Karena-Nya, Dengan Perantara...

By NurlatifahSyifa

2.9K 98 5

Cahaya terang itu yang menuntunku keluar dari kegelapan. Kegelapan yang sudah lama melingkupi hatiku. Walau t... More

Aku Percaya
Katakan!
Mengagumimu Dari Jauh
Kisahku
Kunci Hati
Pergi!
Melukis Senja

LDR (lagi?)

395 11 2
By NurlatifahSyifa

"Sudah sampai, mbak." Ucapan driver taxi online yang ditumpangi Amanda tidak mampu memecah lamunannya.

Pikiran Amanda menjelajah kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi dalam hidupnya. Mulai dari Kakaknya yang melihat Adam, sang kekasih yang kurang lebih sudah dua tahun menjalin hubungan dengannya dan tadi dia melihat sendiri sosok yang begitu mirip dengan Adam.

"Mbak, sudah sampai."

"Hah? Oh, iya. Makasih ya, mas." tersadar dari lamunannya, Amanda buru-buru mengeluarkan selembar uang lima puluh ribu dari dompetnya, menyerahkan uang tersebut kepada driver taxi online yang langsung menyambut uang yang diberikan Amanda.

Pintu mobil berwarna hitam itu kembali tertutup saat Amanda dan Aiza keluar karena mereka sudah kembali ke rumah sedangkan mobil keluaran beberapa tahun yang lalu tersebut langsung pergi, kembali membelah keramaian di jalan.

"Assalamu'alaikum.."

"Wa'alaikumsalam.. wah.. cucu nenek udah pulang yaa.." Amalia menghampiri Aiza yang berlari kearahnya dan langsung memeluk pinggangnya karena memang postur tubuhnya yang kecil. Amalia mensejajarkan tingginya dengan sang cucu lalu menciumi wajah Aiza yang tentu saja membuat Aiza tertawa geli karena sang nenek yang tak henti menciumi wajahnya.

"Udaahh.." Dengan susah payah Aiza mencoba melepaskan diri dari sang nenek, membuat Amalia mau-tidak mau melepaskan cucunya. Sedangkan Amanda baru masuk ke dalam rumah karena sebelumnya ia merapihkan alas kaki miliknya dan Aiza terlebih dahulu di rak sepatu yang berada di teras. "Nenek, lihat, Ai punya ini."

Amalia memperhatikan Aiza yang kini duduk di atas lantai dan mengeluarkan tiga barang yang tadi dibelikan oleh Amanda, aunty kesayangannya. "Wah.. apa aja ini?" Amalia ikut duduk di hadapan Aiza yang masih sibuk dengan tiga paper bag miliknya.

"Ini baju untuk Ai sama mama dari aunty Nda," Aiza mengeluarkan barang yang tadi disebutnya dari paper bag berwarna merah muda bercorak bunga tulip. Aiza berdiri dengan baju gamis miliknya yang kini ia cocokkan pada tubuhnya sambil berputar memamerkannya pada Amalia. "Cantik kan, Nek?"

Suara kekehan lolos dari mulut Amalia dan Amanda yang melihat tingkah lucu Aiza. "Iya, cucu nenek kan selalu cantik." Amalia menarik tubuh Aiza dan mendudukkan Aiza di pangkuannya, memeluknya sambl menciumi pipi kanan Aiza yang langsung tertawa karena geli.

"Ai, ini punya siapa?" Tawa mereka bertiga-Amalia, Amanda, dan Aiza berhenti seketika saat Rahma datang dari dapur karena terlihat ia masih menggunakan celemek bermotif hello kitty berwarna pink.

Senyum Aiza mengembang lebar, memperlihatkan deretan gigi susunya yang rapih. Dengan gerakan mantap Aiza berdiri dari pangkuan Amalia lalu menunjukkan gamis yang dipegangnya kepada sang mama. "Punya Ai sama mama, dikasih sama aunty Nda."

Mata Rahma langsung tertuju pada Amanda seakan meminta penjelasan. "Kamu yang belikan?"

Amanda tersenyum sambil mengangguk, membuat Rahma ingin protes karena meresa tidak enak dengan adik iparnya yang bahkan baru lulus sekolah menengah atas tapi sudah dibebani dengan keinginan sang anak yang banyak maunnya. "Gak apa-apa ko, kak. Lagian juga hitung-hitung hadiah ulang tahun Aiza yang udah kelewat sebulan yang lalu."

Walaupun tersenyum tapi senyum itu terlihat tidak enak, membuat Amalia ikut menanggapi pembicaraan anak dan memantunya. "Nggak usah merasa nggak enak gitu, lagian juga Amanda bilang nggak apa-apa."

"Tapi kenapa aku juga dibelikan? Padahal aku yakin harga bajunya nggak murah. Lebih baik uangnya untuk beli kebutuhan kamu masuk kuliah."

Amanda berdiri dengan senyum yang masih tersungging, menggenggam tangan kanan Rahma, mengusap punggung tangan itu dengan ibu jarinya. "Karena aku mau dan selagi aku mampu, kenapa enggak?." Baru saja Rahma ingin kembali protes Amanda langsung menggagalkannya lagi. "Aku yang membelikan bukan Ai yang minta, jadi anggap aja hadiah."

Rahma tersenyum dan kali ini senyumnya lega karena ia yakin bahwa Amanda tidak merasa direpotkan. "Kalau begitu, makasih banget ya, Nda."

Setelah mengangguk dan pamit duluan menuju kamarnya dengan tas selempang kecil dan satu buah paper bag berukuran sedang di tangannya, Amanda melemparkan tubuhnya sendiri ke atas ranjang hingga posisinya terlentang dengan kaki yang masih menapak di lantai. Matanya terpejam mencoba menghilangkan lelah yang kini ia rasakan setelah tadi berkeliling pusat perbelanjaan dengan Aiza dan Khaira.

Suara dering ponsel sukses menyadarkan Amanda yang hampir saja terbang ke alam mimpinya. Dengan gerakan malas-malasan ia merogoh tas selempang miliknya yang belum ia lepas. Tanpa melihat siapa yang meneleponnya, Amanda langsung menjawab panggilan tersebut lalu kembali memejamkan matanya karena kini rasa kantuk telah melandanya.

"Halo.."

"Halo, Yang."

Kedua kelopak mata Amanda tentu saja langsung terbuka lebar saat mendengar suara seseorang yang sangat familiar di telinganya.

"Yang?"

"Eh iya, kenapa, Kak?" Amanda menggigit bibir bawahnya pelan, ia gugup dengan hanya mendengar suara Adam yang meneleponnya siang-siang begini. Posisinya menjadi duduk tegak di bibir ranjang, menanti jawaban dari seseorang di seberang sana yang menyandang status sebagai pacarnya dua tahun belakangan ini dan sudah setahun ini mereka menjalani hubungan jarak jauh.

"Hmm.. sebelumnya aku minta maaf karena minggu depan aku nggak jadi balik, gak pa-pa kan?"

Dahi Amanda mengernyit tak suka dengan kabar yang baru saja didengarnya. "Loh, memangnya kenapa nggak jadi? Kan, kakak udah janji mau balik minggu depan."

Amanda bisa mendengar helaan napas dari seberang sana, pertanda seseorang itu juga tidak ingin berada di posisi seperti ini.

"Kak Adam?"

"Hmm.. ya.. ternyata aku nggak bisa karena tiba-tiba banyak dosen yang memajukan agendanya untuk masuk kelas. Maaf yaa.. tapi aku janji akan balik secepatnya."

Meski rasa kesal itu ada, Amanda tetap harus mengerti kondisi Adam sekarang. Lelaki yang terpaut satu tahun lebih tua darinya itu juga mempunyai kesibukan sebagai mahasiswa yang baru masuk tahun kemarin.

"Yang?"

Lagi-lagi Amanda tersentak kaget saat Adam memanggilnya. Mungkin karena Amanda tak kunjung bersuara makanya Adam berusaha menyadarkannya dari lamunan Amanda yang entah sedang memikirkan apa. "Iya kak, nggak apa-apa ko, aku ngerti."

Terdengar kembali hela napas kelegaan dari seberang sana, Adam khawatir jika Amanda akan marah-marah dan berujung adanya pertengkaran diantara mereka seperti dua minggu yang lalu saat ia tidak memberi kabar seharian kepada Amanda.

"Yaudah, aku tutup teleponnya ya.."

"Iya. Yaudah kamu istirahat sana, pasti cape kan abis belanja."

"Ko' kakak tau aku abis belanja? Padahalkan aku belum cerita soal itu." Amanda makin mengernyitkan dahinya saat Adam terdengar gugup.

"Kakak tau dari Khaira. Terus bukannya kamu juga posting di instastory kamu kalau kamu lagi di mana?"

Cengiran Amanda muncul walau ia tahu bahwa Adam tidak dapat melihatnya. Ya, Amanda lupa bahwa tadi ia sempat memposting foto bersama Khaira dan Aiza saat berada di pusat perbelanjaan. "Hehe.. aku lupa, maaf ya, kak."

"Maaf untuk apa?"

"Udah mikir yang macem-macem."

"iya, nggak pa-pa. yaudah, istirahat sana. Aku tutup yaa.. Assalamu'alaikum.."

"Iya, wa'alaikumsalam.."

Amanda meletakkan kembali ponselnya di atas nakas lalu kembali berbaring di atas ranjangnya. Matanya memejam dan tak lama kemudian ia sudah masuk ke dalam mimpi.

---o0o---

"Amanda.." Suara Amalia cukup kencang saat memanggil Amanda yang masih berada di kamarnya. Entah sedang apa anak bungsunya itu di dalam kamar, pasalnya ia sudah hampir telat untuk menghadiri kajian mingguan di masjid depan komplek dan mendadak Amanda ingin ikut.

Dengan tergesa-gesa Amanda menuruni anak tangga dengan pakaian yang tertutup walau masih dengan celana jeans panjang, kemeja lengan panjang, juga jilbab segi empat yang diikat ke belakang lehernya. "Sebentar ma.."

Amalia memperhatikan penampilan putrinya dengan tatapan menilai, sedangkan Rahma tersenyum bahagia menyambut Amanda yang terlihat berbeda saat mengenakan jilbab. Rahma senang dengan usaha Amanda untuk tetap terlihat sopan walaupun masih pada level belajar membiasakan.

"Aunty cantik, deh." Pujian yang dilayangkan oleh Aiza mampu membuat Amanda tersipu malu. Namun senyum Amanda langsung pudar saat menyadari bahwa mamanya masih memandang Amanda dengan pandangan menilai.

"Kenapa, ma?"

"Kamu yakin pakai pakaian seperti ini?" Langsung saja Amanda memperhatikan kembali penampilannya yang ia rasa sudah benar. Baru saja Amalia ingin bicara, namun suaminya, Irsyad menyentuh pundaknya dengan senyum menenangkan yang tentu saja membuat bibir Amalia kembali merapat.

"Yaudah, ayo kita berangkat." Irsyad merangkul bahu sang istri berjalan paling depan, disusul Rahma dan Amanda di belakangnya barulah Farhan yang menggendong Aiza. Karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, mereka memutuskan untuk berjalan kaki, hitung-hitung jalan-jalan sore.

Saat mereka tiba di dalam masjid sudah banyak orang yang datang dan hampir memenuhi seluruh ruang di dalam masjid tersebut. Tapi untunglah masih ada tempat dan kajiannya pun belum dimulai. Aiza memilih duduk di pangkuan Amanda daripada dengan mama atau neneknya, sedangkan Irsyad dan Farhan duduk di barisan yang berbeda karena tempat laki-laki dan perempuan dipisah.

Hanya berselang lima menit, kajian pada sore hari itu dimulai dengan pengisi ceramah Ustad Malik, salah satu ustad muda di komplek. Ustad Malik baru enam bulan yang lalu menikah dengan seorang wanita muslimah yang kini sedang hamil anak pertama mereka.

Tema kajian hari ini membahas tentang pacaran dalam islam, dan tentu saja tema tersebut sangat menarik bagi anak muda yang hadir dan juga para orang tua yang mempunyai anak remaja.

"...Pada dasarnya manusia itu makhluk sosial, tentu membutuhkan orang lain. Tapi alangkah baiknya kita juga sebagai muslim dapat menjaga pergaulan. Yang terpenting adalah tidak berkhalwat karena itu dapat menimbulkan zina mata, pikiran, bahkan hati . Allah berfirman dalam surat Al-Isra' ayat 32 yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk"

Dijelaskan lagi dalam sebuah hadis shahih, yang artinya: "Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta ada mahramnya" (muttafaq alaihi).

Secara tidak langsung Rasulullah sudah memberikan rambu-rambu kepada umatnya mengenai model hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terlarang. Itulah yang mendasari dilarangnya pacaran, karena zina diawali dari situasi berduaan."

---o0o---

Setelah kajian selesai yang ditutup dengan do'a yang dibacakan oleh adik dari Ustad Malik yang bernama Azlan. Irsyad dan Farhan memutuskan untuk tetap tinggal di masjid karena waktu maghrib sebentar lagi. Sedangkan Amalia, Rahma, Amanda, dan Aiza langsung kembali ke rumah karena mereka lupa tidak membawa mukena. Memang di masjid ada beberapa mukena, namun mukena tersebut sudah dipakai semua dan itu artinya mereka kalah cepat.

Amanda mengedarkan pandangannya untuk mencari sandal miliknya yang kini entah berada di mana. Semua sandal milik orang yang mengunjungi masjid kini tak rapih, mungkin karena tadi ada sekelompok anak laki-laki yang bermain di depan masjid saat kajian sedang berlangsung dan mereka berbuat jahil.

"Aunty Nda lama banget sih nyari sandalnya! Ai 'kan cape!" Aiza protes dengan pipi menggembung lucu dan tangan terlipat di dada layaknya orang dewasa, membuat Amanda mengerucutkan bibirnya menanggapi Aiza yang terlihat ngambek karena dirinya yang tak kunjung menemukan sandal.

Tepukan Rahma di bahu anaknya membuat Aiza menoleh dengan kepala mendongkak menatap ibunya, "Ai nggak boleh gitu ngomongnya. Daripada Ai ngomong begitu, mending Ai bantu cari sandalnya aunty."

Kepala Aiza spontan menunduk merasa bersalah. Walaupun Aiza masih kecil, namun Rahma dan Farhan sepakat untuk mendidik Aiza sedini mungkin dengan cara menasihati dikala salah, dan memberikan contoh yang baik.

Aiza menghampiri Amanda yang masih berdiri di teras masjid dengan menenteng sandal miliknya karena ia tidak mau kehilangan sandalnya seperti Amanda. "Duh, mana sih sandalnya."

Amanda menoleh saat kemeja bagian bawah miliknya ditarik pelan oleh Aiza, membuat Amanda menatap Aiza penuh tanya. "Ai minta maaf, aunty.." perbuatan Aiza yang memninta maaf padanya dengan kepala menunduk itu membuat Amanda tersenyum lalu menatap Rahma kagum. Rahma selalu bisa menasihati tanpa menyakiti dan menghakimi tidak hanya pada anaknya, namun dirinya pun pernah merasakan.

Tangan Amanda terulur untuk mengusap ubun-ubun Aiza yang tertutup jilbab instan berwarna merah jambu lalu ia menyamakan tingginya dengan Aiza. "Aunty udah maafin Ai, ko'."

Ucapan Amanda barusan berhasil membuat kepala Aiza terangkat, matanya sudah berkaca-kaca siap menangis. "Ai janji nggak akan gitu lagi." Amanda mengangguk lalu kembali mengedarkan pandangannya. "Sandal aunty warnanya biru ya?"

"Iya, mana ya sandalnya?" mereka berdua mencari bersama sedangkan Amalia dan Rahma, Amanda meminta mereka untuk pulang duluan karena kasihan jika menunggu terlalu lama. Tadinya Amanda juga meminta Aiza untuk ikut pulang bersama ibunya, namun gadis kecil itu menolak karena ingin membantu Amanda mencari sandalnya.

"Maaf mbak, apa yang ini sandalnya?" Tanpa mereka sadari seorang lelaki berbaju koko dan sarung menghampiri mereka yang terlihat sangat kebingungan. Di tangan lelaki itu terdapat sepasang sandal berwarna biru dengan motif awan putih yang laki-laki itu kira adalah milik perempuan yang terlihat sedang mencari sandalnya diantara banyaknya sandal.

Merasa dipanggil, Amanda menoleh melihat seorang pria yang menyodorkan sandal miliknya. "Wah, iya ini sandal saya." Amanda menyambut uluran sandal tersebut lalu memakainya. "Makasih ya, mas."

Lelaki itu membalas senyum Amanda disertai anggukan untuk mengisyaratkan kata'sama-sama' namun tetap mengucapkannya dengan lisan. "Sama-sama, mbak."

---o0o---

Terima kasih yang sudah menyempatkan membaca :)

Jangan lupa vote dan komentarnya yaa..

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 159K 83
Highest ranking #1 WATTPAD FEATURED STORY. He walked past her without sparing her a single glance. The one glance she had been yearning for years now...
16K 2K 15
Mehrbano is a kind enthusiastic girl entrapped in a loveless marriage with a cold man Ehan Haider. She had fully invested herself in her marriage but...
5.1M 278K 59
#1 in What's hot list and still counting going on. Allahamdulilah. Thank you my beautiful readers. "You're a bad omen.. If anyone see your face first...
950K 40.9K 33
Every girl, whether she is confident or not, at time of nikkah, become hesitated to say yes. The feeling that your sur name is going to change and yo...