Assassin

By Irie77

116K 15.2K 5.1K

Valen Trish tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah. Mimpinya menjadi seorang ksatria pelindung hanc... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Epilog Part 1
Epilog Part 2
Chapter Bonus

Chapter 24

2.5K 395 220
By Irie77

Seminggu telah berlalu dan aku masih menjalani hukumanku. Baru satu buku tebal yang berhasil kusalin dan itupun jemariku sudah harus diperban dan diterapi untuk memulihkan otot-otot pergelangan tanganku yang kaku dan kram. Berkali-kali Lavina harus memijat tanganku dan sesekali meniupkan sedikit sihir agar cepat sembuh meskipun itu tak bertahan lama.

"Yang mulia, saya membawakan teh untuk anda." Velian datang sambil membawakan secangkir teh hangat.

Selama aku di kamar semuanya harus terlihat normal termasuk bagaimana Velian harus menjaga sikap agar tidak ketahuan.

"Terimakasih tuan Ricky."

Aku meraih secangkir teh yang ia sodorkan kemudian meneguknya. Rasanya sangat lucu mengingat seharusnya akulah yang melayaninya. Velian adalah pangeran yang sesungguhnya, dan aku hanya sebagai ksatrianya tapi justru dia yang melayaniku? Dunia terbalik macam apa yang kujalani saat ini?

"Sebentar lagi makan malam, saya akan memanggil anda jika sudah siap."

Aku tersenyum formal padahal hatiku tertawa. "Terimakasih tuan."

"Tolong jaga kesehatan anda, istirahatlah sejenak yang mulia," ujarnya lagi.

"Terimakasih sudah mengkhawatirkanku."

Velian tersenyum kemudian beranjak dari kamarku sementara aku melanjutkan tulisanku. Jemariku terasa pegal sekali dan aku berniat untuk menyudahinya. Aku meregangkan tubuhku hingga tulangku bergelutuk. Kemudian meraih lilin yang sudah dinyalakan lalu meletakkannya di meja dekat tempat tidurku.

Suara bergelontang dan terdengar ribut membuatku segera menuruni tangga setelah keluar kamar. Kulihat Aleea dan Lavina sudah saling mengejek layaknya anak kecil kemudian mereka saling melemparkan seringai.

"Wow, sepertinya seru sekali," sapaku ketika sampai di bawah dan mereka langsung terdiam sekejap.

"Dia menyebalkan," dengus Aleea kemudian beranjak pergi.

"Hei! Kau pikir kau tidak menyebalkan juga?!" balas Lavina sambil melempar sapu namun Aleea berhasil menghindar.

Aku menggelengkan kepala melihat tingkah mereka sekaligus merasakan sesuatu diantara mereka tapi aku tak tahu apa itu dan aku hanya tersenyum.

"Kau sudah turun rupanya." Zealda muncul dari dapur dengan membawa nampan besar berisi makanan. "Maaf makan malamnya baru disiapkan."

"Tidak perlu formal begitu, lagi pula yang diawasi hanya kamarku." Aku membawa beberapa makanan lagi dari dapur untuk membantunya. "Makanlah bersamaku seperti biasanya. Aku pastikan putra mahkota takan datang kemari."

Makan malampun dimulai. Kami berlima menyantap hidangan dengan tenang seperti biasanya, tentu saja sebelum itu kami selalu memastikan bahwa putra mahkota benar-benar sibuk dan tak bisa berkunjung.

Kuakui, masakan Zealda benar-benar enak dibanding Velian. Kurasa dia memang cocok menjadi koki makanan mewah dan berkelas seperti ini. Jika dia menjadi juru masak di istana, mungkin dia langsung mendapat gelar sebagai kepala koki istana.

Seusai makan, kami berlima kembali berkumpul di meja makan. Aleea sudah siap dengan perkamennya dan Zealda memainkan belatinya, seperti biasa. Sementara Velian hanya duduk tenang dan Lavina menggigit apel kesukaannya.

Kali ini kami membahas masalah pertemuan dengan nyonya Jevera, tapi dengan di hukumnya diriku membuat semua tertunda dan aku khawatir jika putra mahkota bertindak lebih cepat dari yang kukira. Cepat atau lambat Erick akan tahu bahwa aku hanya seorang Shirea.

"Aku punya ide," ujarku ketika semua sedang berpikir. "Bagaimana...jika Velian yang datang menemui nyonya Jevera."

Semua mata menatapku sambil mengerutkan kening.

"Velian tetap pada penyamarannya sebagai tuan Ricky dan..." Aku mengeluarkan lencanaku. "Bawa ini sebagai tanda bahwa kau adalah utusanku. Dengan menunjukkan lencana ini, kau akan mendapat akses untuk bertemu dengannya," lanjutku menjelaskan.

"Wow, itu ide bagus," sahut Aleea setuju. "Tapi...sebaiknya kita harus memiliki dalih, misalkan untuk meminjam buku atau apapun itu agar tak mencurigakan jika Velian bertemu dan ditanyai putra mahkota."

Aku kembali berpikir sejenak untuk mencari alasan yang tepat jika Velian benar-benar dicurigai Erick.

"Soal itu, serahkan padaku." Velian yang sedari tadi diam akhirnya bersuara.

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku akan meminjam beberapa buku tentang perekonomian dan aku akan mengatasnamakan Valen bahwa aku adalah utusan putri mahkota."

"Itu juga terdengar bagus." Zealda menyetujui saran Velian. "Tapi..."

"Tidak apa-apa," tukas Lavina. "Aku akan mengecohkan siapapun dengan sihirku, termasuk putra mahkota sendiri."

"Tapi putra mahkota bukan tipe orang yang mudah tertipu oleh sihir," sahut Aleea menanggapi saran dari Lavina. "Jika kau menggunakan sihir untuk mengelabuhinya, justru Velian akan semakin dicurigai."

Pikiranku kembali berputar. Ini—benar-benar aneh. Mereka begitu mewaspadai putra mahkota, tapi kenapa selama ini Erick terlihat baik-baik saja padaku? Seperti kata Aleea dan Zealda, putra mahkota bukanlah orang yang mudah dikelabuhi, tapi kenapa dia tidak mencurigaiku? Dan—masalah keracunan waktu itu, apa dia tahu bahwa ada sihir di tubuhku untuk menghalangi kematianku? Tapi—mengingat percakapannya dengan yang mulia raja, Erick tampak seperti membelaku bahkan ia sampai diancam oleh ayahnya sendiri karena melindungiku. Sebenarnya—ada apa ini?

"Valen!"

"Valen!"

Tubuhku tersentak saat Lavina melempar kepalaku dengan apel yang sudah digigit olehnya. Lamunanku buyar seketika, menarikku pada kenyataan yang seharusnya lebih kupikirkan.

"Apa yang kau pikirkan?"

"Ti-tidak apa-apa," jawabku terbata. "Baiklah, besok pagi aku akan memberikan lencanaku padamu. Dapatkan informasi yang kau butuhkan sebanyak mungkin, hanya ini kesempatan kita."

Velian mengangguk. "Mari kita mulai misi kita besok."

Malam semakin larut dan aku sudah kembali ke kamarku. Kurebahkan tubuh lelah ini di atas ranjang yang nyaman dan penuh harum mawar. Kutatap kelopak mawar itu satu persatu dengan takjub, bunga-bunga kuncup waktu itu kini merekah sempurna dengan warna yang memukau. Aku sangat menyukai tempat ini, terlebih semenjak kehadiran mereka.

Tatapanku kini tertuju ke arah pintu yang diketuk. "Siapa?"

"Tuan putri, yang mulia putra mahkota datang," sahut Velian di luar sana.

Aku langsung terbangun dengan heran, ada apa putra mahkota datang malam-malam begini?

Pintu terbuka sebelum aku mengizinkannya hingga aku terkesiap dengan sosoknya yang seperti memaksa masuk.

"Aku memiliki wewenang untuk menemui tuan putri tanpa harus menunggu izin siapapun," ujar Erick pada Velian.

"Maaf yang mulia, saya hanya berpikir kalau tuan putri mungkin sedang lelah. Jadi saya harus meminta izinnya terlebih dahulu." Velian menjawab sopan namun tegas.

"Kau bekerja di sini atas perintahku!"

"Dan dia bekerja untuk melayaniku!" balasku sebelum Velian menyahut. "Tuan Ricky sudah melakukan tugasnya dengan baik."

"Kalau begitu suruh pelayanmu untuk pergi, aku ingin berbicara berdua denganmu."

Aku menatap Velian kemudian mengangguk. "Kau sudah melayaniku seharian, jadi istirahatlah tuan."

"Baik yang mulia." Velian menatapku sendu sebelum akhirnya beranjak pergi sesuai permintaanku.

"Apa yang membuatmu datang ke penjaraku malam-malam begini yang mulia?" tanyaku setelah Velian pergi. "Apa yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Apakah aku perlu alasan lain untuk menemui istriku sendiri?" Erick duduk di kursi dan membuka lembaran-lembaran buku yang masih berserakan. "Sudah seminggu tapi kau baru menyalin satu buku?"

"Maaf yang mulia, tanganku tak sanggup menyalin lebih dari batas kemampuanku. Tapi buku kedua sudah kusalin hampir seperempatnya."

Erick menutup buku itu sambil menatapku kemudian menarik tanganku. Ia melepas perban di telapak tanganku lalu meraih minyak herbal yang letaknya tak jauh.

"Yang mulia, jangan repotkan dirimu." Aku segera menarik tanganku.

"Apa aku harus menggunakan perintah padamu agar kau mau menyerahkan tanganmu?"

Aku bungkam atas kalimatnya dan ia meraih tanganku lagi tanpa bisa kutolak, kemudian membimbingku agar duduk di sampingnya. Ia mulai mencelupkan jemarinya ke dalam minyak lalu memijit telapak tanganku dengan lembut.

"Yang mulia, kau sudah beraktifitas seharian. Kau pasti lelah," ujarku merasa trenyuh dengan sikapnya yang penuh perhatian.

"Aku tidak lemah sepertimu," sahutnya tanpa menatapku. "Aku akan kembali setelah tanganmu membaik."

Setelah hampir setengah jam memijatku tanpa kata, akhirnya ia membasuh tangannya dan mengelapnya, kemudian memakaikan perban di tanganku.

"Valen." Ia menatapku sejenak kemudian mengecup bibirku. "Jangan membantah sedikitpun," ujarnya, lalu kembali menciumku beberapa saat lamanya.

Ia menahan kepalaku ketika aku berniat untuk menyudahinya. Hatiku menjadi risau seketika saat aku menyadari bahwa Velian—masih di sana, menahan dirinya untuk tak bertindak gegabah.

* * *

Pagi ini aku terbangun dengan bunga mawar yang sudah berada dalam genggamanku, entah siapa yang meletakannya. Telapak tanganku terasa ringan ketika kugerakkan dan sakitnya berkurang drastis berkat perawatan Erick.

"Yang mulia, sarapan anda sebentar lagi siap." Velian membuka pintu dan eskpresinya tampak seperti biasanya. "Saya akan memanggil Sharon untuk membantu anda jika anda ingin mandi terlebih dahulu."

"Aku ingin mandi terlebih dahulu," jawabku masih lesu.

"Baiklah yang mulia."

Tak lama Lavina datang dengan beberapa gaun pilihannya untukku. Ia membantuku sedikit dan sisanya aku melakukannya sendiri. Luka-luka di tubuhku sudah hampir pulih dan tingggal meninggalkan bekasnya tapi sudah tak terlalu sakit.

Setelah mandi, kami berlima makan bersama seperti biasa sebelum melakukan aktifitas masing-masing. Selama makan, kami tak mengeluarkan suara sedikitpun untuk berbicara. Velian terlihat tampak biasa saja, seolah-olah tidak ada apapun semalam.

Setelah makan, kami memulai pekerjaan masing-masing termasuk aku yang harus menjalani hukumanku lagi. Aku memberikan lencanaku pada Velian sesuai rencana. Pagi ini, Velian akan menemui nyonya Jevera dan perasaanku menjadi harap-harap cemas.

"Aku yakin setelah melihat ini, mereka takan menolakmu," ujarku setelah lencana itu berpindah tangan. "Dapatkan informasi sebanyak yang kau butuhkan."

"Kau tidak perlu khawatir. Aku akan segera kembali dengan membawa beberapa informasi penting tentunya."

Aku mengangguk. "Berhati-hatilah selalu."

Velian mengangguk sejenak sebelum ia memanggilku. "Valen."

"Ya?"

Velian menarik tanganku ke balik dinding yang tak dapat di lihat dari sudut tertentu lalu mengecupku lembut. "Sebentar saja, aku ingin melampiaskan kekesalanku padamu." Ia mengecupku lagi hingga berakhir menjadi sebuah ciuman.

Aku bisa merasakan kekesalannya yang sudah dibakar cemburu, seolah-olah memberi penegasan bahwa bagaimanapun aku adalah miliknya seorang. Rasanya seperti sebuah teguran manis dimana aku ingin terus membangkang sedikit darinya agar kecemburuannya tetap menyala hangat.

Setelah beberapa saat dengan persiapan matang, Velian mulai memacu kudanya sementara aku hanya menatap kepergiannya melalui jendela.

"Semoga berhasil," gumamku risau.

_______To be Continued_______

Malam menjelang pagi all.. Seperti biasa author harus ngalong demi kuota malam yang lancar jaya buat up.. Maaf untuk chapt ini pendek dan...ehmm sedikit bikin baper sekaligus galau ringan.. ^^

Maaf kalo masih ada yang typo dsb, kadang author sendiri gk bisa ngeditnya kalo udh di up.. T_T

Jangan lupa tinggalkan jejak dan makasih banyak buat supportnya kawan.. ^^

Salam Fantasy, by Indah Ghasy.. :*

Continue Reading

You'll Also Like

25.9K 4.5K 30
A HARRY POTTER FANFICTION [Fantasy-Adventure-Minor Romance] Brianna harus menelan kenyataan pahit ketika mengetahui kalau dunia penyihir seperti di n...
1.3K 282 30
Berawal dari aku yang menemukan tempat misterius di dalam rumah baru karena mendengar suara-suara indah, membawaku menuju dunia peri yang mengerikan...
76.7K 7.4K 51
Total kata yang di gunakan sebanyak 40.015 kata Mampu memahami bahasa hewan dan tumbuhan, mampu menemukan benda-benda berharga seperti kandungan emas...
4.5K 926 9
Sekuel cerita dari Mitologi