END Monokrom x Akankah Asa Te...

By Shireishou

163K 20.3K 9.4K

Annetta Shelladhika Putri tak pernah menyangka bahwa ia memiliki cacat bawaan. Dalam delapan belas tahun kehi... More

PROLOG
Monokrom - 1 - Western Art Review
Monokrom - 2 - Drawing 1
Monokrom - 3 - Ulasan
Monokrom - 4 - Bra
Monokrom - 5 - Asisten
Monokrom - 6 - Perpustakaan
Monokrom - 7 - Presentasi
WAJIB BACA, YA!
Monokrom - 8 - Cemburu?
Monokrom - 9 - Berdua
Monokrom - 10 - Nirmana
Monokrom - 11 - Gelut
Monokrom - 12 - Tugas
Monokrom - 13 - Berdua
Monokrom - 14 - Duka
Monokrom - 15 - Konfrontasi
Monokrom - 16 - Rekonsiliasi
Monokrom - 17 - Inikah Namanya Cinta?
Monokrom - 19 - Satu Kamar Bertiga
Monokrom - 20 - Cemburu yang Membakar
Monokrom - 21 - Tangis yang Pecah
Monokrom - 22 - Di Antara Dua Takdir
PENGUMUMAN PEMENANG

Monokrom - 18 - Mangkokmu dan Aku

3.9K 675 287
By Shireishou

KISAH SEBELUMNYA

Kali ini senyum jahil menghias wajah Papa. "Jangan bikin iklannya sendirian kalau begitu."

"Lha terus?"

"Apa gunanya Aru sama Ray? Minta tolong dong sama mereka."

Netta hanya bisa melongo.

Dua jam setelah makan malam, Netta masih duduk termangu di kasur memeluk bantal kesayangannya. Memikirkan urusan re-branding tampaknya tak serumit memikirkan kalau dirinya lagi-lagi harus bergantung pada duo gesrek itu di kampus.

Apakah ia tak bisa membuat semuanya sendiri tanpa bantuan Ray ataupun Aru? Desainer macam apa yang selalu menggantungkan pekerjaannya pada orang lain? Bukankah dia harus belajar menjadi sosok mandiri seperti Mama? Sungguh, ia tak suka merepotkan orang lain terlebih untuk mendukung keinginannya. Netta kini merasa berubah menjadi sosok yang sangat egois.

Semua berawal sejak Netta mengetahui kebutawarnaannya.

Dunia terasa terlalu sulit untuk dijalani. Semua tampak menjadi beban karena ketakutan dalam setiap langkah yang dijalani. Seolah tak ada lagi kesalahan yang boleh ditolerir dalam hidupnya. Membayangkan setiap desain akan membuat orang mengetahui buta warna yang diidapnya selalu mampu membuat gadis itu gugup. Netta mengembuskan napas berusaha menenangkan diri.

Sejenak diamatinya gawai yang menampilkan layar Whatsapp dalam diam. Ada nama Aru dan Ray terpin di atas bersama dengan nomor Papa. Apa ia harus meminta bantuan keduanya malam ini? Diliriknya jam di atas meja. Sudah pukul sembilan. Sudah terlalu malam untuk memulai sebuah perbincangan.

Netta pun meletakkan gawainya ke atas meja dan merebahkan diri. Ruangan kamar yang sudah diatur temaram tak juga mampu membuatnya terpejam. Ia membayangkan harus melalui UTS, UAS dan tahun-tahun penuh kekhawatiran membuatnya sakit kepala.

Gadis itu meregangkan tubuhnya sejenak berusaha menyingkirkan semua beban. "Ah, dipikirin sekarang juga nggak mengubah keadaan. Tidur aja daripada besok kesiangan."

Ya ... mungkin besok ia akan mengajak keduanya bicara langsung saja.

Netta berjalan dengan tergesa dari parkiran menuju kelas. Cuaca hari ini sangat panas. Awan seolah enggan memberi perlindungan dari kejamnya sinar matahari pukul sebelas kurang.

Kelas sudah dipadati mahasiswa. Beberapa tampak panik masih berusaha mengerjakan tugas Nirmana yang sebentar lagi selesai. Beberapa justru mengobrol santai di kursi masing-masing.

Netta bergerak ke kursi biasanya. Ray dan Aru tampak sudah santai mencorat-coret buku sketsa masing-masing. Gadis itu selalu takjub. Kedua pemuda itu tak pernah membiarkan waktu tersia-sia begitu saja. Jika ada kesempatan, mereka akan membaca atau mencorat-coret apa pun di atas buku sketsa ukuran A5 yang selalu dibawa ke mana pun. Sedikitnya, ada rasa iri terselip di dada.

Ah, kenapa harus iri? Bukankah keduanya memiliki kemampuan seperti sekarang karena kerja keras mereka sendiri? Berapa jam yang dihabiskan dalam sehari untuk menggambar dan memperbaiki diri? Kini, mereka tinggal memetik hasilnya.

Mengingat itu, Netta menjadi lebih bersemangat. Dia berjanji akan berjuang lebih keras lagi untuk menyusul ketertinggalannya.

"Wow! Bokap udah percaya sama kemampuan lo!" Ray berseru riang ketika Netta menceritakan tugas dari Papa. Ruangan kelas masih juga ramai karena dosen tak kunjung tiba meski waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas. Maka ketiganya masih melanjutkan obrolan dengan santai.

Netta ternyata mengurungkan niat untuk meminta bantuan dari keduanya. Dia hanya meminta doa agar proses desainnya berjalan dengan lancar. Jika bisa, ia akan menyelesaikan semuanya sendirian.

"Kamu sudah ada konsepnya?" Aru mengeluarkan buku catatan mungilnya ke atas meja. Notes yang sering Netta lihat sebagai buku penyimpan doodle-doodle ide dan catatan acak sepanjang kuliah.

Netta memperlihatkan flyer lama milik Mama di gawainya. "Aku harus ngerombak ini. Hanya aja, kepenginnya, sih, warnanya jadi bernuansa hitam-emas. Soalnya target marketnya orang-orang menengah ke atas."

Aru mengangguk-angguk sembari mencorat-coret sesuatu di atas notes mininya. "Kalau sudah punya konsep dasar begitu lebih mudah. Bagus malah. Sudah mulai kumpul moodboard-nya?"

Netta menggeleng. "Baru semalam kan Papa minta tolongnya. Ini aja masih ngambang mau remake logo apa enggak." Pandangan perempuan itu menerawang sejenak.

"Satu-satu aja. Moodboard dulu, lalu pikirin cocok nggak logonya. Kalau cocok, ya, lanjut, kalau enggak, ya, re-branding. Setelah itu baru, deh, kita mikirin soal iklan-iklannya." Kali ini Aru memgeluarkan gawainya dan mulai mengetikkan sesuatu.

"Oh, gue punya beberapa koleksi gambar untuk moodboard di komputer kos."

Tiba-tiba salah seorang pengurus kelas mengetuk papan tulis beberapa kali. Semua mata langsung tertuju padanya. "Dosennya ada masalah mendadak hingga kelas diundur lusa. Buat yang belum kelar bikin tugas nirmana, bisa ngelanjutin lagi, tuh!" Perempuan dengan rambut diekor kuda itu terkikik lega. "Sekarang boleh pulaaang!"

Sorak-sorai langsung terdengar di penjuru kelas. Semua langsung bergegas menyiapkan tas dan pulang.

Netta berdecak kecewa. Mau bagaimanapun, dia sudah sangat siap untuk mengumpulkan tugas. Menunda dua hari rasanya menyebalkan. Harusnya dia bisa lebih santai lagi dalam menegaskan tepian gambar karena tenggat masih lama. Namun, ia tak boleh egois. Toh, banyak juga teman-temannya belum selesai. Lagi pula, bukankah dia juga bisa selesai berkat keberadaan Ray?

"So, mau ke kosan gue? Ntar, gue kasih lihat koleksi moodboard." Ray mencangklong tasnya dan bangkit berdiri sembari memainkan alis tebalnya naik-turun.

"Kurasa itu bisa menghemat waktu, daripada kamu mencari sendiri." Aru memasukkan peralatan tulisannya ke tas. "Aku rasa kepekaan Ray dalam warna juga cukup terasah. Apalagi dia komikus, kan? Untuk membuat karakter, beberapa komikus menggunakan moodboard sebelum mendesain."

Ray menoleh kaget mendengar Aru mendukung rencananya. Apa pemuda yang saat ini masih tak mengeluarkan ekspresi apa pun itu menyembunyikan sebuah rencana licik di baliknya? Membayangkan itu, Ray bergidik ngeri. Bukankah seseorang yang biasanya terlihat tenang, bisa diam-diam menghanyutkan?

"Kenapa?" Aru mengangkat kacamatanya sedikit kala menyadari Ray dan Netta memandangnya tanpa bisa berkata-kata.

Ray berdeham. "Ya udah, daripada kelamaan, yuk, langsung ke sana!" Pemuda berambut ikal itu langsung menggandeng tangan Netta dan setengah menyeretnya ke luar kelas.

Baru beberapa saat keduanya keluar dari kampus dan menyeberang jalan, mereka menyadari kalau Aru mengekor dengan santai di belakang.

"Loh? Ngapain lo ikut?" Ray menatap nggak suka.

Aru mengangkat bahunya tak acuh. "Kosanmu tidak ada larangan perempuan masuk. Jadi, pasti tidak ada larangan buat lelaki masuk, kan?"

Ray menjengit. "Serah lo, deh!" Pemuda itu tetap menggandeng Netta dan tak mau melepaskannya sepanjang perjalanan menuju kos.

Aru pun tetap tampak santai dan terus berjalan tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Sedikitnya Netta merasa kecewa. Rasa yang tanpa disadari menyisip ketika mengetahui kalau Aru tak melakukan apa pun ketika Ray menggandengnya.

Karenanya, Netta hanya bisa pasrah mengikuti bagaimana Ray setengah memaksa membawanya ke kos yang cukup membawa kenangan buruk itu. Namun, dengan adanya Aru, gadis itu yakin mereka tidak akan kemalaman lagi. Ada alarm hidup ikut hadir di ruangan.

Belum sampai di belokan kos, tiba-tiba Ray mengarahkan langkahnya ke sebuah warung makan bernuansa Jepang. Spanduk warna merah menyala dengan logo mangkok berbentuk huruf M itu terlihat mencolok. Di dalamnya sudah cukup banyak orang tengah memesan. Ada satu wilayah kosong di dekat jendela. Maka ketiganya langsung bergerak ke arah meja tersebut.

"Makan siang dulu. Gue ogah dianggap nggak kasih makan anak gadis orang." Matanya menatap Aru tajam. Sayangnya, yang ditatap masih tak acuh dan langsung duduk dengan santai di hadapan keduanya.

Mata Netta menyusuri daftar menu ukuran besar yang terpasang di dinding. "Aku chicken toripikadaron yang ukuran M aja."

Alis Aru naik sedikit melihat nama asing itu. "Itu apaan?"

Netta mencebik sambil mengangkat satu bahunya. "Enggak tahu. Namanya lucu. Aku pesen karena itu."

Ray langsung terkekeh. "Gue chicken kare aja."


"Original beef bowl size L."


Mulut Netta membentuk bulatan ketika mendengar pesanan Aru barusan. "Kecil-kecil ternyata porsi makanmu gede juga."

Dengan Santai Aru meletakkan tasnya di dekat kaki. "Laki emang harus banyak makan biar berotot, kan?"

"Hilih, kerempeng aja sok berotot!" Ray mencebik sambil menahan tawa.

"Mau dibuktiin?" Aru hampir saja membuka kancing kemeja teratasnya.

"HOOOY, KALIAN!" Netta berteriak dan tertawa terbahak. "Jangan ngaco, ah!"

Tak sampai lima belas menit, pesanan mereka sudah tiba. Netta terpana melihat semangkuk nasi berlauk potongan ayam goreng yang dibumbui pedas kemudian disirami saus Jepang dan mayones bertabur wijen.


"Aduh, a-aku, nggak bisa makan mayones," bisik Netta galau. Ditatapnya pesanannya dengan rikuh.

Tiba-tiba Aru menarik mangkok Netta dan menyodorkan miliknya. "Ambil saja punyaku. Belum kumakan."

"Atau mau kare gue aja?" Ray turut menawarkan.

Namun, melihat mangkoknya sudah lebih dulu berpindah, Netta tak enak jika harus menolak tawaran Aru. "Namun, aku nggak habis kalau porsi gede begini." Netta memandang mangkok ukuran besarnya kebingungan.

"Lemparin aja nasinya ke aku. Lauknya ambil aja semua nggak apa-apa." Aru mengambilkan sendok. "Kebetulan aku suka banget, kok, sama mayones."

Netta mengucapkan terima kasih dan menyerahkan sebagian nasinya kepada Aru. Ada rasa bahagia tak terjelaskan di dalam hati mendapat perhatian dari pemuda yang masih tak berekspresi kala mulai mengaduk ayam bermayones dengan nasi. Bulu kuduk Netta sedikit meremang melihat perpaduan itu.

Mereka makan sembari berbincang santai tentang detail travel agen milik Papa Netta. Alasannya agar keduanya bisa memikirkan sedari sekarang apa yang terbaik untuk desain mereka.

"Ini nggak apa-apa? Aku kayak ngerepotin kalian. Aku nggak pengin ngeganggu." Gadis itu menunduk dan memainkan sendok dalam mangkok.

Suara tawa renyah Ray terdengar, "Halah, lo nggak minta tolong, gue juga bakalan langsung nolongin. UTS bentar lagi. Akan lebih cepet kalau dikerjain ber ..." kalimatnya menjeda sedikit. "Dua...."

"Tiga!" ralat Aru cepat.

"Oke, tiga." Ray memutar bola matanya malas.

Netta merasakan kehangatan merengkuh dadanya. Matanya terasa panas. "Makasih ...." Tiba-tiba ia merasakan kelembutan tisu menyapa pipinya.

"Jangan nangis, dong! Gue jadi nggak enak. Ntar dituduh macem-macem udah bikin nangis anak orang." Pemuda berparas manis itu berusaha tersenyum.

Hanya anggukan yang bisa menjawab. Ray pun membelai pucuk kepala Netta dan berbisik, "Pokoknya lo nggak usah takut. Gue selalu ada buat lo."

Saat itu Aru hanya menggenggam gelas hingga buku-buku jarinya memutih.

Ketiganya tiba di depan kos Ray tepat pukul 12.30. Matahari mulai tak bersahabat menebarkan terornya membuat kulit Netta mulai memerah.

"Yuk, langsung masuk!" Ray membukakan gerbang dan pintu utama. Netta dan Aru berjalan tepat di belakang Ray ketika naik ke lantai tiga.

"Selamat datang di kamarku." Ray membuka pintu kamarnya lebar-lebar. Saat itu Netta hanya bisa membelalakkan mata penuh keterkejutan.

4 Juli 2019

Aku kepo sama nasi mayonya padahal wakkkaka

Demi bisa re up gambar yang hilang, aku sampe On di PC wakkaak

6 Mei 2019

Besok adikku [cewek] ultah. Hadiahnya apaan, ya? Hmmmmm Kasih hadiah anaknya aja? [lho]

Btw YANG MAU FREE MENTORING OPTIMASI WATTPAD cek Wattpad Tips Bab 117 dan 118, ya!!

Aru versus Ray makin memanas. Wakakka Kira2 siapa yang bakalan jadi pendamping Netta? Atau jomloin aja smua. Muahahaha

Doakan bisa istiqomah upload per 3 hari, yaaa!!!

Trus, ini Comico x Elex ceritaku belom diungah2 juga. Hix ... mau kirim bab selanjutnya juga jadi ragu-ragu. Hmmmm

Continue Reading

You'll Also Like

413K 45.6K 32
[Pemenang Wattys 2023] [Pilihan Editor Wattpad pada Juni 2022] Waktu Cassandra dapat tawaran untuk membimbing anak magang, dia pikir tidak akan ada m...
311K 63K 37
Hamil dan melahirkan di usia remaja membuat Aurel harus menjalani kehidupan yang berat sebagai orangtua tunggal. Namun, dia tidak pernah berputus asa...
821K 27.2K 14
[Tersedia di google play store] Link: https://play.google.com/store/books/details/Atyampela_Karunia_di_Seperempat_Abad?id=XshdEAAAQBAJ Pandangannya t...
SARLA By Ini Al

General Fiction

860K 35K 91
[ Follow sebelum membaca!] [Happy reading ] (Lengkap) ⚠️CERITA HASIL PEMIKIRAN SENDIRI⚠️ ⚠️PLAGIAT HARAP MENJAUH!!, MASIH PUNYA OTAK KAN?! MIKIR LAH...