Cinta Datang Terlambat

By iyonhinometal

87.3K 2.4K 86

Aku ingin menunjukkan padamu, bahwa dalam setiap kisah cinta, tak selalu berakhir seperti yang diharapkan. Ka... More

Prolog
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
Halo Readers
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
73
74
75
Story about people
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88

72

456 13 4
By iyonhinometal

“RIVAAAAA.......”

Teriakan Iran terhenti begitu melihatku sedang makan bersama Kak Andra. Aku sendiri lantas berhenti menyuap begitu melihat Iran, Lita, dan Icha berdiri di depan pintu ruang UKS.

“O em jii,” mereka bergumam sejenak. Tidak percaya dengan yang dilihatnya. Sama, aku juga nggak percaya kalau aku bisa makan bareng Kak Andra seperti ini.

“Eh, ngapain bengong di situ? Masuk kelesss,” ujarku setelah berhasil menguasai diri.

Kulirik Kak Andra sekilas. Ia terlihat membereskan kotak makannya karena memang ia sudah selesai makan, lalu berdiri menuju meja tempatnya menulis tadi. Iran, Lita, dan Icha lantas berjalan menghampiriku.

“Lo kenapa, Beb?” tanya Icha menempelkan punggung tangannya pada dahiku. Meraba suhu tubuhku.

“Gue gak demam kok, Cha. Tadi gue pingsan aja trus kepala gue sakit,” jelasku.

“Ya ampun Va, tadi gue khawatir tau gak sih selama belajar? Gak konsen gue,” ujar Iran khawatir sambil merangkulku.

“Lo gimana sekarang? Kepala lo masih sakit gak?” tanyanya mengamatiku.

Aku menggeleng sambil tersenyum pelan.

“Udah baikan kok. Tadi gue abis minum obat juga.”

Iran lalu mencuri pandang ke arah Kak Andra. Matanya menyiratkan banyak pertanyaan, tapi ia belum berkomentar apa-apa.

“Eh Va, lanjut makan aja, gak papa,” sahut Lita menunjuk makananku, “Tanggung tuh dikit lagi. Biar lo cepet sembuh.”

Aku mengangguk. Dalam dua suapan, makananku sudah habis tak bersisa. Lita membantuku membuang kotak nasi itu di tempat sampah di dekat meja Kak Andra. Cowok itu tengah menulis lagi, melanjutkan aktivitasnya yang tadi saat aku belum siuman.

“Jadi lo masih harus istirahat di sini, Va? Kapan bisa balik ke kelas?” tanya Iran.

Aku mengangkat bahu, tapi kemudian Kak Andra menyeletuk, “Kalo gak ada keluhan lagi, Riva udah boleh ke kelas.”

Kami berempat kompak menoleh ke arah Kak Andra. Ia masih tetap menulis.

“Beneran, Kak?” tanyaku memastikan.

Kak Andra menoleh sejenak padaku. “Kamu kan udah makan, jadi udah aman.”

Ketiga cewek di hadapanku saling berpandangan. Aku hanya manggut-manggut, lalu turun dari ranjang UKS. Tepat saat itu Kak Diana sudah kembali ke ruangan. Benar dugaanku, saat kulirik Iran, ia sama terkejutnya denganku saat melihat Kak Diana.

“Gimana, Riva? Udah baikan?” tanya Kak Diana tersenyum manis.

Aku mengangguk. “Udah Kak. Aku pamit balik ke kelas ya Kak.”

“Okey. Tapi kalo ada apa-apa, langsung ke UKS lagi aja ya.”

Aku mengangguk lagi. Setelah itu aku meminta Iran, Lita, dan Icha untuk segera keluar dari ruang UKS. Baru sedetik menghirup udara luar, Iran langsung bertanya tanpa basa basi, “Va, kok bisa.....?”

“Ssssst, nanti gue jelasin. Jangan di sini tapi,” aku menempelkan telunjuk di depan bibir, meminta Iran untuk tidak berisik.

“Gimana kalo ke kantin aja? Ini kan jam istirahat,” seru Icha, dijawab dengan anggukan kami serentak.

“Tapi gue pesen minum aja, gue kan udah makan.”

“Iyaaaa, yang sakit mah bebas!”

Baru selangkah dua langkah, seseorang memanggilku dari belakang.

“Va...” panggil Kak Ian.

Aku berbalik. Kak Ian bersama seorang temannya berjalan menghampiri kami.

“Va, kita bertiga duluan deh ya ke kantin, biar bisa mesan duluan. Lo mau minum apa?” tanya Iran.

“Es teh manis aja, Ran,” jawabku.

“Oke. Duluan ya Kak Ian,” Iran pamit sambil mengajak Lita dan Icha cabut ke kantin.

Kak Ian mengangguk sejenak kemudian kembali menatapku.

“Va, kamu gak papa?” tanya Kak Ian khawatir. Aku menyengir pelan seraya mengangguk.

“Mmm.. sori Va untuk kejadian tadi,” kali ini teman Kak Ian yang bicara.

Aku mengerutkan dahi begitu menatapnya.

“Sori kenapa?” tanyaku heran.

“Jadi tadi kamu pingsan karena Erik yang ngelempar bola keras banget sampe kena kepala kamu, Va,” jelas Kak Ian.

Aku memandang mereka bergantian. Waduh, aku jadi bingung mau merespon apa. Mau marah tapi gimana ya?

“Riva, gue minta maaf, sori banget ya. Btw tadi juga kayaknya lo kayak ngelamun gitu sambil liatin anak-anak main. Ada something, Va? Atau lagi nyari seseorang?” tanya Erik dengan tampang menyesal.

Aku cepat-cepat menggeleng. Nggak mungkin aku bilang tadi sedang mencari Kak Ian. Ya ampun malu-maluin banget.

“Oh..eh gak papa kok, namanya juga kecelakaan. Lagian gue juga udah gak kenapa-napa kok,” aku menyengir beberapa saat.

“Beneran Va? Kepala kamu gimana?” tanya Kak Ian. Matanya mengamati kepalaku.

Aku menggeleng lagi. “Gak papa Kak. Tadi udah minum obat kok, jadi langsung sembuh.”

“Beneran? Gue gak enak banget jadinya,” kata Erik lagi, “Atau gini aja Va, sebagai permintaan maaf, gue bakal bantu nyatet pelajaran lo tadi biar lo gak usah capek-capek nyalin catatan lagi gara-gara gak masuk.”

Aku menggeleng lagi, kali ini sambil tertawa.

“Yaampun gak usah, beneran. Udah santai aja. Gak bakal gue tuntut juga kok.”

“Yaudah Va, kalo gitu kamu lanjut ke kantin aja. Kamu butuh asupan biar kuat.”

“Kak Ian sama Erik gak ke kantin?” tanyaku heran.

“Nanti Va, kita mau ke ruang basket dulu.”

Aku manggut-manggut. “Yaudah aku duluan ya Kak, Rik. Dah.”

“Dah, Va.”

Sesampai di kantin aku bergegas menghampiri meja Iran. Untung saja pesananku sudah ada, jadi aku tinggal duduk manis dan langsung menyeruput minumanku.

“Eh Va,” tegur Iran, “Gue penasaran, asli, sumpah, beneran!”

“Iya, gue juga,” Icha mengangguk setuju.

“Kak Andra kok bisa bareng lo di UKS?” tanya Iran to the point, “Makan bareng segala lagi.”

“Yaelah Ran, Cha, Lit, kalian lupa ya, Kak Andra kan anak PMR, dan hari ini tuh jadwal piketnya dia di UKS,” aku tergelak saat menjawab. Ada-ada saja.

“Trus soal makan bareng itu gimana?” tanya Iran lagi.

“Iyaaa, jadi kan Kak Andra itu sebenarnya piket berdua ama Kak Diana, cewek yang tadi itu loh. Jadi Kak Diana beliin gue makanan tadi soalnya kan gue abis minum obat jadi harus makan juga. Waktu mau makan, Kak Diananya pamit pengen ke toilet, jadi Kak Andra yang jagain gue. Dia juga sekalian makan,” jelasku.

“Eh iya, soal Kak Diana, dia bukannya pacarnya Kak Andra ya?” tanya Iran bingung, teringat Kak Diana.

“Serius lo mereka pacaran?” tanya Lita kepo.

Iran manggut-manggut. “Iya kan, Va? Dia kan yang pernah kita liat lagi mojok berdua ama Kak Andra di kantin? Inget gak lo?”

Aku mengangkat bahu, tanda tidak tahu.

“O em jiiii... mereka pacaran dan lo satu ruangan sama mereka di UKS tadi?” Icha menatapku prihatin.

“Ngg... sebenarnya gue bingung sih, soalnya tadi itu pas Kak Diana bilang mau ke toilet, katanya dia mau nelfon ayang bebebnya. Nah, setau gue kan ayang bebeb itu pacar ya kan, trus Kak Andra siapanya dong?” tanyaku meminta pertimbangan.

Iran, Lita, dan Icha hanya saling berpandangan sambil mikir-mikir.

“Kok gue juga bingung ya kalo dia ngomong gitu?” Iran mengetuk-ngetuk kepalanya sejenak, “Ah, tau ah, pusing gue kalo mikir senior satu itu. Ribet! Eh, tapi yang penting lo gak diapa-apain kan Va, ama si rese itu? Lo gak disinisin lagi kan? Dia gak bikin tensi lo naik kan?”

Aku menggeleng. Memang sih cara ngomong Kak Andra cukup rese tapi anehnya perlahan aku mulai merasa biasa dengan sikapnya. Seolah itu memang sudah diri Kak Andra dari sananya. Huft, tau ah, gelap!

***

Continue Reading

You'll Also Like

43K 5.7K 11
Punya kakak yang tengilnya sampai ke tulang tulang? Gimana rasanya? Tanya ke (name)! ⚠️ Hati-hati, katanya ini mengandung banyak gula. Start: 30 Mare...
36.8K 4K 61
Judul Asli : 和前男友的死对头闪婚 Author : Zhuge Jin Genre : Comedy, Drama, Josei, Romance Sinopsis: Ning Qingqing dan Shen Zhiqian telah berkencan selama 9 ta...
2.1K 49 4
Prolog Berisikan Cerita panjang
4.9K 193 23
Kisah dua orang sahabt yg selalu bersama" dan tidak pernah terpisahkan tetapi karena salah satu diantara mereka mencintai sahabatnya sndiri apakah me...