Twins (Who Are You?)✔

By envelopeee_

3.9K 508 962

[SELESAI!] Identik atau tidak, setiap perubahan kecil yang dilakukan bisa berdampak besar. Hal itu berlaku, k... More

[1]-Putih dan Hitam
[2]-Penyesalan
[3]-Arah yang berlawanan
[4]-Itukah kamu?
[5]-Terlambat
[7]-Kompetensi bag 2
[8]-14 min 1
[9]-Rantai yang terpasang kembali
[10]-Kejanggalan yang tidak beralasan
[11]-Semakin tidak baik untuk ditunda
[12]-Sedia atau Tidak sedia
[13]-Undo or Redo?
[14]-The Prophet Nabi Ibrahim AS
[15]-Minyak dan Air
TESTIMONI

[6]-Kompetensi

160 24 10
By envelopeee_

Di dalam ruangan Kepala sekolah, Fathan dibawa oleh kumpulan Mahasiswa itu. Tenaganya cukup terkuras setiap kali memberontak hendak kabur. Namun seperti dikepung dari segala sisi, ia tidak bisa lari ke mana-mana. Tidak mendapat celah untuk meninggalkan ruangan ini. Lagi. Dan kali ini, setelah semuanya diperintah masuk kembali ke kamar masing-masing—karena sudah malam—Fathan ditikam dengan tatapan marah dari Ustad Fahrur.

"Kamu buat Aqeel menangis?"

Fathan menggeleng.

"Kamu bohong sama Kakek?"

Fathan kembali menggeleng.

"Lalu kenapa Aqeel menangis?" tanya Ustad Fahrur.

Fathan berpikir sejenak. Fathan sendiri masih bingung hal apa yang membuat Aqeel, Mm ... Qeela, karena perempuan itu mengatakan identitas sebenarnya setelah ditegur oleh perempuan asing tadi.

"E, Kek, Aqeel nangis karena ...." Suara Fathan menggantung di udara. Ustad Fahrurrozie menanti lanjutan kalimat Fathan.

"Karena dia nggak mau menikah sama Fathan." Fathan menyunggingkan senyum di akhir kalimatnya.

Sungguh hal itu tidak lucu. Tentu saja membuat Ustad Fahrur merasa curiga dengan perkataan Fathan barusan.

"Dia bukannya tidak mau menikah dengan kamu, Fathan. Dia pasti sangat kecewa karena calon suaminya tidak bisa jadi imam yang baik." Sstad Fahrur mengetuk-ngetukkan telunjuknya pada penyangga kursi. Wajahnya tampak berpikir keras.

Sementara itu wajah Fathan sudah melongo. Tidak teritama dikatai—tidak bisa jadi imam yang baik—oleh Kakeknya sendiri. "Saya bisa Kek!" Fathan setengah menggebrak meja di depannya.

Membuat pita sambungan data yang dikelola otak Ustad Fahrur membuyar seketika itu juga. Ustad Fahrur menyipitkan matanya. "Kamu yakin? Atau ini hanya pembelaan harga diri?" tanya Ustad Fahrur.

"Saya bisa buktiin ke Kakek kalau saya layak jadi imam yang baik!" tegas Fathan. Deru nafasnya mulai tidak beraturan. Ketika seseorang berada dalam kondisi emosional biasanya, keputusan atau lontaran kata yang dikeluarkan bukan hal bijak yang dipikirkan secara matang. Seperti Fathan yang saat ini tidak sadar dengan ucapannya.

Ustad Fahrur dalam kediamannya, mengulum senyum sembari mengepalkan tangan. Berhasil. Fathan masuk kedalam strateginya.

***

"Dari awal kenapa gue nggak sadar kalau Kak Aqeel itu sebenernya elo!" Bia menyurukkan baju-bajunya ke dalam koper. Meski ia tahu sendiri kalau sore tadi ia baru saja selesai menata baju-bajunya.

Lisa dan Oliv yang baru saja kembali dari masjid memilih menghindari pertengkaran antara Bia dan Aqeel. Mereka berdua menyingkir ke altar kamar. Masih sambil memeluk mukena dan al-qur'annya masing-masing.

"Bi ... please, maafin gue. Gue nggak ada maksud buat bohongin lo." Qeela menggelantungkan tangannya dilingkar lengan Bia. Namun Bia segera menghempas tangan Qeela. Hingga pegangan itu terlepas.

"Gue kecewa sama lo!"

"Tapi gue minta maaf. Lo maukan maafin gue?" Qeela merapatkan kedua tangannya.

Hal itu tidak membuat Bia goyah. Bia justru menggelengkan kepala. "Gue, gak bisa. Lo harus bayar semua kekacauan yang lo buat ini Qeel."

"Lo kenapa sih nggak mau dengerin gue dulu?" Qeela kehilangan kesabaran. Dicekalnya lengan Bia sebelum perempuan itu benar-benar meleos pergi.

Bia menatap cengkraman tangannya. "Lepas!"

"Lo nggak mau jadi temen gue lagi?" Qeela menunjukkan wajah murungnya agar Bia tidak marah lagi. Namun Bia tetap tidak luluh.

"Gue lebih seneng berteman sama Kak Aqeel. Bukan sama lo," tandas Bia. Berhasil melepas cengkraman dari tangan Qeela.

"Kenapa?" Suara Qeela berubah serak.

Bia menghela napas panjang. "Karena Kak Aqeel selalu korbanin dirinya buat orang se-jahat elo. Dia bahkan rela kebahagiaannya selalu direngut sama lo Qeel. Dia selalu ngalah. Baik memang. Karena dia punya hati seperti malaikat dan nggak egois kayak lo. Gue lebih berbesar hati jadi temannya Kak Aqeel."

"Biii please ...." Tubuh Qeela ambruk. Perempuan itu duduk bersimpuh sambil memegangi kaki Bia.

Bia terbelalak. Matanya melebar saking tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Qeela. "Qeel,"

"Gue tau, gue sadar gue jahat banget sama Kak Aqeel. Gue nyesel. Dan gue nggak tau harus gimana lagi. Cuma lo yang sekarang ada buat gue, Bi. Please jangan tinggalin gue." Qeela menenggelamkan wajahnya di antara celah kaki Bia.

"Bangun Qeel!"

"Enggak." Isak tangis Qeela kembali terdengar.

Bia memejamkan matanya. "Ok gue maafin lo. Tapi lo berhenti nangis. Bangun Qeel!"

Perintah bernada tegas itu disambut baik oleh Qeela. Qeela menjauhkan wajahnya. Secara perlahan mencoba berdiri. Dan saat berhasil berdiri, ia segera menghambur memeluk punggung Bia.

Bia mengusap-usap punggung sahabatnya itu dengan lembut. "Gue cuma nggak mau, sahabat gue semakin jahat. Gue nggak kenal lo yang jahat Qeel. Dari dulu, lo itu sahabat gue yang baik."

"Kayaknya udah mencair." Oliv menengok sedikit bagaimana kondisi Qeela dan Bia di dalam kamar mereka.

"Serius?" Lisa ikut melihat dari celah pintu yang sedikit terbuka.

"Alhamdulillah."

***

Setumpuk buku yang Fathan inginkan tersuguh di depan meja kecil dalam kamarnya.

Fathan langsung lemas. Benarkah ia akan mempelajari ini semua? Tapi dari judul-judulnya, apakah ada yang spesifik seperti apa yang Fathan inginkan?

"Lo cari buku apa, sih?" Kiki ikut duduk di sebelah Fathan.

"Itu, anu, tentang kita. Maksud gue ... laki-laki," penjelasan Fathan menambah kebingungan Kiki.

"Intinya?"

Fathan meringis. Kenapa Kiki bertanya lagi? Punya teman yang kritis terkadang tidak baik jika kondisi yang ditanya terhimpit ribuan jarum. Ini akan memalukan jika Fathan mengatakannya langsung pada Kiki.

"Gug—gue, cari buku Mm ...."

Sambil menunggu Fathan yang tidak kunjung menjawab, Kiki memisahkan setiap buku-buku itu.

"Kiat-kiat menjadi imam yang baik ...." Kiki membaca sub judul buku yang sekarang ada dalam genggaman tangannya.

Mata Fathan membulat. Itu buku yang ia cari.

"Nald! Ini buku elo kenapa ada di gue?" pekik Kiki lumayan keras.

Nald. Renaldi. Orang yang dimaksud sedang mengerjakan tugas di meja pribadinya. Renaldi menoleh malas sebentar, "Buat lo aja. Gue nggak butuh lagi buku itu." Setelah itu Renaldi kembali berbalik untuk berkutat dengan mata kuliah besok. Renaldi punya kebiasaan, ia akan belajar lebih dulu sebelum besoknya belajar efektif dengan dosen. Laki-laki yang rajin. Dan kalau sudah begini, Renaldi tidak akan bisa di ganggu gugat.

"Cih, kayak lo udah siap buat—" Kiki menutup mulutnya karena Renaldi memutar leher sambil menatap nyalang. Kiki menyimpan buku itu dibagian teratas. "Kalau lo masih bingung, lo cari sendiri aja deh Than. Gue masih ada tugas yang lain." Kiki beranjak dari sebelah Fathan. Ia mengibas tangan sebagai tanda perpisahan.

Di sini memang jarang ditemukan orang yang bersantai ria. Renaldi dan Kiki sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Tapi ini menjadi keuntungan tersendiri untuk Fathan. Fathan mengambil buku berjudul 'Kiat-kiat menjadi imam yang baik' masih ada terusannya, 'untuk Bidadari surge.'

Bidadari?

Siapa Bidadari yang akan ... Aq-qeela?

BRAK ....

Buku dalam genggaman tangan Fathan jatuh menimpa lantai. Wajah laki-laki itu merah padam. Fathan menampar kecil pipinya. Qeela? Qee-la?

Nama itu kini mengiang di kepalanya. Juga, ingatan tentang ucapannya yang terdengar sungguh-sungguh pada Ustad Fahrur.

***

Bia meneguk kembali sereal pagi yang dibuatkan oleh Qeela khusus untuknya.

Sebelum ia masuk kelas pertama sebagai murid baru yang datang dihari kedua perkuliahan yang akan-mungkin-berjalan sesuai SKS atau lebih cepat karena penyampaian diawal pertemuan biasanya hanya menyangkut perkenalan dosen dan jadwal mata pelajaran.

"Yang semalam itu lo lihat dia kan? Dia orangnya," ucap Qeela menggebu-gebu disela kunyahan roti meises cokelatnya.

"Aku juga baru tau loh kalau dia cucunya Ustad Fahrur," sahut Lisa.

Oliv mangut-mangut. "Walaupun kata kamu dia nyebelin Qeel, tapi sebagian Mahasiswi di sini banyak yang suka lho sama Fathan."

Qeela memutar matanya jengah. "Gue nggak peduli Liv! Ini tuh, ya, yang buat gue pusing, gimana caranya supaya gue bisa batalin perjodohan ini," erang Qeela.

Bia habis menyeruput semua serealnya. Ia melap sudut bibirnya dengan tisyu. "Tenang aja Qeel. Ada gue. Gue bakal bantu lo buat gagalin perjodohan itu."

Mata Qeela langsung berbinar. Wajah suramnya berubah cerah.

"Apa nggak sebaiknya kamu ikuti apa kata ortu kamu aja, Qeel? Kayaknya ini buat kebaikan kamu sendiri deh." Lisa mengangkat kedua alisnya.

Qeela menggeleng. "Nggak Lisa ... gue nggak mau nikah sama orang yang nggak gue sukai. Dan lagi, gue nggak mau jadi janda di usia muda!" Bahkan membayangkannya saja sudah membuat Qeela takut.

"Memang Fathan ada rencana buat—" Oliv menggantungkan kalimatnya, "nggg ... gak jadi deh." Oliv tertawa sumbang serba salah. Hanya karema takut ucapannya menyindir perasaan Qeela.

"Udah yuk. Sebentar lagi masuk!" Lisa menunjuk jam dinding di dalam kamar. Semua kepala menoleh dan serentak mengangguk. Mereka berempat memutuskan untuk memasuki kelas bersamaan.

.

.

.

Bersambung

***

Apakabar kalian? sudah lama ya nggak jumpa. Padahal kayaknya nggak ada yang nunggu cerita ini update wkwkwk.

Semoga betah dengan Qeela dan Fathan. Jangan lupa dengan sosok Aqeel yang baru saja muncul ya ^^

Salam sayang,

@suen_siti (On Ig)

Continue Reading

You'll Also Like

344K 15.1K 37
𝑇𝒉𝑒 𝑠𝑡𝑜𝑟𝑦 𝑜𝑓 17 𝑦𝑒𝑎𝑟'𝑠 𝑜𝑙𝑑 𝑅𝑢𝑏𝑎𝑎𝑏, 𝑤𝒉𝑜'𝑠 𝑙𝑖𝑓𝑒 𝑤𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑑𝑑𝑒𝑛𝑙𝑦 𝑐𝒉𝑎𝑛𝑔𝑒𝑑 𝑎𝑓𝑡𝑒𝑟 𝑡𝒉𝑒 𝑑𝑒𝑎𝑡𝒉 𝑜�...
25.8K 3.8K 20
She was not only born with a silver spoon, she was rocked in a diamond cradle and raised in a gold castle. She had the world at her feet and on her f...
1.7M 159K 83
Highest ranking #1 WATTPAD FEATURED STORY. He walked past her without sparing her a single glance. The one glance she had been yearning for years now...
3.9K 136 10
- He is the eldest She is the youngest - He is mature She is immature - He is ice cold She is jolly | •Aaliya Idrees (18 years) The youngest chi...