LIMERENCE; hyunjin ft. felix...

By amaryleteal

19.6K 2.2K 681

👑 Semesta mereka masing-masing berputar; Felix dan segala presensinya adalah suatu estetika bagi Hyunjin. At... More

Limerence-00
Limerence-01
Limerence-02
Limerence-03
Limerence-04
Limerence-05
Limerence-07
Limerence-08
Limerence-09

Limerence-06

1.2K 182 100
By amaryleteal

👑 Senja pada satu hari sebelum ulang tahun raja Chan.

"Kak!"

Satu suara yang familiar di telinga Hyunjin membuat langkah kasarnya berhenti di tengah-tengah koridor. Baru saja ia berderap dengan terburu-buru dari halaman belakang ketika seorang pelayan mengatakan bahwa putri Felix telah kembali ke istana utama. Hyunjin menengok ke sisi kanan, mendapati gadis yang dicarinya tengah berdiri di taman dekat kolam bersama para pelayannya.

Begitu tahu bahwa Felix telah kembali, kaki Hyunjin secara refleks membawanya untuk segera menemui gadis itu. Hyunjin tak memikirkan apapun, tidak mengasumsikan apa-apa. Ia hanya terbawa intuisinya saja. Baginya memang ada hal yang belum terselesaikan dengan putri Amethyst itu dan ia harus segera menyelesaikannya. Selama itu Felix tidak muncul di hadapannya dan Hyunjin rasa tindakannya tidaklah berlebihan.

"Kau... disini?" Hyunjin berseru pelan, tidak yakin, lebih ditujukan pada dirinya sendiri. Pandangannya menyapu figur Felix dari kepala hingga kaki.

Menangkap suatu kejanggalan, Felix mengangkat tangan kanannya, memberi instruksi kepada para pelayan agar meninggalkan mereka berdua saja. Tak butuh waktu lama bagi pelayannya untuk memencar pergi.

Felix yang kini berada di hadapan Hyunjin tampak lebih segar dan cerah. Dengan dandanan simpel membuat aura mudanya kian memancar. Dirinya tertimpa sinar mentari sore dan tampak begitu menyilaukan. Hyunjin juga merasa seketika lupa diri kala lengan Felix yang terangkat berganti menjadi melambai kepadanya. Dan jangan lupakan senyuman itu.

Raut itu tampak berbeda dari apa yang diduga Hyunjin. Dalam ingatan terakhirnya hanya ada Felix yang menangis, berkata bahwa Hyunjin telah menyakitinya, dan kemudian Hyunjin meninggalkannya tergugu sendirian tanpa kata-kata.

Dan kini banyak hal yang tampak begitu berbeda.

Kaki Hyunjin membawa langkah demi langkah guna mempersempit jarak. Felix tetap bergeming bersama senyum kecil yang terpatri. Hyunjin sempat waspada jika matanya kini tengah menipunya dan Felix hanya sekedar ilusi.

Situasinya baru membuktikan kepada Hyunjin jika segalanya bukan fana tepat ketika Felix bertanya padanya,

"Kau mau kemana dengan gestur menakutkan seperti tadi?" Felix sarkas. Gayanya sekali.

Tidak tersinggung, Hyunjin lega karena gadis itu betulan nyata. Ada sesuatu dalam rongga dadanya yang meliar. Meski gengsi mengakuinya, tapi rasa bahagia Hyunjin perlahan timbul ke permukaan.

"Menemuimu," Hyunjin ikut tersenyum tipis, "tadinya. Tapi, malah ketemu di sini."

Mungkin sensasi seperti ini yang dinamakan rindu;

Ingin memeluk, memegang tangannya, menyalurkan seluruh afeksi. Dan bagaimana menjelaskan tentang aliran darah Hyunjin yang terasa begitu deras saat bertemu mata dengannya.

Hyunjin tidak bisa menampik satu fakta itu, dia amat rindu.

Felix mendekat satu langkah. Keduanya saling memandang dengan tatapan bergetar. Untuk sekali, satu kali saja, Hyunjin ingin melupakan hal-hal buruk yang terjadi tempo lalu.

"Apa kau baik-baik saja?"

Itu yang Hyunjin tanyakan pertama kali. Suaranya terdengar ragu-ragu tapi lebih ke arah khawatir. Mungkin sebagai bentuk lain sapaan darinya. Felix menaikkan alisnya sejenak, tidak menangkap maksud Hyunjin. "Tentu. Kenapa?"

Hyunjin menghela napas. Hatinya menghangat. "Aku minta maaf dengan apa saja yang telah terjadi. Maksudku... aku nyaris berbuat yang tidak seharusnya padamu. Aku hampir melakukan hal yang nantinya akan kau sesali," lelaki itu berpikir sedikit, menimbang-nimbang. "Aku harap kau bisa memaafkanku dan melupakan-"

"Tidak akan."

"Eh..."

Felix menancapkan pandangannya pada rumput-rumput yang tumbuh hijau. Dia menolak untuk menatap netra Hyunjin. Ada senyum tipis di wajahnya, samar sekali. "Tidak akan ada lagi hal-hal darimu yang ingin kulupakan."

Jantung Hyunjin memalu dengan keras.

Kini mereka di sini, di satu sudut pagar bonsai di halaman belakang yang Hyunjin temukan secara acak sembari menggandeng paksa tangan gadis yang sedari tadi bersamanya. Dia sendiri tidak mengerti perihal dirinya yang langsung menangkap lengan Felix dan memaksanya pergi sehabis jawaban Felix mengudara. Situasi ini cukup sepi untuk ukuran kebun yang harusnya selalu diawasi tukang kebun- atau benar saja tempat mereka adalah sudut paling minim penjagaan? Entah. Tapi lagi-lagi Hyunjin beraksi tanpa berpikir dulu. Apa yang terjadi, sih? Dia terlambat menyadari. Dan decihannya menggambarkan segala keterlambatan itu.

Sedangkan Felix masih syok atas perlakuan yang baru saja diterimanya. Belum lagi pikirannya terjernihkan, ia hampir terpekik kala Hyunjin mendorongnya hingga menyandari pagar bonsai sembari membekap mulutnya. Keterkejutan gadis itu makin bertambah ketika menyadari betapa sempitnya jarak mereka.

"Astaga. Baru juga aku berpikir tidak ada tukang kebun atau pengawal di sini. Sial." Hyunjin berbisik menggerutu.

Adakah seseorang yang bisa memberitahu Felix soal keadaan ini? Dan memangnya kenapa jika ada pengawal yang melihat mereka?

Detik berikutnya, Hyunjin melepaskan dekapannya.

"Apa-apaan kau ini?!" Felix murka bersamaan wajahnya yang merah padam. Jantungnya berdetak dengan velositas cepat. Sebelah telapak tangannya menggantung di depan dada, tapi maniknya menusuk Hyunjin.

"Tadi ada penjaga yang lewat. Untung saja bonsai ini tinggi. Ada gunanya juga aku mengukurnya waktu itu."

"Maksudku bukan itu!" Felix menelan kembali volumenya yang nyaris meledak. "Maksudku... lihat! Kita di sini sekarang. Kau membawaku tanpa alasan ke tempat seperti ini hanya berdua. Mencurigakan."

Hyunjin merespon angin-anginan. "Ralat, bukan berdua. Tadi ada pengawal-"

"Kakak!"

Hyunjin tersenyum miring, tangannya berlipat di dada,
"Ya Tuhan, sebenarnya itu juga adalah pertanyaan yang ingin kutanyakan pada diriku sendiri."

Felix berdecak. Kesal. "Selalu seperti itu."

Ya mau bagaimana lagi? Lelaki itu mendesah berat. Hyunjin jujur mengatakannya. Dia tanpa berpikir langsung menarik Felix tanpa sempat mengucapkan apa-apa. Bisa jadi semacam refleks, tapi sebenarnya itu bukan hal yang patut disayangkan. Dengan hanya berdua seperti ini bukankah akan terasa lebih lega? Seharusnya Felix paham dengan perasaan mereka yang tak kunjung menyambung.

Untuk beberapa jeda, keduanya terdiam hanya untuk mendengarkan detak jantung masing-masing. Di bumi barat, mentari bergulir meninggalkan jejak langit yang kian jingga. Bayang-bayang mereka memanjang sepanjang waktu yang raib tanpa konversasi.

"Aku... tidak mengerti," ujar Hyunjin, ia merasa benar-benar telah hilang dalam pikirannya.

"Demi Tuhan!" Felix sudah dalam ancang-ancang untuk segera pergi dari sana. Namun sebelum itu terjadi, Hyunjin sudah mencegatnya, menggenggam tangannya erat.

"Aku merindukanmu." akunya. Ada api dalam matanya. Hyunjin memejam sesaat, menenangkan diri. "Aku selalu ingin bertemu denganmu. Padahal kau hanya menginap di belakang istana untuk beberapa waktu. Tapi begitulah, kupikir aku kehilangan."

Kejujuran itu.

Kesungguhan kakaknya yang membara terpancar jelas dari netranya nan bening.

Felix belum bereaksi apa-apa kecuali raut wajahnya yang terkejut. Apa saja yang barusan dituturkan Hyunjin terasa berputar-putar dalam kepalanya. Menyentil emosinya. Uh, apa dia tidak sedang bercanda?

Rindu?

Kehilangan?

Itu terdengar cukup romantis, dan Felix merona karenanya.

"Aku juga." Felix menelan salivanya berat. Tampang Hyunjin kaget tidak percaya. Felix merasa ingin menangis karena perasaannya sendiri yang bercampur. Hyunjin menembaknya tepat di mata dan Felix menyerap segalanya. Puja pada mentari karena sinarnya yang semakin memperindah figur Hyunjin.

"Hei, aku ingin memelukmu. Bagaimana?" Tanya Hyunjin tiba-tiba. Suaranya berat namun rendah, nyaris dirampok angin.

Felix merasa masih terkurung dalam emosinya. Tapi meski dengan kebimbangan seperti itu tak membuatnya menolak, "A-aku tidak kebaratan."

Hyunjin membungkus tubuh gadis itu dengan pelan, pelan sekali, mendekapnya dalam-dalam tapi gerakannya seolah membawa Felix terus tenggelam pada dirinya. Felix mengatupkan kelopak matanya guna menikmati, sekujur badannya gemetar, ia balas melingkarkan lengannya pada punggung pemuda itu. Napas Hyunjin yang hangat menerpa telinganya beraturan. Memberikan sensasi yang menggelorakan. Sementara tangan lelaki itu yang mengusap kepalanya terasa besar dan kokoh.

"Aku... juga ingin..." Hyunjin berbisik tanggung di telinga Felix, kemudian menjauhkan sedikit wajahnya. Hanya ada ruang tipis yang tercipta dari ujung-ujung hidung keduanya. "Menciummu."

Mata Felix berbinar sendu, dan kulit pipinya bersemu. Itu yang tertangkap manik Hyunjin. Kombinasi yang tepat untuk memancingnya. Hingga pada saat Hyunjin menautkan bibir mereka, tak ada penolakan apapun.

Hyunjin tidak tahu darimana ia menemukan gairah itu. Terasa begitu baru dan membuatnya bersemangat. Adrenalinnya melaju kencang.

Baik Felix dan Hyunjin sama-sama sudah merasa tak ada yang normal lagi dalam hubungan persaudaraan mereka.

Memang, sangat sulit untuk mencintai. Apalagi di situasi begini.

.

"Aku ingin melihatmu jadi yang tercantik besok malam."

Itu yang Hyunjin ucapkan sebelum menyudahinya dengan satu kecupan di puncak kepala Felix.

Felix bukannya tidak mengetahui perihal yang satu ini, tapi tetap saja ini membuatnya terganggu. Tepat saat makan siang tadi, Chan mengatakan dia mengirim undangan pada kerajaan tetangga untuk menghadiri pesta ulang tahunnya nanti malam. Sudah bukan rahasia lagi jika satu-satunya Pangeran di negeri itu berteman baik dengan sang raja. Selain karena sering berkunjung ketika kecil, kerajaan tetangga -Amaranth namanya- juga merupakan relasi dari kerajaan Amethyst.

Felix harusnya tidak ambil pusing dengan hal tersebut. Baiknya ya dibiarkan saja. Namun suatu firasat tidak mengenakkan mulai menggelitiknya sejak mengetahui kabar itu.

Andai saja antara Felix dan pangeran Amaranth itu hanya dua orang asing yang sama sekali tidak saling mengenal.

Tapi kebenarannya membuat Felix harus mengela napas berat.

Dan saat ini Felix telah rapi berbusanakan gaun merah mudanya yang berkilau. Dandanan gadis itu dibuat lebih elegan hingga nampak dewasa dari hari-hari biasa. Matanya menyoroti gerbang istana dari atas balkon istana. Rautnya terkejut, genggaman tangannya makin mengetat kala penampakan kereta kuda berukir indah mulai memasuki perkarangan. Matanya menangkap panji-panji Amaranth yang berkibar, menyebabkan rasa gamang pada diafragma gadis itu.

Ingin sekali rasanya mengutuk Chan jika saja dia bukanlah raja negeri ini apalagi kakaknya.

"Permisi Yang Mulia, Baginda Raja telah menunggu di tempat." Satu pelayan datang dan membungkuk hormat pada Felix yang membelakanginya.

Gadis itu tidak berbalik, matanya masih terpaku pada sisa-sisa rombongan Amaranth. Angin malam menggoda anak-anak rambutmya yang sudah tertata. Jujur, Felix tidak ingin menghadiri pesta itu.

"A-apa kakakku, pangeran Sam, juga sudah berada di sana?" Felix tersendat. Gusar.

"Uh... sudah Yang Mulia. Kami hanya tinggal menunggu anda."

Lagi-lagi, Felix merasa napasnya memberat.

Kenapa keadaan ini jadi bertambah sulit?

Euforia kembali melumuri istana ketika pesta ulang tahun raja mereka diadakan. Malam itu kastil sangat bergemerlap, para undangan menemukan tempat mereka di ruangan yang telah dihias, mengobrol dengan beragam topik dan berbondong-bondong menyelamati raja Chan.

Lentera-lentera yang bergantungan di dinding terlihat sama. Lampu kristal raksasa di tengah ruangan juga sama. Serta kemegahan yang sama seperti layaknya waktu itu. Sekali lagi oksigen berkawan wangi anggur, dan lilin-lilin tinggi merajai tiap meja. Para bangsawan bercakap ceria dengan gaya mereka. Penglihatan tentang bagaimana mereka memamerkan kekayaan adalah hal lumrah yang terjadi.

"Kau rapi sekali malam ini," Chan terkekeh geli sambil menyikut Hyunjin. Mengusik pemuda itu yang tadinya hanya berdiam diri.

"Jagalah sikapmu sedikit, kak. Kau itu seorang raja." Hyunjin berbisik, memperingatkan. Yang hanya dibalas senyum miring Chan.

Kapasitas ruangan mulai menyempit. Tidak berapa lama lagi maka acara akan dimulai. Hyunjin melabuhkan pandangannya pada tempat di sebelah Chan, dan ia membuang napas panjang ketika tidak menemukan apa yang dicari.

"Kenapa Lixia lama sekali?" Chan membisiki Hyunjin, menghadapkan wajahnya ke arah lelaki itu. "Adik kita dandannya lama."

"U-uh, dia kan perempuan." Hyunjin tergagap.

Tak lama setelah itu, putri Felix datang menyambangi pintu disertai para pelayannya. Kehadirannya secara otomatis menyedot atensi seisi ruangan. Tidak ada pengecualian untuk Hyunjin, napasnya tercekat.

("Tuan putri akhirnya datang.")

("Astaga! Bagaimana ada gadis secantik itu tumbuh di negeri ini?")

("Aku jadi sedih karena teringat mendiang ratu.")

("Tuan putri kita memang sangat cantik dan cerdas.")

("Kulitnya, bahkan matanya bagus sekali. Senyumnya cantik.")

Hyunjin mengamini segala bisik-bisik pujian dari penjuru ruangan yang tak bisa ia ucapkan sendiri. Felix telah merampas seluruh fokusnya dari saat pertama kali bertemu, lalu efeknya makin dahsyat hari demi hari.

Mata Hyunjin sama sekali belum terlepas dari sosok menawan itu sedari ia menampakkan diri di ambang pintu. Pandangan Hyunjin mengiringi langkah tenang Felix menuju tempat duduknya. Sejenak mata mereka bertemu seketika itu pula Felix suguhkan senyum kecil. Hyunjin latah mengikuti, malam itu gadisnya seperti sakura di musim semi.


"Kau cantik sekali."

Baru juga Hyunjin ingin mengatakan hal itu, tapi Chan telah mendahuluinya. Felix tertawa kecil ketika Chan menepuk-nepuk pelan puncak kepalanya.

"Hentikan! Kau akan merusak rambutku, Baginda." gadis itu menyingkirkan jemari Chan, kemudian pandangannya melangkahi lelaki itu. Tepat ketika itu tatapan keduanya tersambung. Satu kurva yang tercipta di wajah Hyunjin begitu memesona. Felix menyadari jika wajahnya memanas.

Beberapa saat berlalu, bungsu Amethyst tampak menatap ke satu arah minim minat. Ia duduk di samping Chan dengan wajah tertekuk, tidak peduli apakah dengan begitu maka suasana hatinya akan terbaca jelas. Segala hal di ruangan ini membuatnya deja vu, tapi dia tidak mempermasalahkannya, kecuali satu hal,

"Pangeran dan putri dari Amaranth telah sampai di ruangan!" Pengawal yang berjaga di depan pintu bersorak keras. Chan yang mendengarnya langsung berdiri dengan antusias.

Hyunjin bersantai saja, toh dia juga baru diberi tahu siang tadi jika teman baik Chan diundang malam ini. Ia tidak kenal sekaligus tidak berminat. Lagipula tidak ada untungnya juga bagi Hyunjin. Saat ini pemuda itu tengah berusaha keras agar kepalanya dikuasai oleh akal sehat sepenuhnya. Ia berperang dengan diri sendiri agar jangan sampai nekat membawa Felix keluar ruangan untuk merealisasikan segala dorongan gila dari dalam dirinya. Tidak disangka jika perkataannya pada Felix sore kemarin malah berbalik jadi bumerang baginya.

Tapi, Felix memang selalu secantik itu di matanya. Selalu seindah itu.

Berbeda dengan Hyunjin, Felix sangat kesulitan untuk menetralkan emosinya saat ini. Ada gurat kecemasan menyambangi parasnya. Ngilu pada diafragmanya semakin menjadi-jadi. Dia tidak bisa terlibat dalam situasi seperti ini. Terlalu menyesakkan, membuat lututnya gemetar. Tepat ketika seorang lelaki tinggi diikuti satu gadis di belakangnya berada satu meter di depan anak tangga pertama singgasana mereka, mata mereka sekilas bertemu, Felix meremas resah rok gaunnya.

Chan tersenyum, "selamat datang, pangeran Lino."

Minho ikut tersenyum, ia menundukkan sedikit tubuhnya memberi hormat pada Chan. "Terima kasih telah mengundangku untuk menghadiri pestamu, Baginda. Semoga panjang umur dan selalu sejahtera."

"Aku senang sekali kau bisa datang. Tapi kupikir tunanganmu adalah yang paling bahagia di sini." Chan menoleh ke arah Felix, menggesturkan baginya untuk memberi sambutan. Sekaku itu, Felix berdiri. Situasinya saat ini adalah ia tidak berhak berbuat yang macam-macam atau memberi penolakan. Dan yang lebih parah, ia tidak bisa menebak reaksi apa yang Hyunjin miliki.

Felix menunduk anggun, "Senang bertemu denganmu, Yang Mulia." pita suaranya bergetar.

Tepat dua sekon setelah itu, Hyunjin berdiri dengan tergesa. "Tunggu! Apa maksudnya ini?!"

Beberapa menit yang lalu Hyunjin seenaknya menganggap bahwa kedatangan pangeran Amaranth tidak menarik perhatiannya tapi sekarang Hyunjin bahkan bingung sedang berada di kondisi seperti apa.

Kenapa situasinya mendadak berubah?

Felix? Laki-laki itu? Bertunangan?

Telinga Hyunjin terasa berdengung. Ia harap dirinya cuma salah dengar atau baiknya ini semua cuma mimpi.

Masih dengan pundak yang naik turun, Hyunjin melirik Felix melalui sudut mata. Dan yang Hyunjin dapati adalah sepasang mata dengan tatapan kosong menembak lantai.

"Maafkan aku karena lupa memberitahumu, pangeran Sam." itu suara Chan, Hyunjin masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Dua tahun yang lalu, putri Felixia dan pangeran Lino dari Amaranth telah resmi bertunangan."

Waktu itu Hyunjin merasa jantungnya diremas tangan tak kasat mata, sakit, dan seketika dunianya runtuh.

"Salam untukmu, pangeran Samuel. Raja Christopher sudah menceritakan dirimu dalam suratnya..." pangeran Amaranth memperkenalkan diri. Hyunjin tidak bereaksi apa-apa dan sibuk menahan rahangnya yang mengeras. Sekilas Hyunjin menampaki mata pemuda itu melirik Felix. "...aku pangeran Lino dari Amaranth. Dan juga tunangan dari putri Felixia. Senang bertemu denganmu."

Tbc.

So how's?

Apeni felix apeni :""

Menemukan typo atau Punya uneg2?
Silahkan langsung dikoreksi :)

Selamat juga buat Minho yg udah debut di sini wkwkwwk :""
Aku menantang diriku untuk Lee Brother tersayang wkwkw 💛

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 61.5K 65
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
713K 56K 40
Menceritakan tentang kehidupan 7 Dokter yang bekerja di rumah sakit besar 'Kasih Setia', mulai dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, dan hubungan p...
163K 26.1K 48
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
192K 18.8K 70
Freen G!P/Futa • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...