JEDA - Slow Update

By AbelJessica

1.7M 54.5K 5.4K

JEDA - JessJessica. More

My most beautiful someone
One day? Or day one? You decide, baby.
I'm doing this for me.
Excuse Me, Which Level Of Hell Is This?
Go Wild For A While.
But, darling, I can play your game too
Maybe I should give up
Aku capek.
InterMezzo
Kalindi Sara Ft. Kasena Sadeli
BUKAN UPDATE
InterMezzo (2)
THE END!
InterMezzo (3)
InterMezzo 4
InterMezzo (5)
InterMezzo (6)
InterMezzo (7)
InterMezzo (8)
InterMezzo (10)
InterMezzo (9)
InterMezzo (11)
InterMezzo (12)
INTERMEZZO (13) : Jeda ft. Raquel
InterMezzo (14)
Eyes On Me!
Gema Masa Lalu
InterMezzo (15)
InterMezzo (16)
InterMezzo (17)
InterMezzo (18)
InterMezzo (19)
InterMezzo (20)

What A Lovely Little Mess I've Made

25K 3.1K 39
By AbelJessica

"So lets ignore each other, try to pretend the other doesn't exist, but deep down, we both know it wasn't supposed to end like this." - Anonymous.

**

"Lebih bagus warna merah atau warna pink?"

          Kepala Indi terangkat karena pertanyaan itu. Di depannya berdiri Andrea yang sedang mengerutkan kening tanda berpikir keras, sambil memegang dua dress di tangannya, "Mbak mau ke mana?"

          "Bukannya kita mau nonton?" Andrea justru balas bertanya.

          "Mbak ikut?" sadar kalau ia sudah salah bicara, Indi cepat-cepat meralat pertanyaannya, "Maksudku, Mbak berangkat ke bioskop dengan siapa?"

          "Bareng dengan kamu dan Arun kan?" jawab Andrea seakan hal itu sudah jelas, "Jangan bilang kamu dan Kai berencana untuk naik motor? Aduh, Ndi, ribet kalau berangkatnya sendiri-sendiri. Udah mana Kai kalau bawa sepeda motor kayak pembalap lagi. Kita berangkat bareng-bareng ajalah. Lagipula, Radeva nggak keberatan kok kalau kamu dan Kai berangkat bareng kita."

          "Tahu dari mana kalau Radeva nggak keberatan?"

          "Dia sendiri yang bilang semalam," jawab Andrea sambil mematut dirinya di depan cermin, "Katanya, bakalan awkward banget kalau berangkat bertiga. Nggak mungkin kan, aku dan Arun duduk di belakang, sementara Radeva nyetir sendirian? Dia kan bukan supir."

          "Tunggu, tunggu," kepala Indi jadi pusing karena cerocosan Andrea, "Radeva datang kemari cuma untuk bilang kalau dia nggak keberatan, seandainya aku dan Kai berangkat bareng dengan kalian?"

          Raut Andrea berubah jadi keruh karena lelah menjelaskan, "Belum pernah dengar yang namanya ponsel ya Ndi?"

          "Mbak tukaran kontak dengan Radeva?!!!"

          Andrea sampai terlonjak karena teriakan itu. Sambil memegangi dada untuk menunjukkan keterkejutannya, gadis itu balas meneriaki Indi, "Nggak usah ngegas bisa?! Copot nih jantung."

          "Mbak tukaran kontak dengan Radeva?" ulang Indi lebih kalem.

          "Iya."

          "Kenapa?"

          "Apanya yang kenapa?"

          "Bukannya dia....," Indi mengempaskan tangan dengan putus asa, bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah mungkin ia salah mengartikan perhatian Radeva pada Aruna? Jelas-jelas pemuda itu ingin berkencan dengan Arun, lalu kenapa justru bertukar kontak dengan Andrea yang juga mengincarnya? Lagipula, memangnya Andrea sebatu itu sampai tak mengerti sinyal-sinyal yang dilemparkan Radeva pada teman mereka?

          "Kenapa? Radeva kenapa?" tanya Andrea penasaran.

          Indi mengibaskan tangannya, "Lupakan."

          "Apa sih," omel Andrea sambil berlalu, "Dasar nggak jelas."

          Bersamaan dengan berlalunya Andrea, pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Arun dalam balutan handuk. Gadis itu melirik Indi yang sedang memperhatikannya, kemudian mengangkat bahu dengan acuh, "Biarin aja kali, Ndi. Siapa tahu Mbak Andrea berjodoh dengan Radeva."

          "Aku nggak mau terdengar seperti cenayang, tapi kita berdua nggak bisa pura-pura nggak tahu tentang perasaan Radeva pada kamu. Mungkin Mbak Andrea clueless karena terlalu lama menjomblo, tapi apa kamu nggak mikirin gimana perasaan dia ketika nanti sadar kalau Radeva naksir kamu? Mbak Andrea pasti marah dan malu, Run."

          "Terus aku harus gimana?" tiba-tiba Arun naik darah, "Nggak ada angin dan nggak ada hujan tiba-tiba nyamperin mbak Andrea untuk mengaku kalau aku udah empat kali nolak Radeva? Gitu?"

          "What the heck?" kedua mata Indi sampai membulat karena terkejut, "Radeva udah nembak kamu sebanyak empat kali?"

          "Aku nggak mau bahas masalah ini lagi."

          "Tapi Run...,"

          "Sifat nggak suka ikut campur pada urusan orang lain itu pastilah sedikit dari kepribadian kamu yang aku sukai, Ndi," potong Arun dengan nada yang hampir-hampir terdengar kasar bahkan di telinga gadis itu sendiri, "Aku menghormati kamu lebih dari teman-teman kos yang lain karena sifat kamu itu, dan ku harap, aku nggak perlu mengubah pandanganku terhadap kamu hanya karena Radeva dan Mbak Andrea."

          Kalimat bernada peringatan itu sukses membuat Indi menelan kembali kalimat apapun yang sudah hampir dilontarkannya. Dengan pahit gadis itu menganggukkan kepala, sadar kalau bukan haknya untuk mencampuri urusan Arun, "Salahku. Maaf."

          Arun tidak menjawab dan Indi tidak ingin mencoba mengubah suasana menjadi lebih baik. Keduanya justru saling membelakangi satu sama lain, seakan sepakat untuk menambah suram suasana dengan memilih bungkam terhadap satu sama lain, daripada menyelesaikan permasalahan di antara mereka.

***

"Jadi kita berangkat bareng dengan pacarnya si tomboy?"

          "Kalau kamu nggak keberatan."

          "Aku sih nggak masalah," komentar Kai, "Justru kamu yang kelihatan males gabung dengan mereka."

          Indi lebih memilih menambah sapuan blush on pada pipinya daripada menanggapi ucapan Kai yang sedang asik memainkan ponselnya. Kai yang merasa tidak mendapat tanggapan, dengan jengkel menoleh ke arah kekasihnya, lalu mengeluarkan perintah semena-mena, "Hapus itu merah-merah di pipi."

          "Eh kenapa?!" protes Indi tak terima.

          "Bukannya jadi cantik, malah kayak orang habis kena tonjok," omel Kai, "Nggak bisa pakai tipis-tipis aja? Aku nggak mau orang-orang berpikir, kalau aku habis nonjok kamu."

          Dengan bibir mengerucut maju Indi memandangi bayangannya di cermin dan harus mengakui kalau Kai benar tentang dandanannya yang berlebihan. Dengan hati-hati gadis itu menambahkan pulasan bedak di pipi, guna menyambar rona kemerahan yang membuatnya terlihat seperti korban kekerasan dalam hubungan pasangan kekasih.

          "Cantik?" Indi mengedip genit setelah memperbaiki riasannya.

          "Jelek."

          "Sana cari pacar baru yang cantik."

          "Boleh?"

          "Minta ditonjok kamu?!"

          Kai tertawa kemudian memajukan tubuhnya untuk memberi gadis itu kecupan di jidat, "Jelek banget pacarku."

          "Boleh kali, Kai, sekali-kali muji aku cantik, gitu."

          "Bohong itu dosa."

          "Bangke emang kamu."

          Bukannya marah Kai justru melingkarkan lengannya di bahu Indi, kemudian menarik gadis itu agar bersandar pada tubuhnya. Sambil meneruskan game yang sejak tadi ditekuninya, pemuda itu bertanya, "Berantem dengan Arun?"

          "Bukan berantem sih, lebih ke salah paham aja."

          "Kenapa?"

          "Salahku karena ikut campur dalam urusan pribadinya, tapi aku juga nggak bermaksud kayak gitu. Aku cuma nggak mau Mbak Andrea merasa dipermainkan oleh Arun. Maksudku, dia pasti malu banget kan, ketika nanti akhirnya sadar kalau Radeva naksir dengan temannya sendiri?"

          "Tahu dari mana kalau Radeva naksir Arun?"

          "Kelihatan banget kok dari gelagatnya."

          "Kalau memang kelihatan banget, kenapa Mbak Andrea nggak sadar?" melihat Indi terdiam, Kai menambahkan, "Ada dua kemungkinan. Satu, kamu terlalu sok tahu dengan perasaan Radeva ke Arun. Dua, Mbak Andrea juga sadar kalau Radeva naksir Arun, tapi milih buat pura-pura nggak tahu. Kalau udah kayak gitu, untuk apa ikut campur dalam urusan mereka? Yang ada kamu jadi nggak enakan dengan Arun."

          "Tapi kenapa Mbak Andrea harus pura-pura nggak tahu tentang Radeva dan Arun?"

          "Karena lebih mudah untuk pura-pura nggak tahu kan?" jawab Kai dengan nada masuk akal, "Dengan begitu dia bebas mendekati Radeva."

          "Bukannya itu terlalu jahat ya?"

          "Apanya yang jahat? Toh Arun nggak punya hubungan apa-apa dengan Radeva. Radeva pria merdeka, siapapun boleh mendekat, termasuk Andrea."

          "Termasuk aku," tambah Indi dengan perasaan lega karena ucapan Kai terdengar masuk akal baginya.

          "Berani?" tanya Kai sambil mempererat belitannya di bahu gadis itu.

          "Berani," tantang Indi sambil cekikikan.

          Kai mengalihkan tatapan teduhnya pada Indi yang mendongak, kemudian menunduk untuk menghadiahi gadis itu satu kecupan. Ketika tangan Indi terulur untuk menarik tengkuknya, pemuda itu tertawa, lalu menyentil ujung hidung Indi dengan telunjuknya, "Nanti ada yang lihat."

          "Mereka lagi nungguin pangeran Radeva di depan pintu."

          "Berani ya kamu sekarang," komentar Kai sambil menarik hidung gadis itu, "Nakal."

          "Kamu yang ngajarin."

          Kai melirik ke arah ruang tamu lalu menyadari kalau suasana benar-benar sepi. Andrea dan Arun bercakap-cakap di teras, menanti kedatangan Radeva yang masih terjebak macet. Anak-anak kos lainnya masih memiliki kegiatan di luar, atau malah sudah tertidur pulas, lelah karena beraktivitas seharian. Dengan pertimbangan itu Kai menundukkan kepala ke arah Indi yang masih bersandar di bahunya, tapi sayangnya kedua orang itu salah perhitungan, karena selain tomboy, ternyata Arun juga memiliki bakat untuk berjalan tanpa suara. Keduanya tak akan menyadari kehadiran gadis itu kalau bukan karena jeritan tertahannya, yang disusul dengan pekikan Indi.

          "Dinding sialan," Arun menendang dinding tak bersalah yang ditabraknya ketika akan melarikan diri agar tak ketahuan telah memergoki Kai dan Indi.

          "Luka, Ndi?" Kai tak sempat merasa malu pada Arun yang kembali menjerit kesakitan karena menendang dinding dengan kaki telanjang. Pemuda itu kini sibuk menyibak rambut Indi yang masih menyembunyikan wajah di dalam pelukannya, mengerang kesakitan sambil membekap bibirnya yang tak sengaja tergigit oleh Kai, "Sakit, sayang?"

          "Kenapa? Ada apa?" Radeva yang masuk dengan langkah terburu-buru langsung membulatkan mata begitu mendapati Arun terkapar kesakitan, "Kamu kenapa?!"

          "Nggak sengaja nabrak dinding," Arun sengaja meringis untuk menunjukkan rasa sakit yang dideritanya, agar Radeva tak sadar kalau Indi juga sedang kesakitan. Meskipun hubungannya dengan Indi sedang regang, Arun tak ingin membuat Indi malu, karena terpergok saat sedang bermesraan, "Kayaknya kelingking aku patah deh."

          "Apa yang patah?" tanya Andrea yang baru sampai di ruang tamu, "Ya ampun Arun, kamu kenapa?!"

          "Dasar cewek bego," mengabaikan kebingungan Andrea, Radeva berlutut di depan Arun, lalu mulai memijat jari-jari kaki gadis itu dengan lembut, "Sakit?"

          "Tu.. tunggu!" Arun langsung panik, "Aku cuma bercanda. Kakiku baik-baik aja."

          Bukannya mendengarkan, Radeva justru meletakkan lengannya di punggung dan di bawah lipatan Arun. Dengan mudah ia mengangkat Arun ke dalam gendongannya, kemudian berjalan menuju kamar sambil berkata, "Kayaknya kaki kamu beneran patah deh. Ayo kita periksa."

          "Untung nggak sampai luka," komentar Kai yang sedari tadi sibuk memeriksa keadaan Indi, "Sakit, ya?"

          "Apa-apaan," bisikan lirih Andrea membuat Kai dan Indi menoleh pada gadis itu, "Mereka.... pacaran?"

          Indi melirik Kai yang ternyata sedang meliriknya juga. Sikap keduanya membuat Andrea paham kalau semua orang tahu tentang cinta bertepuk sebelah tangan yang terjadi padanya, namun tak mau repot-repot menjelaskan dan justru membiarkannya jatuh semakin dalam. Terlalu dalam sampai Andrea tak tahu lagi harus bersikap seperti apa untuk menutupi rasa malu, kecewa, marah dan patah hati yang dirasakannya saat ini.

          "Kalian pergilah menonton," bisik Andrea sambil merogoh tasnya untuk mencari kunci kamar, "Sepertinya aku kurang sehat, jadi aku akan tidur lebih cepat."

          "Mbak....," panggil Indi dengan suara lemah, "Mbak, please."

          Namun Andrea sudah menutup pintu kamar, meninggalkan Indi dalam kubangan frustasi lainnya. Kemarin Arun marah karena berpikir Indi terlalu ikut campur dalam urusannya, lalu sekarang Andrea marah karena Indi tak mencoba untuk memberi nasihat padanya. Kalau sudah seperti ini, Indi sungguh tak tahu harus berbuat apa.

**

Continue Reading

You'll Also Like

123K 377 40
Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21+
27.3K 361 6
Kenarya Alby Bimantara adalah sosok yang akan selalu ada untuk Maisa Biantari, begitupun sebaliknya. Namun, seiring berjalannya waktu, salah satu dar...
735K 27K 32
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
7.9K 1.3K 7
(ON HOLD) Bagaimana jika ketua BEM yang friendly abis, anak band yang pedenya selangit, dan pengusaha muda yang celelekan hidup pada satu masa dan t...