Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

222K 18.2K 726

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Rumah Omah '2

2.9K 305 0
By askhanzafiar

"Allahu Akbar!" Aku terbangun dengan napas tersengal-sengal dan juga keringat yang bercucuran.

Tanganku tiba-tiba saja beralih pada bagian mata. Sedikit keterkejutan timbul saat bagian tersebut terasa sembab dengan kondisi badan yang juga melemah.

"Astaghfirullah, lo gak lupa baca doa pas tidur, 'kan?" Pertanyaan Abigail itu hanya kujawab dengan tatapan saja. Bibirku masih kelu akibat rasa takut yang begitu mendera.

Saat kulihat-lihat, sepertinya dia sedang mengambil barang yang ada di kamar ini.

"Lain kali jangan lupa baca doa. Kalau bisa wudhu juga. Kalau kita jaga wudhu, InsyaaAllah, wudhu juga akan jaga malam kita. Oh iya, Omah sudah siapkan makan malam, tuh. Makan dulu, yuk!" Ia melayangkan senyum sembari menyodorkan tangannya.

Aku menatapnya dengan sedikit bingung.

"Gua tuntun lo. Kepala lo pusing, 'kan? Ayo!" Abigail menuntunku dengan telaten hingga ke meja makan. Aku benar-benar tak bisa mengontrol pikiranku sendiri. Masih terbayang di benakku mimpi buruk yang tak pernah kusangka-sangka dapat datang secara tiba-tiba.

Saat sampai di meja makan, Omah tersenyum menatapku sembari menyiapkan tempat duduk. "Nah, kesayangan Omah sudah datang. Kamu harus makan gulai ikan kesukaanmu. Biasanya kalau ke sini, kamu sering nambah, 'kan? Oh iya, ada juga muffin pisang special untukmu." Dengan penuh kehangatan, Omah menyambut kedatanganku dan langsung menyendokkan nasi juga beberapa lauknya.

"Nih, habiskan, ya!" perintahnya seraya memperlihatkan senyum menawan di usia yang tak lagi muda.

Aku mengangguk dan mulai makan. Aneh, pikiranku masih belum terlepas dari mimpi aneh itu. Kalau biasanya aku tidak akan mengingat mimpiku saat terbangun, justru mimpi buruk ini masih terngiang seakan-akan seperti terputar jelas di hadapanku.

"Dira, kenapa melamun?" Mamah menatapku dengan tatapan bertanya-tanya.

Mulutku berhenti mengunyah sembari menoleh ke arah Abigail yang masih asik makan.

Tatapanku mulai melunak dengan senyum yang sedikit dipaksakan. "Ah, enggak ada apa-apa, kok, Mah." Sesuap nasi masuk ke dalam mulut tanpa minat sedikitpun.

Meja makan memang selalu sepi kalau sedang ada aktivitas makan. Omah tidak pernah mengajarkan untuk makan sambil berbicara. Hanya dentingan sendok dan samar-samar bunyi jangkrik yang berhasil menghiasi keheningan malam ini.

"Dira ...."

Aku menoleh dengan cepat ke arah kanan. Suara tadi tepat di samping telingaku. Namun, netraku tetap tak mendapati siapapun.

"Dira .... " Kali ini pandanganku melompat ke arah kiri. Gerak-gerikku yang mulai aneh pun sudah dirasakan oleh Mamah dan Papah sejak aku datang dari kamar. Karena bahwasanya, mereka terus memperhatikanku sedari tadi.

"Ada apa, Dira? Mengapa kamu seperti orang kebingungan? Kamu cari siapa?" Raut wajah Omah terlihat bingung saat semua mulai berhenti makan.

Aku menatap mereka satu-persatu. Dengan kode tatapan, Abigail menyarankanku untuk jujur saja.

"A-ada yang panggil-panggil Dira. Saat sore tadi di halaman rumah dekat taman bunga juga. Kalau Dira ingat-ingat, suara kedua panggilan itu sama." Setelah mengucapkan itu, pandanganku tak berani melihat kepada siapapun. Aku tak ingin dituduh dengan alasan lelah, kurang tidur, halusinasi, atau apapun itu.

Mataku masih bisa melirik ke arah Omah yang nampak kebingungan. "Dari tadi Omah tidak mendengar kalau ada yang panggil kamu. Salah dengar, mungkin?" Ia mendekat sembari mengelus kepalaku dengan lembut.

"Bu." Panggilan Papah langsung membuat Omah menoleh. Tatapan matanya terlihat serius. Omah nampaknya bingung. Suasana semakin tegang saat Abigail diam saja seolah-olah tak sedikit pun penyimpan rasa penasaran dengan sikapku. Suasana di meja makan nampak mencekam.

"Maaf kalau Sofyan belum pernah cerita ini ke ibu sebelumnya. Dira itu dianugerahi kemampuan khusus oleh Tuhan." Papah nampak menyatukan kedua tangannya.

Suasana kembali hening dengan Omah yang nampak diam sembari mencerna kata-kata yang dilayangkan Papah. Alisnya mulai berkerut, menandakan ia tak lagi bisa memahami apa yang anaknya katakan. Ya, seperti itulah yang dapat kubaca dari wajah Omah.

"Maksud kamu, Yan?" Tatapan matanya terarah padaku lagi. Aku hanya bisa menunduk saja.

"Dia indigo, Omah." Celetukan Abigail berhasil membuatku sedikit terperangah.

Dari mana dia tau soal itu? Setahuku ia belum mengetahui apapun soal ini. Pantas saja sedari tadi ia tak menampakkan rasa penasaran.

"Benar, Dira?" Pertanyaannya Omah nampak mengintimidasi.

Tatapan kami kini beradu. Ada rasa ragu di hati ketika ingin mengiyakan. Pasalnya aku sangat takut bila Omah tak bisa menerima kenyataan ini dan pergi seperti yang Kak Kenan lakukan dulu kepadaku. Namun, dengan penuh tatapan melembut dari Omah, aku pun hanya bisa pasrah dan mengangguk lemah.

"Omah bisa mengerti kalau begitu." Ucapan Omah yang nampak sulit dipercaya itu membuat sudut bibirku mengembang.

Omah memeluk sembari mengelus puncak kepalaku. "Semua orang itu telah dilukiskan Allah dengan berbagai kekurangan dan kelebihan. Jika kelebihan kamu di situ, jangan salahkan kehendak Allah. Kita enggak akan tau. Mungkin saja dari situ, Allah beri kamu anugerah agar kamu dapat membantu orang lain. Tetapi jangan sampai salah dalam mempergunakan kelebihan atau kemampuan itu." Omah melepaskan pelukannya sembari mulai meneguk teh pada sebuah cangkir.

"Kalian sebagai orang tua juga harus berperan aktif untuk memantau Dira dari jauh. Karena jika tidak, ada banyak roh-roh jahat yang bersiap merebut raga pada dirinya. Jika Dira mengatakan sesuatu tentang hal ini, tugas kita sebagai orang tua adalah percaya dan bantu sebisanya. Dira pun butuh penyemangat dalam menghadapi situasi yang kadang kala agak rumit untuk ia hadapi sendiri." Pandangan mata Omah yang teduh mengarah pada Mamah dan Papah secara bergantian.

Omah tersenyum dan menggapai sendok makannya kembali. "Ayo, dilanjutkan makannya!"

Aku tersenyum kaku. Setidaknya aku punya Omah yang sangat percaya dan mau memotivasi diriku.

👀

Malam ini terasa sangat asing bagiku. Ya, sepi dan sunyi. Awalnya kupikir kamar ini kedap suara. Namun, saat kutanyakan pada Abigail, ternyata tak ada pengedap suara yang terpasang di ruangan ini. Semakin malam, kurasakan hawa dingin yang mulai mencekat. Rasa kantuk seolah-olah menjadi musuh terbesarku saat ini. Kondisi badanku sudah tak sebaik yang tadi. Rasa-rasanya seperti hampir remuk.

Aku melihat ke arah ponsel yang telah menunjukkan pukul ....

00.20.

Kenapa aku harus sok berani tidur sendiri seperti ini, sih? Padahal Mamah dan Papah sudah berbaik hati menawarkan untuk tidur bersama. Kalau nanti ada yang menggangguku, bagaimana?

Kretek ....

Kepalaku spontan menoleh dengan cepat. Keheningan semakin tercipta saat aku benar-benar menyadari bahwa tak ada siapa pun selain diriku di dalam sini. Aku tak bisa memastikan suara apa tadi. Yang jelas, kini aku tak sedang dalam keadaan baik-baik saja.

Pandanganku menoleh ke arah pintu. Kupikir ada orang yang sengaja membuka pintu. Barangkali Omah atau Abigail. Namun, nyatanya tak ada siapapun di sana.

Lagi pula sebelum beranjak ke atas tempat tidur, aku sudah memastikan sebanyak tiga kali bahwa pintu sudah kututup dan terkunci dengan aman. Jikalau ada orang masuk pun pasti rasanya akan mustahil.

"La ... la ... la ... la ...."

Deg ....

Bulu kudukku langsung berdiri ketika terdengar senandung lantunan suara lemah, tapi memiliki aura dan makna yang begitu kuat. Detak jantungku berdebar dengan sangat tidak wajar. Cih, mengapa sulit sekali melawan rasa takut, sih?

Tanpa aba-aba lagi, selimut tebal di sebelahku langsung menjadi incaran untuk menutupi seluruh permukaan tubuh. Keringat dinginku sudah bercucuran cukup deras. Desah napasku sudah tak terkondisikan lagi.

Beruntunglah ponselku masih ada dalam genggaman. Dalam mode silent, kucoba untuk menghubungi Mamah atau siapapun yang mungkin sekiranya bisa membantu.

Namun, dasar nasib apes, ponselku menunjukkan ketidakadaan sinyal di sini. Sepertinya tadi jaringan masih sangat baik untuk kugunakan saat berselancar di dunia maya.

Terpaksa aku hanya bisa berdoa sembari memeluk tubuhku sendiri dengan kuat. Lantunan senandung lagu itu semakin menguat tatkala bunyi gerimis membuat kegaduhan pada atap dan jendela rumah. Hawa yang semula dingin kini tergantikan oleh sensasi panas. Tak bisa dipungkiri lagi, sudah pasti ini adalah ulah "Mereka".

Hihihi ... kikik-kikik ....

Tanganku refleks menutup terlinga dengan rapat. Bunyi yang satu ini benar-benar sangat kubenci. Namun, ada satu petuah yang membuatku berubah pikiran.

"Dira ingat, ya! Kalau kita diganggu, jangan pernah takut! Kalau kau melakukan itu, maka makhluk tersebut akan semakin menjadi-jadi. Serahkan saja pada Allah. Jangan beri dia peluang untuk sombong! Karena kodratnya, kita lebih tinggi di atas mereka semua."

Wejangan Paman memang selalu melintas di pikiranku. Dengan nyali yang setengah ciut setengah menantang maut, aku pun mulai memberanikan diri menyibakkan selimutku.

"SIAPA DI SANA!" Deru nafasku sudah tak beraturan. Atmosfer jantungku seakan diam tak berdetak. Nyaliku perlahan mulai terkumpul dengan baik. Walaupun masih ada sisa-sisa ketakutan yang menyelimuti.

"Jangan ganggu aku!" Badanku sedikit bergetar dengan bola mata yang berputar mencari keberadaan makhluk yang tak diundang itu.

Selama sepersekian detik aku terdiam, nyatanya tak ada suara aneh lagi. Tarikan napas lega dapat kuambil dengan baik. Kini aku harus benar-benar memfokuskan diri untuk terlelap.

"Kali ini gua maafkan! Besok-besok lo ganggu lagi .. Gua enggak akan segan-segan untuk menghancurkan kalian dengan ayat pemusnah!" Ucapanku terdengar sedikit gemetar. Namun, sepertinya tak terlalu buruk jika dibandingkan dengan diam saja.

"Alhamdulillah." Kutarik selimut kembali dan mulai berdoa dengan khusyuk sekitar sepuluh menit. Aku ingat jika Paman pernah menawarkan untuk mengajari ilmu memagari diri. Namun, sayangnya aku belum mau saat itu. Mungkin besok-besok aku harus mulai belajar itu agar tak terjadi hal seperti ini lagi.

Mataku mulai tertutup dengan perlahan. Pikiranku masih agak menerawang karena masalah belum selesai. Saat bangun nanti, aku dihadapkan oleh dua kemungkinan, tertidur sampai pagi atau bahkan bangun kembali karena gangguan hal mistis yang tak pernah dipungkiri keberadaannya.

Aku butuh semangat dari kalian, nih, hehehe.
Oh, iya! Dira berpesan kalau malam ini jangan tidur di atas jam sebelas, ya. Katanya, malam Jum'at ini suasananya agak berbeda dan tak seperti biasanya. Jangan terlalu bersahabat dekat dengan guling. Karena bisa jadi dia lah yang akan menjadi musuh terbesarmu di hari esok. Saat matamu sembab karena tak mau mendengar kata Dira soal malam ini.

Dibawa santai saja.

Continue Reading

You'll Also Like

50.6K 7.8K 38
Misteri/Thriller+Horor+Teenfic+Roman, dll bergabung menjadi satu:) ______________ Di dunia ini memiliki banyak kebetulan yang disebut takdir. Tapi...
175K 25.8K 33
Apa yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar kata indigo? ---------------------------------------------------- Hana Sabita, gadis 16 tahun y...
193K 14.1K 11
"Kenapa kita harus tidur dengan posisi kaki diikat?" Tentang Penari Ballerina dimana akan mengikuti kompetisi Internasional Dance yang akan diadakan...
72.4K 9.7K 55
Tak ada yang paling mengerikan selain suara jeritan permintaan tolong di saat mereka sudah hampir di ambang Kematian. Bisikan-bisikan itu membuatku t...