Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)

By NurAzizah504

117K 6.3K 286

Pengalaman adalah guru yang paling baik. Tentu saja Alena tahu itu. Gadis yang sangat menyukai biola ini pern... More

Prolog
1. Kamu, Misoraku
2. Turunin gue!
3. Maaf!
4. Mantan?
6. Kak Marsya
7. Tertawa
8. Penasaran
9. Tidak Pantas
10. Alena Sayang Mama
11. Marah
12. Bucin
13. Dirjan itu Cahaya
14. Khawatir
15. Ketika Hati Dipermainkan
16. Sakit
17. Kebersamaan
18. Putus
19. Kepastian
20. Malu
21. Sifat Fanesa
22. Cinta dan Dendam
23. Keanehan Dirjan
24. Kehidupan
25. Kematian
26. Bujukan
27. Kencan
28. Alena Marah
29. Susinya Alex
30. Rasa Suka
31. Pertanyaan
32. Karena Jam Tangan
33. Kisah Dewa
34. Ingin Bertemu
35. Sekata Maaf Untuk Mona
36. Pertemuan
37. Keputusan
38. Kesedihan
39. Frustasi
40. Cemburu
41. Fanesa--dia ....
42. Siapa?
43. Ketemu Mantan
44. Ketakutan Dirjan
45. Pesan dari Mona
46. Sebelah Tangan
47. Cuma Buat Kamu
48. Masalah Besar
49. Bicara
50. Dirjan Pamit
51. Kepergian
52. Apakah ini Akhirnya?
53. End

5. Pulang Bareng?

2.8K 137 4
By NurAzizah504

Terima kasih ... untuk semua cinta yang kau berikan kepadaku.

♥♥♥

"Hai, Dirjan!"

Teriakan Mona yang tak berdosa itu seketika membuat Dirjan harus rela untuk memutar kepala. Bahkan momen-momen untuk melihat Alena melangkah pun menjadi gagal.

"Hm?"

Si cantik tampak memonyongkan mulutnya. "Hm doang?"

"Ada apa?" Akhirnya Dirjan mau berbicara kepada Mona. Walaupun hanya dua kata.

Namun, dua kata itu jangan kalian anggap remeh. Mona malah sumringah dengan mata yang langsung berbinar. "Gue bawain nasi goreng buat lo, Jan. Dimakan, terus diabisin ya?" pinta Mona yang tidak bisa menyembunyikan raut bahagianya.

Dirjan melirik kotak bekal yang sekarang diarahkan untuknya. Tangan kanan yang awalnya tenggelam dalam saku pun terangkat. Bukannya menerima pemberian tersebut, Dirjan malah bersikap sebaliknya. Dia mendorong benda tersebut hingga mengenai dada Mona. "Maaf," ucap Dirjan santai.

Seketika itu pula dunia Mona terasa hancur. Seingatnya, Dirjan sangat menyukai nasi goreng. Tapi kenapa kali ini--

"Gue alergi sama nasi goreng," perjelas Dirjan supaya Mona tak lagi menerka-nerka.

"Alergi? Tapi sejak kapan?" Mona menuntut penjelasan karena perkataan Dirjan sangatlah rancu baginya.

"Sejak lo putusin gue."

Kaget.

Mona meremas kotak bekal tersebut kuat-kuat. Kepalanya menunduk, tak berani menatap kepergian Dirjan. "Jan, maafin gue," lirih Mona penuh air mata.

Namun, sungguh tak lucu kalau Mona ketahuan menangis di sekolah. Gadis cantik berambut panjang itu langsung menyeka air matanya. Namun, baru dua langkah dia berjalan, tiba-tiba dirinya dihadang oleh teman-teman Dirjan.

"Ditolak lagi?" tanya Alex diikuti oleh nada penuh ejekan. Dengan meletakkan satu tangan pada bahu Fendi, Alex menaikkan sebelah alisnya. "Makanya jadi cewek jangan egois. Mana mau Dirjan sama lo lagi. Ya gak, Fen?" Alex melirik Fendi agar menyetujui ucapannya. Lalu saat Fendi mengangguk yakin, Alex pun tersenyum lebar seraya menatap Mona yang merasa bersalah.

"Lex, tolong jangan katain gue kaya gitu," pinta Mona penuh permohonan.

"Maap-maap ya, Mona. Dirjan itu udah gak suka sama lo lagi. Dia udah gak ngejar-ngejar lo lagi. Karena sekarang Dirjan udah suka sama Alena. Paham?" Fendi pun ikut-ikutan untuk menyudutkan Mona.

Di saat mata gadis itu kembali berlinang, Dewa langsung menyentil satu-satu kepala Fendi dan Alex. "Banyak bacot lo berdua."

Tidak terima, Alex dan Fendi sama-sama hendak menyela. Tetapi kalah cepat karena Dewa langsung mendorong bahu mereka. "Apa? Kalian lupa kalau hari ini jatah piket. Damar sendirian di kelas, bantuin sana," usir Dewa yang akhirnya membuat Fendi dan Alex tersadar.

"Mati kita, Fen. Yuk ke kelas, yuk! Bisa-bisa nanti kita diamuk Damar." Tak menunggu lama, akhirnya kedua curut tersebut pun menghilang. Mereka tak mau ambil risiko karena tidak ikut membersihkan kelas.

Sewaktu hanya ada mereka di sana, Dewa dengan spontan mencubit hidung Mona agar gadis itu mengangkat kepalanya. Hati Dewa teriris--sakit sewaktu melihat Mona hampir menangis seperti itu.

"Mona," panggil Dewa halus.

"Wa, gue jahat banget ya sampai-sampai Dirjan gak mau maafin gue? Dia dingin banget ke gue, Wa."

Dewa terpaku. Tangannya bergerak untuk mengacak-ngacak rambut Mona sekilas. "Gak boleh ngomong gitu. Dirjan cuma butuh waktu sebentar lagi."

Mona menghela napas berat. Pikirannya kacau saat membayangkan berapa lama waktu yang Dirjan butuhkan agar mau memaafkan dirinya? Mona akui bahwa dia telah bersalah karena telah meninggalkan Dirjan di saat laki-laki itu telah menyayanginya dengan sepenuh hati. Tapi ... bukankah pintu maaf itu selalu ada?

"Lo bawa apa tuh? Nasi goreng ya?" tanya Dewa berusaha memecahkan suasana. Dia tidak ingin melihat Mona terus berlarut dalam kesedihannya.

"Iya. Gue bawainnya buat Dirjan tadi. Tapi dia nolak."

"Kalau gitu buat gue aja boleh gak? Soalnya gue gak sempat sarapan tadi."

Belum sempat Mona menjawab, Dewa langsung merampas benda biru yang berada di tangannya. "Makasih ya," tukas Dewa riang. Selepasnya, Dewa langsung pergi dari sana.

Untuk kesekian kalinya Mona menghela napas lega. Akhirnya nasi goreng buatannya itu tidak terbuang sia-sia.

Tapi ... tunggu! Seingat Mona, Dewa itu sama sekali tidak menyukai nasi goreng. Lalu, tadi itu apa?


♥♥♥

"

Alen," panggil Fanesa di saat mereka tengah bersiap-siap untuk ke kantin.

"Hm?"

"Minggu depan, kan, bakalan ada acara peringatan ulang tahun sekolah sama reuni. Damian-lo bakalan pulang gak?"

"Katanya, sih, pulang," sahut Alena. Mereka mulai melangkah keluar kelas, menuju ke tempat dimana perut mereka bisa diisi.

"Bakalan senang, dong! Setelah sekian lama, akhirnya kalian bisa ketemuan juga," sorak Fanesa gembira.

"Iya, Sa. Gue senang," balas Alena yang juga ikut tersenyum karenanya. Ah, bahkan membayangkan bertemu dengan Damian sudah membuat Alena loncat-loncat jika ia lupa bahwa sekarang dirinya tengah berada di sekolah.

Jauh-jauh hari Alena telah memikirkan apa saja yang akan dibahas dengan Damian. Terlebih, tentang hubungan beda agama yang tidak direstui.

"Eh, Alen-Alen." Fanesa menyikut lengan Alena, membuat lamunannya buyar.

"Apa?"

"Itu ada Dirjan tuh," tunjuk Fanesa menggunakan dagunya.

Tak terasa mereka telah sampai di kantin dan sekarang Alena melihat Dirjan yang tengah mengobrol bersama teman-temannya.

"Ada Damar juga. Uh, tampannya ...."

Bisa diperjelas, selain Alex, Dewa, dan Fendi, Dirjan juga mempunyai sahabat yang lain. Namanya Damar. Selain dingin dan minim ekspresi, Damar juga jarang berbicara.

Lihatlah kalian, bahkan saat semua teman-temannya tertawa karena Fendi yang tak sengaja menyemburkan air ke seragam Alex, Damar hanya menatap saja.

Namun anehnya, Fanesa malah menyukai laki-laki tersebut. Kalau kata Fanesa, sih, cowok dingin itu memiliki aura yang lain. Menurut kalian gimana?

"Terus apa hubungannya sama gue?" tanya Alena ketus.

"Kali aja lo suka," jawab Fanesa kelewat santai.

"Gak bakalan, Sa."

"Kenapa, sih, kenapa? Dirjan itu cowok humoris yang digilai banyak cewek, Al."

"Kecuali gue. Gue gak suka sama laki-laki yang banyak bacotannya. Lagian gue juga udah punya pacar."

"Pacar diem-diem," sinis Fanesa yang tahu bahwa Alena menyembunyikan hubungannya dari Lauren--sang ibunda tercinta.

"Daripada gak ada sama sekali." Setelah membalas ucapan Fanesa dengan tak kalah pedasnya, Alena langsung melenglang pergi untuk memesan makanan kepada ibu kantin.

"Wahh ... sembarangan banget ya mulut? Kaya boncabe, pedas!" teriak Fanesa yang tidak memerdulikan bahwa seluruh penghuni kantin telah menatapnya.

♥♥♥

Bel berbunyi untuk kesekian kalinya. Saat ini, seluruh penghuni kelas diperintahkan untuk pulang.

Alena terlihat berlari pada lorong kelas yang sepi. Dia terlambat keluar karena harus meletakkan buku ke perpustakaan.

Dengan napas terengah-engah, akhirnya Alena berhasil menginjakkan kaki ke halte. Namun, matanya lagi-lagi membola sewaktu melihat angkot yang melaju, bergabung bersama dengan kendaraan lain di jalan raya.

"Yah ... ditinggal gue," kesal Alena yang menatap tak percaya bahwa kini dia hanya seorang diri di tempat ini.

Dengan perasaan dongkol, Alena mendudukkan tubuhnya di atas kursi halte. Pikirannya berkecamuk. Ah, mungkin ini semua terjadi karena tadi dia berbohong ke Pak Wahyu--supir pribadinya.

"Bapak nanti gak usah jemput saya ya. Soalnya saya ada kerja kelompok."

"Tapi nanti kalau ketauan nyonya saya gak jemput Non Alena, saya bakalan dimarahi," imbuh Pak Wahyu.

"Gak bakalan ketauan, Pak. Lagian mama juga lagi keluar kota, kan? Saya gak lama, kok."

Bohong! Itu semua adalah rencana Alena--rekayasanya. Siang ini Alena berencana untuk ke toko musik. Dia ingin membeli biola klasik yang sangat diidam-idamkan olehnya.

"Sendirian, Ra? Boleh Aa anterin pulang gak?"

♥♥♥

Jangan lupa vote and coment 😘

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 15.9K 24
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
16.8K 780 43
"Lo tahu kenapa gua milih judul itu ? Ramadhani. Dua nama yang nggak pernah bisa bersatu. Dua nama yang nggak akan pernah bisa bersama. Semuanya cuma...
579K 55.4K 25
LENGKAP! Follow akun ini dulu sebelum baca. Raden terpaksa menikahi Ratih karena perempuan itu hamil anaknya. Raden biasanya selalu lembut dan sopan...
61.8K 4K 53
Nama yang saling berkaitan membuat kehidupan mereka juga ikut berkaitan. Awalnya hanya sebagai dua orang yang terikat akan satu lingkup extrakulikule...