LANGIT KALA SENJA (Revisi)

By ainunufus

740K 80.9K 8.3K

VERSI REVISI Lovatta Zanna sangat mencintai kekasihnya yang sekarang sudah berstatus MANTAN. Lovatta menyesal... More

CLBK 1
CLBK 2
CLBK 3
CLBK 4
CLBK 5
CLBK 6
CLBK 8
CLBK 9
CLBK 10
CLBK 11
CLBK 12
CLBK 13
CLBK 14
CLBK 15
CLBK 16
CLBK 17
CLBK 18
CLBK 19
CLBK 20
CLBK 21
CLBK 22
CLBK 23
CLBK 24
CLBK 26
27
29 END

CLBK 7

26.9K 3.2K 433
By ainunufus

Hari-hari berlalu, tidak mungkin Lovatta menghindar terus. Lovatta pun menebalkan muka. Lagipula dia merasa yakin saat ini sudah tidak memiliki perasaan pada Langit. Yang tersisa hanya rasa kesal dan malu. Ya, malu mengalahkan segalanya.

Lovatta menjalani pagi normal kali ini, berangkat pagi diantar papanya tanpa harus bertemu Trio Badai. Meski mobilnya sudah kembali ke rumah dia tetap ke sekolah bersama papanya. Dia tidak mau ada tragedi nebeng pulang lagi. Lebih baik dia diantar papanya atau supir sementara waktu.

"Girang bener wajah lo?" sapa Via yang baru saja masuk ke kelas.

"Akhirnya gue bisa berangkat tanpa bertemu Trio Badai."

"Kenapa lo jadi sebenci ini sama Langit? Sebenarnya gue pengen tanya hal ini dari kemarin tapi gue pending."

"Gimana gue nggak benci? Pertama, dia ngatain gue kambing."

"Hah? Kapan? Brengsek amat tuh bocah!"

"Bentar-bentar biar gue jelasin lebih lanjut dulu. Lo komentarnya belakangan."

"Iya-iya, ok."

"Pertama, dia ngatain gue kambing waktu gue WA terus waktu itu. Kesel nggak sih, sekalinya bales malah balesnya gitu. Kedua, Tiara lihat chat gue soal gue yang mohon-mohon minta balikan. Sumpah ya gue sakit hati sekaligus benci setengah mati. Dia boleh nggak suka sama gue tapi ya nggak gitu juga ngatain gue kambing. Jahat banget kan? Cowok apaan kayak gitu. Pokoknya gue sebel banget. Jahat!"

"Hah? Langit ngatain lo kambing dan Tiara tahu itu lo? Makanya gue bilangin dari kemarin jaga harga diri lo."

"Iya, iya gue salah! Tapi jangan nambahin gue kesel sama diri gue sendiri kenapa."

"Sorry. Terus gimana?"

"Tapi untungnya Tiara nggak tahu itu gue, kayaknya nama gue disamarin sama Langit di ponselnya. Ketiga nih ya, Kala tahu masalah chat itu. Pokoknya chat gue tuh pembawa petaka! Kenapa sih gue sehina itu kemarin?"

"Baru sadar lo."

"Terus si Kala tahu dong mantan Langit yang mohon-mohon minta balikan itu gue karena gue berantem sama Langit waktu dia minta anterin pulang Senin kemarin. Rasanya kok jadi runyam gini. Gue malu banget! Pokoknya gue benci banget sama Langit. Ngapain coba dia ungkit-ungkit soal kalau gue mantannya? Kesel gue, kesel!"

"Jadi Kala tahu?" Ulang Via dengan terbata dibalut rasa kaget. Dia tahu gimana malunya Lovatta saat ini.

"Iya tahu. Malu banget kan kalau jadi gue. Gue nggak punya harga diri lagi."

"Tapi lo masih sanggup berangkat sekolah."

"Ya gimana sekolah kan wajib. Nggak pa-pa biar gue dikata penyakitan matanya yang penting gue sekolah. Udah bayar mahal-mahal masa gue mau bolos."

"Bagus! Tapi mata lo sekarang udah nggak bengkak."

"Iya lah kan gue kompres, gue juga udah nggak nangis malam-malam."

"Lo nggak ditanya orang rumah mata lo bengkak?"

"Ditanya. Gue jawab aja habis nangis nonton film."

"Ngomong-ngomong hari ini olahraga ya? Gue kok males ya," ucap Lovatta lagi.

"Katanya udah bayar mahal."

"Iya sih tapi olahraga itu hal paling nggak menarik buat gue."

"Nggak menarik tapi jadi asisten klub basket."

"Nah, apalagi itu. Memuakkan banget buat gue sekarang ini." Lovatta menghela napas lalu bangkit meraih kaos olahraganya, siap utuk berganti pakaian.

Di pintu Lovatta berhenti melangkah melihat senyum Senja menyapanya. Senyum tipis mala petaka menurut Lovatta. Semua yang berhubungan dengan Langit adalah mala petaka, termasuk Senja.

"Hai, gue mau ngomong bentar."

"Ngomong apa?" balas Lovatta dengan ekspresi malas.

"Mau ngajak lo nonton, buat gantiin yang kemarin."

"Nggak!" Refleks Lovatta menjawab dengan kerasnya hingga Senja pun kaget.

"Kenapa?"

"Nggak mau, nanti ujung-ujungnya nonton sama Langit. Gue nggak mau."

"Kenapa kalau nonton sama gue?" Langit berjalan santai ke arahnya dengan tangan kanan masuk ke dalam saku seolah gerakannya sangat lambat.

"Pokoknya gue nggak mau nonton sama lo, dan lo juga!" Lovatta menunjuk keduanya.

"Gue juga nggak ngajakin lo," ucap Langit.

Lovatta meremas tangannya sendiri menahan kesal lalu menjejakkan kakinya. "Udah kalian aja sana yang nonton berdua."

"Lov." Kali ini Kala yang memanggil dari arah pintu kelasnya.

"Apa?" teriak Lovatta.

"Nebeng pulang."

"Mending gue ngasih lo duit buat ngojek dari pada nebengin lo," balas Lovatta lalu menjulurkan lidahnya.

Langit langsung mengetuk kepala Lovatta. "Nggak usah julur-julurin lidah, emang lo guguk?"

"Gue kambing. Puas lo?"

Pagi-pagi sudah dibuat emosi. Mood Lovatta mendadak jelek. Dia pergi meninggalkan Trio Badai begitu saja demi kesehatan jiwanya. Lovatta heran kenapa kehidupannya di kelas XI semakin berantakan. Cinta memang tidak selalu manis, tapi kenapa cinta begitu pahit bagi Lovatta sekarang ini?

Lovatta kaget saat keluar toilet, Langit sudah berdiri bersandar pada tembok menunggunya. Mengabaikan orang-orang yang memperhatikan mereka dan beberapa orang yang berbisik-bisik. Tapi Lovatta pura-pura tidak tahu Langit menunggunya, dia melangkah menjauh dari toilet dan mengabaikan keberadaan Langit.

"Jangan pura-pura nggak tahu gue nungguin lo."

"Ngapain nungguin gue? Orang-orang pada ngelihatin."

"Lo kenapa sih jadi semarah ini sama gue?"

"Pikir sendiri."

"Gue minta maaf. Gue emosi waktu itu, gue marah karena lo tiba-tiba minta putus."

Lovatta berhenti lalu mendongak, menatap Langit yang setinggi tiang bendera. "Tapi nggak juga bilang gue kambing. Lo jahat tahu nggak?" bisik Lovatta tapi penuh penekanan.

Langit menarik Lovatta menjauhi keramaian. Kini mereka berada di atap, tepatnya di atas lantai 3. Tidak bisa disebut lantai 4 karena itu adalah atap kelas X.

"Ngapain sih ke sini?"

"Gue sayang sama lo, kenapa lo mutusin gue?"

Ucapan Langit seperti petir yang tiba-tiba hadir padahal pagi itu sangat cerah. Lovatta tidak lagi berani menatap mata Langit.

"Jawab, Lov!" Langit meraih tangan Lovatta.

"Gu-gue kan udah, ah..... Gue kan udah minta maaf." Lovatta tidak kuasa mengatakan bahwa dirinya sudah minta maaf dan meminta balikan berulang kali. Rasanya memalukan. Dia saja ingin melupakan kejadian itu.

"Gue nggak suka lo seenaknya bilang putus. Jangan main-main sama kata-kata itu. Lo nggak mikirin perasaan gue?" ucap Langit dengan emosi yang ditahan. Dia punya kenangan buruk dengan kata putus. Kali ini dia mengalaminya lagi. Sakitnya terasa berkali-kali lipat.

"Gue kan udah minta maaf," ucap Lovatta lagi dengan nada melemah. Tidak menyangka Langit bisa marah juga. Ekspresi Langit menakutkan. Biasanya dia hanya melihat sisi Langit yang jarang bicara, meski kadang ucapan cowok itu nyelekit. Tapi Langit tidak pernah terlihat memiliki emosi. Senyum saja irit, kalau kesal hanya diam.

Bel masuk membuat mereka menghela napas bersamaan. Lega untuk alasan yang berbeda.

"Gue turun dulu," ucap Lovatta lalu lari turun tanpa menghiraukan Langit yang memanggilnya. Dia tidak mau berlama-lama dengan Langit. Hanya mengingatkan kenangan lama dan membuatnya gagal move on.

Sepanjang jam pelajaran olahraga Lovatta lebih banyak diam, dia masih kepikiran soal Langit. Kata-kata langit yang mengatakan menyukainya. Mengingatnya saja sudah membuat jantungnya berdebar. Hal yang paling menyebalkan untuknya, harus mendengar kata-kata itu dan hancur sudah pertahannya yang sudah dia bangun sedemikian rupa.

"Ngelamun aja lo."

"Gue bingung." Lovatta akhirnya menceritakan semuanya pada Via di sela-sela istirahat jam olahraga. Via menggeleng keras, meyakinkan Lovatta untuk segera mencari cowok baru.

"Tapi siapa?"

"Senja."

"Ih, jangan! Jangan yang berhubungan sama Langit."

"Justru itu, biar dia tahu rasa. Marah boleh, tapi ngatain lo kambing itu no no no. Cowok apaan bicaranya kasar sama cewek. Itu udah bibit-bibit cowok nggak baik buat berkeluarga."

"Emang gue nyari cowok buat nikah."

"Emang lo mau pacaran doang?"

"Tapi kan kita masih kecil."

"Masih kecil bukan berarti kita harus milih cowok yang salah buat jadi temen deket. Paham? Lagipula Senja kan udah kasih lampu ijo ngajakin lo nonton, jadi nggak perlu lo duluan yang deketin cowok. Jangan sampai harga diri lo terjun payung di depan cowok lagi."

"Iya juga ya. Ya udah deh, gue iyain aja ajakan Senja."

"Eh, tapi tadi pagi udah gue tolak. Gimana dong?" sambung Lovatta dengan bibir manyun.

"Kalau dia serius sama lo, gue yakin dia nggak akan patah semangat begitu aja."

"Lo yakin?"

"Banget! Kalau lo jadi nonton lo wajib traktir gue es krim."

"Ok sip! Makasih ya Suyung. Love deh gue."

Continue Reading

You'll Also Like

722K 56.1K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.5M 262K 32
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
802 260 29
Di tengah keramaian kota, bisingnya ledakan kemeriahan kembang api, dan sorak setiap orang dalam menyambut tahun baru, masih belum cukup untuk mengge...
1.7M 77.6K 29
(Sudah terbit di GagasMedia) Kamu terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri, mengabaikan dia yang sangat menyayangimu Yang selalu ada untukmu Yang selal...