannya karena tidak disambut Ander.

“Senang bekerja untuk Anda, Tuan Ander. Kalau begitu saya permisi.” Gavrila membungkukkan sedikit kepalanya dengan sopan lalu berbalik.

Baru saja Gavrila berbalik, Ander sudah menahan tangan model papan atas itu.

Gavrila melirik tangannya yang ditahan kemudian beralih pada Ander.
“Ada apa Pak?”

“Tidak.”

Gavrila menahan kekesalan di dadanya. Ia menggeram pelan lalu berjalan meninggalkan Ander yang masih setia menatap Gavrila hingga gadis itu menghilang di balik pintu ruang ganti.

Ander merasakan sengatan listrik ketika memegang pergelangan tangan Gavrila. Ia memandang lurus ruangan itu. Ruangan yang dimasuki Gavrila sebelumnya.

Lalu senyuman miring muncul di wajahnya.

Bersambung..

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Revised: October, 3rd 2020

Continue Reading

You'll Also Like

2.1M 50.5K 10
"Kenapa sih saya bisa sayang sama orang aneh kayak Bapak? Bapak pelet saya ya?" Menurut Kinera, Arvian itu definisi nyata dari aneh bin ajaib. Setia...
7.2K 455 66
MAU DIREKAYASA LAGI Amazing cover made by @radicaelly ***sinopsis*** Sedari SD Arinda hampir tidak pernah lepas dari pengawasan sang kakak, Adrian. H...
1.6M 77.9K 53
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.5M 180K 33
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...