Valentine

By yoelfu

808 85 3

Karena putus cinta, semesta mempertemukannya dengan seoranv lelaki asing. Dimulai 13 Agustus 2019 More

(1). Valentine
(2). Move On
(3). Lost
(4). Kejutan?

(5). Xavier

136 16 0
By yoelfu

Vier tahu, apa yang dikatakan kepada Vale tempo hari akan membuat gadis itu bingung. Mengatakan suka, bahkan ketika mereka baru dua kali bertemu. Jika di pikir memang tak masuk akal, tapi memang begitulah hidup. Terkadang, hal yang di bilang tak masuk akal itu tak selamanya buruk. Jadi, di coba juga tak masalah kan?

Jika datang ke kos Vale adalah usaha pertamanya untuk mendekati Vale dengan cara yang benar, maka yang dilakukannya kali ini adalah usaha keduanya.

Vier, datang ke kampus Vale seorang diri untuk menemui gadis itu. Entah apa yang akan dia lakukan setelah bertemu Vale, Biar itu menjadi urusan belakangan.

Melihat jam yang ada di pergelangan tangan kirinya, Vier sudah menunggu selama setengah jam. Dia berharap akan bertemu Vale di sini, karena dia tentu tak tahu jadwal kuliah gadis itu.

Beberapa mahasiswa lain juga menatap ke arahnya entah karena apa. Mungkin saja, mereka merasa tak pernah melihat lelaki itu di kampus mereka, atau memang karena mereka merasa jika Vier memang tampan.

Dan hukum alamnya, di mana ada orang tampan, makan dia akan menjadi pusat perhatian.

Pucuk di cinta, ulam pun tiba, ketika tak sengaja dia membalikkan tubuhnya, Vale berjalan bersama kedua temannya mendekat ke arahnya.

Vale sebetulnya juga tak tahu jika Vier akan datang ke kampusnya. Namun ketika lelaki itu berada disana, di depannya, dengan tas berada di gendongannya, kedua tangannya di masukkan ke dalam celana, kemudian mata menatap lurus kearahnya, dia sadar jika lelaki itu adalah Vier.

Mendekati lelaki itu, diikuti kedua temannya, Vale berhenti tepat di depan Vier. Yessy dan Reska saling melirik satu sama lain. Mereka pasti penasaran dengan lelaki tampan di depannya.

"Ngapain lo?" Tanya Vale, sekaligus sebagai sapaan. Tak ada basa-basi sama sekali.

"Cari kamu." Jawabnya lugas, tanpa merasa ada pengelakan. Memang begitulah faktanya. "Masih ada jam kuliah, atau udah selesai?"

"Udah selesai." Tapi tadi mau karaokean.

Vier mengangguk. "Baguslah, bisa tunda rencananya? Ada yang mau aku kasih tahu ke kamu." Vale sadar, Vier bukan lelaki yang suka berbasa-basi. Dan itu sama seperti dirinya. Dia katakan saja apa yang ada dalam pikirannya.

"Gue udah terlanjur janji."

"Enggak... Enggak." Itu suara Yessy menginterupsi. "Kalau kalian mau pergi, pergi aja. Kita bisa karaokean lain kali aja." Begitu katanya. Yang mendapatkan senyuman tipis dari Vier.

"Jadi?" Tatapan Vier mengarah kepada Vale.

"Sepenting apa sih?" Entah kenapa, Vale suka sekali mengelak. Padahal ketika dia tak menemukan Vier waktu itu saja, sempat merasa galau.

Vier kembali mengedikkan bahunya. "Sepenting kamu di hatiku?" Jika Vale adalah gadis kebanyakan, mungkin wajahnya akan memerah ketika mendengar ucapan Vier kepadanya. Sayangnya, Vale tetaplah Vale. Bisa mengendalikan situasi dengan sangat baik.

Bahkan, kedua temannya saja, rasanya ingin memekik, saking gemasnya kepada Vier.

"Kita pergi sekarang?" Vier sadar, keberadaannya di kampus ini membuatnya menjadi pusat perhatian. Karena itu, segera menyingkir sepertinya adalah keputusan yang bijak.

Menggangguk, Vale menyetujui. "Oke." Katanya. Dia memberikan kunci motor miliknya kepada Yessy, agar gadis itu bisa memakai motornya untuk pulang.

"Gue pergi dulu." Pamitnya kepada kedua temannya yang diangguki oleh mereka. Vier hanya menggangguk saja tanpa mengatakan apapun.

Kemudian mereka berlalu dari sana yang diikuti pandangan oleh Yessy dan Reska.

"Itu dia yang gue maksud, Res." Yessy tak tahan untuk segera bicara. "Ganteng kan?"

"Banget." Sambung Reska. "Tinggi banget, ampun. Sipit pula matanya."

"Kenal dimana Vale cowok modelan begitu ya?" Kata Yessy lagi.

Keduanya pergi dari tempat itu untuk pulang, toh rencana mereka gagal.

Belum juga mereka sampai di parkiran, sudah ada yang mencegat. Siapa lagi kalau bukan Farel.

"Vale sama siapa?" Wajah lelaki itu terlihat kaku. Dia mungkin merasa tak terima karena Vale tiba-tiba bersama lelaki lain.

"Bukan urusan Kakak sih. Kakak kan bukan cowoknya Vale lagi." Yessy memang ikut menyaksikan bagaimana Farel berselingkuh dengan perempuan entah siapa itu.

Decakan terdengar. "Dia yang udah punya pengganti gue, kenapa dia yang bilang gue yang selingkuh?"

"Karena emang Kakak yang selingkuh. Kalian ciuman di depan Pink kafe." Yessy tak mau kalah. "Masih mau ngelak? Gue juga lihat lo waktu itu." Yessy bahkan sudah tak harus menghormati kakak tingkatnya itu karena sebal. Sudah ketahuan, mengelak pula.

Farel merasa salah tingkah, kemudahan pergi begitu saja tanpa pamit atau berbasa-basi. Dan itu membuat Yessy mencibir. "Dasar playboy cap badak." Begitu katanya.

"Udah nggak usah di urusin cowok gila begitu." Kata Reska sambil menarik tangan Yessy. Kalau dibiarkan, entah 'cap' apa saja yang akan keluar dari bibir Yessy.

°•°

Vier dan Vale sudah berada di taman tempat mereka bertemu pertama kali. Jika waktu itu mereka berada di lapangan basket, kali ini mereka berada di bawah pohon yang Vier pernah membohongi Vale jika ada yang gantung diri di pohon tersebut.

Sepoi angin membuat rambut pirang Vale berterbangan. Melihat itu membuat Vier semakin terpesona. Diambilnya ponsel miliknya di dalam saku celana, dan dibidikkannya kamera ke arah gadis itu.

Melihat hasilnya, lelaki itu tersenyum. "Sempurna." Gumamnya sambil tersenyum.

Belum juga senyum Vier memudar, Vale meliriknya. "Lo foto gue?" Begitu tanyanya.

Vier mengangguk merasa tak perlu mengelak. "Iya." Jawabnya sambil memasukkan kembali ponselnya di sakunya.

"Mengambil gambar orang lain tanpa permisi itu ilegal. Lo tahu kan?"

Lagi lagi, Vier mengangguk. "Aku tahu. Tapi aku nggak akan menghapusnya." Katanya santai. "Duduklah." Lelaki itu lebih dulu mendudukkan pantatnya di sana, dan menyenderkan punggungnya di pohon tersebut. Kakinya di selonjorkan, kedua tangannya berada di belakang kepala dijadikan alas.

Memejamkan matanya, lelaki itu menikmati semilir angin. Vale mengikuti Vier, duduk di samping kaki lelaki itu dengan pandangan lurus ke depan.

"Apa yang ingin lo bicarakan sama gue?" Matanya melirik kaki Vier yang sedang di goyang-goyangkan.

Vier menatap punggung Vale sebentar kemudian menegakkan tubuhnya. Dibukanya tas miliknya, dan mengambil sesuatu di sana.

"Ini." Sebindel kertas di ulurkan di depan Vale. "Biodataku." Katanya menjelaskan.

Kini Vale benar-benar menatap Vier tapi tak langsung menerima kertas tersebut.

"Lo serius atau nekat sebenarnya?" Tanyanya sungguh-sungguh. Dia hanya tak ingin terbawa suasana kemudian membiarkan hatinya menerima Vier begitu saja.

"Aku serius." Katanya. "Untuk apa semua ini kalau aku hanya main-main." Vier kembali mengangsurkan kertas tersebut. "Ambillah." Katanya lagi. Yang mau tidak mau Vale menerimanya.

"Gue baca kalau sudah sampai kos." Vale memasukkan kertas tersebut ke dalam tasnya.

"Kenapa nggak sekarang aja?" Vier hanya ingin tahu bagaimana tanggapan Vale tentang dirinya, dan didepannya.

"Enggak. Gue perlu konsentrasi tinggi kalau baca beginian." Elaknya. Membuat Vier mengedikkan bahunya.

"Yang penting beneran kamu baca. Jangan sampai masuk tong sampah." Vier sudah membuatkan itu khusus untuk Vale. Jangan sampai dibuang begitu saja.

Mereka kembali saling diam. Menikmati angin sepoi yang menyapa kulit mereka. Vale tidak akan memikirkan semua ini terlalu dalam. Biarkan semuanya berjalan apa adanya. Kalaupun Vier lelaki baik yang Tuhan kirim untuknya, dia akan menerima semua ini. Tapi kalau memang tidak, berarti Vier bukan orang yang terbaik untuknya.

"Mau jalan-jalan?" Tawar Vier. Dia akan mengganti rencana gadis itu yang gagal jalan bersama kedua temannya.

"Kemana?"

"Mall?" Vier juga tidak terlalu yakin mengatakan itu. Namun ketika Vale berdiri dan mengangguk, Vier tersenyum.

"Ayo." Jawab Vale sambil menatap Vier yang masih nyaman dalam duduknya.

Kedua berjalan beriringan untuk mengambil motor Vier yang terparkir tak jauh dari sana. Setelah sampai, Vier menaiki motor besar tersebut dan Vale berada di boncengannya.

Vale tentu tak memeluk pinggang Vier seperti gadis kebanyakan. Dia berpegangan pada pundak lelaki itu. Bagi Vier, ini adalah permulaan yang baik, toh mereka belum sedekat itu untuk Vale melakukan adegan yang seperti di novel romance.

Motor melaju membelah jalanan Jakarta. Mall yang akan mereka datangi memang tak jauh dari kampus mereka.

"Mau makan dulu, atau mau main?" Meskipun Vier lebih suka bermain Timezone jika berada di mall, tapi dia harus meminta pendapat dari Vale. Karena dia tak sendirian. Mereka sudah sampai di tempat yang dituju, dan siap dengan hal-hal menyenangkan.

"Belum laper. Timezone?" Vier mengangguk menyetujui. Tempat yang paling menyenangkan bagi Vier.

Bagi sebagian perempuan, pasti akan memilih berbelanja dibandingkan masuk ke dalam tempat tersebut. Tapi Vale memang berbeda.

"Pakai kartuku aja." Vale akan mengeluarkan kartu untuk bermain namun Vier mencegahnya. "Aku ada banyak saldo di dalam sini."

"Ok." Vale mengembalikan kartunya ke dalam dompet dan melihat sekelilingnya. "Gue mau main basket." Katanya.

Vier mengikuti gadis itu dan menggesekkan kartunya. "Kita tanding." Kata Vier yang sudah mengambil satu bola dan diputar-putar di atas telunjuknya. Kebiasaan yang memang sudah mendarah daging.

"Gue pasti kalah lah."

"Di coba dulu. Jangan patah semangat begitu." Begitu kata Vier.

Permainan di mulai, dan tentu saja Vale kalah telak dari Vier. Gadis itu memberengut karena itu. "Lo mah rese." Begitu katanya. Mengambil tiket yang keluar dari sana untuk nanti bisa di tukar hadiah.

Vier terkekeh dan kembali ke permainan lain. Mereka benar-benar menikmati dengan kegiatan mereka. Bahkan entah berapa jam mereka menghabiskan waktu disana.

Keluar dari Timezone, Vale membawa boneka dengan ukuran besar. Terlihat sekali jika beberapa jam mereka berada di tempat permainan tersebut mendapatkan hasil.

Vale memang tidak terlalu suka boneka, tapi juga tak benci juga. Dan Vier memiliki boneka untuk dirinya meskipun dia sempat menolak.

"Buat teman tidur kamu." Begitu tadi katanya. Tapi ya sudah, toh yang banyak mendapatkan tiket adalah lelaki itu karena hasil dari mahirnya Vier dalam bermain.

"Mau makan apa?" Mereka sudah berada di food court mall tersebut.

"Oriental bento." Tunjuk Vale di stand KFC. Vier mengiyakan, dan mengantri untuk membeli makanan tersebut. Sedangkan Vale duduk di kursi sambil memeluk boneka besar yang dibawanya dan menumpukan dagunya di sana.

Vier meletakkan dua bento, dan dua minuman Pepsi di depan Vale. "Makanlah." Katanya. Mendudukkan boneka di sampingnya, Vale mulai mengaduk nasi dan ayam agar tercampur menjadi satu.

Asap masih mengepul menandakan masih panas. Meniupnya beberapa kali, dimasukkan satu sendok ke dalam mulutnya.

Kebiasaan Vale, selalu mengangguk-angguk jika makanan yang di makanannya terasa enak. Dan itu membuat Vier tersenyum. Baginya, gadis itu begitu lucu dengan caranya.

"Habis makan mau nonton?"

"Enggak." Jawaban itu cepat sekali lolos dari bibir Vale. "Badan gue minta istirahat." Itu bukan alasan, tapi memang benar begitu adanya. "Lain kali saja." Lanjutnya.

Meskipun tak menjawab, Vier merasa jika akan ada harapan untuknya kembali melakukan kegiatan menyenangkan seperti sekarang bersama gadis di depannya.

"Lo nggak papa traktir gue terus?" Vier mendongakkan wajahnya untuk menatap Vale.

"Kenapa?"

Vale mengedikkan bahunya tak acuh. "Kita sama-sama masih kuliah dan jauh dari orang tua." Jawab Vale.

Vier paham maksud Vale mengatakan itu. "Aku oke." Katanya. "Kamu sepertinya mancing aku agar aku bisa mengatakan sesuatu tentang diriku." Vale mengedip pelan. Tak ada maksud seperti itu sama sekali di hati Vale. Dia hanyalah tak ingin membebani Vier karena semua lelaki itu yang bayar.

Kemudian Vale menggeleng. "Bukan itu maksud gue." Di singkirkan tempat makan tersebut yang memang sudah tak ada isinya, kemudian meminum minumannya.

"Lo PD juga ya." Vier mengikuti Vale. Menyingkirkan tempat makan miliknya yang sudah kosong.

"Siapa tahu kamu udah mulai tertarik sama aku kan?"

"Alamak." Menggeleng-gelengkan kepalanya dramatis. "Dasar." Begitu katanya yang hanya mendapatkan jawaban kekehan dari Vier.

Mereka keluar mall ketika langit sudah menggelap. Vier melajukan motornya dengan Vale yang kesusahan membawa boneka besar tersebut.

Menghentikan motornya di pelataran masjid, Vier membuka helmnya. "Kamu sholat kan?" Satu hal ini yang membuat Vale terkesan.

Farel saja dulu bahkan tak mempedulikan hal semacam ini. Bahkan ketika keluar bersama Vale dan gadis itu meminta untuk berhenti di tempat ibadah, lelaki itu akan bilang, "sekalian di kos aja ya." Begitu.

Dan Vier, melakukan sebaliknya. Dia tahu kewajibannya sebagai orang beragama.

"Iya." Jawab Vale. "Gue langsung masuk ya, entar ketemu di sini." Katanya. Vier mengangguk dan mereka berpisah dan masuk ke masjid untuk menjalankan ibadah.

Vale memang bukan gadis yang pintar dalam agama, tapi dia tahu kewajibannya sebagai seorang beragam. Karena sejak kecil, orang tuanya mendidiknya untuk tidak meninggalkan kewajiban tersebut.

Selesai, Vale menunggu di depan masjid dan duduk di undakan. Bahkan setiap orang yang berlaku lalang di sana, menatapnya dengan heran karena ada boneka besar di sampingnya. Tapi Vale abai akan hal itu.

Vier datang dan mencoleknya. "Ayo." Begitu katanya yang di turuti oleh Vale.

Melanjutkan perjalanan untuk segera sampai ke rumah. Tidak ada rencana untuk mereka menghabiskan waktu bersama. Tapi Vale bisa merasakan bagaimana menyenangkannya hari ini.

Motor hitam itu berhenti tepat di depan kos Vale. Gadis itu turun dan melepaskan helm yang dipakainya. Kemudian menyerahkan kepada Vier.

"Terima kasih." Katanya. "Untuk hari ini." Vier yang masih berada di atas motor mengangguk.

"Sama-sama." Vier sebenarnya masih ingin berada di sana bersama Vale. Tapi dia sadar, Vale terlihat lelah. Lagi pula, dia tidak ingin Vale merenggut kepadanya dan suasana hati gadis itu menjadi buruk.

"Jangan lupa, baca. Aku menunggu kabar baiknya." Vale mengangguk.

"Iya." Jawabnya.

"Aku pergi dulu." Vier memakai kembali helmnya dan berlalu dari sana setelah mendapatkan anggukan dari Vale.

Naik ke lantai atas, Vale masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Dia tak melihat Yessy yang mungkin saja gadis itu tengah menonton drama Korea di kamarnya.

Meletakkan boneka diatas ranjang, gadis itu kemudian membuka tasnya untuk mengambil apa yang tadi Vier berikan kepadanya.

Menyamankan duduknya di kursi, dia mulai membuka dan membaca isinya.

•°•

Yoelfu 27 Juli 2019

Continue Reading

You'll Also Like

871K 38.4K 41
Menjadi istri antagonis tidaklah buruk bukan? Namun apa jadinya jika ternyata tubuh yang ia tepati adalah seorang perusak hubungan rumah tangga sese...
361K 23.2K 48
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

2.1M 111K 59
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.7M 294K 49
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...