Interest

By Melliy1

136 36 2

Jika kita menyukai seseorang namun ternyata dia bukan jodoh kita, apa benar Allah telah menyiapkan seseorang... More

1. About Salmaya Putri
2. Bersyukur Dulu
3. Gulat Di Malam Hari
5. Ada Apa Dengan Hari Pertama?
6. Suara Menjijikan Dalam Telepon
7. Koleksi Wanita
8. Hamil Anak Erlan

4. New Job

12 3 0
By Melliy1

“Wan, jangan lupa meja nomer lima kosongin jam dua nanti ya.” Gio berkata kepada Wawan yang sedang mempersiapkan resto untuk buka.

Gio memang tidak berhak atas resto ini karena orang tuanya belum menyerahkannya secara langsung. Namun bukan berarti Gio lepas dari tanggung jawab resto ini, dia justru yang bertanggung jawab sepenuhnya dengan apapun yang terjadi yang berkaitan dengan tempat ini.

“Ashiap. Tumben ada yang booking tempat.”

“Alhamdulillah. Itu artinya Moro Resto udah mulai di kenal banyak orang. Harusnya bersyukur dong, Paijo.” Lulu menyeletuk asal.

“Gue kan cuma nanya, Maesaroh.”

“Ya, pertanyaannya gak bermutu gitu.”

“Suka-suka aku dong masa suka-suka kamu.” Sahut Wawan tak mau kalah. Lulu dengan Wawan memang hobi sekali beradu argumen. Tak jarang sampai berujung perdebatan.

“Gitu aja terooss, sahut-sahutan sampe kiamat.” Mamak Jupi tiba-tiba keluar dari arah dapur dengan celemek yang melekat di badannya yang gemuk. Mendengar anak buah dari anaknya ribut ia tak sabar ingin mengomeli mereka. Dia heran mengapa putranya masih saja mempekerjakan mereka yang tiada hari tanpa debat.

“Sadis amat, Mak.” Jawab Wawan dengan sedikit kekehan.

“Udah ah kalian gak usah ribut gitu kayak anak kecil.” Ujar Gio.

“Dedek kan emang masih kecil kakak.” Ujar Wawan dengan wajah melas. Hal itu justru membuat siapa saja yang melihatnya pasti akan merasa ilfeel.

“Jijik gue, Wan.” Kata Gio sambil bergidik.

Pria berbadan tegap itu kemudian pergi ke dapur menemui Maya. Dilihatnya gadis berkerudung dengan warna capucino yang di padukan dengan setelan sederhana sedang mempersiapkan dapurnya. Sesekali gadis yang sudah dianggap sebagai adiknya membenarkan letak kerudungnya.

“May, hari ini ada yang booking tempat kita. Jadi lo harus masak makana yang enak ya,” ucap Gio menarik sebuah kursi dan mendaratkan pantatnya disana.

“Emang masakan gue biasanya gak enak ya?”

“Ya kalo masakan lo gak enak gak bakal gue tempatin di dapur.”

“Maksud gue yang lebih enak. Yang lebih pro dari biasanya.” Gio menghela napas yang malah dibalas cibiran oleh Maya.

“Tumben-tumbenan resto ada yang booking.” Ceplos Maya.

“Persis kayak Wawan. Dia tadi juga komen begitu. Bookingnya sih udah beberapa hari yang lalu cuma gue lupa ngasih tau lo.”

“Terus hari ini resto gak di buka untuk umum?”

“Ya tetep buka dong. Cuma meja nomer lima kita privat.” Itu artinya dia harus bersiap-siap bertemu dengan kata ‘lelah’.

🌱🌱🌱

Hari sudah agak siang. Pengunjung mulai berdatangan ke Moro Resto sedikit demi sedikit. Ada yang hanya bersama pacar, sanak saudara, gebetan dan lainnya. Hal ini membuat semua karyawan mulai kalang kabut menghadapi konsumen yang memanggil dari berbagai arah karena Moro Resto tidak mempunyai banyak karyawan.

“May, konsumen di meja nomer lima minta menu andalan kita nih.” Wawan menyerobot ke dapur yang didalamnya sedang ramai orang memasak.

“Emang kita punya menu andalan?”
Tanya Wawan dengan bulir-bulir keringat yang mulai membasahi pelipisnya.

Maya mengeryit.

“Kita kasih masakan baru gue aja gimana?” Usul Maya.

“Masakan baru?” Maya mengangguk antusias.

“Mak Jupi, Maya mau ngasih konsumen masakan barunya.” Wawan sedikit berteriak agar Mamak Jupi mendengarnya. Bisa gawat kalau menyajikan makanan baru tanpa konfirmasi dari yang punya resto.

Tak lama kemudian Mamak Jupi datang dan menanyakan banyak hal tentang makanan baru yang di buat Maya. Setelah mencicipinya Wawan diperbolehkan membawanya kehadapan konsumen.

“Mbak May, di suruh kedepan noh sama konsumen. Katanya pengin ketemu Mbak Maya yang bikin masakan di meja nomor lima.” Jesi, seorang pramusaji datang menghampiri Maya.

“Ngapain?” Jesi hanya mengangkat kedua bahunya kemudian berlalu dari hadapan Maya.

Mampus gue. Kalo sampe kena komplain bahaya nih. Batin Maya.

Maya menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan-pelan. Ia lakukan beberapa kali agar dirinya tenang dan siap dengan apapun yang terjadi meskipun itu nantinya berupa komplain pedas konsumen.

Kakinya pun mulai melangkah keluar dapur menuju ruangan depan dimana biasanya para pelanggan berdiam diri dan menikmati hidangan di Moro Resto. Kedua tangannya yang berada di samping badannya tak lepas dari ujung bajunya. Jari-jarinya terus meremas ujung bajunya tanda hatinya sedikit gelisah.

“Permisi, ada yang mencari saya?” Maya berucap pelan takut tidak sopan.
Semua orang yang ada di meja nomor lima sontak menoleh. Ada sekitar empat orang dan dua diantaranya sudah tampak berumur dan sepertinya adalah sepasang suami istri. Maya sempat terkejut karena semua yang disana berpakaian formal dengan setelan jas.

Pasti orang gede semua nih. Pikirnya.

“Jadi, kamu yang bikin makanan ini?” Tanya seorang wanita yang di taksir umurnya sekitar 50 tahun. Pandangannya menelisik ke sosok Maya yang sedang berdiri di depannya.

“Iya, Bu.” Jawab Maya lirih.

Jujur sebenarnya dia takut akan mendapat komentar negatif atas makanan barunya. Dulu ia pernah sekali menyajikan hidangan baru kepada konsumen tanpa izin Mak Jupi atau pun Gio dan langsung mendapat respon buruk. Konsumen itu mengatakan bahwa makanannya tidak enak dan tidak pantas di santap. Dari kejadian itu dirinya belajar untuk berhati-hati jika sudah berurusan dengan konsumen.

“Bener?” Giliran pria disebelahnya bertanya yang Maya tebak adalah suami dari wanita tadi.

“Iya.” Maya mulai menundukan kepala seperti sedang mengheningkan cipta. Tangannnya tak henti-hentinya memegangi ujung bajunya.

“Kami semua suka masakan kamu.” Seketika Maya mengangkat kepalanya. Sebuah senyuman langsung terbit dari wajahnya.

“Iyakah? Terima kasih.” Mereka semua tersenyum.

“Mungkin tempat ini bisa menjadi referensi masakan rumahan kepada teman-teman kantor.” Ujar yang lainnya yang kemudian disetujui oleh yang lain.

“Kalo saya mau makan disini lagi boleh?” Seorang pria yang masih muda nampak bertanya. Jas hitam dan kemeja putih yang disertai dengan dasi senada membuat Maya sedikit takjub saat pertama kali melihatnya.

“Boleh dong. Kami juga menerima catering lho. Kalo Bapak dan Ibu mau ada acara bisa pakai catering kami. Rasanya insyaalloh gak mengecewakan.” Jawab Maya semangat. Rasa takutnya pergi seketika ia mendengar pujian atas masakannya.

“Makanan yang kami buat juga steril lho semisal Bapak atau Ibu ada yang mempertanyakan kebersihannya. Semua kami usahakan semaksimal mungkin untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Karena bagi kami, costumer is king.”Celoteh Maya panjang.

Anjir! Kenapa gue jadi kayak sales panci ya?

“Bagus ya. Saya juga suka sama tempatnya. Meskipun gak luas tapi tetep nyaman dan enak di pandang.”

“Bisa jadi langganan disini nih kalo kangen masakan rumah.”

“Apa nama makanan ini? Saya baru menemukannya disini.” Salah satu diantara mereka bertanya.

“Untuk makanan yang ada di meja ini saya gak tau namanya. Saya iseng aja bikin makanan ini. Eh, hasilnya gak buruk, malah kalian suka.”

Maya tersenyum lebar. Baru kali ini dirinya mendapat pujian secara langsung, eh salah, maksudnya resto yang mendapat pujian.

“Semua kami lakukan dengan baik untuk konsumen. Asal jangan lupa bayar aja. Kalo hutang atau nyicil boleh.” Maya sontak mengatupkan mulutnya saat sadar kalimat terakhir yang baru mulutnya lontarkan.

Semua orang di meja itu tertawa. Maya jadi malu sendiri.

“Kamu lucu juga ya.” Timpal wanita tadi yang usianya berkisar 50 tahun. Maya tersenyum canggung.

Setelah berbincang-bincang sebentar, Maya pamit undur diri. Rasanya tak sopan seorang tukang masak berada di depan dalam waktu yang lama. Ia kemudian melanjutkan kegiatan memasaknya yang sempat tertunda. Sesampainya di dapur ia mendapati Mak Jupi yang sedang kewalahan mengurus semua pesanan.

“Aduh kasian banget, Mak. Sini Maya bantuin,” Maya segera membantu wanita berperawakan sedang itu.

🌱🌱🌱

“Mbak Maaaayy,”

“Berisik kali, Jes! Gue baru bisa napas nih dari tadi orderan masuk mulu.” Maya yang baru saja menyenderkan punggungnya langsung terganggu dengan kehadiran Jesi beserta teriakannya yang melebihi speaker masjid.

“Itu ada yang nyariin.” Kata Jesi.

“Siapa?” Maya ingat bahwa dirinya tak mempunyai janji dengan siapa pun. Memang siapa dirinya? Pejabat pemerintah atau menteri yang harus membuat janji dulu sebelum bertemu.
Jesi mengendikan bahunya.

“Tapi ganteng lho, Mbak. Pacarnya Mbak Maya?”

Pacar? Maya tidak mempunyai pacar. Kalau teman lelaki banyak semasa dirinya masih sekolah. Itupun hanya sebatas teman.

“Siapa sih? Gue jadi penasaran,”

“Lho bukan pacar ya? Orangnya ada di meja nomer lima.” Maya kemudian teringat akan meja nomor lima, meja yang tadi di duduki oleh orang-orang besar berkantong tebal pastinya.

Maya membenarkan letak kerudungnya yang sedikit berantakan. Ia juga melepas celemek yang sudah kotor yang sedari tadi mengikat tubuhnya. Dia hanya ingin terlihat rapi meskipun aslinya berantakan.

Maya menatap seorang pria yang sedang duduk sendirian di kursi yang terbuat dari kayu. Lelaki tersebut tampak sedang anteng memainkan ponsel yang Maya taksir harganya puluhan atau bahkan ratusan juta.

Rambutnya yang tertata rapi disertai dengan setelan jas hitam dengan kemeja putih. Oh dan tidak lupa jangan tangan berwarna hitam yang melingkari pergelangan tangannya menambah kesan menawan.

Astaghfirullah mata gue.

“Permisi, bapak yang mencari saya?” Lelaki yang sedang duduk itu lalu mendongak. Kemudian menatap Maya dari atas sampai bawah dengan tatapan menelisik.

Ini orang gak pernah liat manusia ya? Gitu amat ngeliatin gue, dari atas sampe bawah terus diulag lagi dari atas sampe bawah. Gitu aja terus sampe Dakota Jhonson jadi mualaf.Gerutu Maya kesal dalam hati.

“Oh, saya salah orang ya? Maaf.” Maya sedikit membungkukan badannya untuk menghormatinya. Kemudian ia membalikan badannya hendak pergi meninggalkan pria itu.

“Tunggu,” sebuah suara datang dari arah belakang tubuhnya. Kakinya yang belum sempat melangkah pun kembali berbalik membuta Maya kembali menghadap sosok pria yang menurutnya mungkin sedikit menawan.

“Saya yang cari kamu.” Ungkapnya kemudian.

“Bapak ada keperluan apa ya nyari saya?” Maya memang begitu orangnya. Tidak terlalu suka berbasa-basi.

Pria di depannya lalu menyuruh Maya duduk.

“Begini, saya suka masakan kamu yang tadi di hidangkan. Karena saya lebih suka masakan rumah untuk sarapan dan makan siang jadi saya sedang butuh asisten rumah tangga khususnya yang bisa masak,”

Lho, emangnya ada asisten rumah tangga yang gak bisa masak? Maya heran sendiri.

“Berhubung asisten rumah tangga saya sedang libur untuk beberapa bulan, saya ingin meminta kamu untuk bekerja di rumah saya. Tugas kamu hanya membuatkan makanan untuk saya setiap pagi dan sore. Kalau masih ada waktu kamu bisa membersihkan beberapa tempat di dalam rumah saya. Setelah tugas kamu selesai kamu bisa berangkat untuk bekerja disini.”

Otak Maya langsung bekerja untuk berpikir.

“Soal gaji nanti saya langsung transfer ke rekening kamu kalau kamu sudah fix bekerja dengan saya.” Imbuhnya.

Akhir-akhir ini memang Maya sedang banyak pengeluaran. Mulai dari SPP untuk Panji, buku-buku untuk kedua adiknya yang masih SD, uang jajan, uang hidup sehari-hari dan masih banyak lagi. Ini merupakan suatu tawaran yang menggiurkan bagi dirinya disaat keadaan ekonominya sedang buruk.

Apa gue gak kecapekan ya?

“Gimana?”

Maya masih bingung. Antara harus menerima pekerjaan ini untuk mencukupi kehidupan atau menolak agar tubuhnya tidak ambruk. Karena resto ramai pengunjung setiap hari dan Maya selalu pulang larut malam, hal itu yang menjadikannya pertimbangan. Dia takut tubuhnya tidak kuat untuk bekerja setiap hari daripagi buta sampai larut malam.

“Kamu hanya bekerja selama tiga bulan. Karena selama itu pula asisten saya libur. Setelah tiga bulan kamu boleh keluar.”
Maya masih bimbang.

“Jadi?”

Bismillahirohmanirohim. Niat ingsun nyari duit tambahan buat biaya sekolah anak-anak. Semoga kondisi badan bisa diajak kompromi setiap hari Ya Alloh. Aamiin.

Maya mengangguk. “Saya terima tawaran Bapak.”

Pria muda di depannya ini tampak menyunggingkan senyumnya. “Baik. Kalau begitu kamu bisa bekerja mulai besok. Ini alamat saya dan kunci rumah saya. Saya berangkat ke kantor jam setengah delapan jadi usahakan kamu sudah menyiapkan sarapan untuk saya sebelum jam itu.”

“Bapak yakin kasih kunci rumah Bapak ke saya?”Maya menatap benda logam yang tergeletak diatas meja di depannya.

Pria itu mengangguk. “Memang kenapa?”

“Bapak gak takut kalo saya orang jahat terus merampok semua isi rumah Bapak?” Tanya Maya. Dia hanya heran, baru kali ini ada orang yang baru dikenal mempercayakan sesuatu yang cukup besar baginya dalam waktu singkat.

“Gampang. Kalo itu terjadi saya tinggal lacak kamu mulai dari tempat ini.” Dirinya baru tersadar akan hal itu.

“Lagian saya percaya sama kamu.” Sambungnya.

“Baiklah, saya masih ada acara. Jadi saya harus pergi.” Pria di depannya tampak berdiri yang membuat Maya reflek ikut berdiri.

“Terima kasih Pak....”

“Yudha. Nama saya Erlan Prayudha.”

“Terima kasih Pak Yudha. Besok saya akan mulai bekerja.” Setelah berpamitan sosok jangkung di depannya langsung lenyap setelah melangkah melewati pintu keluar.

Dan mulai besok Maya harus mempersiapkan staminanya karena mulai besok tubuhnya akan mulai merasakan lelah yang luar biasa.

🌱🌱🌱

Continue Reading

You'll Also Like

56.7K 411 30
[Follow akun ini dulu, untuk bisa baca part adegan dewasa dalam cerita} CERITA DEWASA 21+ Bagi Kerzon Parker, perbedaan usianya dengan Anlexia Davis...
68.3K 11.9K 48
Ketika hidup seorang SHANILA ADIRA yang hancur semenjak Ibu dan Adik tersayang nya harus meninggalkan nya karena kecelakaan mobil beruntun, Tiba-tiba...
394K 2.8K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
753K 23.5K 72
Elia menghabiskan seluruh hidupnya mengagumi sosok Adrian Axman, pewaris utama kerajaan bisnis Axton Group. Namun yang tak Elia ketahui, ternyata Adr...