Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

222K 18.2K 726

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Vc terakhir.

3.1K 302 18
By askhanzafiar

"Bangun kebo!" Teriakan seorang dengan oktaf tinggi membuatku terkejut.

"Auh, ih! Basah, woy! Ganggu aja, sih! Enggak ada kerjaan?" Aku menggerutu sembari mengusap wajah yang telah basah karena cipratan air dingin.

"Bangun! Disuruh keliling sama Omah!" Wajahku ditangkupnya hingga membuatku sedikit
terkejut dan mendorong tubuhnya untuk sedikit menjauh.

"Iya ini bangun. Sana pergi!" Badanku terasa remuk akibat tidur yang tak mengenakkan semalam. Meregangkan tubuh sepertinya bisa sedikit membantu.

Abigail tersenyum ke arahku sembari membuka gorden kuning yang saat itu memancarkan teriknya matahari. Ia ke luar kamar dan kususul dari belakang. Namun, ketika tak sengaja menoleh ke cermin besar, wajahku tampak seperti muka bantal. Lebih baik aku  pergi ke wastafel dulu untuk sekadar mencuci wajah.

"Kelilingnya sama siapa saja?" tanyaku sambil menepuk-nepuk wajah dengan handuk agar cepat kering.

"Kita duluan saja. Yang lainnya masih ada urusan," sahut Abigail yang berada di tangga.

"Ya sudah gua mandi dulu–"

"E–eh, enggak usah!" Mendengar cegatannya itu, aku hanya bisa mengerutkan alis.

"Mandinya di curug aja. Ya, bukan mandi, sih. Lebih tepatnya main air. Belum pernah ngerasain, 'kan?"

Aku menggeleng dengan cepat dengan raut wajah yang masih bingung. "Curug tuh apa?"

Ia tersenyum sembari menyisir rambut. "Semacam air terjun kecil. Kita berenang aja. Masalah ganti baju nanti, ada kok tempatnya." Ia mulai tersenyum di depan cermin sembari bergaya.

"Hilih! Sok ganteng, lo!" Aku memukulnya dengan spon cuci piring dan tertawa terbahak-bahak.

"Most wanted, nih!"

"Huh? Pede!"

"Ya sudah, ayo!" Ia berjalan di depanku. Aku masih memandang cermin dengan senyuman manis yang mengembang.

"Tanpa apapun, lo tetap cantik, kok!"

"HIH, PEDE!" Teriakan Abigail berhasil membuat wajahku menekuk. Padahal kalau dilihat-lihat, aku tak seburuk diriku di masa lalu, kok!

"Loh, Omah mana, Mah?" tanyaku saat sudah sampai di meja makan.

Aku memutuskan untuk duduk di sebelah Abigail. "Sepertinya sedang mengurus bunga di taman. Kalian makan dulu, ya. Pagi tadi Omah sudah masak."

Aku mulai menyantap hidangan yang tersedia di meja makan.

"Oh iya, kalian jadi jalan-jalan keliling?" Suara Mamah memecah keheningan yang tercipta saat kegiatan makan tadi.

Aku mengangguk sambil meneguk segelas susu hangat. "Sudah berapa tahun Dira tidak ke sini, ya? Ah, Dira kangen suasana desa ini, Mah."

Mamah  mangut-mangut dan menoleh ke arah Abigail. "Abigail, tolong jaga Dira, ya!" Mamah menyalami kami berdua saat kami telah siap berangkat.

"Iya, Tante Vio. Serahkan tugas ini kepada Gail!" Ia tersenyum dengan wajah sombong, tapi dapat kuketahui bahwa itu hanyalah candaan belaka.

Kakiku seperti berjalan sendiri menuju ke taman bunga. Netraku sibuk mencari keberadaan Omah. "Omah mana, Gail?" tanyaku.

Ia terlihat melirik ke arah arlojinya. "Kayaknya kalau jam segini ke pasar, deh."

"Sendirian?" Aku sedikit terkejut.

"Iya."

Aku memelototinya sembari mencubit lengannya.

"Auh–"

"Kenapa enggak lo anter, Gail?!" ketusku yang merasa kalau di usia yang tak lagi muda, seharusnya Omah dijaga dan diantarkan ke tempat tujuan dengan baik.

"Huh? Lihat dulu, dong! Pasarnya di sana!" Ia menunjuk ke arah selatan. Pemandangannya agak jauh, tapi dapat kulihat suasana ramai di sana.

Aku terkekeh malu sembari mengangguk kecil. Kukira pasarnya jauh.

"Lo mau mampir ke taman bunga dulu, gak?" Tawarannya berhasil membuatku sedikit menimang-nimang ajakannya. Kebetulan aku masih penasaran dengan sesosok anak yang kutemui kemarin sore. Siapa tau anak itu ada di sana.

"Boleh." Aku menyahut ringan sembari berjalan terlebih dahulu di depan Abigail.

Mataku terasa begitu segar karena melihat bunga-bunga yang sangat mempesona. Ditambah dengan suasana sejuk khas di pedesaan yang jarang akan polusi.

Abigail mengarahkanku untuk duduk di sebuah gubuk kecil yang berdiri kokoh di sudut taman bunga.

"Ini kan baru jam tujuh. Biasanya kalau sudah jam setengah sembilan, banyak orang ramai ke sini." Aku tersenyum mendengar penuturannya.

"Oh ya? Pasti gratis, ya?"

Gail tersenyum sembari mengangguk-angguk kecil. "Omah selalu selalu punya caranya sendiri untuk menjadi orang baik."

Ucapan Abigail itu membuatku tersenyum bangga akan sosok Omah yang benar-benar baik hati dan penyayang itu.

"Oh iya, gail .... " Aku menoleh ke arahnya.

Ia tersenyum sembari menunggu kelanjutan dari ucapanku.

"Soal yang kemarin .... " Tanganku malah iseng mencabut rerumputan liar di sekitar gubuk. "Lo tau dari mana kalau gua indigo?" Netraku tertuju kembali ke arahnya. Ia sedikit menaikkan alis dan tersenyum.

"Oh, soal itu? Bagi gua udah ketebak, sih. Kelihatan juga dari mata lo. Dan gua bisa bedakan orang indigo dengan orabg gila. Jadi Lo tenang aja." Aku melotot dibuatnya. Namun, akhirnya kami sama-sama tertawa karena ucapannya itu.

"Tapi sebentar, deh, kenapa lo bisa menebak dengan semudah itu? Atau jangan-jangan lo indigo juga?"

Pertanyaanku langsung dibalas dengan gelengan kepala olehnya. "Eis, amit-amit! Jangan sampai, deh. Jadi, gua bisa sedikit menerawang dari sorot mata seseorang. Selain itu, gua juga bisa tau keberadaan makhluk astral. Dan bedanya sama kemampuan lo, ya, gua enggak bisa lihat. Hanya bisa sedikit merasakan."

"Oh." Aku mangut-mangut sebagai artian mengerti

"Kayak yang sekarang ini. Gua ngerasa kalau di depan sana ada makhluk lain, 'kan?" Tangannya spontan menunjuk ke arah Utara.

Aku menoleh dan mendapati kakek tua sedang mencangkul. Sepertinya ia tak sadar jika dirinya sudah tiada. Entahlah, sudah berapa puluh kali aku melihat banyak arwah yang tidak sadar kalau dirinya sudah sejak lama meninggalkan alam ini.

"Lo tau juga tepatnya "Mereka" ada di sebelah mana?" Aku sedikit takjub dengan kemampuan anehnya.

"Hah? "Mereka"?" Matanya menatap ke arahku seolah-olah meminta penjelasan.

"E–eh, maksud gua si makhluk astral itu. Gua biasa sebutnya dengan kata "Mereka", sih" terangku agak tak terjadi kesalahpahaman.

"Oh, begitu. Iya, gua tau tepatnya dia berada di posisi sebelah mana, tapi gua masih penasaran juga dengan bentuk rupa mereka yang seperti apa." Tangannya terlihat merogoh sebuah benda di dalam kantong.

"Dan ini .... " Dia memperlihatkan aplikasi pencari setan yang sedang sangat nge-trend akhir-akhir ini.

"Hoax. Ketika dia bilang di situ ada makhluk astral, nyatanya gua enggak merasakan apapun, tapi ... ketika aplikasi ini enggak sama sekali menunjukkan keberadaan makhluk halus, ternyata sosok itu ada tepat di belakang gua." Raut wajahnya seketika berubah kesal. Aku terkekeh melihatnya.

Kini giliranku yang mengeluarkan ponsel. "Gua ada aplikasi pelacak setan dan benar-benar ampuh. Gak sama sekali hoax." Aku sama sekali tak berbohong karena memang sudah dicoba berkali-kali.

Apalagi ketika aku memakai aplikasi ini sepulangnya dari kampung maksiat. Jelas sekali aku merasakan adanya suatu makhluk yang ingin ikut pulang ke rumah.

Kalau kalian sudah baca lengkap cerita ini, pasti kalian akan dengan mudah mengingat kejadian itu.

"Serius? Coba lihat!" Abigail mendekat ke arahku.

Aku membuka aplikasi tersebut. "Lihat penunjuknya, ya!" Tanganku menunjuk sebuah arahan panah.

Wajahnya kini nampak memperlihatkan ekspresi terkejut. Tak lama kemudian ia malah bertepuk tangan.

Prok ... prok ... prok ....

"Hebat!" Ia terperangah sembari menoleh ke arah yang ditunjukkan oleh aplikasi itu. Walaupun sebenarnya, ia hanya bisa merasakan dan takkan bisa melihat sosok tersebut.

"Sesuai sama apa yang gua rasakan, sih. Salut! Apa nama aplikasinya?" Cepat-cepat ia membuka app store untuk mengetikkan sesuatu.

"Nah itu .... " Aku sedikit berpikir keras. Ia nampak bingung dengan diriku yang tiba-tiba saja diam.

"Kenapa?" tanyanya.

Aku menopang dagu di atas tangan. "Temen gua udah pernah coba cari aplikasi ini. Segala macam cara gua lakuin. Mulai dari Share-it, share link, dan segala macamnya,  tapi tetap saja aplikasi ini enggak bisa ditemukan. Padahal gua pribadi, cari di Play store, tuh, ada," terangku.

Abigail mangut-mangut mengerti. "Wah, bisa begitu, ya? Coba lihat! Biar gua cari di handphone gua." Tangannya dengan cekatan langsung merebut ponselku. Ia terlihat berusaha keras.

Namun, baru sepuluh menit, nampaknya dia sudah pasrah. "Kayaknya memang beneran enggak ada, deh." Dikembalikannya ponselku sembari masih menatap ponselnya.

"Kok bisa, ya?" tambahnya lagi dengan gaya yang hampir mirip seperti detektif Conan yang hendak memecahkan masalah.

Ting ... Ting ....

Drt ... Drt ....

Aku menoleh ke arah ponselku yang berdering. Layar ponsel menampilkan fitur Video call dari Elsa. Senyumku mengembang dan aku segera mengangkatnya.

"Halo, Dira!" Suaranya terdengar semarak dari seberang telepon.

"Wuih, ramai banget! Jadi, kalian enggak ajak aku? Jahat!" raut wajahku pura-pura dibuat seperti orang yang merajuk.

Suara tawa Elsa terdengar cukup kencang. "Balik, dong! Roman-romannya bakal ada yang betah banget di sana, ya? Tau enggak, sih, kita ini Kangen berat sama lo, Dira! Apalagi Muhzeo, beuh, ngeliatin lo terus, nih!" Suara keras milik Paul terdengar cukup meledek.

Terlihat jelas Muhzeo langsung dengan ganas menjitak kepala Paul. "Sembarangan!"

"Eh, itu cowo di sebelah siapa?" Pertanyaan Elsa langsung membuatku tersadar kalau kini aku tak sedang sendirian.

Dengan sedikit kikuk, aku pun menggeserkan ponselku ke arah Abigail.

"Abigail, say hi!"

"Hi!" Ia terlihat menampilkan senyum manis ke arah kamera.

"Ih, gila manis parah!" Teriakan Elsa berhasil membuat Abigail sedikit terkekeh.

"Huh? Perempuan matanya seger bener, ya, kalau lihat yang paket model paling paripurna begitu, tuh. Lengkap banget ada jambulnya, hidung mancung, bibir tipis, alis tebal, kulit putih, beuh, idaman siapa itu? Kaum hawa yang suka halu di wattpad!" Sindiran Paul itu langsung membuatku tertawa terbahak-bahak.

"Siapa itu, Dira?" Pertanyaan Muhzeo membuatku memberhentikan tawa.

Hilmi terlihat menyenggol bahu Muhzeo. "Asik, Cemburu itu Muhzeo, Dir," godanya dengan tangan kanan yang masih asyik bermain game seperti biasa.

"Loh, nanya aja apa salahnya, sih?" Ucapan Muhzeo itu terdengar sedikit ketus.

Aku sedikit terkejut saat sebuah tangan bertengger di bahuku. "Iya gua pacarnya. Cocok, enggak?" Abigail tersenyum manis ke arah kamera.

Aku ikut tersenyum. Lumayan untuk membuat Muhzeo agak panas, hihihi.

"Yah, beneran itu, Dir? Parah banget. Kasian ini Muhzeo menunggu," ledek Paul sambil mengelus kepala Muhzeo yang terlihat kesal.

"Berisik, oncom!" Muhzeo mengalihkan pandangan dari layar ponsel.

"Santai-santai! Gua cuma sepupunya aja, kok. Enggak lebih."

"Dira ... Abigail .... Masuk, yuk! Sudah hampir siang, nih! Makan siangnya sudah hampir siap!" teriak Omah sembari bicara dari jalan pintas menuju taman bunga.

"Iya, Omah."

"Guys! Sudah dulu, ya. Dipanggil Omah buat masuk ke dalam. Kalian semua baik-baik dan jaga kesehatan, ya!" Tanganku langsung spontan berdarah ke arah kamera ponsel.

"Hati-hati juga di sana, Dira. See you!"

Aku segera menutup sambungan video call itu dan mulai bangun.

"Mau ke curug dulu, enggak? Katanya mau mandi di sana."

Ucapan Abigail itu langsung membuatku menaikkan alis. "Lo gak mau modus, 'kan?" tanyaku seraya menunjuknya seperti tersangka.

Ia tertawa kencang. "Ya Ampun, Dir. Memang lo pikir gua om-om, hah? Hahaha, lagi pula waktu kecil juga sudah sering lihat! Kayaknya sekarang pun enggak ada bedanya!" ujarnya meledek.

Aku melotot sembari mencebikkan bibir. "Dasar! Enak aja kalau ngomong!"

Ia menangkup pipiku. "Lo itu beruntung. Karena dengan lo cemberut itu dapat menambah kadar kemanisan lo. Kemarin mantan gebetan gua begitu, yang ada gua enek liatnya! Jadi ogah deketinnya lagi." Ia tertawa lepas sembari menggelengkan kepalanya.

"Woy! Penghinaan dasar! Dia juga perempuan kali." Aku sedikit tertawa mendengar ucapan Abigail yang nampak sedikit lucu untuk dibayangkan.

"Omah, Gail mau ke curug dulu dengan Dira, ya," pamit Abigail seraya melambaikan tangan ke arah Omah.

Omah terlihat tersenyum dan mengangguk.

Abigail mulai melayangkan pandangannya ke arahku. "Jadi enggak apa-apa, nih? Sudah lumayan panas, loh! Enggak takut hitam?" ledeknya.

"Ih, gua enggak sealay anak kota yang main ke desa, tau!" Tawa mulai berderai dari kedua mulut kami.

"Ya sudah kalau begitu, yuk!"

Saranku ... kalau kalian ingin mendapatkan sensasi yang luar biasa saat membacanya, lakukan hal ini:

1. Masuk kamar, matikan lampu, tutup pintu, biarkan kamar dalam keadaan hening dan sunyi.
2. Usahakan telah membaca banyak part sebelumnya.
3. Pusatkan seluruh pikiran untuk membaca cerita itu. Ada sedikit rasa takut? Abaikan!

Tetapi jangan salahkan aku jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Karena ketika aku mencoba trik ala diriku ini, aku langsung melihat sekelebat bayangan. Mungkin hanya sebatas halusinasi, tetapi entahlah. Selamat mencoba😊.

Continue Reading

You'll Also Like

14K 1.9K 48
DILARANG KERAS MENJIPLAK ❎❎❎ Bergenre horor bercampur fantasi dan dibumbui beragam misteri. Follow sebelum baca ya. Berkisah tentang seorang anak lak...
15.6K 1.7K 49
[ PROSES REVISI ] Kita hidup berdampingan dengan dunia yang tak terlihat, di mana dunia yang kita lihat tak sesimpel yang ada dipikiran orang-orang...
596K 63.3K 58
Horor - Thriller Bagaimana jika seorang indigo bertemu dengan psikopat? Dan bagaimana jika psikopat bertemu dengan indigo? Seperti inilah kisahnya...
10.2K 1.4K 30
[COMPLETED] Seri Cerita SETAN Bagian 1 Perasaan Samsul dan Nadin sangat tidak enak, ketika mendengar kabar bahwa seorang pemuda dari kelas 10 di seko...