Twins (Who Are You?)✔

De envelopeee_

3.9K 508 962

[SELESAI!] Identik atau tidak, setiap perubahan kecil yang dilakukan bisa berdampak besar. Hal itu berlaku, k... Mai multe

[1]-Putih dan Hitam
[2]-Penyesalan
[3]-Arah yang berlawanan
[4]-Itukah kamu?
[5]-Terlambat
[6]-Kompetensi
[7]-Kompetensi bag 2
[9]-Rantai yang terpasang kembali
[10]-Kejanggalan yang tidak beralasan
[11]-Semakin tidak baik untuk ditunda
[12]-Sedia atau Tidak sedia
[13]-Undo or Redo?
[14]-The Prophet Nabi Ibrahim AS
[15]-Minyak dan Air
TESTIMONI

[8]-14 min 1

146 22 38
De envelopeee_


Bia merasakan telinga kanannya terasa panas akibat jeweran tiba-tiba yang dilakukan oleh Bunda Qeela. Nasib tidak sadar sekitar. Lupa kalau Bunda Qeela masih ada di pesantren. Karena ulah Bunda Qeela, sebagain orang semakin penasaran pada meja mereka yang tidak pernah sepi. Yang lainnya hanya melirik singkat. Meneruskan acara makan mereka di siang hari.

"Tante jahat banget sih," gerutu Bia sambil mengusap-usap telinganya.

Hal itu membuat Fathan menahan gelak tawa di tempat duduknya. Beda dengan Qeela yang merasa bersalah dan kasihan pada Bia.

"Biarin. Kalau kamu jahatin mantu Tante, Tante nggak akan segan jahatin kamu," kata Bunda Qeela membela diri.

Bia mengerucutkan bibirnya kesal.

"Sabar Bi, maafin Bunda gue ya." Qeela meraih lengan Bia agar duduk di sampingnya. Mengisi satu bangku yang lain, yang semula di tempati oleh Renaldi.

"Bunda kenapa belum pulang?" tanya Qeela.

Bunda Qeela tidak langsung menjawab kini terlihat sibuk mengaduk isi tasnya. Sampai mata Qeela, Fathan, dan Bia terpusat pada sebuah amplop yang dikeluarkan oleh Bunda Qeela.

"Surat perizinan libur selama 3 hari. Kalian harus siapin keperluan buat pulang ke Jakarta nanti malam." Bunda Qeela tersenyum semringah seraya menyerahkan amplop berisi surat itu ke atas meja.

"Pu ... lang pulang betulan Bund?" Qeela hendak memastikan.

"Iya sayang. Masa bercanda," sahut Bunda Qeela.

"Nanti supir pribadi Bunda Fathan yang akan jemput kalian. Bunda harus pulang lebih dulu, karena ada urusan lain. Bunda pulang ya sayang," pamit Bunda Qeela.

Padahal Qeela masih ingin mendengar banyak penjelasan dari Bundanya, tapi Bundanya itu malah terburu-buru untuk pergi setelah sebelumnya sempat mencium kening Qeela dengan cepat.

"Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam," jawab mereka bertiga serentak.

Bia meraih amplop berisi surat perizinan itu dan segera membacanya tanpa ada kalimat yang tertinggal. "Wah, Tante kayaknya serius Qeel. Gimana kalau Tante udah susun banyak persiapan buat perjodohan ... lo?" Suara Bia perlahan mengecil karena perempuan itu terkejut begitu melihat Qeela sedang menatap tajam Fathan.

"Inget ya, Fathan. Gue nggak suka sama lo. Gue cuma nggak mau buat orang tua gue kecewa," peringat Qeela.

Fathan mengaduk teh manisnya dengan sendok. "Gue tau. Lo udah bilang sebanyak 3 kali." Lalu memutar matanya jengah. "Jadi imam yang baik buat lo, itu kecelakaan. Gue nggak sadar sama ucapan gue sendiri. Jadi, semoga lo nggak berharap tinggi-tinggi," ujar Fathan. Pembawaannya yang cuek dan tak pernah ingin kalah saat berbicara itu sukses membuat hidung Qeela mengeluarkan asap.

"Lagipula siapa yang berharap?" cibir Qeela.

"So, guys, bukan waktu yang tepat untuk berantem. Gue nggak akan mihak Qeela lagi." Bia bisa melihat lirikan Qeela yang menusuk bola matanya. Sebelum Sahabatnya itu berpikiran negatif, Bia melanjutkan, "gue ada di pihak lo berdua. Sekarang fokusi tujuan kita bersama buat gagalin perjodohan ini."

Fathan menyeruput teh di depannya. "Kalau gitu, lo ada ide?" tanya Fathan.

Bia menjetikkan jarinya. "Ada!"

Tubuh Fathan yang lemas langsung berubah tegak. Pun, sama halnya dengan Qeela yang awalnya tidak terima Bia memihak pada Fathan ikut penasaran dengan ide yang dimiliki perempuan itu.

"Cara ampuh agar perjodohan kalian gagal ... cari pasangan masing-masing!"

Hening.

Bia menatap Qeela dan Fathan bergantian.

Qeela menatap ke arah lain. Fathan memainkan ujung kakinya.

"Kenapa? Kalian nggak mau cari pasangan karena memang jones atau ... jangan-jangan sebenernya kalian saling suka?"

"ENGGAK!"

Jantung bia nyaris copot dari tempatnya ketika Qeela dan Fathan sama-sama memekik marah.

Bia mengelus dadanya. "Gue belum selesai ngomong juga. Lo berdua sensi banget," dumal Bia.

"Tapi apa nggak ada cara lain?" tanya Qeela.

Bia menggelengkan kepalanya. "Ini cara yang paling menghormati kedua orang tua kalian. Kalau lo!" Bia menuding wajah Fathan, "menghadap orang tua lo buat nolak perjodohan ini karena udah punya pasangan yang lo sukai, juga elo Qeel. Kalian berdua tinggal bilang kalian nggak ada perasaan dan masing-masing dari kalian udah serius sama pasangan masing-masing. Clear, kan? Easy to do. Dengan begitu kedua orang tua kalian bakal ngerti. Dan finally, perjodohan kalian ba-tal-to-tal. Gimana?" Bia tersenyum menyeringai pada Qeela dan Fathan.

Ada benarnya. Qeela setuju dengan saran yang disampaikan Bia.

"Gue ngikut rencana lo." Fathan mengangkat tangan kanannya. Sudut matanya memandang Qeela.

Tak lama Qeela pun melakukan hal yang sama. "Gue juga!"

Bia menganggukkan kepala dengan penuh percaya diri. "14 minus 1, kalian berdua punya waktu 13 hari buat cari pasangan. Good luck, ya." Bia melempar senyum semangat yang dibalas hembusan panjang oleh Qeela dan Fathan.

"Gue biasanya jadi tim sukses gangster motor, duh, kok sekarang jadi tim sukses perusak nikahan orang?" Bia mengurut keningnya yang baik-baik saja. Berlagak pusing dengan hal yang ia hadapi saat ini.

***

Pernahkah dalam hidup kita, saat kita dihadapkan banyak masalah, kita ingin sedikit saja melepas penat dan melampiaskannya melalui alam terbuka?

Terkadang, tidak perlu berteriak keras untuk mengungkapkan segala kekesalanmu.

Hanya perlu membuka kedua mata lebih lebar, lihat kebesaran disekitarmu yang masih bisa kamu nikmati. Tentu syukur kita akan bertambah pada Allah SWT.

Allah Maha Besar, sebuah nasehat yang tidak asing terdengar oleh telinga kita seperti ; 'Katakan pada masalah yang besar, aku punya Allah SWT yang Maha Besar' sehingga dengan begitu, alamiahnya spirit kita bertambah kuat.

Itu yang membuat Almayra Aqeela Shakir mampu bertahan hidup di luar negeri. Jauh dari keluarga dan teman-teman lamanya. Namun tetap merasa dekat dengan Allah SWT. Seharusnya di jam 4 sore, Aqeel sudah kembali ke asramanya.

Hanya saja, Aqeel tahu diri untuk tidak pulang karena di asrama teman-teman satu kamarnya sedang kedatangan tamu, laki-laki. Dan tidak hanya satu, melainkan banyak. Aqeel tidak mau jika dirinya ikut terbawa oleh arus bebas yang dilakukan mereka. Meski pada akhirnya, pengasingan ini membuat ia merasa sedikit kesepian.

Sudah 20 menit lamanya, Aqeel terduduk di atas batu besar. Dimana posisinya saat ini, dapat melihat pemandangan taman bunga dengan bebas. Bunga yang beragam warnanya itu tersuguh gratis untuknya. Semilir angin menambah pacu bunga-bunga tersebut untuk menari. Menikmati sentuhan sinar matahari menjelang sang surya bersembunyi ke peraduannya.

Lilian Late's. Salah satu tempat wisata bernuansa alam yang berada di Jerman ini menjadi salah satu tempat favoriet untuk sebagian orang yang memang, menyukai alam. Seperti Aqeel.

Aqeel terlalu sibuk dengan kesendiriannya. Sampai tidak sadar, meski sudah sore taman ini sangat ramai didatangi oleh orang-orang, turis, dan yang mendominasi adalah sepasang kekasih yang sedang dalam masa-mekar-begitu Aqeel menggambarkannya.

"Anda sangat jual mahal. Saya tahu, sebenarnya Anda sangat menginginkan saya!"

"Kamu salah. Kamu selalu mengambil kesimpulan sendiri. Saya baik tidak hanya pada kamu tapi pada semua orang. Sepertinya selama ini kamu salah paham."

Telinga Aqeel berdenging. Mendengar percekcokkan panas dari dua pasangan yang berhenti di dekatnya. Aqeel berada tepat di sisi mereka. Rasanya, tidak sopan kalau sengaja menonton pertengkaran itu dengan terang-terangan. Aqeel memilih untuk melihat ke bawah lagi. Pada bunga-bunga yang sangat indah. Aqeel melipat kedua kakinya dan menjadikan kakinya sebagai penopang wajah. Kain khimarnya ikut tersingkap kecil kala angin sore berembus kencang. Namun tak sampai membuat aurat rambut dan lehernya terlihat. Aqeel sangat suka kedamaian. Ketentraman. Karena itu bisa menjadi obat penghilang stress untuknya. Sampai kemudian, kedamaian Aqeel kembali terusik oleh pasangan itu.

"Saya sudah memberikan seluruh hati saya untuk Anda. Apa masih kurang? Apa yang membuat Anda menolak saya?"

Aqeel mendesis pelan. Ternyata , masih ada saja perempuan seperti itu.

"Maaf tapi perasaan saya tidak bisa dipaksakan. Sama sekali tidak ada yang kurang. Hanya saja, saya menyukai kamu, sebagai teman. Tidak lebih."

PRAK!

"Arggghh ...."

"Sepertinya ujung hells saya tidak cukup untuk menggambarkan betapa perihnya hati saya karena selalu mendapat penolakkan dari Anda! Anda asisten dosen yang berlagak baik. Padahal niat Anda adalah mempermainkan perasaan kami sebagai perempuan! I hate you!"

PLAK!

Bunyi kedua kembali terdengar dan laki-laki itu meringis dengan rintihan yang lebih mengenaskan dari sebelumnya.

"Saya tidak akan masuk di jam pelajaran Anda lagi, Fitrah!"

BRUK!

Hadiah ketiga dari mahasiswi yang terobsesi pada Fitrah adalah dorongan kuat hingga tubuh Fitrah ambruk menyentuh kerasnya bebatuan taman.

Fitrah—namanya—asisten dosen yang selalu menjadi target incaran banyak perempuan. Banyak juga yang marah padanya setiap kali Fitrah mengutarakan penolakkan. Dan hari ini, merupakan reaksi yang amat extreme untuknya. Sampai ia merasa tak ada tenaga untuk bangun. Sebelah tangan kanannya memegangi kening yang tadi terkena lemparan ujung hells perempuan itu. Hingga tiba-tiba, ada sesuatu yang terasa hangat menyentuh keningnya.

Fitrah mendongakkan wajahnya ke atas. Di balik cahaya matahari yang kian redup, Fitrah mendapati wajah seorang perempuan sedang serius melap sisa darah di keningnya.

"Sepertinya kalau dibiarkan akan bertambah parah. Darahnya tidak akan berhenti kelu—ar" Suara Aqeel mendadak terbat. "Mm ... maaf." Aqeel segera menyingkirkan sapu tangan miliknya dari kening Fitrah.

Fitrah melayangkan sebelah tangannya ke depan Aqeel. "Kamu, bisa bantu saya untuk berdiri?" pinta laki-laki itu.

Aqeel menatap lama ke arah tangan laki-laki itu. Kemudian Aqeel menggeleng dengan kuat. "Saya tidak bisa. Bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan makhramnya termasuk perbuatan dosa," ujar Aqeel berharap laki-laki di depannya mengerti.

"Tapi tadi, bukankah kamu baru saja menyentuh kening saya?" tanya laki-laki itu.

Aqeel terkesiap. "Itu ... itu tidak termasuk. Saya menggunakan sapu tangan." Aqeel memperlihatkan sapu tangan dalam genggamannya pada Fitrah.

Fitrah mendesah gemas. "Tenang saja. Tidak akan dosa. Kamu menyentuh saya karena hendak menolong. Bukan menggoda saya."

Tangan itu kembali telulur.

"Tapi ...."

"Kamu lebih berdosa kalau tidak mau menolong orang lain yang terkena musibah," sambar Fitrah sebelum Aqeel kembali menolak permintaannya.

Fitrah merasa lega saat uluran tangannya disambut baik oleh Aqeel. Perempuan itu membantunya untuk berdiri normal.

Ketika Fitrah sudah sepenuhnya berdiri, pegangan dalam tangannya itu segera terlepas. Aqeel mundur empat langkah untuk menjauh. Sengaja. Ia tidak mau terlalu dekat dengan Fitrah.

"Ini!" Aqeel menyodorkan kembali sapu tangan miliknya.

Alis Fitrah bertautan. "Untuk saya?"

Aqeel mengangguk. "Sudut bibir kamu, berdarah."

Fitrah segera melap dengan telapak tangannya. "Aw ...." kemudian meringis karena usapannya terlalu kasar.

"Terima kasih." Fitrah mengambil sapu tangan milik Aqeel.

Aqeel menjawab, "Sama-sama."

Aqeel segera melenggang pergi. Waktu semakin sore dan ia harus pulang ke asramanya. Aqeel meninggalkan orang itu. Yang tanpa ia sadari, terus menatap ke mana kakinya melangkah.

"Rasanya seperti, diselamatkan Bidadari." Ada senyum yang menghias wajah Fitrah sebelum menyaksikan punggung Aqeel menghilang di pertigaan taman. Fitrah celingukan. Di antara keramaian orang, perempuan yang baru saja menolongnya sudah menghilang. Tak terlihat lagi seperti tadi.

***

Kondisi di dalam bus menjelang malam ternyata menyurutkan sebagian tempat duduk. Aqeel terus berdoa semoga yang duduk di sampingnya bukan laki-laki. Kalau pun laki-laki, semoga saja laki-laki itu tidak akan berbuat senonoh padanya.

Mata Aqeel bertumbuk pada penumpang perempuan berpakaian minim yang didatangi dua laki-laki berandalan. Kedua laki-laki itu menghimpit perempuan tersebut dari sisi kanan dan kiri. Tatapan mereka benar-benar tatapan yang nakal. Namun sebagian orang yang ada di dekat perempuan itu nampak tidak peduli.

Aqeel melihat bagaimana raut wajah perempuan itu yang kini berubah ketakutan. Entah apa yang dibicarakan oleh keduanya, hal itu menambah ketakutan perempuan tadi. Tubuhnya bergerak gelisah. Ingin bangun tapi terkunci.

Aqeel ingin menolongnya. Sungguh. Tapi apakah kalau ia menolong perempuan itu, ia takkan terkena masalah? Atau mungkin ia yang akan menjadi korban berikutnya?

Aqeel menggeleng kuat. Ia tidak bisa diam di tempat dan hanya menyaksikan kejadian buruk itu tanpa berbuat apa-apa.

Aqeel bangkit dari tempat duduknya. Baru saja hendak melangkah, kedua kaki Aqeel tertahan di tempat. Mata Aqeel tertuju pada seorang laki-laki ber-style formal yang baru saja masuk ke dalam bus. Bukan kehadirannya yang membuat Aqeel menghentikan langkah, namun karena laki-laki itu menggantikan perannya.

"Shh, kalian mau apa?!"

"Kami akan menghiburmu, tidak perlu takut."

SRRRKKK ....

Aqeel yakin laki-laki yang menarik paksa lengan perempuan itu adalah laki-laki yang sama. Yang meminjam sapu tangan untuk mengobati luka di kening dan sudut bibirnya.

"Sialan!"

BAKH!

"Sir, stop. Now!" Fitrah melayangkan bogeman keras pada salah satu penumpang tidak bermoral itu. Temannya yang sama berkelakuan buruk membantu laki-laki itu untuk berdiri. "Mereka membuat kegaduhan. Bisakah Anda menurunkan mereka di sini?" Fitrah menatap asisten bus yang bertugas menjaga keamanan.

Tanpa menunggu penolakan, kedua laki-laki itu digiring keluar oleh supir dan juga asistennya.Mereka sempat menatap tajam ke arah Fitrah sebelum benar-benar turun dari dalam bus.

Fitrah mematuk leher kanannya yang terasa pegal. Sadar masih memegangi lengan perempuan tadi. Ia pun segera melepasnya.

"Terima kasih. Terima kasih banyak. Kalau tidak ada kamu mungkin saya—"

Fitrah menyela, "Tidak apa-apa. Lain kali, Anda harus menggunakan pakaian yang layak agar tidak ada laki-laki lain yang mengganggu Anda."

Perempuan yang ditolong itu tampak malu. Wajahnya menunduk. Namun tak lama terangkat kembali. "Baiklah. Kalau begitu, agar tidak ada yang menggangguku lagi. Maukah kamu duduk di sampingku?" pertanyaan itu diselingi dengan senyuman menggoda. Fitrah melihat perempuan itu memainkan ujung rambut cokelatnya. Tatapan matanya adalah jenis tatapan yang selama ini ditemui oleh Fitrah.

Dengan tegas Fitrah pun menggeleng. "Maaf. Saya sudah punya tempat untuk duduk."

Perempuan itu cemberut. Wajahnya terlihat kecewa. "Tapi, di mana? Bukankah semua tempat duduknya sudah terisi?"

Fitrah mengedarkan pandangannya ke belakang. Matanya menyipit. Detik berikutnya ia terkekeh pelan. Fitrah sedang memastikan ucapan perempuan di depannya. Saat ia menatap sekeliling. Matanya bertemu pandang dengan Bidadari—Fitrah belum tau namanya—perempuan itu langsung membuang wajahnya ke arah jendela. "Sepertinya di belakang masih ada tempat yang kosong. Permisi." Fitrah berjalan melewati setiap kursi penumpang yang terisi. Tidak lagi mempedulikan wajah perempuan yang ditolongnya barusan.

Sampai saat tiba disisi Aqeel, Fitrah berdeham sedikit. Dehamannya direspon lirikan singkat oleh Aqeel.

"Boleh saya duduk di samping kamu?" tanya Fitrah.

Kamu. Kamu. Aqeel mencoba menetralkan sesuatu ... yang berdentum keras dalam hatinya. Perasaan apa ini. Aqeel baru merasakannya. Apalagi ketika panggilan ketus—Anda—dari laki-laki yang baru saja dikenalnya itu berubah menjadi kamu. Sejak kapan?

"Ekhem ...." Fitrah kembali berdeham. Jujur saja kakinya sudah amat pegal karena terus-terusan berdiri. Fitrah tersenyum senang ketika melihat Aqeel menganggukkan kepalanya. Dengan segera Fitrah menjatuhkan tubuhnya di kursi yang bersebelahan dengan Aqeel.

Aqeel merasa jarak mereka kian dekat. Karena itu Aqeel mengalihkan wajahnya ke arah jendela. Serta menggeser posisi duduknya untuk memperlebar jarak antara mereka.

Tanpa Aqeel sadari, pergerakannya diperhatikan oleh Fitrah. Fitrah mengulum senyum. Dari sekian perempuan yang sengaja mencuri perhatian darinya, hanya Aqeel yang tidak termasuk ke dalam deretan pengincar Fitrah. Fitrah mengembus napas panjang. Melihat kain khimar itu terkibas angin malam yang masuk melalui celah jendela. Rasanya, tentram. Seperti menemukan rumah lamanya yang tak gersang lagi. Bukan yang terbuka yang membuat Fitrah nyaman. Perempuan yang menjaga kehormatan miliknya dengan dasar agama yang kuat itulah. Yang membuat Fitrah merasa nyaman.

.

.

.

Bersambungggg

***

Aku mau tau dong, kalian team mana?

-QeelaFathan

Atau

-AqeelFitrah

?

Ada peran baru ... dan kayaknya cerita ini tamat dalam belasan part. Biasanya aku nggak mau banyak-banyak. 10 part udah harus tamat kayak Oh My Genie. Tapiii, berhubung banyak kendala buat ngetik, ngajar, ngonsep, ngampus waktunya nggak memumpuni. Sehingga ... maaf ya kalau telat post. Dan terimakasih buat kalian yg setia membaca cerita Aqeel dan Qeela.

Salam cinta, @suen_siti(Instagram)

Continuă lectura

O să-ți placă și

651K 10.8K 14
On the verge of tears, she smiled. ~~~~~ "I have noticed a thing about you; you don't like being treated like a lady. You prefer being treated with...
2.8M 120K 32
Stay in your limits. Don't think that I don't know anything. I cannot forget what you and your mother did to me and with my sister. Be there where yo...
558K 24.4K 41
He was the Man who preferred darkness. She was the Woman who preferred brightness. He preferred Loneliness. She preferred Togetherness. He had suf...
937K 39.4K 59