Cold Eyes

By amateurflies

587K 75.9K 18K

judul sblmnya: tentang sakura "Katanya, manusia itu nggak ada yang benar-benar mati. Karena jiwa-jiwa mereka... More

Trailer
[vol. 1] Prolog
[vol. 1] 1. Sakura Evelyna
[vol. 1] 2. Cinta dalam Diam
[vol. 1] 3. Tatapan Dingin
[vol. 1] 4. Kesepakatan
[vol. 1] 5. Langit Malam
Semua Cast
[vol. 1] 6. Kekecewaan
[vol. 1] 7. Buku Sakura
[vol. 1] 8. Angkasa Dirgantara
[vol. 1] 9. Sementara
[vol. 1] 10. Enam Tahun Silam
[vol. 1] 11. Tanpa Pamit
[vol. 1] 12. Potongan Puzzle
[vol. 1] 13. Kenyataan
[vol. 1] 14. Twinkle Little Star
[vol. 1] 15. Senyuman
[vol. 1] 16. Gadis Pengganggu
[vol. 1] 17. Kesal, Bukan Cemburu
[vol. 1] 18. Harapan
[vol. 1] 19. Mimpi
[vol. 1] 20. You Don't Love Me Anymore
[vol. 1] 21. Modus Angkasa
[vol. 1] 22. Tangisan Sakura
[vol. 1] 23. Gengsi
[vol. 1] 24. Kotak Musik
[vol. 1] 25. Sebuah Foto
[vol. 1] 26. Debaran Aneh
[vol. 1] 27. Penyembuh Luka
[vol. 1] 28. Gadis Pengganggu
[vol. 1] 29. Tanda Tanya
[vol. 1] 30. Siapa Orang Itu?
[vol. 1] 31. Cold Eyes
[vol. 1] 33. Tulisan Sakura
[vol. 1] 34. Cara Pertama
[vol. 1] 35. Are You Hurt?
[vol. 1] 36. Berebut Perhatian
[vol. 1] 37. Ada Rasa
[vol. 1] 38. Sebuah Pilihan
[vol. 1] 39. Tatapan Mata
[vol. 1] 40. Sahabat Lama
[vol. 1] 41. Terlambat Mengungkapkan
[vol. 1] 42. Gambar Aneh
[vol. 1] 43. Masalalu Angkasa
[vol. 1] 44. Dia Menangis?
[vol. 1] 45. Kehidupan Setelah Mati
[vol. 1] 46. Ungkapan Perasaan
[vol. 1] 47. Sebab Akibat
[vol. 1] 48. Sesal Sakura
[vol. 1] 49. Regret
[vol. 1] Epilog
Bonus Lockscreen
[vol. 2] Prolog
[vol. 2] 1. Cibiran
[vol. 2] 2. Tentang Sakura
[vol. 2] 3. Terakhir Kalinya
[vol. 2] 4. Ke mana?
[vol. 2] 5. Trauma
[vol. 2] 6. Mencoba Mengerti
[vol. 2] 7. Mengenalmu
[vol. 2] 8. Pada Akhirnya
[vol. 2] 9. I Don't Want You Hate Me
[vol. 2] 10. Kebohongan, Ketulusan, dan Kebodohan
[vol. 2] 11. Matahari dan Bulan
[vol. 2] 12. Mengalah
[vol. 2] 13. Arti Sebuah Gambar
[vol. 2] 14. Di Balik Semuanya
[vol. 2] 15. Tragedi 6 Tahun Silam
[vol. 2] 16. Kilas Balik
[vol. 2] 17. Baik-baik saja
[vol. 2] 18. Kamu Bagiku
[vol. 2] 19. Siapa yang Terlambat?
[vol. 2] 20. Maaf
[vol 2] 21. Sejatinya Mencintai
[vol. 2] 22. Sakura Hilang
[vol. 2] 23. Kehilangan yang Kedua Kalinya
[vol. 2] 24. Mengenal Selamanya
[vol. 2] 25. Detik dan Menit
[vol. 2] Epilog
Open member
Chat AngkaSakura

[vol. 1] 32. Jam Tangan

6.2K 942 1.1K
By amateurflies

Hayoo, jangan lupa 500 spam komentarnya yaa. Soalnya kali ini aku updatenya panjang loh:D
sengaja biar bucinnya Angkasa nggak kesepian~

***

Katanya cemburu itu menguras hati? Bukan, cemburu itu menguras emosi.

***

Kelas selesai sejak beberapa menit yang lalu. Sakura membereskan alat-alat tulisnya, sementara anak-anak sekelasnya yang lain sudah lebih dulu membuyar, berhamburan ke luar kelas. Jangan heran, Sakura memang selalu seperti itu ketika sesuatu baru saja terjadi padanya. Segala sesuatu yang dilakukannya menjadi benar-benar lambat, tidak bergerak cepat seperti biasanya.

Semalam, ketika Sakura mengecek kotak surat di rumahnya, Sakura menemukan sebuah surat yang beramplop dengan logo kepolisian di sisi depannya. Saat Sakura membaca isi di dalamnya, tertulis surat panggilan ibunya agar menghadap kepada pihak kepolisian untuk dimintai keterangan lebih lanjut terkait kasus pembunuhan ayahnya sendiri yang menjadi korban, dikarenakan ada dari pihak keluarga korban yang ingin mengusut lagi kasus tersebut. Tidak peduli walau kondisi psikis sang tersangka yang tidak memungkinkan.

Dalam surat tersebut juga tertulis, pihak keluarga ayahnya yang melapor tidak lain adalah Erik Bramantyo, yaitu omnya sendiri sekaligus papanya Pita.

Dengan langkah setengah gontai dan tatapannya yang kosong, lantaran ia terlalu sibuk berkutat dengan isi kepalanya sendiri, Sakura berjalan keluar kelasnya. Sehingga ketika seseorang berdiri menyambanginya pun Sakura tetap terus berjalan.

"Sakura," panggil seseorang itu.

Yang ternyata ketika Sakura menaikkan pandangannya, sosok Galen tiba-tiba saja sudah berdiri menghadapnya.

"Sejak kapan Kakak nunggu aku?"

"Nggak lama, kok." Sesaat Galen menengok jam yang melingkar di tangannya. "Sekitar 45 menit yang lalu."

Sakura melotot. "Seriusan?"

"Hm," Galen mengangguk. "Aku cemas sama kamu. Seharian kemarin kamu ke mana, Sa? Aku hubungi nggak diangkat, aku chat nggak dibales. Kamu baik-baik aja?"

Sakura merespon dengan anggukan. "Aku baik-baik aja, kok. Kak Cuma kemarin kedai lagi rame banget, jadi aku mau nggak mau mesti full time."

"Oh, syukur kalau gitu. Oiya, semalam kamu nggak dateng ke pestanya Angkasa, kan?"

"Eh?" Sesaat Sakura tersentak.

"Sakura?" Galen mencoba meneliti wajah gadis yang dilihatnya dari kejauhan.

Namun saat gadis itu berbalik dan malah pergi menjauh, tentu saja kaki Galen bergerak dengan sendirinya, berlari untuk mengejar.

Gadis itu terus menjauh, membuat Galen mau tak mau harus semakin mempercepat langkahnya. Ditambah rasa penasarannya yang kian membesar, Galen juga ingin tahu dan memastikan, apakah dia Sakura atau bukan. Kalau bukan, tidak begitu jadi masalah. Akan tetapi kalau iya, ada banyak hal yang ingin Galen tanyakan padanya.

Galen menengok ke kanan dan ke kiri. Sepasang matanya tidak lagi mendapati gadis yang dikejarnya itu. Mencari seseorang di tengah-tengah keramaian memang tidaklah mudah, membuat pandangannya sulit untuk menjangkau keberadaan gadis itu.

Sampai tak sengaja, Galen malah dibuat risih oleh sepasang orang yang sedang berciuman tidak jauh darinya. Tetapi sesaat Galen mengernyit, ketika ia melihat gaun yang dikenakan si perempuannya nampak mirip dengan gaun yang dikenakan gadis yang diduganya adalah Sakura. Tetapi seketika Galen menggeleng. Tidak mungkin Sakura berlaku seperti itu di tempat umum yang ramai orang seperti ini.

Hingga akhirnya Galen memutuskan untuk berhenti mencari. Karena pikirnya, mungkin saja ia salah mengenali orang.

"Soalnya aku sempet liat orang yang mirip kamu. Tapi aku yakin itu bukan kamu, soalnya kalau itu kamu, mana mungkin kamu kissing di tempat umum kan?"

"Eh?" Sekian detik Sakura melongo. "I... ya."

Mendengar itu tentunya membuat Galen terkejut. "Apa?"

"Eh? M... ma.... maksudnya iya, nggak mungkin aku ngelakuin itu," ralat Sakura kemudian dengan pengucapan terputus-putus.

Dengan senyuman tipis, Galen mengangguk percaya. "Iyalah, nggak mungkin. Habis ini kamu ada kelas?"

"Ada, sih, Kak. Emangnya kenapa?"

"Tadinya aku mau minta temenin nonton. Ada film bagus yang lagi tayang sekarang. Tapi nggak apa-apa, deh. Lain waktu aja. Kamu mau kan?"

"Boleh. Sabtu ini aja gimana?"

"Sabtu ini aku nggak bisa. Ada kegiatan kampus."

"Kalau gitu nanti kabari lagi aja, ya, Kak. Soalnya aku mau masuk kelas dulu," tutur Sakura sesaat setelah menengok jam di pergelangan tangannya.

"Oke,"

Kemudian di titik yang sama mereka bertemu, mereka berpisah. Keduanya berlalu, mengambil langkah ke arah yang berbeda.

💕

Huh hah huh hah....

Dengan deru napas yang tersengal hebat, Bima masuk ke dalam kelas, setelah tadi baru saja habis berlarian dari gedung Fakultas Hukum ke gedung Fakultas Sastra yang jauhnya dari ujung ke ujung.

"Abis dari mana, sih, lo? Kayak mau mati gitu," celetuk Sakura yang ikut pengap melihat tubuh besar Bima yang seperti kekurangan oksigen.

"Gila! Capek banget gue lari-larian! Gue kira udah ada dosen," rutuk cowok gempal itu.

"Ya, lo dari mana? Abis lomba marathon antar RT?" Sakura mengulangi inti pertanyaannya.

Sambil mengatur napas, dan mencoba untuk mengambil posisi duduk yang nyaman, Bima menyahut, "Abis dari gedung Fakultas Hukum gue."

"Ngapain?" tanya Sakura dengan kerutan di dahi.

"Daftar jadi relawan baksos. Lumayan buat nambahin nilai sikap," kata Bima, yang kali ini sembari mengeluarkan buku yang sepaket dengan pulpen. "Lo daftar sana, Sa."

"Ogah, males." tolak Sakura yang langsung memalingkan wajahnya. "Sori, ya, nilai sikap gue udah A. Jadi nggak ada yang perlu ditambah-tambah lagi."

"Ada Kak Angkasa bege. Manfaatin moment tuh biar bisa deketin dia. Sekalian temenin gue juga. Tadi gue liat yang daftar nggak ada yang gue kenal. Kan males."

Sakura sudah duga. Pasti ada maksud lain di balik ajakan Bima ini. Dan ternyata benar, maksud lain itu berada tepat di kalimat terakhir Bima barusan.

"Lagi mager ke mana-mana gue. Terus ntar ibu gue sama siapa?"

"Kayak biasa aja, mintol sepupu lo buat jagain ibu lo. Kita nggak nginep ini. Deket pula, elah. Cuma di Bandung."

"Iya, sih. Tapi kedai gimana?"

"Ambil cuti. Lo kan nggak pernah ambil cuti dari awal kerja."

"Hm...," Sakura mendeham, lantaran kehabisan kata-kata untuk beralasan. "Ntar deh gue pikirin dulu."

"Yaudah, pikirin aja. Cuma mau bilang, kesempatan nggak dateng dua kali..." Setelah ada jeda cukup lama, seketika Bima baru teringat akan suatu hal. "Eh, iya, gue lupa. Ada Kak Galen juga. Jelaslah, senat mana mungkin nggak ikut berpartisipasi."

"Serius?!"

Bima mengangguk. "Biasanya kan, lo nggak mau ikut karena ada Viola, tuh. Takut kebakar api cemburu. Nah, sekarang mau alesan apalagi lo?" tukas Bima dengan nada sensi.

"Gue ikut!" seru Sakura yang mendadak jadi antusias.

Yang membuat Bima seketika melirik sebal. "Heleeeh, giliran ada Kak Galen aja lo langsung mupengan gitu!"

"Acaranya kapan?"

"Sabtu ini."

"Hm, pantes tadi Kak Galen gue ajakin Sabtu ini nggak bisa."

"Ajak ke mana? Lo nggak ngajak gue, Sa?"

"Nggak. Nggak jadi. Udah belajar yang bener lo, biar kurus."

"Apa hubungannya belajar sama berat badan gue, cumi!"

"Ada-lah! Kalau lo belajar kan lo pasti bakal stress. Nah, kalau lo stress, pasti bakal nggak napsu makan. Kalau lo nggak napsu makan, pasti lo bakal kurus. Iya, kan?"

"Nah, kalau gue kurus dan terus nggak mau makan, gue bakal mati," sambung Bima kemudian.

Tapi tak lama Sakura menambahkan lagi, "Jadi intinya belajar bisa bikin lo mati. Cerdas kan gue?"

"Cerdas!" timpal Bima, menyetujui.

Dari luar mereka berdua itu memang kelihatan sama-sama bodoh. Meskipun sebenarnya, dibanding Bima, Sakura jauh lebih pintar. Kalau tidak, tidak mungkin gadis itu bisa mempertahankan beasiswanya sampai semester ini.

💕

Galen, Angkasa, Putra, dan Doni, saat ini mereka berempat memang sedang disibukkan di Ruang Senat, alias ruangan Galen. Angkasa dan Doni bagian menerima pendaftaran. Sementara Galen dan Putra bertugas di bagian pengecekan dokumen calon relawan.

Ketika sedang tidak ada yang mendaftar, tiba-tiba kilauan jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan Angkasa berhasil menarik perhatian Doni.

"Wess, jam tangan baru, nih!" cibir Doni, yang seketika sukses membuat Putra langsung salah fokus dan menoleh karena penasaran.

Posisinya yang saat itu cukup berjauhan dengan meja Angkasa dan Doni, saking penasarannya Putra bahkan tidak keberatan untuk repot-repot bangkit, berjalan mendekat dengan bola matanya yang sudah berbinar-binar ingin memegang. "Kece juga, Sa. Gue bayarin, deh!"

Namun sebelum itu terjadi, Angkasa segera menjauhkan tangan Doni dengan memukulnya menggunakan sebelah tangan yang lainnya.

Tidak senang hati, maka Angkasa menyinis, "Ck! Jangan sentuh-sentuh."

"Ekhem! Tumben, protektif amat sama jam doang. Jadi curiga," sindir Putra.

"Nah! Pasti dari seseorang, tuh! Biasanya kan kalau gue mau bayarin, malah langsung lo kasih secara cuma-cuma," kata Doni ikutan mengimbuh. Doni yang hobinya mengoleksi berbagai macam merk dan jenis jam, memang membuatnya tidak boleh melihat jam tangan yang terlihat unik baginya.

Menyaksikan kelakuan mereka bertiga, Galen hanya tertawa tanpa menghentikan kegiatan pengecekannya, tidak seperti Putra yang sebentar-sebentar berhenti. Meski sebetulnya Galen penasaran juga sama seperti yang lain. Tabiat Angkasa yang biasanya tak pernah acuh dengan sutu barang apapun membuat siapapun pasti akan berpikiran sama persis seperti yang Putra katakan. Tidak terkecuali Galen.

"Don, formulirnya udah tinggal satu, nih. Lo fotkop gih. Sama Putra sana, sekalian bawa tinta buat stempel. Ntar pasti dibutuhin soalnya."

"Aye-aye, captain!" sigap Putra dan Doni kompakan.

Kalau sudah Galen yang meminta untuk turun tangan, siapa yang mau menolak? Karena dalam urusan semacam ini, keseluruhan sudah dipercayakan pada Galen oleh pihak kampus.

Selepas Putra dan Doni pergi, diam-diam Galen memerhatikan keanehan Angkasa yang sering ia dapati sedang senyum-senyum sendiri tiap kali melihat jam tangannya sendiri. Walau hanya sekedar senyum tipis, mau setipis apapun itu tetap saja tersenyum lebih dari sekali dalam satu hari sama sekali bukan Angkasa yang dikenalnya sejak kecil.

Tidak ingin mati penasaran, Galen pun akhirnya bertanya, "Bagus. Dari siapa?"

"Perlu banget gue kasih tau lo ini dari siapa?" sahut Angkasa, yang berupaya mengubah kembali ekspresinya menjadi seperti biasa.

"Perlulah, lo kan sahabat gue dari kecil. Masa soal beginian aja mesti rahasia-rahasiaan?"

Angkasa tersenyum miring. Belum sempat untuk menggubris, tiba-tiba saja dua orang datang membawa kerusuhan. Iya, kerusuhan di hati Angkasa. Sampai-sampai cowok itu mendadak diam dan tidak jadi menjawab pertanyaan Galen sebelumnya.

"Kak, aku mau daftar jadi relawan baksos masih bisa?"

Tanpa membalas, Angkasa langsung menyodorkan lembar formulir yang harus diisi oleh Sakura, dan kebetulan memang tinggal satu.

Melihat Sakura, Galen mengesampingkan tugasnya sejenak. Galen beranjak dari kursinya, yang kemudian duduk mengisi kursi kosong di sebelah Angkasa, yang sebelumnya disediakan untuk Doni.

"Tumben kamu ikut kegiatan beginian, Sa?"

"Ehehe, mau coba aja." Sesaat Sakura yang melihat deretan data diri yang tertera pada lembaran di hadapannya. "Ini diisi semua, Kak?"

"Iya, diisi semua. Ada yang mau ditanya? Atau, sini aku jelasin." Untuk menjelaskan lebih rinci, Galen mengambil alih terlebih dahulu kertas yang baru saja diterima Sakura. "Jadi, yang lembar pertama ini kamu isi semua data diri kamu. Kalau kamu tinggal bareng orangtua, kamu tulis alamatnya satu aja. Tapi kalau kamu ngekos atau tinggalnya pisah dari orangtua, kamu isi dua-duanya. Terus di sini ada option, kenapa kamu mau jadi relawan. Nah, kamu ceklis aja, dan untuk alasannya kamu bisa tulis di bawah sini," tunjuk Galen pada bagian tertentu. Sesaat Galen membalik, lanjut pada lembar selanjutnya. "Kalau yang lembaran kedua dan seterusnya, kamu cukup isi aja essay yang ada, dan itu harus menurut pendapat kamu sendiri. Essaynya juga nggak susah-susah kok, semua tentang ilmu sosial."

Bukannya mendengarkan apa yang telah dijabarkan panjang oleh Galen, rupanya Sakura malah salah fokus pada wajah cowok itu, yang terlihat semakin dewasa dan melelehkan hatinya jika sedang banyak bicara seperti tadi.

"Paham kan?"

Sakura yang masih memiliki setengah kesadarannya, mengangguk tanpa bisa menghilangkan senyumnya. "Paham, kok, Kak."

Sedangkan Bima yang sebetulnya hanya pendengar saja, justru malah lebih memahami tiap detil apa yang dibicarakan Galen, dibanding Sakura. Sehingga tak lama ia pun protes, "Tadi kayaknya saya nggak dapet penjelasan sedetil ini, deh, Kak."

"Lo kurang ibadah, kali, Bon," sela Sakura.

Galen tertawa. "Tadi kan bukan saya yang jelasin."

Namun di sisi lain, Angkasa yang dari awal sudah merasa jengah dengan tatapan yang diberikan Sakura pada Galen, tiba-tiba menyela ketus pada Sakura, "Kamu punya kacamata hitam?"

Seketika semua saling melempar tatap, bingung.

"Kacamata hitam?" heran Galen, didukung dengan raut wajah Bima.

"Buat apa, Kak?" tanya Sakura kemudian.

Dengan sorot mata yang masih mengarah lurus pada Sakura, lalu Angkasa menyungut datar, "Buat nutup mata kamu, biar nggak gampang ngeliatin orang."

Setelah itu Angkasa langsung bangkit berdiri, membereskan buku dan pulpennya ke dalam tas, lalu bergegas entah ingin ke mana. Tidak peduli akan tiga orang yang masih belum mengerti maksud dari ucapannya.

Alih-alih mencoba untuk mengerti, sesuatu yang melingkar di pergelangan tangan Angkasa justru malah lebih sukses menarik perhatian Sakura, yang seketika membuat mulut gadis itu bergumam otomatis, "Itu kan jam berian gue?"

===

To be continue...

a/n: ditunggu spam komentarnya yaa. lebih bagus kalo 500+++++ atau bahkan sampe 1000 wkwk. karena yg paling banyak spam komen nanti bakal aku follback. dan bagi yg udh difollback, tetep ikut komen ya, biar Angkasanya bisa up tiap hari ehehehe😂

bonus foto

Continue Reading

You'll Also Like

3M 198K 21
Disaat taruhan merubah segalanya.. ©2016
352K 43.5K 26
[3] TERBIT 📖 - "Gue kangen dengan sosok lo di luar sekolah." Clara menunduk, tersenyum kecil. Lalu ditolehkannya kepalanya kembali kepada Arjuna. "...
216K 16.8K 71
[HR] #1 -Depresi 10Mei2020 #1 -Kejiwaan 30November2018 #1 -Zona 03April2020 #1 -Tekananbatin 18April2020 #3 -Soul 06Juni2019 #4 -Mental 06Juni2019 #...
1.1M 204K 48
(SUDAH TERBIT DAN TERSEDIA DI GRAMEDIA | PART MASIH LENGKAP) Gwen tidak pernah menyangka bahwa kecintaannya pada hewan bisa membuatnya terjerumus unt...