Ten Million Dollars

By padfootblack09

50.5K 7.7K 2.5K

Min Yoongi itu kejam. Tapi keluarganya kaya raya. "Seungwan? Kamu punya uang?" Seungwan punya feeling. Ketika... More

Prolog
Chapter 1 Min's Planning
Chapter 2 After All this Time
Chapter 3 That Son Seungwan
Chapter 4 Two Years in Anger
Chapter 5 First Meeting
Chapter 6 the Wedding
Chapter 8 New Staff
Chapter 9 Do Kyungsoo
Chapter 10 On Call
Chapter 11 Uninvited Guest
Chapter 12 Slapped too Hard
Chapter 13 Reality
Chapter 14 Jeju the Disaster Island
Chapter 15 Worst Night in Jeju
Chapter 16 Secretary Wendy
Chapter 17 Cruise Ship Vacation
Chapter 18 maeu pyeon-anhan
Chapter 19 Unreasonable Reasons
Chapter 20 Two Schedules
Chapter 21 Vacation in italic
Chapter 22 Worse Prediction
Chapter 23 Sick's Problem
Chapter 24 Yoongi's Reason
Chapter 25 Old but More Hurt

Chapter 7 First Day

1.6K 310 79
By padfootblack09


.
.
.
Seungwan kelelahan. Acara pemberkatan tadi langsung dilanjutkan dengan resepsi yang berlangsung hingga pukul 12 malam. Seungwan dan Yoongi langsung pergi menuju apartemen milik Yoongi. Apartemen yang terpaksa ditempati Yoongi karena ayahnya memaksanya untuk tinggal berdua dengan Seungwan.

Seungwan merebahkan tubuhnya di sofa besar ruang tengah. Ini bukan pertama kalinya Seungwan datang kesini. Ia sudah memindahkan barang-barangnya satu minggu yang lalu, setelah Yoongi menyuruhnya tinggal disini.

Melihat tempat tinggalnya yang baru dengan orang baru yang akan hidup dengannya setelah hari ini membuat Seungwan berpikir, semua ini seperti mimpi. Ia menikah dengan Min Yoongi. Ia sekarang tinggal satu atap dengan Min Yoongi. Ia akan menghabiskan kesehariannya bersama dengan Min Yoongi. Min Yoongi yang sudah disukainya selama delapan tahun. Min Yoongi si manusia es yang tidak pernah menyukainya. Min Yoongi yang selalu menolak keberadaannya.

Semua orang akan menganggapnya sinting atau apa—tapi Seungwan benar-benar merasa seperti itu. Kemungkinannya untuk menikah dengan Min Yoongi adalah nol koma sekian persen. Mungkin kisah pernikahan Seungwan ini bisa diangkat jadi sebuah naskah drama Korea.

Bicara tentang Min Yoongi. Setelah Seungwan bertemu dengannya di beberapa kesempatan, tidak banyak, hanya lima atau enam kali pertemuan untuk mempersiapkan pernikahan mereka termasuk saat pernikahan mereka tadi. Seungwan menyimpulkan Yoongi masih sama bencinya dengannya seperti delapan tahun lalu.

Seharusnya ia bisa bertemu Yoongi lebih dari enam kali untuk mempersiapkan pernikahan mereka, namun Yoongi melepaskannya. Membiarkan Seungwan mempersiapkan semuanya. Tidak peduli dengan gaun yang Seungwan pakai, tidak peduli pada bentuk cincin yang akan ia pakai, tidak peduli akan seperti apa acara resepsi pernikahannya, tidak peduli pada jenis sendok yang akan tamunya gunakan, tidak peduli pada hiasan kue pernikahan yang akan dipajang di acara resepsinya. Yoongi tidak peduli pada itu semua. Yoongi tidak peduli pada pernikahannya. Yoongi tidak peduli pada Seungwan.

Seulgi selalu mencibirnya. Mengatakan Yoongi bersikap keterlaluan. Bagaimanapun juga Yoongi akan menikah. Menolak melakukan foto prewedding adalah hal yang sangat tidak masuk akal. Sebesar itu kadar Yoongi tidak menyukainya sehingga benar-benar meminimalkan frekuensinya untuk menemui Seungwan.

Walaupun akhirnya Yoongi menyetujuinya. Atas paksaan Min Seokjin.

"Yoongi tidak ingin ada foto prewedding nanti." Kata Seungwan waktu itu.

Seulgi langsung mendelik. Ia menahan umpatan keluar dari bibirnya. Ia sedang menyetir mobilnya untuk pergi ke gereja, keduanya hendak mengonfirmasi jadwal pemberkatan pernikahan pada sang pendeta.

"Dia gila atau apa???" ujar Seulgi .

Seungwan mengangkat kedua bahunya. Meskipun dadanya diliputi rasa kecewa, ia berkata, "Sebenarnya itu bukan hal yang benar-benar buruk—"

"Bukan hal-hal yang benar-benar buruk—Son Seungwan kau tidak waras." Kata Seulgi sinis.

"Yah, kita bisa sedikit menghemat anggaran, kau tau kan—"

"Kau mungkin lupa kalau Min Yoongi itu kaya raya—"

"Yah, foto prewedding juga tidak terlalu penting, Kang Seulgi. Itu hanya akan dilupakan orang-orang. Aku tidak terlalu suka memajang fotoku sendiri di kartu undangan—"

"Tapi itu penting Seungwan." balas Seulgi kesal. "Aku tahu ini pernikahan palsu kalian. Tapi pernikahan tetaplah pernikahan. Apalagi aku tahu kalau kau menyukainya. Benar-benar menyukainya. Kau perlu sesuatu untuk dikenang. Meskipun suatu saat itu adalah hal yang menyakitkan—"

"Aku tidak ingin mengingat apapun yang menyakitkan. Kang Seulgi."

Pada akhirnya Seulgi hanya ingin mengatakan padanya bahwa Seungwan bodoh. Memaafkan semua hal buruk yang Yoongi lakukan padanya. Masih bisa menyukainya dan memberikan yang terbaik meskipun Yoongi tidak meresponnya dengan baik. Perdebatan mereka berdua hanya berujung pada hal itu. tak ada hentinya. Seungwan hampir berpikir Seulgi mempunyai dendam besar pada Yoongi sehingga membuatnya sangat membenci Yoongi.

"Kau akan terus melamun disitu atau masuk ke kamar untuk tidur." Suara rendah Yoongi membangunkan Seungwan dari lamunannya, ia muncul dari ambang pintu kamar, tampak seperti habis mandi, air masih menetes dari rambutnya dan handuk tergantung di lehernya.

Seungwan buru-buru berdiri. Ia tersenyum sebaik mungkin—Yoongi langsung memalingkan wajahnya, menghilang di balik pintu. Seungwan mengerenyit, merasakan sentilan kecil di hatinya yang membuatnya nyeri.
.

Seungwan terbangun pukul lima pagi keesokan harinya. Dilihatnya Yoongi masih tertidur pulas di sampingnya. Rambutnya menutupi dahi, ekspresi Yoongi tidak ketus seperti biasa dan Seungwan menahan dirinya untuk tidak menyentuh pipi Yoongi. Tersenyum kecil, Seungwan meraih ponselnya di nakas, membidik wajah Yoongi diam-diam.

Pukul lima lebih sepuluh, ponsel Seungwan berdering—Seungwan buru-buru mematikannya. Itu adalah alarm yang sudah disetting Seungwan sejak seminggu yang lalu. Seungwan melihat notes yang juga sudah ia setting di alarm itu: Sup Asparagus dan Omelette!

Apa Seungwan belum bilang kalau dia sudah mempersiapkan semuanya? SEMUANYA?

Seungwan menyeting alarm pukul lima lebih sepuluh beserta notes tentang hidangan apa yang hendak ia buat untuk Yoongi. Setelah itu ia mengatur pengingat setiap hari jadwal Yoongi pulang—Senin pukul enam, selasa pukul tujuh dan seterusnya, pengingat seminggu sekali untuk berbelanja keperluan dapur, pengingat sebulan sekali untuk berbelanja keperluan bulanan.

Seungwan sudah mengumpulkan informasi dari kakak iparnya mengenai semua bahan makanan yang tidak bisa Yoongi makan. Membuat list apa saja yang biasa Yoongi santap di rumah. Meyusun  semua produk makanan ringan dan minuman yang disukai Yoongi.

Seungwan sudah mempersiapkan semuanya itu di dapur. Meletakkan bahan makanan di rak dinding kitchen set, menyusun semua minuman dan makanan ringan di lemari pendingin. Bahkan menghias meja makan dengan kue kering cantik buatan Seungwan di dalam toples.

Dapur ini seminggu lalu masih kosong. Kompor tak terpakai, lemari es mati, dan rak-rak dinding yang hanya berisi dua cup ramyun favorit Yoongi. Seungwan baru memindahkan barang-barangnya seminggu yang lalu dan lihatlah perubahan apa yang terjadi saat ini.

Bersenandung kecil, Seungwan beranjak menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Menyiapkan semua bahan hidangan yang akan ia buat: beras, jagung, telur, susu segar dan lain sebagainya. Ia meneliti satu persatu semua bahan mentah dan bumbu—memastikan semuanya aman.

Masih bersenandung, Seungwan mulai mencuci beras, sementara menunggu air mendidih. Setelah itu Seungwan menyiapkan omelette, mencincang daging dan sayuran, menyiapkan susu segar berkualitas tinggi, memecah telur ke mangkuk.

Orang-orang yang melihat Seungwan akan bertanya-tanya apakah perempuan itu merasa pegal dan kaku di otot pipinya. Karena sejak bangun tidur Seungwan tak bisa berhenti tersenyum. Benaknya selalu membayangkan Yoongi yang akan menyantap semua hidangan yang telah ia buat dengan sepenuh hati. Mengingat kembali bagaimana raut wajah puas Yoongi saat ia menikmati makannya di rumah keluarganya. Ketika hari pernikahan mereka kemarin, ekspresi bahagia Yoongi yang sebenarnya pun baru bisa muncul ketika Yoongi makan di acara resepsi.

Tiga puluh menit kemudian Seungwan baru selesai. Ia menaruh nasi di mangkuk, menata omelette yang sudah dipotong rapi, menaruh magkuk penuh sup di tengah meja dan mengeluarkan kimchi yang ibunya kirim kemarin.

Setelah dirasa cukup, Seungwan buru-buru masuk lagi ke kamar, ia mendengar suara gemericik air kamar mandi, Yoongi sedang mandi. Sementara menunggu Yoongi mandi, lagi-lagi Seungwan menyiapkan segalanya—untuk Yoongi. Kemeja, dasi, kaus kaki, jam tangan, sepatu, dan hal-hal kecil lainnya. 

Seungwan tersenyum puas sekali.
.

Seungwan selesai mandi tiga puluh menit kemudian. Ia masih menggunakan bathrobenya dan rambutnya tergulung handuk dengan asal. Netranya langsung menangkap sosok Yoongi yang sedang duduk di ruang makan, sedang menunduk menggunakkan sepatunya.

Yoongi melirik kearah Seungwan, dengan tidak berminat ia bertanya, "Kau yang menyiapkan semua ini?"

Seungwan mengangguk antusias, ia mendekati meja makan, duduk di seberang Yoongi, matanya berbinar, ia berkata "Aku tahu kau tidak bisa makan sembarangan, jadi aku—"

Yoongi berdecih. Tidak mau melihat kearah Seungwan ia bertanya, "Kau berharap aku akan bagaimana melihat ini???"

Seungwan terdiam sebentar. Tak tahu harus menjawab apa.

Masih menyibukkan diri melihat kearah sepatunya, Yoongi berkata lagi, "Kau pikir hasil masakanmu ini bukan termasuk dalam makanan sembarangan??"

"Aku sudah mengecek semuanya—bumbunya, sayurnya, juga kimchinya, aku sudah membuat semua list bahan makanan yang tidak bisa kau makan—"

"Tapi tetap saja 'kan, kalau itu buatanmu??" tanya Yoongi tajam.

Seungwan dapat merasakan aura tidak menyenangkan di sekitarnya. Tatapan Yoongi yang menajam menusuk kearahnya. Dan Seungwan sekarang merasa menciut. Seungwan delapan tahun lalu akan dengan mudah menetralisir rasa itu. Sayang sekali Seungwan sekarang sudah melemah—melemah sejak Seungwan memutuskan untuk tidak mengikuti perkataan Seulgi.

"Kau tidak mau memakannya???" tanya Seungwan.

Yoongi berusaa untuk tidak tertawa, menatap Seungwan tak habis pikir, ia berkata, "Kau pikir aku mau memakannya???"

Seungwan menggigit bawah bibirnya. "Tapi—"

"Apa aku memintamu untuk melakukan itu?" Yoongi menghembuskan nafas kasarnya, "Memasak, menyiapkan apapun itu di kamarku?"

"Tidak, tapi—"

Seungwan pikir Yoongi hendak membantah perkataannya—Seungwan sebenarnya berharap Yoongi memotong perkataannya saja. Tapi Yoongi menunggunya—menatapnya masih dengan ketajaman yang sama.

"Apa?" tanya Yoongi lagi, ia melipat kedua tangannya di depan dada, Seungwan menyebutnya kewaspadaan level dua—mungkin sebentar lagi Yoongi akan menghujatnya.

"Tapi, aku—"

Seungwan menggigit bawah bibirnya kuat-kuat—tak ingin mengatakannya. Mengapa Seungwan melakukan itu semua? Alasannya terlalu memalukan. Seungwan bahkan malu jika Yoongi mengetahuinya.

"Apa?" tanya Yoongi, tangannya masih terlipat di depan dada dan sekarang ia menyipitkan matanya. Kewaspadaan level tiga.

"Aku hanya suka memasak—"

"Kau menyiapkan semuanya—kemejaku, dasi, apapun itu." kata Yoongi kentara berusaha menekan amarahnya. "Aku tidak menyuruhmu untuk melakukan itu—bukankah begitu?"

Seungwan hanya mampu berkedip, tak berani lagi melihat kearah Yoongi—otot di pelipisnya sekarang terlihat, Yoongi akan meledak setelah ini.

"Jawab pertanyaanku." Ujar Yoongi lagi, masih menusuk Seungwan dengan pandangan matanya.

"Aku—aku hanya ingin," ujar Seungwan lirih, masih tak berani melihat Yoongi, "Ingin menjadi... istri yang baik untukmu." Kata Seungwan akhirnya. Memejamkan matanya kuat-kuat di akhir kalimatnya.

Yoongi berdecak, berdecih, membuang nafas kasarnya, apapun itu—ia tak bisa berkata-kata atas jawaban yang baru Seungwan lontarkan. Baginya itu menjijikkan.

Terlalu kesal untuk berkata-kata, Yoongi berjalan memutari meja makan. Ia meraih sebuah mangkuk besar berisi sup yang masih mengepul di tengah meja—ia melemparkannya ke tempat sampah.

Seungwan memekik kaget ketika suara mangkuk pecah membentur alas tempat sampah. Seungwan membelalakan matanya, merasa Yoongi agak keterlaluan—Seungwan memasak untuknya dengan sepenuh hati.

Seungwan melihat Yoongi dengan mata nanar—air mata berkumpul di pelupuk matanya, Yoongi balas menatap Seungwan—sedang menghujat Seungwan dengan tatapan matanya.

"Jangan banyak bertingkah." Desis Yoongi. "Aku tidak akan memakan semua yang kau buat, aku tidak akan memakai semua yang kau sentuh,"

Yoongi menepukkan kedua tangannya, melihat Seungwan tanpa belas kasih, ia berkata, "dan lupakan mengenai menjadi istri yang baik—itu menjijikkan. Jangan biarkan aku mengatakan kalimat itu lagi."

Yoongi kemudian pergi melenggang dari ruang makan—meraih kunci mobilnya. Ia bergegas menuju garasi tanpa melihat Seungwan lagi. Seungwan masih mematung di tempatnya, baru tersadar ketika mendengar suara mobil Yoongi dari garasi.

Seungwan seharusnya bisa bersikap santai saja. Sama seperti delapan tahun lalu saat Yoongi menumpahkan bulgogi buatannya di perpustakaan kampus.

Tapi sial sekali. Seungwan yang sekarang bukan Seungwan yang dulu. Seulgi pernah berkata, Seungwan yang sekarang lebih rapuh, bukankah begitu? Ia sekarang sedang terduduk dan sibuk mengusap air mata yang tak bisa berhenti dari matanya.

Menahan dadanya yang sesak, ia mendekati mangkuk yang tercecer di lantai dapur. Berjongkok, ia memunguti satu persatu pecahan mangkuk itu—goresannya dengan jari-jari Seungwan membuatnya terluka dan berdarah, tapi bahkan Seungwan tak merasakannya. Dadanya masih nyeri dan benaknya terus memutar kalimat Yoongi tadi, "lupakan mengenai menjadi istri yang baik—itu menjijikkan. Jangan biarkan aku mengatakan kalimat itu lagi"

Seungwan bodoh sekali.
.
.
.
Tbc.
.
.
.

Note: thankyou so much yang sudah menyempatkan baca dan vote dan komen 😭😭😭
Love youuu 💜💜💜💜

Continue Reading

You'll Also Like

328K 27.1K 38
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
37.9K 4.9K 43
[DISCLAIMER!! FULL FIKSI DAN BERISI TENTANG IMAJINASI AUTHOR. SEBAGIAN SCENE DIAMBIL DARI STREAM ANGGOTA TNF] "apapun yang kita hadapi, ayo terus ber...
313K 23.8K 108
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
1M 84.8K 29
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...