Steganografi [Meanie Ver.]

By Yibologic

400K 40.5K 7.5K

[COMPLETE+SEQUEL] Wonwoo adalah cinta pertama Mingyu di bangku sekolah menengah pertama. Dan takdir mengikat... More

Chapter : One
Chapter : Two
Chapter : Three
Chapter : Four
Chapter : Five
Chapter : Six
Chapter : Seven
Chapter : Eight
Chapter : Nine
Chapter : Ten
Chapter : Eleven
Chapter : Twelve
Chapter : Thirteen
Chapter : Fourteen
Chapter : Fifteen
Chapter : Sixteen
Chapter : Seventeen
Chapter : Eighteen
Chapter : Nineteen
Chapter : Twenty
Chapter : Twenty-Two
Chapter : Twenty-Three
Chapter : Twenty-Four
Chapter : Twenty-Five
Chapter : Twenty-Six
Chapter : Twenty-Seven
Chapter : Twenty-Eight
Chapter : Twenty-Nine
Chapter : Thirty
Chapter : Thirty-One
Chapter : Thirty-Two
Chapter : Thirty-Three
Chapter : Thirty-Four
Chapter : Thirty-Five
Chapter : Thirty-Six
Chapter : Thirty-Seven
Chapter : Thirty-Eight
Chapter : Thirty-Nine
Chapter : Forty [Last Chapter]
Sequel : Part 1
Sequel : Part 2

Chapter : Twenty-One

8.5K 998 206
By Yibologic

"Jika kau memang sudah tidak bisa menunggu lebih lama, maka aku akan mengatakannya malam ini"

Wonwoo mengatupkan mulutnya seketika. Menggertakkan giginya tanpa suara. Dia bahkan tak tahu mengenai hal yang seharusnya dia lakukan untuk menanggapi kalimat Mingyu yang sekarang tengah memandanginya dengan wajah penuh ketenangan.

"Aku...."

"Sejujurnya aku belum sesiap itu untuk kehilanganmu Wonwoo... tapi aku menyadari, aku tidak bisa menjadi orang yang egois dan hanya memikirkan tentang perasaanku, menahanmu lebih lama hanya akan membuatmu lebih tersiksa...". Mingyu mengangguk dengan pelan. Senyum yang dia kulum sejak beberapa menit yang lalu tak juga enyah dari bibirnya. Hanya saja, sebuah hembusan nafas berat terdengar nyaring dan jelas seolah menjadi sebuah pertanda betapa berat beban yang di pikulnya atas perasaannya terhadap sang istri.

Wonwoo memutar kepalanya. Tatapannya kemudian terlihat nyalang. Kelopak matanya bergetar seiring dengan kedua tangannya yang mencengkeram sofa yang sedang mereka duduki lebih erat.

"Wonwoo?". Merasa ada yang salah, Mingyu kemudian mencondongkan tubuhnya. Membuat dirinya menjadi lebih dekat dengan sang istri yang tak juga mengalihkan pandangannya. Mingyu kemudian menjadi semakin lancang. Dia mengangkat tangan kanannya demi meraih pundak Wonwoo dan mengguncang tubuh ringkih itu pelan. "Kau baik-baik saja?"

.

.

.

[Flashback]

Siang itu Wonwoo sedang duduk di atas ranjangnya. Ada sebuah buku novel miliknya yang sudah dia baca untuk yang kedua kalinya. Sekedar ingin menghabiskan waktu senggangnya siang hari ini.

Dongwoo sedang pergi bekerja, sedangkan Mingyu sedang menemani sang ibu mertua untuk berbelanja beberapa keperluan.

Hanya Wonwoo yang sedang menghuni rumah itu, bersama adiknya yang kali ini sedang berbaring di sisi sang kakak sembari memainkan ponsel pintarnya. Semenjak Wonwoo pulang, Jungkook seperti enggan untuk keluar dari rumah kecuali jika dia memiliki janji bersama temannya untuk bermain basket bersama Mingyu yang menjadi pelatih mereka.

Siang itu terasa sangat terik. Bahkan Wonwoo menyalakan pendingin ruangannya pada suhu paling rendah.

"Hyung"

"Hm?". Jawabnya. Masih tak juga mengalihkan pandangannya dari novel yang berada dalam genggamannya.

"Apakah Seoul itu menyenangkan?"

Wonwoo sedikit mengalihkan tatapannya dari buku yang tengah di pegang olehnya. Melirik sang adik yang masih sibuk dengan ponsel miliknya. "Kenapa?"

"Aku ingin melihat Seoul"

Kemudian dia mengulum senyum tipisnya. Mengusap surai halus sang adik dengan pelan. "Saat liburan musim panas semester depan aku akan membelikanmu tiket ke Seoul dan menghabiskan liburanmu disana"

"Benarkah?"

Jungkook terlihat sangat antusias dengan jawaban sang kakak. Dia meletakkan ponselnya dengan cepat, menegakkan tubuhnya demi menatap kedua bola mata sang kakak dan mencari sebuah kebenaran dari jawabannya.

"Dengan syarat bahwa nilaimu di semester depan harus lebih baik dari nilaimu di semester ini"

Dan Jungkook terlihat lesu. Jujur saja, memang adiknya itu tak sepintar Wonwoo. Namja manis dengan gigi layaknya kelinci itu lebih tertarik pada olahraga daripada materi yang di berikan oleh para gurunya di depan kelas.

"Hanya naik 1 digitpun tidak apa-apa kan?"

"Harus masuk 10 besar"

"Hyung...". Rengeknya. Seperti tengah ingin meminta sebuah pengertian dari sang kakak walaupun gagal.

"Kookie...pelajaranmu juga penting, aku tahu kau sangat menyukai basket, tapi bukan berarti kau bisa mengabaikan pelajaranmu"

"Tapi nilaiku tidak seburuk itu hyung"

"Kau mendapat peringkat 14 semester ini dan kau masih mengatakan bahwa nilaimu tidak seburuk itu?!"

"Menyeimbangkan waktu belajar dengan waktuku untuk berlatih basket itu tidak mudah"

"Mingyu juga sangat menyukai basket, dan nilainya juga sangat baik di kelas"

"Ck.. aku berbeda dengan Mingyu hyung, passionku memang pada bidang olahraga..."

"Kau selalu mencari alasan setiap kali aku..."

"Ah hyung...". Berusaha mengalihkan pembicaraannya dengan sang kakak yang tiba-tiba menjadi serius. Kemudian Jungkook mencari topik baru yang mungkin saja akan membuatnya terhindar dari omelan sang kakak. Dia kembali membaringkan tubuhnya. Namun kali ini dengan meletakkan kepalanya pada pangkuan sang kakak. "Ceritakan padaku tentang kehidupanmu disana"

"Aku tahu kau sedang berusaha mengalihkan pembicaraan Jeon Jungkook"

"Anni... aku benar-benar penasaran dengan kehidupanmu disana, kau sepertinya sangat nyaman dengan kehidupanmu di Seoul sehingga kau tidak pernah pulang semenjak kau menikah"

Wonwoo terkejud dengan pertanyaan sang adik yang begitu tiba-tiba. Dia tak menyangka bahwa dia akan mendapatkan pertanyaan seperti ini di siang hari yang sangat terik. "Aku..."

"Apa Mingyu hyung memperlakukanmu dengan baik?"

"Apa? Y-ya... dia baik". Jawabnya. Ada sebuah deheman pelan yang terdengar ketika Wonwoo mengalihkan tatapannya pada sisi luar kamarnya yang terlihat jelas darri jendela besar yang ada di dalam kamarnya.

"Woah... aku tahu bahwa perkataan eomma saat itu memang tepat"

"Eomma?"

"Hm.. eomma mengatakan bahwa kau pasti akan bahagia bersama Mingyu hyung karena dia sangat menyukaimu.. "

"E-eomma mengatakan hal itu?"

"Hm...". Jawabnya. Jungkook sepertinya mendapatkan celah untuk mengalihkan perhatian sang kakak dan melupakan pembahasan awal mereka. "Kau tahu hyung? Eomma dan appa mengatakan bahwa mereka sangat senang atas pernikahan kalian. Menjadi besan dengan paman Kim adalah keinginan mereka dan kau berhasil mengabulkannya"

"Itu... bukan sesuatu yang istimewa"

"Tidak bagimu, tapi itu sangat istimewa bagi mereka. Kau mungkin tidak tahu.. setelah kau pergi ke Seoul, eomma memintaku mengundang teman-temanku untuk datang ke rumah. Mengajak mereka makan dan membagikan beberapa hadiah. Eomma juga membagikan makanan untuk para tetangga setelahnya"

"Kenapa eomma melakukan hal itu?"

"Entahlah.. bukankah terkadang kita memang tidak tahu bagaimana pemikiran mereka? Yang aku tahu, Appa dan eomma memang benar-benar sangat senang atas pernikahanmu"

"Kau tahu bukan bahwa aku..."

"Dijodohkan? Ya.. aku tahu, tapi Mingyu hyung sepertinya benar-benar sangat mencintaimu hyung"

"Aku tahu itu"

"Dan dia bisa menjagamu dengan baik"

Wonwoo menundukkan wajahnya dengan pelan. Ada sebuah senyum samar yang tersungging pada bibir tipisnya. Kemudian kedua tangannya memilih untuk menutup buku tebalnya dengan pelan. Meletakkannya di sisi kirinya. Dia tak lagi berminat untuk melanjutkan kegiatannya. Tiba-tiba ada sesuatu yang menarik dirinya untuk menjadi lebih antusias menanggapi ucapan sang adik. Meskipun dia tahu bahwa pada awalnya sang adik hanya ingin mengalihkan topik pembicaraan mereka mengenai pelajaran.

Wonwoo tak segera menanggapi kalimat Jungkook. Sebuah kegetiran menyergapnya diam-diam. Ketika Jungkook mengatakan bahwa Mingyu bisa menjaganya dengan baik, jauh di dalam hati kecilnya dia memang mengatakan iya. Mingyu selama ini memang menjaganya. Namun, ingatan tentang dirinya yang harus kehilangan bayi mereka beberapa bulan yang lalu tak bisa dia hapus begitu saja.

Wonwoo sadar itu memang bukan kesalahan Mingyu. Kehadiran bayi itu memang dikarenakan keserakahan Mingyu yang sudah memaksanya tanpa sebuah kata permisi. Namun, Wonwoo benar-benar mengakui kesalahannya bahwa mereka harus merasakan sebuah kehilangan karena kebodohannya. Seandainya dia bisa berkompromi dengan egonya mungkin dia tak harus membunuh bayinya.

"Hyung?"

"Hm?"

"Kenapa kau diam saja?"

"Anni...". Jawabnya pelan. Ada sebuah tarikan nafas sama yang di dengar oleh adiknya. "Bolehkah aku bertanya mengenai pendapatmu?"

"Tentu"

"Apa.... Yang akan kau pikirkan jika aku dan Mingyu berpisah?"

"Eh?". Jungkook lalu membuat kepalanya menjadi lebih menengadah. Berusaha menatap wajah sang kakak yang teralih dengan cepat. "Apa terjadi sesuatu?"

"T-tidak.... Hanya sebuah perandaian"

"Aku tidak tahu mengenai hal itu, aku tidak pernah berpikir bahwa kalian akan berpisah sekalipun kalian menikah karena sebuah perjodohan melihat bagaimana cara Mingyu hyung memperlakukanmu. Namun... apa kau tidak berpikir bagaimana perasaan eomma dan appa? Mereka menangis bahagia saat kalian menikah... jadi tidakkah kau berpikir tentang bagaimana perasaan mereka? Pasti akan ada tangis kesedihan yang akan mereka ciptakan nantinya. Benar kan? Lagipula, eomma dan appa pasti akan malu karena semua orang pasti akan berpikir bahwa pernikahan anak pertamanya gagal"

Dan kalimat itu, menjadi kalimat penutup bagi mereka untuk menghentikan obrolannya. Hingga kemudian Jungkook terlelap pada pangkuan sang kakak.

[End of Flashback]

.

.

.

"Wonwoo...". Sekali lagi. Laki-laki itu mengguncang pelan tubuh kurus sang istri. Raut khawatir benar-benar terlihat pada wajah tampannya.

Bagaimana tidak? Wonwoo tiba-tiba menjadi diam dengan wajah pias.

"Mengenai.... Perceraian itu.."

"Ya... aku menyanggupinya, setidaknya jika memang itu akan melepaskan bebanmu, maka aku akan menyanggupinya. Tidak apa-apa. Lupakah ucapanku sebelumnya, aku akan..."

"Mingyu". Potongnya dengan cepat. Memutar tubuhnya demi berhadapan dengan laki-laki tinggi di depannya. "Bisakah.... Kau menundanya lebih lama?"

Tak ada hal yang bisa dia katakan sebagai sebuah jawaban atas pertanyaan Wonwoo yang begitu tiba-tiba. Dia tak segera menggerakan bibirnya baik untuk memberikan sebuah pertanyaan maupun jawaban. Yang dia tahu, sosok kurus itu, tubuhnya terlihat gemetar.

Sorot matanya berubah lebih sendu dengan beberapa bulir air mata yang sepertinya dia tahan dengan susah payah di pelupuk matanya.

Mingyu sedang berusaha mengembalikan kesadarannya saat Wonwoo mencengkeram lengannya lebih erat dengan wajah yang tertunduk.

"Kau... bisa mengulangi kalimatmu?". Tanyanya penuh kekakuan.

"Aku tidak bisa membuat kedua orang tuaku terpukul sekarang Mingyu... tidak..."

Mingyu mengerjap dengan cepat. Menelan ludah pahitnya dengan kelu. Nafasnya lalu menjadi lebih cepat ketika mendengar kalimat demi kalimat yang istrinya utarakan. Dia tak mengerti. Tak begitu banyak kata yang Wonwoo katakan dan hal itu justru menjadi sumber baginya untuk menjadi lebih sulit memecahkan teka-teki yang tengah Wonwoo ciptakan.

"Aku masih tidak mengerti... bukankah kau mengatakan bahwa kau ingin segera mengakhirinya?"

"Kupikir iya... tapi kedua orang tuaku, aku masih belum sanggup untuk mengecewakannya.."

Tes!

Luruh.

Wonwoo tak sanggup lagi menahan air matanya yang sejak beberapa menit lalu dia tahan dengan susah payah.

"Aku akan menjadi sosok paling berdosa jika aku menyakiti mereka sekarang"

"B-bukankah...pada akhirnya... ini akan sama saja?"

"Jika kau bisa menjamin bahwa kalimatmu nanti malam tidak akan menyakiti keduanya maka aku akan mengiyakan"

Mingyu bingung. Dia sibuk mencerna satu persatu maksud dari kalimat yang Wonwoo sampaikan. Dia tak ingin di tipu oleh halusinasinya lagi dan lagi. Membohongi diri sendiri hanya akan menyiksa seseorang yang disayanginya itu tersiksa lebih lama.

Namun, di salah satu sudut hatinya, batinnya bergejolak. Mengirimkan sebuah pemikiran seolah-olah bahwa kali ini Wonwoo tengah menahannya agar mereka tak bercerai.

Tapi tidak... pada akhirnya Mingyu juga akan tetap di paksa untuk meninggalkannya bukan? Mingyu sudah mempersiapkan diri dan hatinya sebelum mereka berbicara hari ini. Dia tak tahu apakah di kemudian hari dia akan menemukan keberanian sehebat ini lagi atau tidak.

"Aku...."

"Aku mohon... setidaknya biarkan hal ini berjalan lebih lama.."

"Tapi aku tak tahu apakah di kemudian hari aku bisa melakukan hal yang sama atau tidak Wonwoo"

Istrinya itu mengangkat wajah dengan mata sembabnya. Air matanya belum juga mengering dan masih di hujani oleh bulir-bulir air mata yang terlihat enggan untuk berhenti. Isakannya benar-benar terdengar jelas menyapa pendengarannya.

"Aku sudah menyiapkan diriku untuk hari ini... aku sudah mengambil keputusan untuk melepaskanmu, tapi..."

"Aku belum siap untuk membuat ayah dan ibuku menangis karena keegoisanku"

"Tapi bukankah ini berarti kau juga sedang bersikap egois terhadapku Jeon Wonwoo??!!". Tegasnya. Suaranya terdengar lebih keras. Namun tak cukup bisa untuk di dengar oleh orang lain kecuali mereka. "Kau tahu aku mencintaimu tapi kau memaksaku untuk melepaskanmu, dan ketika aku membulatkan tekat untuk melepaskan perasaanku, kenapa kau justru membuatku terombang-ambing? Apa kau masih belum cukup menyiksaku? Apakah kau masih ingin bermain-main dengan perasaanku"

"M-mingyu....bukan seperti itu". Wonwoo lalu menghentikan tangisnya. Dia tak terkejud. Dia tahu. Dia mengerti bagaimana perasaan teman sekelasnya itu. Hanya saja, dia tak menyangka bahwa Mingyu akan mengatakan hal itu dengan sikap setegas ini.

"Tak peduli bagiamana perasaan ayah dan ibumu. Tapi... jika kali ini kau menahanku untuk melakukannya... maka aku tidak bisa berjanji bahwa di kemudian hari aku akan melakukannya untuk yang kedua kalinya"

Wonwoo tercenung. Air matanya benar-benar menyusut dan telah surut sepenuhnya. Kedua mata kucingnya tak bisa lepas dari sorot mata tajam yang sedang mengintimidasinya. Kedua tangannya yang semula tengah mencengkeram lengan Mingyu dengan erat, perlahan menjadi lebih longgar. Dia tak bisa mempercayai pendengarannya sendiri.

"I-itu artinya...."

"Artinya mustahil membuatku untuk menceraikanmu"

"Kim..."

"Aku tahu kau tidak pernah membuka hatimu untukku, tapi aku akan menunggu.."

"Tidak". Wonwoo seolah tersadar dengan kalimatnya. Kemudian melepaskan tangannya dari kedua lengan Mingyu dengan cepat. "Untuk apa kau menunggu hal yang sia-sia?! Aku..."

GREP!!

Dia tahu istrinya itu akan beranjak pergi. Sehingga Mingyu berpikir, dia harus menahannya sebelum pembicaraan panjang ini usai. Kedua tangannya seperti tak bisa lagi untuk di kendalikan dan menahan tubuh kurus itu pergi lebih jauh. Melingkarkannya dengan erat dan memeluknya dari sisi belakang saat namj manis itu berdiri dan bersiap untuk menghilang dari hadapannya. Menumpukan dagu lancipnya pada pundak Wonwoo.

Aneh...

Bahkan istrinya tak meronta atau sekedar memintanya untuk dilepaskan. Entah karena rasa terkejutnya, atau karena hal lain yang di rasakannya. Dalam diamnya, Mingyu tahu bahwa Wonwoo tengah mengatur nafasnya yang beradu dengan waktu.

"M-ming..."

"Aku manusia...". Ucapnya. Suaranya terdengar serak dan bergetar. Seolah sedang berusaha menahan suara tangis yang begitu berat. "Aku juga punya sisi yang membuatku egois Wonwoo.. Apa yang salah dengan perasaanku? Apa kau pikir selain mencintaimu, aku juga tak berusaha untuk membencimu? Sudah... aku sudah melakukannya tapi selalu gagal.."

"Mingyu lepaskan...". Tidak. Wonwoo tidak mengatakannya dengan penuh penekanan. Melainkan sebuah kalimat halus yang terdengar seperti permohonan.

"Kau hanya sibuk membenciku hingga kau tidak bisa melihat kesungguhanku untuk mencintaimu.. aku juga sudah mengatkannya kepadamu bahwa aku akan menunggumu, selama apapun itu aku akan bersabar untuk menunggumu..". kedua lengan Mingyu terlihat memeluk tubuh kurus istrinya lebih erat. Memberanikan dirinya untuk menyusupkan wajah tampannya tepat di bawah telinga Wonwoonya yang membeku. "Aku sudah menunggumu lebih dari 4 tahun... lalu kau pikir aku tidak sanggup menunggumu lebih lama?"

Ada sebuah kata tanya di akhir kalimatnya. Namun Wonwoo tak juga membuka mulutnya untuk sekedar berucap. Dia membisu demi mengatur nafasnya yang memburu.

Mingyu kemudian melepaskan pelukannya. Memutar tubuh pujaan hatinya itu demi membuat kalimatnya terdengar lebih jelas. Menghapus sisa air matanya yang membuat pipi tirus itu terlihat kotor.

"Kau salah Wonwoo... asal kau mengijinkanku untuk tetap hidup bersamamu, maka aku bersedia untuk menunggumu sekalipun kau tidak pernah bisa mencintaiku hingga aku mati. Itu lebih baik daripada aku harus hidup dengan melihatmu di bahagiakan oleh orang lain".

Dan setelahnya. Tangan kanan Mingyu bergerak lebih cepat. Menyentuh pipi tirus namja manisnya itu dengan tangan gemetar. Sekalipun suara beratnya terdengar serak, Mingyu masih tetap bersusah payah untuk menyelesaikan kalimatnya.

"Aku masih tetap mencintaimu.... Sama seperti Mingyu yang mengejarmu 5 tahun lalu..."

Cup!

Dan kemudian... sebuah kecupan manis Mingyu hadiahkan pada bibir tipis Wonwoo yang membatu di depannya. Menutup kedua matanya perlahan. Menulikan pendengarannya juga kembali memeluk pinggang istrinya lebih erat.

"Jeon Wonwoo, kumohon... jangan memintaku pergi dari sisimu"

.

.

.

.

.

.

.

To be Continue.



Puasa-puasa masih semangat kan nungguin kelanjutannya? XD

Continue Reading

You'll Also Like

397K 40.5K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
177K 8.7K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
110K 9K 85
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
53.8K 11.6K 131
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...