API TAUHID (HIATUS)

By Sissy_NH

15.4K 431 25

karya Habiburrahman El Shirazy API TAUHID cahaya keagungan cinta sang mujaddid . . karya Habiburrahman El... More

1. Empat puluh kali khatam

2. subuh di Madinah

5.7K 237 16
By Sissy_NH

Subuh bernafas. Hembusan angin musim dingin mengalir menerpa batu-batu terjal Jabal Uhud. Angin itu lalu menyebar menciptakan kesejukan di seluruh penjuru madinah. Bukti rumah yang biasanya ramai peziarah tampak semi lengang. Kawasan Uhud terasa sunyi. Namun suasana di masjid Nabawi sudah hangat dan penuh oleh ratusan ribu umat manusia yang khusyuk menumpahkan rindu kepada Baginda nabi.

Suasana di dalam prince Mohammed Bin Abdulaziz Hospital juga tampak lengang. Disebuah kamar tampak seorang pemuda terbaring di ranjang dan disampingnya dua orang pemuda menungguinya. Sudah hampir dua puluh jam Fahmi pingsan dokter yang memeriksa penyakit Fahmi bisa terjelaskan jika hasil laboratorium darah Fahmi telah keluar.

"Ya Allah dengan cinta kami kepada Baginda Nabi dan dengan cinta kami kepada para syuhada Uhud, berilah kesembuhan untuk saudara kami tercinta, Fahmi. Sadarkan dia jangan engkau uji dia dengan sakit yang ia tiada kuat menanggung nya. Beri dia afiyah di dunia dan akhirat. Aamiin."

Tulus ikhlas Ali mendoakan teman satu kamar nya itu setelah shalat subuh.
"Inna lillah"desis subki melihat selang infus
Ada apa, sub???
"Infusnya habis, darah Fahmi naik ke selang".

Ali melihat selang infus, ia kaget. Dengan cepat ia menekan tombol memanggil perawat. Tak lama seseorang perawat datang. Perawat itu berwajah Asia Selatan, mungkin dari India, Pakistan, atau Bangladesh.

"Fi eh"? (Ada apa)
Tanya perawat itu
"Suf"! (Lihat.,!) Jawab Ali sambil menunjuk ke selang yang kini tampak merah menyala. Wajah Ali dan subki tampak cemas. Perawat itu membaca guratan wajah dua mahasiswa Indonesia.

"La takhaf lahzhah"! (Jangan takut,. Sebentar!)
Kata perawat itu menenangkan lalu meninggalkan mereka berdua tak lama kemudian ia datang lagi dengan membawa botol infus yang baru.  Dengan cekatan perawat itu mengganti infus yang telah kosong dengan infus yang baru.

Setelah dirasa beres, perawat itu bergegas meninggalkan kamar, tapi begitu sampai di pintu ia menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Ali dan subki.
"Shallaitum?" (Kalian sudah sholat)
"Alhamdulillah, khalash shallaitum". (Sudah kami sudah sholat) Perawat itu tersenyum kepada dua mahasiswa itu dan pergi.

Dari mana dia, ramah sekali dari India atau Pakistan?? Tanya subki
Tak tahu pasti. Mungkin malah dari Bangladesh. Iya, ada juga brother kita dari daerah sana yang ramah. Nanti kita tanya dari mana dia.

Subki memandangi wajah Fahmi yang masih belum juga siuaman. Ia memegang tangan Fahmi seraya lirih berdoa.
"Allahuakbar rabbannas adzhibil ba'sa istri antasy Syafi ia syifa'a Illa ayufa'uka syifa'a ia yughadiru saqama."(1)
Ali mendekat dan mengamati wajah fahmi.
Mukanya tampak lebih cerah kemarin pucat banget. Gumam Ali.
Iya mungkin karena kemarin dia boleh dikatakan kekurangan nutrisi sekarang sudah diinfus jadi mukanya lebih cerah meskipun tetap saja aku merasa iba melihatnya. Tukas subki

Ali mengangguk.
Aku tadi malam berfikir "mungkin yang dikatakan Hamzah ada benarnya. Sambung subki
Perkataan Hamza yang mana?
Yang dia katakan mungkin Fahmi menyimpan masalah yang berat.
Rasanya tidak sub. Saya teman sekamar dia. saya teman dia sejak di pesantren dia selalu cerita kalau ada masalah.
Ali Manarik nafas lalu melanjutkan, "yang kulihat diri Fahmi tak lain adalah keinginan yang sangat besar untuk menorehkan sebuah sejarah untuk dirinya. Dia memang suka begitu. Saat di pesantren dulu. Masih kelas dua Tsanawiyah dia sudah hafal Aliyah. Hafal ngelothok, sub. Terus dia terpanas nazham jauharul makmum. Belum lulus Tsanawiyah dia juga sudah hafal semua. Saat di Aliyah selama dua tahun di khatam Al-Qur'an tiga puluh juz. Kadang-kadang saya sendiri yang geleng-geleng kok ada manusia zaman sekarang yang seperti ini. Ketika banyak anak muda lebih sibuk menghafal lagu penyanyi A atau penyanyi B dia sejak remaja sudah asyik sibuk menghafal karya para ulama."

"Kau lebih mengenal dia dibandingkan diriku,Li."

Langit Madinah bagai kanvas putih dengan sapuan lukisan kemerahan. Di ufuk timur mentari perlahan merekah seumpama bunga mawar merah yang merekah di musim semi. Sinar merah mula-mula menyepuh bebatuan dipuncak Jabal Uhud. Lalu menyepuh puncuk-puncuk menara masjid nabawi. Lalu perlahan menyepuh kubah hijau diatasi maqbarah Rasulullah Saw. Warna merah beberapa jurus kemudian berubah menjadi warna oranye kekuningan. Lalu sempurna lah sinar putih terang. Dan seantero tanah Madinah terpapar hangatnya sinar matahari yang jernih keperakan.

Fahmi masih terbaring, ditunggui Ali dan subki. Ali tampak berjuang melawan rasa kantuk yang menyerangnya. Sementara subki membaca koran berbahasa Arab. Ruangan itu dicekam hening beberapa saat lamanya. Tiba-tiba subki mendengar suara lirih menyebut-nyebut nama Allah.
"Allah..,... Allah.....!"
Itu bukan suara Ali.

Subki langsung menghentikan bacaannya dan melihat wajah Fahmi. Keduan matanya masih merem, tapi bibirnya tampak bergerak dan bergetar.
"Allah..,... Allah.....!"
Muka subki langsung cerah. Ia membangun Ali yang tertidur sambil duduk.
"Li...Ali bangun, Li!
Ali bangun tersentak kaget, "A..dan apa sub..?
"Li, lihat itu Fahmi mulai sadar. Lihat bibirnya bergetar mengucap dzikir."
Ali mengamati muka Fahmi dengan seksama.
"Allah.... Allah...."lirih Fahmi.
Alhamdulillah, dia mulai sadar.

Perlahan kedua mata Fahmi terbuka. Sesaat kedua mata itu terbuka dan ia seperti belum sepenuhnya sadar dimana kini ia berada. Begitu ia melihat Ali dan subki dan sepenuhnya ia sadar tidak berada di dalam masjid Nabawi, Fahmi berkata pelan.
"Bawa aku ke masjid".
"Ssst... Tenang, mi, jangan bergerak dulu dan jangan banyak bicara dulu. Alhamdulillah kau sudah siuman setelah pingsan  hampir dua puluh empat jam." Jawab Ali

"Aku pingsan".,??
"Iyah."
"Tapi tolong, Li, bawa aku kembali ke masjid. Aku mau selesai kan iktikaf-ku."

"Tubuhmu memiliki hak, mi. Kalau kau paksakan iktikaf lagi dan kau paksakan harus khatam empat puluh kali secara maraton begitu. Sakitmu bisa tambah parah, mi."

"Aku tidak sakit."
Fahmi mencoba bangkit. Tapi baru beberapa sentimeter dia mengangkat kepalanya ia seperti kehilangan tenaga.
"Li, kenapa diriku ini, Li? Kenapa aku tidak bisa bangkit.?"

"Karena kau masih sakit."
"Sakit apa aku, Li."
"Dokter juga belum tahu kau sakit apa. Semoga saja seperti yang kau katakan. Kau hanya kelelahan."
"Aku berharap kalau aku sakit, sakitku ini akan berujung pada kematianku dikotak nabi ini."
Ali dan subki kaget bukan kepalang.

"Apa mi, kau ingin mati?"
Fahmi mengganguk pelan.
"Tidak boleh itu, mi. itu bisa bermakna iktikaf mu selama ini bagian dari upaya bunuh diri. Haram itu, mi. Istighfar mi, istighfar."tegas subki.
Fahmi menggeleng pelan.

"Saat iktikaf tidak ada niat pun aku ingin bunuh diri. Tidak mungkin itu aku lakukan. Aku orang beriman. Tapi saat ini saat aku sakit, aku berharap sakitku ini menjadi sebab mati syahid ku di tanah Madinah, ini. Bukankah orang mati saat menuntun ilmu karena Allah bisa dinilai mati syahid"?.
Ali dan subki diam tidak menjawab.

"Bukankah dalam sebuah hadist, Baginda nabi Muhammad Saw. Pernah mendorong umatnya, kalau bisa memilih tempat untuk mati maka kita diminta memilih mati di Madinah ini?" Lanjut Fahmi.
"Memang ada hadis seperti itu?" Tukas subki.
Ali menjawab, "ada sub".
"Nabi bersabda, "barang siapa dari kalian ada yang mampu untuk mati di madinah, maka lakukan lah, sesungguhnya aku akan bersaksi bagi orang yang mati di dalamnya." Hadis ini ada dalam sunan Ibnu Majah, hadist nomor 3112."
Subki dan Ali diam sesaat.

"Aku ingin berdoa seperti dia Umar bin Khattab Ra., 'ya Allah anugerahlah aku syahid di jalan mu dan jadikanlah matiku di negeri rasul mu. (2) ya Allah kabulkan doaku,"gumam Fahmi.

"Beri aku alasan kenapa kau harus mati sekarang. Ayo, beri aku alasan! Kenapa kau egois,.mi ? Mau masuk surga sendirian, hah ? Orang-orang dikampungmu itu menunggu mu. Kau pikir mereka tidak memerlukan ilmu. Kau pikir mereka sudah shalihah semua sehingga tidak perlu orang yang mengingatkan."

"Tapi aku bukan orang shalihah,Li. Aku juga bukan orang yang alim. Aku ini orang yang lemah banyak dosa. Karena itulah sekarang ini mungkin saat terbaik jika aku mati."

"Kenapa tiba-tiba aku bertemu dengan Fahmi yang lain. Bukan Fahmi yang aku kenal bersemangat. Bukan Fahmi yang dulu saat di pesantren paling bersemangat untuk berdakwah di desa-desa terpencil di pelosok Banyuwangi? Apa yang sesungguhnya terjadi pada dirimu, mi?"
Air mata yang meleleh di pipi Fahmi semakin deras.

"Ini pasti ada sesuatu apa itu, mi? Ayo sampaikan padaku, Sabahat karibmu sejak di pesantren. Sampaikan mungkin aku bisa membantu cari jalan keluar. Atau paling tidak bisa mengusulkan sesuatu yang melegakan  dirimu. Ayo mi, ceritakan.?"
Fahmi sesenggukan sesaat berusaha untuk menahan Isak tangisnya. Suasana kamar itu hening sesaat lamanya. Suara Ali memecahkan keheningan.
"Cerita kan saja, Mi. itu bisa membuat mu lega."

Tapi Fahmi hanya diam saja. Matanya terpejam. Ali curiga ia menggoyangkan tubuh Fahmi tapi tubuh itu tetap diam.
"Dia pingsan lagi."? Gumam subki
"Iyah"

Ali menarik nafas panjang. Dan pada saat itu Dokter thalal datang. Dokter mulai memeriksa Fahmi dengan telaten. "Tidak demam dan tidak ada masalah apapu. Saya akan tinggal dulu. Nanti kalau dia bangun lagi, panggil saya. Kau tekan tombol itu tiga kali ya."

"Ingsa Allah dokter."
Dokter muda bercabang tipis itu meninggalkan kamar. Subki memegangi perutnya.
"Lapar"?? Tanya Ali
Subki mengangguk
"Sama".
Pada saat itu pintu terbuka dan munculah sosok berwajah Turki.
"Assalamualaikum"
"Waalaikumssalam"
"Pasti kalian lapar?"
"Iyah" jawab subki
"Ini aku bawakan kebab Turki"
"Kok cuman dua".?
"Aku sudah makan di asrama."

Hamzah menyerahkan plastik putih berisi bungkusan kebab. Subki Menerimanya dan membaginya dengan ali.
"Bagaimana kondisi Fahmi? Sudah sempat siuman??" Tanya Hamzah
"Ya tadi siuman sebentar" jawab subki
"Benar katamu Hamzah., Fahmi tampaknya punya masalah serius ",tukas Ali
"Apa masalahnya"
"Entahlah saat tadi aku tanya, dia malah menangis dan pingsan lagi."
"La Haula wa la quwwata Illa Billah. Tampaknya memang serius.
"Iya"
"Mungkin sangat serius bagi dia. Kalau dalam perkiraan mu, Li, kira-kira apa? Kamu kan teman karibnya sejak di Indonesia?"
"Kalau saya tahu, saya tidak perlu tanya ke dia"?
"Kira-kira saja"
"Saya tidak bisa mengira".

............Bab 2 selesai........
.
.
.
.
(1) artinya "ya Allah wahai Tuhan umat manusia hilangkanlah penyakit nya sembuhkan ia, (hanya) engkaulah yang dapat menyembuhkan nya tidak ada kesembuhan melainkan darimu kesembuhan yang tidak kembuh lagi "(HR. BUKHARI MUSLIM)

(2). HR. Bukhari, Shahih Bukhari, no. 1890.

.
.
.
.
Jangan lupa tekan 🌟🌟🌟
Sebagai pengingat & penyemangat biar gak lama update 🌈😴😴😴😊😊😊

Continue Reading

You'll Also Like

293 77 19
Cinta itu Rumit ?... Ya! memang benar! Kita suka dia, dia suka dengan orang lain Memperjuangkan perasaan yang tak pernah Terbalaskan Berharap... Nam...
686K 89.1K 200
Novel ini bukan karya saya. THIS STORY AND NOVEL Isn't Mine I DO NOT CLAIM ANY RIGHTS SELURUH KREDIT CERITA NOVEL INI MUTLAK MILIK AUTHOR (PENGARANG...
4.8K 335 20
[COMPLETED] Hanya Penggalan Kata Motivasi Agar Kita Muhasabah Diri . Terdapat Firman Dan Dalil Serta Sedikit Imajinasi Saya Agar Bisa Mudah Difahami ...
1.3K 511 12
~Di publikasikan 04 Sebtember 2021 "Bang...bang...bang." Ucap Shezan kemudian disusul oleh Syakira yang antusias seolah-olah memanggil cowok yang bar...