House of Cards✓

Door dydtedi

8.5K 1.3K 788

Even if you say you see the end Even if you say it will collapse again Even if you say its a useless dream Ju... Meer

Prolog
1st Card
2nd Card
3rd Card
4th Card
5th Card
6th Card
8th Card
9th Card
10th Card
11th Card
12th Card
13th Card
14th Card
15th Card
16th Card
17th Card
18th Card
Secret Card
19th Card
20th Card
21st Card
22nd Card
23rd Card
24th card
25th Card
26th Card
27th Card
Epilog
Author's Card

7th Card

305 52 39
Door dydtedi

Kehidupan selalu punya cara sendiri untuk memberimu kejutan. Entah melalui pertemuan atau bahkan kehilangan. Tidak ada yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan diri, karena jika bisa, akan banyak peristiwa yang batal terjadi. Akan banyak kejutan yang tak memiliki arti.

“Maka tidak perlu berterima kasih, mari kita pertahankan bersama. Pernikahan ini dan juga bayi kita.”

Jihye menatap Hoseok dalam. Mencari kesungguhan dari pandangan laki-laki di hadapannya. Dalam kepalanya muncul pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah Hoseok yakin dengan tawarannya? Apakah Hoseok mengatakan ini bukan karena tertekan? Apakah menerima tawaran Hoseok adalah langkah yang benar?

Belum sempat Jihye mendapat jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang menganggu pikirannya, Hoseok menariknya dalam dekapan. Menghapus semua ragu yang Jihye rasakan. Mengosongkan pikirannya. Sejenak perempuan itu menegang, sedikit waspada. Namun, tidak ada hal lain yang dilakukan Hoseok. Mungkin laki-laki itu hanya berusaha menenangkan istrinya.

“Percayalah padaku,” bisik Hoseok yakin. “Aku minta maaf.”

Tidak ada jawaban dari Jihye. Dia hanya diam, membiarkan Hoseok memeluknya walau tidak terlalu erat. Hari ini semuanya terlalu penuh dengan kejutan. Kehamilannya dan sikap Hoseok sekarang ini, bukankah terlalu tiba-tiba?




Nyatanya, Hoseok sendiri yang saat ini tidak percaya pada dirinya. Mengingat kejadian kemarin, dia mulai memikirkan keputusan tentang mempertahankan pernikahan. Kedengarannya memang tidak ada yang salah, tapi Hoseok tidak begitu yakin.

Ini bukan lagi tentang perjanjian antara dia dan ayahnya, tapi lebih serius dari itu. Komitmen? Mungkin. Hal yang tidak bisa diputuskan dengan terburu. Pernikahannya dengan Jihye yang tidak pernah menjadi keinginan murni dari keduanya. Apakah ini akan berhasil? Atau malah menarik kemungkinan yang lebih buruk untuk hidupnya?

Apakah … jika Hana yang menjadi pasangannya Hoseok akan sebimbang ini?

Sialan! Bahkan perempuan itu sudah mengkhianatinya secara terang-terangan dan Hoseok masih saja sempat memikirkannya.

Hoseok menghirup udara banyak-banyak, sepertinya dia perlu menjernihkan pikiran. Pria itu bangkit dari kursinya dan berjalan masuk ke dapur restoran. Jam makan siang sudah lama berlalu, dapur tidak begitu sibuk. Taehyung adalah orang pertama yang menyadari kedatangan Hoseok. Pemuda itu menyapa dengan senyum kotaknya.

“Bos! Ada sesuatu yang kau butuhkan?” sapa Taehyung ramah, dari balik bahunya Hoseok bisa melihat Seokjin yang tengah sibuk menumis sesuatu.

“Tolong buatkan aku kopi dan antar ke ruanganku,” kata Hoseok singkat, sebelum kembali pergi.

Namun, bukannya Taehyung yang datang mengantar kopi. Sosok Seokjin yang tampan―setidaknya begitu kata para pelanggan remaja, menyapa dengan secangkir kopi pekat dengan asap yang masih mengepul.

“Seseorang kembali punya masalah?” tanya Seokjin, meletakkan cangkir di atas meja, duduk di hadapan Hoseok.

“Setiap orang memang punya masalah masingh-masing kan, Hyung,” balas Hoseok datar seperti biasa. Meraih tatakan cangkir.

“Jadi kali ini apa masalahmu?”

Hoseok tidak menjawab dan memilih menyesap kopinya. Masih panas.

Namun sedetik kemudian, laki-laki itu menatap Seokjin serius. “Menurutmu, Hyung. Apa yang dilakukan seorang pria ketika mengetahui bahwa dia akan menjadi ayah?”

Seokjin mengernyit heran. “Pertanyaan macam apa itu? Tidak ada yang lebih susah?”

“Nanti saja yang lebih susah. Sekarang jawab ini dulu,” ujar Hoseok gemas, tapi malah dihadiahi sentilan pedas oleh Seokjin.

“Istri saja aku belum punya malah kau tanyai bagaimana rasanya menjadi ayah! Tidak sekalian kau tanya bagaimana rasanya melihat anak perempuanku menikah?” omel Seokjin berapi-api. Kini ganti Hoseok yang mengernyit tak terima.

“Kau bilang jika butuh solusi aku bisa datang menemuimu! Sekarang kenapa malah kau yang protes!”

“Memangnya kau butuh solusi tentang apa?” Hoseok diam, pura-pura mengalihkan pandangan. “Istrimu hamil? Kau bingung bagaimana memperlakukannya?”

Tanpa memandang Seokjin, Hoseok mengangguk samar. Seokjin mendengus kesal melihatnya.

“Selamat kalau begitu. Tentang kegelisahanmu, kurasa kau lebih paham bagaimana cara memperlakukan perempuan dengan baik. Deretan mantanmu kan lebih banyak daripada aku!”

“Hyung!” protes Hoseok sekali lagi. “Ini berbeda!”

“Bagian mana yang berbeda? Mantanmu perempuan, istrimu juga perempuan.”

“Ah sudahlah, Hyung. Sepertinya aku salah menceritakannya padamu.”

Bukannya merasa terbantu Hoseok malah semakin pusing. Dengan kesal Hoseok mengangkat cangkir dan kembali meminum kopinya. Lantas mengumpat keras dan menjauhkan cangkir dari tubuh.

“Hyung! Lain kali tolong jangan terlalu panas!”

***

Entah efek hari libur atau karena belakangan memang dia terlalu lelah, hari ini Jihye bangun sedikit terlambat. Perempuan itu membuka mata perlahan, memperjelas pandangan dan tidak menemukan Hoseok di sebelahnya. Beberapa waktu yang lalu pemandangan seperti ini memang bukan hal yang tidak biasa, tapi … tunggu, sudah jam berapa sekarang?

Jihye turun dari ranjang dan mengikat rambutnya asal. Aroma masakan langsung menyapa indra penciumannya begitu ia melangkahkan kakinya ke dapur. Samar-samar didengarnya percakapan dari dua orang yang suaranya begitu ia kenal.

Hoseok dan …?

“Kau sudah bangun, Sayang?”

Jihye tersenyum senang. Bergegas masuk dapur dan memeluk orang yang baru saja menyapanya.

“Kapan ibu datang?” sapanya riang pada perempuan paruh baya yang tengah menyelesaikan masakan. “Kenapa bisa sepagi ini sudah di sini?”

“Kau ini!” Nyonya Han mematikan kompor. “Memangnya tidak boleh ibu mengunjungi anaknya? Pagi-pagi begini malah lebih bagus. Ibu bisa menyiapkan sarapan untukmu. Lagipula kalau bukan suamimu yang menghubungi ibu memberi kabar gembira, kau pasti tidak ingat untuk menelepon orang tua ini!”

Jihye menoleh ke arah Hoseok, tersenyum sebagai ucapan terima kasih. Ternyata laki-laki itu tengah berbincang di ruang tengah dengan Jungkook. Lihat saja setelah ini, mulut sepupunya itu pasti sudah gatal ingin menggodanya.

“Bukan seperti itu, Ibu. Aku hanya tidak ingin ibu terlalu khawatir nantinya,” rayu Jihye.

“Siapa juga yang mau mengkhawatirkan anak durhaka sepertimu?”

“Ibuuu!”

“Pasti selama ini menantuku kerepotan menghadapi sikap keras kepalamu!”

Huh? Yang Benar Saja. Jihye memilih tidak membalas dan membantu Nyonya Han menyiapkan sarapan.

“Heh Noona!  Baru beberapa waktu yang lalu aku minta dibuatkan ponakan, kau langsung mengabulkannya. Kau memang baik!” Jihye hanya memutar bola matanya mendengar itu. Sebenarnya dia cukup merindukan Jungkook belakangan, tapi mulut jahilnya itu benar-benar membuat Jihye gemas. “Dan lagi, kakak ipar memang terbukti unggul!”

“Jungkook!” protes Jihye. Namun, Jungkook malah terkekeh. Dia mengajak tos Hoseok yang disambut kakak iparnya itu dengan mantap. Membuat Jihye kesal.

Benar-benar pembicaraan yang menggelikan dan Nyonya Han hanya tersenyum maklum. Hoseok juga. Kenapa pria itu banyak tersenyum pagi ini? Bisa bercanda dengan Jungkook pula. Padahal jika sedang bersama Jihye auranya selalu serius. Mungkin hanya Jihye saja yang belum begitu mengenal Hoseok. Hoseok juga begitu, kan? Belum begitu mengenal Jihye

“Sudah berapa bulan?”

“Hm?” Jihye yang tengah menata piring di meja makan menoleh mendengar pertanyaan ibunya.

“Sudah berapa bulan kandunganmu?”

“Aerin bilang baru delapan minggu, masih begitu muda.”

“Kau tidak menginginkan sesuatu?”

“Sesuatu?” Jihye mengernyit, tidak paham dengan pertanyaan ibunya.

“Masa begitu saja Noona tidak tahu!” Jungkook tiba-tiba duduk di meja makan, sementara Hoseok mengikuti di belakangnya. “Biasanya orang hamil akan menginginkan hal yang aneh-aneh.”

“Benarkah begitu?” kali ini Hoseok menimpali.

“Iya, Hyung! Temanku bilang saat kakak perempuannya hamil dia diminta memakai selendang dan menari India. Padahal dia laki-laki.” Jungkook bercerita dengan hebohnya. “Jadi kau Han Jihye, jangan punya pikiran menyuruhku melakukan hal-hal tidak masuk akal. Aku tidak akan pernah melakukannya!”

Hoseok sedikit meringis mendengarnya, tapi tak urung juga dia terkekeh geli.

“Siapa juga yang mau menyuruhmu. Lagipula bukankah kata orang keinginan itu bukan murni keinginan ibunya, tapi keinginan si bayi?”

“Kalau begitu aku tetap tidak mau menurutinya sekalipun kau membawa-bawa nama bayimu!”

“He sudah-sudah!” lerai Nyonya Han. “Kalian ini belum sarapan saja sudah punya tenaga lebih untuk berdebat.”

“Jungkook yang memulainya Ibu! Kenapa juga dia tiba-tiba ikut muncul di sini,” cibir Jihye. Dia mulai mengambil tempat duduk di samping ibunya. Di hadapan Jungkook yang mengejeknya dengan juluran lidah.

“Kalau bukan denganku memangnya Bibi bisa menyetir sendiri heh?” timpal Jungkook tidak mau kalah.

Nyonya Han hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan keduanya yang masih seperti anak kecil. Lalu berpaling memandang Hoseok yang masih berdiri memperhatikan interaksi Jungkook dan Jihye.

“Duduklah Hoseok-ah!” tawarnya ramah. Hoseok menurutinya dengan canggung. Ini bukan kali pertama tentunya Hoseok bertemu dengan Ibu Jihye, tapi tetap saja laki-laki itu salah tingkah.  “Jungkook dan Jihye memang seperti itu. Jihye anak tunggal begitu juga Jungkook, jadi mereka dekat sejak kecil.”

Hoseok mengangguk sebagai tanggapan. “Aku juga dengan kakakku dulu seperti itu.”

“Siapa juga yang suka dekat-dekat dengan bocah nakal seperti Jungkook.”

“Sekarang kau berkata seperti itu, dulu jika ada yang menganggu kau pasti mengadu padaku! Mentang-mentang sudah ada suami yang siap sedia menjaga.”

Jihye memilih tidak menimpali yang terakhir. Dia saja tidak yakin jika Hoseok bersungguh-sungguh akan menjaganya. Lagipula dia perempuan kuat, dia cukup bisa menjaga diri sendiri.

Dasar tsundere! gerutu Jihye dalam hati. Jika bertemu saja selalu membuat Jihye kesal, tapi jika sedang jauh perhatiannya tidak main-main. Dasar Jungkook!

“Ibu senang mendengar kabar kehamilanmu, Jihye,” ucap Nyonya Han tiba-tiba. Mengalihkan atensi Jihye. Namun, perempuan paruh baya itu malah menatap Hoseok serius, membuat Hoseok  mendadak gugup. Diraihnya gelas air mineral yang ada di sampingnya.

“Hoseok-ah,” panggil Nyonya Han lembut.

“Ya, Bu?” Hoseok urung meminum airnya.

“Mengingat pertemuan kalian yang awalnya tidak begitu baik dan mengetahui keadaan Jihye sekarang ini. Ibu rasa, Ibu bisa tenang menitipkan Jihye padamu. Tolong jaga Jihye ya.”

Beruntung Hoseok tidak tersedak. Jadi, dia bisa membalas perkataan Ibu Jihye dengan senyum dan anggukan. Dalam hati muncul satu pertanyaan yang menghantuinya.

Menjaga Jihye dengan baik, apakah Hoseok sanggup?


xxxx
Kurang panjang, Bby?
Terima kasih sudah sampai sini💜
Dydte, 19 Juni 2019

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

234 90 29
Banyak yang bilang Amaya sudah gila, dia sering raib entah kemana, atau meskipun ada di rumahnya pikirannya sibuk melanglang buana, satu orang yang d...
492K 5.2K 87
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
35.4K 3.5K 46
Terbit Januari 2022! Untuk pemesanan, isi formulir di bit.ly/novelharicatra Jika bisa kamu temukan Nagapuspa, lotus emas yang tumbuh di atas batu dan...
1.4M 81.6K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...