She is Like You

By RSoul-

6.2K 328 450

She is Like You "Dia mirip kamu" "Aku suka caranya memperhatikanku" "Romantis bukan hanya tentang cinta sepas... More

I
II
III
IV
VI
Kezeeya
Dira
Kenapa
Dia
Mirip
Kamu
Fear versi Dira
Fear Versi Dira (Story)
Fear versi Kezeeya

V

320 27 69
By RSoul-

Flashback.

"Selamat Pagi..." Sapa laki-laki dengan setelan jas rapi dan berdasi kepada sepasang suami istri paruh baya, yang kemudian dibalas dengan senyum dari kedua wajah yang mulai keriput itu.

Wanita parah baya itu, menyendokkan nasi dan lauk ke piring kedua laki-lakinya. Baru kemudian ke piringnya.

"Kamu, sudah berhasil hubungi adekmu?" Laki-laki paruh baya itu membuka percakapan di meja makan.

Laki-laki yang diberi pertanyaan, hanya menggeleng pelan.

"Sampai kapan dia mau begini ke kita? Mentang-mentang sudah bisa cari uang sendiri!"

"Pa--"

"Jangan membela anak durhaka itu di depanku!" Potong laki-laki paruh baya itu.

Laki-laki bertubuh tinggi dengan perawakan penuh wibawa itu terlihat mencoba menahan emosi di dadanya yang terlihat naik turun.

Radista Van Wijaya, memang tidak bisa menyembunyikan rasa kecewa dan amarahnya jika lagi-lagi teringat pada anak gadisnya yang sudah 10 tahun ini menghindar darinya. Ia bahkan harus mengancam anak itu agar pulang ke tanah air.

"Aku...akan coba terus hubungi dia, Pah--Mah," laki-laki yang lebih muda itu mencoba menenangkan orang tuanya. "Nanti Eyza akan cari waktu untuk cuti biar bisa susul dia ke sana." Lanjut laki-laki itu.

"Kamu gak perlu repot-repot cuti, cuma untuk susul dia ke sana."

Eyza dan Wanita itu mengernyitkan alis mereka penuh tanya.

"Bulan depan dia pulang, pasti pulang!" Jelas Van --begitu laki-laki paruh baya itu biasa disapa-- kepada dua orang di hadapannya yang menunggu kejelasan ucapannya.

"Van, kamu nggak melakukan hal yang aneh-aneh ke dia kan?" Tanya Clara--wanita paruh baya yang sudah puluhan tahun menjadi pendamping hidupnya-- dengan nada cemas.

"Memangnya aku sekejam itu di matamu?"

"Ng...nggak, makanya aku tanya?" Clara menarik nafas, "bener ya, kamu nggak pakai cara kekerasan?"

"Nggak, dia yang mutusin untuk pulang, katanya dia capek. Dia minta aku nggak ganggu dia lagi setelah ini." Van menyungging senyum sinis di wajahnya, tangannya mulai meremas-remas sendok dalam genggamannya, "yang benar saja, mana bisa seorang ayah diusir dari kehidupan putrinya sendiri." Van membanting sendoknya cukup keras, sambil membuang nafas kasar berulang-ulang untuk menenangkan dirinya.

Eyza dan Clara hanya diam menatap laki-laki itu. Suasana di meja makan ini membuat mereka tak lagi merasa lapar. Meski semua yang di atas meja begitu menggunggah selera, namun jika selera itu pergi maka rasa kenyang akan menjadi kambing hitam dari kata tidak nafsu makan.

"Mah--Pah, Eyza pamit ya. Ada rapat tahunan pagi ini." Ucap Eyza memecah keheningan setelah beberapa kali ragu melihat waktu yang terus berjalan di arlojinya.

"Loh kamu, makanannya belum disentuh udah mau pergi aja." Clara melirik dan tangannya menunjuk-nunjuk ke arah piring Eyza yang memang belum dijamah.

Van, juga melirik ke arah piring yang ditunjuk Clara. Ia mulai sadar kalau ulahnya pagi ini membuat selera makan meraka hilang.

"Ng...ehm itu, Eyza masih kenyang Mah." Ia bangkit dari tempat duduknya dan bergantian menyalami kedua orang yang dicintainya itu. "Eyza, berangkat ya." Pamitnya berlalu meninggalkan kedua orang yang masih dibalut keheningan di meja makan.

Ia melajukan mobilnya menuju Universitas swasta di daerah Jakarta milik keluarganya. Di usianya yang baru menginjak 28 tahun, ia sudah diberi kepercayaan menjadi Rektor di Universitas tersebut. Jangan anggap remeh, di usia ini juga Ia sudah menyandang gelar Doktor, tentunya di bidang Ilmu Kedokteran.

Mobilnya kini terpakir mulus di tempat khusus yang sudah disediakan. Sama seperti hari-hari lain, ia memang terbiasa datang pagi. Selain menghindari macet, udara pagi dirasa lebih menyenangkan untuk memulai aktifitasnya.

Jangan salahkan dia kalau kini semua mata tertuju kepadanya, selain karena dirinya adalah seorang rektor, kenyataan yang sulit ditolak oleh mata-mata itu adalah bahwa dia masih muda. Faeyza Radista, tinggi, tampan, murah senyum, pinter, baik hati, rajin menabung, dan yang paling-paling penting adalah S. I. N.G.L.E. So, Perfect!!

"Pagi Ka, eh... Pak...!" Sapa salah seorang mahasiswi yang salah tingkah, entah sadar atau tidak hanya mengenakan pakaian tidur sambil menenteng peralatan mandi dengan handuk melingkar di lehernya.

"Selamat Pagi... " Sapa balik Eyza ke Mahasiswi itu, tak lupa dengan senyum manis yang sengaja ia cetak di wajahnya.

"Arrrgghhh..."

"Beruntung banget sih"

"Uhhh.... Mau dong disenyumin juga!"

"Duhhh, gemes jadi pengen bungkus..."

Sayup-sayup celotehan itu memudar seiring langkah kaki yang ia percepat.

Parkiran mobil khusus rektor- entah siapa yang punya usul- berada di dekat Asrama wanita.

Kejadian barusan, sudah menjadi makanan sehari-harinya. Dikerumuni oleh mahasiswinya yang entah janjian atau tidak, sudah berkumpul di sana seolah menunggu dirinya hanya untuk bertegur sapa.

**
"Please Pak, tolong saya. Saya harus dapet kamar di asrama kampus ini, saya harus tinggal di sana, please??" Ucap seorang gadis memelas.

Eyza berhenti sejenak melihat pemandangan yang tak biasa di ujung koridor, tepat di atas kepala gadis itu tergantung sebuah nama ruangan yang bergoyang-goyang pelan --Bagian Administrasi--- tertiup angin.

"Saya akan kasih uang ke bapak, berapa yang bapak mau?" Lanjut gadis itu sambil mengeluarkan beberapa lembar isi dompetnya.

"Maaf dek, asrama sudah full, kamu sewa kosan saja di dekat sini. Lagian kosan di sini bagus-bagus fasilitasnya dibandingkan di asrama." Jawab laki-laki di balik jendela yang hanya terbuka setengah.

"Ng... nggak bisa pak, saya hanya boleh tinggal di asrama yang dikelola kampus, please pak tolongin saya." Lagi-lagi gadis itu memelas.

Eyza hanya menggeleng-geleng pelan melihat tingkah gadis itu.

"Kenapa geleng-geleng Pak?" Tanya seseorang yang tiba-tiba saja muncul dari belakang.

"Eh, Pak Sapto. Nggak pa-pa Pak." Ucap Eyza santai menjawab pertanyaan Pak Wakil Rektor itu.

"Semuanya sudah kumpul Pak?" Tanya Eyza pada laki-laki yang saat ini sama rapihnya dengan dirinya.

"Sudah Pak, mari masuk."

"Oke, oke, mari." Ucap Eyza melangkah masuk ke dalam ruangannya diikuti laki-laki itu.
*****

"Jadi, kira-kira siapa nanti yang akan menggantikan saya selama saya cuti?" Tanya laki-laki gagah, yang usianya sudah paruh baya. Wajah blasteran yang mulai berkeriput itu berdarah campuran Jerman, dia biasa disapa Mr. Rayen.

"Saya belum dapat bocoran Mister. Tapi sepertinya ayah saya sudah menyiapkan pengganti Mister."

"Oke, oke...saya harap Mr. Van segera menghubungi saya, saya tidak mau mata kuliah saya sampai kosong tak ada pengajarnya." Ucap Mr. Rayen sambil membetulkan kacamatanya yang merosot, "kalau begitu saya pamit, karena besok saya sudah harus terbang ke Jerman untuk bertemu putri saya." Lanjutnya.

"Baik Mister, oh iya tolong kirimkan materi yang harus saya siapkan lewat email ya, dan selamat menikmati liburan Anda." Ucap Eyza yang kemudian memeluk Mr. Rayen dan dibalas oleh-nya.

Mr. Rayen kemudian pamit dan pergi meninggalkan Eyza yang masih berdiri di depan ruangannya.

**
"Pak please, bantu Saya."

"Duh nggak bisa dek, maaf saya nggak terima sogokan!"

Percakapan itu kembali mengalihkan perhatian Eyza yang spontan menoleh kembali ke depan ruang itu. Alisnya saling bertautan seolah tak percaya gadis itu masih di sana dan belum menyerah. Poor Girl! Batinnya.

Gadis itu menoleh ke arahnya, dengan mata membulat penuh tanya.

Deg, apa barusan dia dengar suara batin gue? Gumammya dalam hati. Eyza menggeleng pelan kembali menyadarkan dirinya. Dilihatnya gadis itu sudah kembali memohon-mohon pada petugas administrasi.
****

"Pak?"

"Nggak bisa dek..!"

"Please?"

Pagi ini, sekali lagi, pemandangan yang sama seolah terputar, Eyza menatap gadis itu dari kejauhan. Gadis yang benar-benar pantang menyerah. Ia tak menyangka masih bisa menemukan spesies wanita semacam itu. Seolah tak ada gengsi atau mungkin dengan berat hati membuang jauh-jauh harga diri-nya hanya untuk memohon-mohon mendapat kamar di asrama.
****

"Aduhh, dek kamu nggak capek apa? Setiap dateng ke sini cuma minta hal yang sama? Saya bilang NGGAK BISA!" Bentak Sang petugas administrasi yang kini benar-benar marah dan bosan karena mengucapkan kalimat penolakan yang sama pada gadis di depannya.

Gadis itu terdiam, begitu juga mahasiswa lain yang mendengar bentakan laki-laki itu--padahal mereka semua sedang sibuk dengan keperluannya masing-masing. Gadis itu memejamkan mata, terlihat mencoba menahan dirinya. Entah menahan marah atau rasa malu dari tatapan di sekitarnya.

Eyza ikut mematung di depan ruangannya karena terkejut mendengar petugas itu membentak gadis yang sudah 8 hari berturut-turut mengusik-nya.

Sepertinya kesabaran Pak Zaenal sudah habis. Gumam Eyza dalam hati.

Gadis itu tertunduk, rambutnya yang tergerai menutupi wajahnya. Tak lama kemudian Pak Zaenal keluar dari ruangan dan menghampiri gadis itu.

"Saya minta maaf, saya sama sekali nggak maksud bentak Adek." Pak Zaenal menepuk-nepuk bahu gadis yang masih tertunduk itu.

Namun gadis itu hanya menatap sambil membuang nafas kasar, mungkin dia sedang mengendalikan dirinya.

"Sa--,"

"Nggak pa-pa pak, saya yang minta maaf karena terus-terusan minta tolong ke bapak, terus-terusan ganggu bapak." Potong gadis itu datar diikuti dengan ekspresinya.

Pak Zaenal tersenyum kemudian mengelus-elus pundak gadis itu, namun berhenti ketika kedua matanya bertemu tatap dengan Eyza.

"Selamat Pagi, Pak Eyza." Sapa Pak Zaenal, membuat gadis itu juga menoleh ke arahnya.

"Ng.. Emm, Selamat Pagi Pak!" Ucap Eyza kikuk. Bagaimana tidak, matanya baru saja bertemu tatap dengan gadis itu. Ia tidak menyangka tatapan gadis itu membuat jantungnya tiba-tiba bertalu-talu.

Gadis itu kemudian menarik kemeja Pak Zaenal, diikuti gerakan Pak Zaenal yang kini mendekatkan telinganya ke bibir gadis itu. Kali ini mereka terlihat sedang dalam obrolan yang serius. Tak lama kemudian Pak Zaenal pergi meninggalkan gadis itu setelah sebelumnya saling bersalaman.

Eyza pun memutuskan masuk ke ruangannya.

"Permisi..."

Sapaan itu menghentikan langkah Eyza.

"Perkenalkan saya Dira, Nadira." Gadis itu mengulurkan tangannya sambil tersenyum manis pada Eyza.

Deg, Deg

Eyza memundurkan tubuhnya, memberi jarak karena posisi gadis itu yang terlalu dekat dengan dirinya. Anehnya tatapan gadis itu membuat dunianya melambat namun jantungnya berdetak cepat.

"Haloo....?" Dira melambai-lambaikan tangan-nya ke wajah Eyza yang sontak membuat dirinya kembali sadar.

"Y-a, ada perlu apa?"

"Boleh saya masuk, dan minta waktu Anda sebentar?" Dira memberi jeda, "saya ingin bicara dengan Anda di dalam?" Ucap gadis itu tanpa ragu.

Eyza mengernyitkan dahi, mencoba menerka-nerka hal apa yang mau dibicarakan gadis itu, "boleh, silakan..,"

Akhirnya ia membiarkan Dira masuk dan duduk di sofa.

"Jadi, ada perlu apa Dira?" Tanya Eyza berusaha mempertahankan kharismanya.

"Saya mau minta bantuan Anda."

Eyza bergeming, ia paham maksud dari bantuan yang Dira butuhkan, "kalau bantuan yang kamu maksud adalah tentang asrama, maaf saya tidak bisa bantu."

Dira membulatkan mata seolah tak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. "Bagaimana Anda tahu?"

Gimana saya nggak tahu, kalau setiap hari sebelum masuk ruangan ini pemandangan yang saya lihat selalu kamu. Berulang-ulang kali merengek seperti kaset kusut. Gerutunya dalam hati, kemudian menggeleng pelan.

"Ehem..." Dira berdehem meminta jawaban.

"Pokoknya saya tahu, setiap hari saya lihat kamu di sana,--mengulang hal-hal yang sama."

"Terus, kenapa Anda tidak mau bantu saya?"

"Memangnya kamu siapa? Kenapa saya harus bantu kamu?"

Dira terdiam, dan Eyza kembali mengamatinya. Mungkin kata-katanya terlalu kasar, sehingga membuat gadis itu terlihat benar-benar sedih kali ini.

"Maafkan saya Dira. Saya benar-benar tidak bisa bantu kamu."

Gadis itu menatapnya, terlihat jelas dia sedang menahan air matanya yang hampir tumpah.

"Baik kalau begitu, saya minta maaf telah mengganggu Anda." Tiba-tiba Dira pun berdiri dan pergi meninggalkan ruangan begitu saja.

Continue Reading

You'll Also Like

346K 1.2K 16
story about pregnancy and birth
404K 21.7K 38
aneh Nathaniel selalu merasa dirinya aneh,menjijikan,tidak layak di cintai dan di banggakan.itu sebabnya ia lebih menutup diri daripada tersakiti ole...
145K 9.7K 39
UPDATE SESUAI MOOD. Ini cerita humor pertama saya, buatnya susah ternyata [Cry] Jadi mohon dukungannya berupa follow dan vote setiap chapter. Thank...
542K 88.4K 30
✒ 노민 [ Completed ] Mereka nyata bukan hanya karangan fiksi, mereka diciptakan atau tercipta dengan sendirinya, hidup diluar nalar dan keluar dari huk...