Adonis Lover

Od Selin__A

52.9K 5K 500

Pesta yang mempertemukan sebuah kata takdir. Nathelie Rose Anderson. Gadis berparas cantik dengan tubuh propo... Viac

Adonis ( part 01 ) - Begin
Adonis ( part 02 ) - Kissing Stranger
Adonis ( part 03 ) - Bad Day
Adonis ( part 04 ) - Milan, Italia
Adonis ( part 05 ) - At The Party
Adonis ( part 07 ) - Adonis Girlfriend
Adonis ( part 08 ) - Crazy!!!!
Bukan Update
Adonis ( part 09 ) - Not Now
Adonis ( part 10 ) - Start the Game
Adonis ( part 11 ) - This Game
Adonis ( part 12 ) - Uzbekistan
Adonis ( part 13 ) - Fragility of Adonis
Adonis ( part 14 ) - Interesting
Adonis ( part 15 ) - What are We???
Adonis ( part 16 ) - Stuck
Adonis ( part 17 ) - Te Amo, Mi Rosie
Adons ( Part 18 ) - 2 L.O.V.E.S
Adonis ( Part 19 ) - Gotta Love
Adonis ( Part 20 ) - Let's get Married
Pergantian Visual
Still With U - Jullian Axvorld
Adonis ( Part 21 ) - Sims Collin
Adonis ( part ) - Jullian?

Adonis ( part 06 ) - Bastard, Ad!!

2.6K 243 7
Od Selin__A

Rose kembali ke tengah-tengah pesta dengan jantung bergemuruh. Masih merasa waspada akan kehadiran Adonis. Ya Tuhan.. Rasanya Rose ingin segera pergi dari acara itu. Membayangkan wajah gila Adonis saja sudah membuatnya takut dan muak. Apalagi jika harus kembali bertatap muka. Rose pastikan ia akan memukul wajahnya jika Pria itu berani menatapnya penuh hasrat.

Sial.

Rose tidak menyukai tinggal di kota New York. Mungkin akan lebih baik jika ia tetap berada di Milan?

"Darimana saja kau?"

Suara Sims memasuki indera pendengaran Rose. Perempuan itu membalik badan dan menatap Sims dengan menghela napas.

"Saya tadi ke toilet. Bukankah tadi Saya sudah mengatakannya?"

Sims Collin itu bukanlah tipe Pria yang suka mengurusi urusan yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Ia akan lebih memilih acuh dan tidak mengambil pusing setiap urusan mereka. Juga tidak berniat menolong meski terkadang banyak yang memerlukan bantuan. Jadi untuk masalah Rose, Pria itu hanya mengendikkan bahu dan meminum minuman yang di sediakan.

"Apa acaranya masih lama?" Rose bergumam lirih.

Sims yang mendengar pun melirik sekilas. Menaruh gelas di tangannya pada meja yang tak berada jauh darinya.

"Kali ini aku akan berbaik hati. Pulanglah jika kau lelah."

Rose menoleh ke arah Sims. Menunjukkan tatapan tak percayanya akan ucapan sang atasan. Bayangan sebuah ranjang empuk telah hadir di benaknya. Ah.. Rose ingin sekali mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

"Menemani Anda ke sebuah acara yang di adakan oleh pihak perkantoran merupakan tugas Saya. Tidak. Saya akan tetap di sini."

Tapi ia sadar akan keadaan. Dia merupkan Sekretaris Sims. Meninggalkan pekerjaan bukanlah gaya Rose.

Sims menganggukkan kepalanya ringan. Menghela napas dan mengajak Rose untuk ikut dengannya menemui seorang teman bisnis di acara itu.

....

"Besok pagi kita harus kembali ke Milan. Mr. Frederick akan datang untuk membicarakan bisnis baru yang sedang di rencanakan."

Sims menghela napas dan membalik badannya mendengarkan Rose. Menatap Perempuan itu dengan mata lelahnya.

"Tidak bisakah di tunda? Aku masih sangat lelah, Rose."

Rose mengangkat satu alisnya.

Sebenarnya bisa saja ia membicarakannya lagi dengan Asisten Frederick. Akan tetapi dirinya juga sudah tidak tahan berada di New York. Ia merindukan suasana kota Milan.

"Saya bisa membicarakannya."

Lagi dan lagi ia harus bersikap profesional. Itu adalah pekerjaannya. Masalah pribadi tidak boleh sedikit pun masuk ke dalam urusan.

Sims Collin mengangguk satu kali. Memasuki mobil dengan di ikuti Rose dari arah berlawanan.

"Sepertinya aku butuh waktu untuk istirahat." Pria itu menggumam.

Rose melirik sekilas. "Apakah perlu Saya cancel jadwal Anda untuk beberapa hari ke depan?"

Sims menggeleng. "Tidak perlu. Kau bicarakan saja jadwal temu dengan Mr. Frederick."

Rose mengangguk paham. Ia pun mengeluarkan ponsel dan menghubungi Asisten Frederick. Tengah membicarakan pertemuannya yang mungkin akan ia tunda. Selepas itu, ia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas tangan yang ia bawa.

"Maaf, Mr. Sims. Jadwal Mr. Frederick sangat padat. Dia tidak ada waktu untuk menemui Anda jika pertemuan kita tunda. Mr. Frederick hanya punya waktu luang yaitu besok."

Sims memijit pelipisnya sembari berdecak. Menopang kepalanya menggunakan tangan kanan yang ia sandarkan pada kaca mobil. Menghela napas lelahnya dan mengibaskan tangan tak perduli.

"Terasarah! Atur keberangkatannya untuk besok kembali ke Milan."

Anggap saja Rose pegawai yang jahat. Melihat kelelahan juga kepasrahan atasannya, justru ia menghela napas lega karena akhirnya kota Milan akan ia pijak kembali. Sungguh, sebenarnya Rose tidak segila itu mengenai kemana ia akan pergi meninggalkan New York. Akan tetapi, semenjak pertemuannya dengan Adonis selama 23 tahun hidupnya, dirinya menjadi gadis tak masuk akal yang selalu memikirkan kota lain agar ia tak di pertemukan oleh Pria itu. Padahal, siapa yang tahu takdir? Jika semesta telah menginginkan mereka bertemu, siapa yang bisa menolaknya?

....

Rose mengikuti langkah Sims begitu mereka memasuki lorong hotel. Menatap punggung atasannya dengan guratan keraguan. Terlihat sekali jika Pria itu sangat lelah. Untuk sekedar memanggilnya pun Rose ragu. Akhirnya pun Rose lebih memilih untuk memasuki kamarnya. Akan tetapi suara Sims lebih dulu menghentikan tangannya yang sudah terulur untuk membuka pintu.

Rose memutar balik tubuhnya dan menatap Sims dengan raut bertanyanya.

"Kau sudah mengatur jadwal keberangkatannya 'kan?'

"Tentu, Mr. Sims."

Ketika Pria itu membuka pintu kamarnya, Rose tanpa pikir panjang memanggilnya. Menggaruk tengkuk canggung begitu sadar jika keinginannya yang sudah ia lupakan justru terlaksana tanpa ia perintah.

Sims mengerutkan keningnya.

"Saya mau keluar sebentar. Jika Anda perlu sesuatu---"

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan! Pergilah!"

Rose menyunggingkan sebelah bibirnya. Mengangguk dengan ragu dan menatap menghilangnya punggung Sims melewati pintu.

Rose berjalan meninggalkan pintu kamarnya yang belum sempat ia buka. Keluar dari hotel dan mencari taxi untuknya pergi. Ia akan mengunjungi orangtuanya. Tidak memikirkan malam yang sudah semakin larut, karena dirinya tidak memiliki waktu lagi untuk pergi menemui mereka. Besok ia sudah harus berangkat ke Milan.

Rose keluar dari mobil yang di tumpanginya setelah memberikan lembaran uang kepada sang sopir taxi. Berterimakasih sebelum mobil itu pergi. Perempuan itu menyambut sapaan hangat dari penjaga gerbang yang masih terjaga. Tersenyum lebar begitu gerbang besar terbuka untuknya.

Rose tersenyum ketika Ayah dan Ibunya menuruni tangga dan berjalan ke arahnya. Memeluk Benedict juga Yeslin meluapkan emosi kerinduamnya.

"Kau jadi semakin kurus! Kau tidak merawat diri di Milan?"

Rose tertawa geli ketika Yeslin mengomentari bentuk tubuhnya dengan tatapan memperingati.

"Astaga, Mom.. Rose bahkan sangat senang di sana." Balasnya.

"Kau memang semakin kurus. Tapi penampilanmu jauh lebih menarik dan lebih cantik." Goda Ayahnya sembari mengerling ke arah Rose.

Gadis itu semakin tertawa renyah. Memeluk kembali Ibunya dengan erat. "Tapi Mom lebih cantik. Bukan begitu, Dad?" Rose balik menggoda Ben dengan memainkan pipi Yeslin.

Wanita itu memukul ringan lengan Rose. Membuat gadis itu melepaskan pelukannya pada Yeslin.

"Mom selalu cantik." Gumam Ben menatap Yeslin.

Rose tersenyum bahagian melihat Ayah dan Ibunya yang terlihat mesra meski melalui tatapan. Menilik jam di tangannya dan menghembuskan napas kecewa.

"Rose harus kembali ke hotel."

Ben dan Yeslin mengerutkan kening bingung. Dan Rose menatap bergantian keduanya.

"Besok aku harus berangkat ke Milan."

Yeslin menghela napas. Mengusap lembut kepala putrinya dan mencium sisi wajahnya.

"Padahal baru beberapa menit kau di sini." Lirihnya masih mengelus rambut Rose.

"Jaga dirimu, Sayang."

Rose mengangguk.

"Bekerjalah dengan baik." Dan Ben menambahkan.

Rose tersenyum. "Pasti, Dad." Jawabnya.

Perempuan itu berganti memeluk Ayahnya. Keluar meninggalkan rumah dengan perasaan kecewa ketika melihat tatapan khawatir juga cemas dari Ibunya. Namun ini pilihan Rose. Hidup sendiri dan mandiri. Sesakit apapun ketika meninggalkan orangtuanya, ia akan tetap mempertahankan pendiriannya.

....

Rose tengah berjalan hendak memasuki kamar hotelnya ketika suara ketukan sepatu menggema di lorong. Membuat Perempuan itu membalik badan dan menoleh siapa yang tengah berjalan, yang sepertinya mengarah pada dirinya berdiri saat ini.

Perempuan itu mengangkat sebelah alisnya begitu seorang gadis dan laki-laki masuk ke dalam salah satu kamar yang berada di ujung lorong. Rose mengerutkan kening bingung. Tapi ia mengendikkan bahu acuh. Tak ingin ikut campur urusan. Lagi pula mereka mungkin saja suami istri? Jika pun tidak tidak masalah sepertinya.

Rose memutar knop pintu hendak masuk. Namun lagi dan lagi suara lain mencegah niatnya. Dan kali ini, sosok yang tak ingin ia temui ternyata adalah orang yang membuatnya menoleh. Rose mengerutkan kening semakin tajam. Mengalihkan wajah dan memasuki kamar hotelnya tanpa membalas tatapan Pria itu ketika tubuh kokoh sang Pria melewati dirinya. Akan tetapi di balik pintu, Rose terheran. Kenapa ia hanya menatap dan tak menemuinya?

Rose menggelengkan kepalanya kuat, berusaha menghilangkan pikiran-pikiran aneh yang mampir di otaknya.

Gadis itu meninggalkan pintu dan menaruh tas tangannya di atas ranjang. Mengambil bathrobe lalu membawanya masuk ke dalam kamar mandi.

Beberapa menit kemudian Rose keluar dari kamar mandi. Melilitkan rambut panjangnya yang basah menggunakan handuk kecil. Ia duduk di pinggiran ranjang sembari memainkan ponsel. Mengecek apakah ada e-mail masuk yang mana mungkin mengenai pekerjaan. Ah.. Ada begitu banyak e-mail masuk. Membuat Rose seketika menyesal telah masuk ke dalam akun-nya sendiri. Niat hati ingin beristirahat, justru di sibukkan kembali dengan membaca seluruh pesan tersebut.

Tok! Tok!

Kepala Rose menoleh ke samping. Menaruh ponselnya dan bangkit dari duduk nyamannya. Gadis itu pergi mengambil paperback yang berisi setelan baju. Tadi Rose membelinya sebelum pulang ke hotel. Akan tetapi ketika dirinya hendak membuka ikatan jubah mandinya, ketukan di pintu semakin keras terdengar. Membuat Rose merasa tidak yakin jika orang di luar sana akan bersabar menunggunya berganti pakaian.

Sebelumnya Rose bimbang, apakah benar membukakan pintu bagi orang dengan menggunakan jubah mandi saja? Bahkan orang asing? Namun apa jadinya jika pemikiran itu telah di gantikan dengan rasa panik saat si pengetuk pintu seolah akan merobohkan pintu itu sendiri? Benar, Rose telah tiba di belakang pintu. Memutar handle-nya dan membelalak begitu sosok Adonis berdiri menjulang di hadapannya.

Sosok itu menatap Rose dengan tersenyum simpul sebelum akhirnya meredupkan pandang ketika netra tajamnya menemukan tubuh Rose yang hanya tertutupi oleh jubah mandi berwarna putih. Menelusuri awak molek di depannya dari atas hingga bawah. Lalu kembali menjatuhkan tatapannya pada mata terkejut Perempuan itu.

Dengan tanpa ijin, Adonis mendorong dan memutar tubuh Rose ke belakang pintu, membuat pintu itu tertutup dengan suara keras karena dorongannya pada tubuh Rose. Perempuan itu tersentak. Membulatkan matanya menatap Adonis. Merontakan tangan yang di cengkeram oleh Pria itu dengan kuat.

"Apa kau selalu membukakan pintu untuk Pria lain seperti ini?"

Dahi Rose mengernyit tajam ketika Adonis menggeram di hadapannya. Menatap Pria itu heran juga bingung.

"Apa yang kau katakan?" Balas Rose dengan nada tegasnya yang menantang.

Adonis mengurai cengkeraman di tangan Rose. Terus turun dan menarik simpul tali di pinggang Permpuan itu.

"Adonis!!" Refleks Rose segera menutupi tubuhnya yang hampir terekspos karena ulah gila Adonis. Napasnya memburu karena amarah. Matanya berkobar ketika menatap Adonis dengan tajam. Seolah ingin membakar Pria itu melalui tatapannya.

"Kau tidak akan tahu siapa orang yang mengetukkan tangannya pada pintu. Tapi kau keluar membukakan pintu dengan hanya mengenakan jubah mandi sialan seperti ini."

Adonis menjeda kalimatnya ketika melihat ketakutan dalam mata Rose yang menantangnya.

"Bagaimana jika orang itu bersikap seperti tadi?" Suara Adonis melembut. Menunduk dan meraih tali jubah Rose.

"Melepaskan paksa apapun benda yang ada di tubuhmu? Termasuk.. sesuatu yang amat berharga di dirimu?"

Napas Rose tercekat sempurna. Apa yang di katakan Adonis mungkin saja benar, mungkin saja bisa terjadi. Namun gerakan cepat Rose yang membukakan pintu itu bukankah refleks karena orang yang mengetuk sudah tak sabar untuk di bukakan? Dan itu ulah Adonis. Jadi, siapa yang patut di salahkan di sini? Rose atau Adonis?

Perempuan itu menghempaskan tangan Adonis yang masih mencengkeram kuat pergelangan tangannya. Mengaitkan tali di pinggangnya dengan erat.

"Keluar!" Desisnya menatap Adonis.

Pria itu tersenyum kecil. Menggelengkan kepala heran membalas tatapan Rose. Mundur beberapa langkah ketika Perempuan itu berjalan meninggalkan dirinya.

"Pergilah, Ad." Serunya membelakangi si Pria.

Adonis dengan cepat membalik badan dan menatap punggung Rose. Guratan senyum tergambar jelas di wajahnya saat mendengar Rose memanggilnya dengan nama yang sudah sering keluarganya ucapkan. Menggaruk pelipisnya sembari menetralkan wajah yang semula kaku karena terus tersenyum meskipun senyuman tipis.

"Aku menyukai panggilan itu."

Rose merotasikan bola matanya. Menghela napas jengah kemudian memutar tubuh menghadap Adonis. Ia menyilangkan kedua lengannya di bawah dada. Menatap sosok Adonis dengan malas.

Pria itu memperhatikan apa yang di lakukan Rose. Terus memandangnya hingga ia menyadari akan sesuatu. Sejenak ia membulatkan matanya. Akan tetapi ia dengan cepat mampu mengubah ekspresi menjadi seperti semula. Dalam hati ia mencoba bersabar dan menyadarkan dirinya. Ia bersumpah jika Rose tidak memakai bra-nya. Terbukti ketika Perempuan itu menyilangkan tangan. Sesuatu tercetak jelas dalam pandangan Adonis. Ia mengeraskan rahang dan mengalihkan pandang dari dada Rose.

"Astaga, Rose.. Jika seperti ini kau akan membuatku mati!" Dan ia menggeram. Menatap mata Rose yang terlihat kebingungan dengan ucapannya.

"Pergilah, Adonis Axvorld. Aku lelah, aku butuh waktu banyak untuk istirahat. Tidak ada waktu untukku meladeni Pria seperti dirimu."

Adonis mengendikkan bahu. "Baiklah jika itu maumu, Nona Anderson. Tetapi, berikan sebuah ciuman perpisahan untukku."

Rose membulatkan matanya. Mengambil bantal di ranjang dan melemparkannya pada Adonis. Mengumpati Pria itu sekenanya.

"Brengsek! Ternyata kau memang Pria penggoda! Sialan! Pergi kau!"

Adonis terkekeh menangkap bantal yang hampir mengenai wajahnya. Melemparkannya balik ke arah Rose.

"Tadinya bukan, Nona. Akan tetapi ketika kau mengataiku demikian waktu pertunangan Adikku, mungkin saja aku sudah berubah menjadi Pria brengsek? Si penggoda sialan? Dan nyatanya itu karena kau. Semuanya karena kau."

Rose menatap Adonis dengan ekspresi panik saat Pria itu mendekat.

"Kaulah penyebabnya, Rose. Kau yang membuatku menjadi lelaki gila, yang selalu memikirkan tubuh perempuan asing yang selalu menantangku lewat sorotan matanya."

Rose mengingat perkataan Adonis tadi di pesta. Pria itu tertarik dengannya. Dan kali ini Adonis lebih menjelaskan dengan begitu jelas apa yang sebenarnya membuatnya tertarik.

Ya.

Tubuhnya.

Sial!

"Kau membuatku takut!"

Adonis kembali tertawa kecil. Menunduk sejenak sebelum akhirnya menatap tepat ke dalam mata Rose.

"Ketakutanmu akan semakin membuatku tertarik. Berhati-hatilah."

Rose tahu itu peringatan yang sangat kuat dan tak bisa terbantahkan lagi. Sorotan mata Adonis bahkan lebih kuat dari ucapannya. Membuat Rose benar-benar merasa takut juga waspada akan semua gerak-gerik Adonis.

"Kau sudah seperti Pria cabul. Pergi dari kamarku, Ad!"

"Sayangnya aku hanya akan mencabuli dirimu."

"Sialan, kau!!"

Rose benar-benar tidak bisa menebak seperti apa Adonis. Ia juga tidak bisa melawan perkataannya yang selalu terdengar congkak. Adonis begitu kuat dan tak terbantahkan. Setiap apapun yang di lakukannya selalu terlihat benar. Dan Rose tak bisa berbuat apapun untuk melawan. Atau pun merusak kepercayaan diri Adonis yang begitu kuat. Aura Adonis sangat dominan untuk Rose rasakan. Dan Rose benci terhadap apapun yang mampu menguasai emosinya.

Adonis benar-benar lelaki Brengsek!

●●

Jangan lupa vote + comments ya guys.. 😂😂

Love you 💜💜 & Thx 🤗

Ig : @adonisxavier_xvorld

Official Adonis account

Pokračovať v čítaní

You'll Also Like

1M 7.1K 21
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) Hati-hati dalam memilih bacaan. follow akun ini biar lebih nyaman baca nya. •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan sa...
2.5M 118K 54
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
2.7M 21.9K 44
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
6.8M 338K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...