LANGIT KALA SENJA (Revisi)

By ainunufus

740K 80.9K 8.3K

VERSI REVISI Lovatta Zanna sangat mencintai kekasihnya yang sekarang sudah berstatus MANTAN. Lovatta menyesal... More

CLBK 1
CLBK 2
CLBK 3
CLBK 4
CLBK 5
CLBK 6
CLBK 7
CLBK 8
CLBK 9
CLBK 10
CLBK 11
CLBK 12
CLBK 13
CLBK 15
CLBK 16
CLBK 17
CLBK 18
CLBK 19
CLBK 20
CLBK 21
CLBK 22
CLBK 23
CLBK 24
CLBK 26
27
29 END

CLBK 14

21K 2.9K 248
By ainunufus

Duduk bersebelahan tapi terasa berjauhan. Mereka saling diam hanya sesekali saling melirik. Tak ada yang membuka suara terlebih dahulu karena bingung untuk memulai. Selalu saja begitu.

"Gue bakal cari tahu siapa yang nyebarin chat lo," ucap Langit.

"Nggak perlu. Gue nggak mau nginget lagi. Jadi nggak usah dibahas lagi." Lovatta menutup telinganya. Benar-benar tak mau membahas sejarah kelam itu.

Langit mengangguk miris.

"Gue janji bakal bikin lo senyum lagi."

Sore ini terasa panjang, detik waktu yang berlalu seolah melambat. Tak Lovatta duga begini rasanya hampa hati. Langit senja tak lagi terlihat indah di matanya. Dekat di mata jauh di hati. Itulah keadaan saat ini. Lovatta meremas ujung roknya. Tak kuasa dengan situasi saat ini.

"Apa menurut lo jatuh cinta itu lelucon?" tanya Lovatta.

"Hah?"

"Kalau lo mikir gue masih suka sama lo, lo salah. Makasih udah pernah kasih pengalaman terbaik buat sisi romansa gue," ucap Lovatta sembari menunduk.

"Nggak perlu lo jelasin."

"Emang nggak penting sih buat lo. Tapi pmbelajaran banget buat gue. Gue sadar, gue harus tahu diri."

Langit mendengkus. "Sadar diri? Lo itu nggak tahu diri. Kalau lo suka Senja dari awal ngapain lo deketin gue? Biar ngerasa hebat? Lo lagi taruhan atau apa?"

Seketika Lovatta tercengang oleh ucapan Langit. Matanya merebak merah tanpa aba-aba. Dia menoleh menatap Langit yang menatap matanya dengan tajam. Dia kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Langit padanya.

"Lova," panggil Senja.

Lovatta menoleh sedangkan Langit memilih melihat ke arah lapangan.

"Kenapa?" tanya Senja yang melihat mata Lovatta yang memerah.

"Nggak pa-pa, tadi cuma jatuh." Lovatta tersenyum lebar tapi matanya tak bisa berbohong.

"Sakit?"

"Nggak. Lo udah selesai?" Lovatta mengalihkan pembicaraan.

"Iya, cuma bahas hal biasa."

"Lo nggak main?" tanya Senja pada Langit.

"Dia lagi sakit." Lovattalah yang menjawab.

"Oh. Kenapa lo?" Senja menepuk bahu Langit.

"Gue main dulu," ucap Langit lalu bangkit dari posisinya dan kembali bergabung di lapangan.

"Langit ngapain lo?"

"Nggak ko. Dia cuma diem dari tadi.

"Oh. Jangan benci sama Langit. Gue yakin bukan dia yang nyebarin."

Lovatta hanya mengangguk dan memberikan senyum lebar. Meski dari awal dia mencurigai Langit tapi dalam hati kecilnya dia juga masih tak percaya Langit setega itu. Langit tak mungkin sekejam itu.

Sekarang keadaan semakin seperti benang kusut yang sukit diuraikan. Ada nyeri saat Langit menuduhnya seperti tadi. Tapi dia tak tahu harus menjelaskan bagaimana. Karena tak semua orang menginginkan penjelasan saat mereka telah meyakini sesuatu.

"Lova." Panggil Senja kedua kali karena Lovatta hanya diam menatap lapangan.

"Ya?" Lovatta menoleh.

"Sabtu besok main gimana?"

"Sorry. Sabtu gue udah ada rencana sama Via."

"Khusus cewek?"

"Yap! Khusus cewek," jawab Lovatta lalu terkekeh sendiri.

***

Memikirkan kisah cintanya itu tak ada habisnya. Hanya menguras waktu dan membuatnya tak bisa lepas dari kenangan memalukan. Setelah belajar Lovatta mulai memotret baju-baju yang sudah tak dia pakai. Menyibukkan diri demi mengalihkan perhatian.

Cukup lama dia memotret pakaian-pakaiannya dan sibuk mengedit sampai lupa waktu. Ketukan di pintu dan teguran sang Mama membuatnya menyadari jika jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam.

"Cepat beresin dan pergi tidur. Besok sekolah."

"Iya, Ma. Lova cuma belum ngantuk. Bentar lagi deh."

"Kamu kenapa, hm? Dari kemarin kelihatan lesu, mata sembab."

"Nggak pa-pa, Ma. Biasa kan anak muda."

"Berantem sama Langit?"

Lovatta mengangguk pelan, dia tak mungkin berbohong di depan mamanya karena pasti akan ketahuan.

"Tapi Mama jangan tanya kenapa. Aku nggak mau cerita. Ini cuma masalah anak muda jadi aku bisa nyelesaiin sendiri."

"Ok, Mama nggak akan tanya-tanya. Tapi kalau kamu mau cerita, Mama siap jadi pendengar."

"Makasih ya, Ma. Jangan cerita Papa lho, Ma."

"Siap! Mama pikir Langit cowok yang baik. Tapi kok bikin anak Mama nangis."

"Kok Mama bisa nilai Langit baik?" Lovatta membenarkan posisi duduknya, lalu memeluk bantal menghadap mamanya.

Kirana mengusap kepala Lovatta dengan senyum mengembang.

"Karena cowok yang berani datang meminta izin sama orang tua ceweknya itu udah jarang. Mama rasa Langit gantleman, punya sopan santun, dan keren."

"Memang Langit minta izin apa, Ma?"

"Beberapa bulan lalu sebelum kamu ngenalin Langit sama mama papa, Langit udah nemuin papa di kantor."

"Langit ke kantor nemuin papa? Kok bisa sampai tahu kantor papa segala. Terus, terus?"

"Dengerin Mama cerita dulu dong."

"Oke, Lova diem," ucap Lova seraya mengisyaratkan tangannya di depan bibir pertanda dia akan diam.

"Waktu itu Mama pas ke kantor papa terus ada Langit masih pakai seragam sekolah nemuin papa. Dia minta izin gitu buat pacaran sama kamu."

"Hah? Beneran, Ma? Terus papa gimana? Marah ya?"

"Tahu sendiri papamu. Langit diceramahin panjang lebar. Tapi papa nggak marah, papamu kan nggak pernah marah."

"Terus gimana? Papa ngebolehin nggak, Ma."

"Nggak...."

"Kok nggak sih?" potong Lovatta

Kirana tertawa pelan kembali mengusap kepala Lovatta.

"Nggak pa-pa kata papa. Katanya kalau dilarang yang ada kalian malah ngumpet-ngumpet. Tapi ada syaratnya."

"Apa syaratnya, Ma?" tanya Lovatta sudah tak sabar.

"Pacarannya nggak boleh berlebihan, mama sama papa ngawasin kalian kayak CCTV."

"Gitu doang, Ma, syaratnya? Gampang banget."

"Susah-susah memang papa lagi bikin sayembara kayak orang zaman dulu. Itu aja cukup. Dengan kalian punya hubungan yang sewajarnya dan menjga kepercayaan kami, papa sama mama yakin kalian akan baik-baik saja. Entah dalam sekolah atau pun pergaulan. Kan papa sama mama ngawasin. Bebasnya papa itu ada aturan dan batasannya."

"Lova ngerti, Ma."

"Ya udah, buruan beresin terus tidur. Besok jangan bangun terlambat. Ingat ibadah."

"Ok, mamaku sayang." Lovatta mencium pipi Kirana dengan gemas dan segera bergegas membereskan pakaian-pakaiannya.

Tapi Lovatta justru semakin sulit tidur teringat kata-kata mamanya soal Langit. Rasanya terlalu totalitas jika Langit hanya sekadar ingin membuat Tiara cemburu. Dia jadi curiga pada Tiara.

Lovatta jadi resah sendiri. Takut jika ternyata dialah yang jahat di sini. Bukan Langit yang menyakitinya tapi dialah yang menyakiti Langit. Lovatta guling ke sana-ke mari di atas kasur.

+62822xxxxxxxx

Udah tidur?

Lovatta mengirimkan pesan pada Langit.

+62822xxxxxxxx

Kenapa?

Maaf

Buat?

Karena udah minta putus tiba2 tanpa mikirin perasaan lo. Terus gangguin lo dengan chat gue yang minta balikan.

Menunggu lama tak ada balasan Lovatta mengirimkan pesan kembali.

+62822xxxxxxxx

Gue percaya bukan lo yang nyebarin chat gue

Maafin gue juga kalau selama jadi pacar gue, lo ga bahagia. Gue lega lo percaya sama gue. Thanks

Seketika tangis Lovatta pecah lagi malam ini. Dia tak peduli jika besok matanya kembali bengkak dan jadi pertanyaan orang-orang bahkan mungkin jadi bikin mereka menduga-duga. Dadanya begitu sesak saat ini. Malam yang panjang dengan derai air mata. Ingin memutar waktu itu tak mungkin meski hati masih belum bisa melupakan. Masih ada sayang dan rindu meski rasa sakit di hati sama besarnya.

Continue Reading

You'll Also Like

55.7K 3.6K 3
Nathan dan Salma kembali dipertemukan, kali ini mereka harus menghadapi anak-anak Galileo Club. Selamat menyelami kisah mereka!
325K 34K 31
Apa aku harus pergi dulu agar kamu tahu makna hadirku? Padahal sudah kuberi tanda, tapi kamu seolah tutup mata. •••• Copyright April 2017 by Inesia P...
1.9K 117 1
Sekelompok band bernama Victorious secret nyaris dibubarkan karena kericuhan yang di buat oleh vocalisnya. Band tersebut masih bisa dipertahankan den...
731K 84.7K 62
Bercerita tentang Renjana Manohara, anak perempuan lugu namun ambisius, yang baru saja masuk ke bangku sekolah menengah atas di tahun 2019. Membawany...