Apology [Completed]

By viarie_

144K 11.8K 249

Sebelum baca follow dulu ya? Part masih lengkap^^ °°°°°°° Pristinia Vrilla Douffa, siswi pindahan yang cuek... More

Apology | 1
Apology | 2
Apology | 3
Apology | 4
Apology | 5
Apology | 6
Apology | 7
Apology | 8
Apology | 9
Apology | 10
Apology | 11
Apology | 12
Apology | 13
Apology | 14
Apology | 16
Apology | 17
Apology | 18
Apology | 19
Curhatan 🍁
Apology | 20
Apology | 21
Apology | 22
Apology | 23
Apology | 24
Apology | 25
Apology | 26
Apology | 27
Apology | 28
Apology | 29
Apology | 30
Apology | 31
Apology | 32
Apology | 33
Apology | 34
Apology | 35
Apology | 36
Apology | 37
Apology | 38
Apology | 39
Apology | 40
Apology | 41
Apology | 42
Apology | 43
Apology | 44
Apology | 45
Apology | 46
Apology | 47
Apology | end
Bukan spin off

Apology | 15

2.5K 258 2
By viarie_

Lelaki itu menghembuskan napas berat. Entah untuk keberapa kalinya ia melihat jam dinding besar disana. Jam sudah menunjukan setengah 5 sore. Berbeda jauh dengan pengharapan akan menghabiskan waktu bersama Vrilla seharian. Faktanya ia menghabiskan waktu seorang diri disana. Sendirian.

Damian salah, saat berfikir Vrilla akan datang walaupun langkahnya dihadang. Kembali kedalam kenyataan Vrilla tidak datang sampai waktu perpustakaan hampir tutup. Apa dia perlu menyerah? Menyerah saat setitik harapan mulai bersinar. Tidak! Damian tidak akan menyerah pada kehidupannya. Ia akan membuat garis takdirnya sendiri.

Tiba-tiba...

Seseorang melintas di ujung lorong tempatnya menginjakkan kaki. Damian yakin tidak salah lihat. Ia segera menutup buku di genggamannya lalu menyimpan kembali ke dalam rak. Kakinya melangkah lebar, tergesa-gesa untuk menemukan jawaban atas tebakannya.

Damian berdiri di ujung lorong melihatnya. Vrilla menyisir rambutnya kebelakang dengan jari. Napasnya memburu tat kala Damian yakin Vrilla tadi habis berlari. Entah, kenapa hatinya menghangat, senyumnya mulai mengembang.

Kaki lebarnya mulai melangkah. Menghapus jarak antara mereka karena Damian ingin sekali menggapainya. Namun,

Damian menepuk dua kali puncak kepala Vrilla. Sang empu mendongak untuk membalas tatapannya. Ia terlihat pucat, pipinya memerah, dan rambutnya berantakan. "La, lo sakit?"

Vrilla sekarang menjadi penjahat. Benar-benar jahat pada makhluk yang Tuhan ciptakan. Damian masih mau mengkhawatirnya disaat Vrilla pergi berdua dengan Kemal, melalui hari penuh di taman hiburan dan meninggalkan janji yang ia buat dengan Damian.

Vrilla ingin menjerit dan menangis sekarang. Tapi ia tahan dengan senyum pedihnya. "Maaf, gue terlambat."

Damian terkesiap. Senyum itu sangat manis namun terdapat luka terpancarkan. Ia bisa melihat jelas Vrilla memaksakan untuk tersenyum. Nyatanya, Vrilla tidak benar-benar bahagia datang ke perpustakaan menemuinya.

Vrilla tersenyum, memaksakan diri untuk bersikap biasa. Ia menepuk bahu Damian dua kali lalu melihat arlojinya. "Perpustakaan sudah mau tutup, kita pindah kerumah lo aja ya?"

Damian tidak langsung menjawab. Butuh waktu baginya mencerna suasana dan keadaan disana. Detik selanjutnya, Damian meraih lengan Vrilla. Menggenggamnya erat lalu tersenyum. "Lo yang minta ya."

***

Pluk...

Pantat Vrilla mendarat sempurna di atas ranjang empuk milik Damian. Kakinya menggantung ke bawah. Gadis itu mendekap jaket Damian yang sengaja sang seempu berikan padanya. Terasa harum menenangkan, perasaannya pun ikut tenang. Bukan karena harum jaket Damian tentang kehadiran Damian dihadapannya.

Vrilla menutupi mulutnya dengan bagian baju lengan kepanjangan. Ia memerhatikan Damian yang sedang membereskan lantai untuk di pakai mereka belajar. Kamarnya bersih dan rapih. Tidak seperti pada umumnya para lelaki jorok.

Damian menoleh untuk menatap Vrilla. Secara cepat Vrilla melarikan matanya pada daun pintu lalu pada langit-langit kamar, ia menghindari kontak mata dengan Damian. Jangan sampai ia terciduk kedua kalinya menatap Damian. Lain halnya Damian yang malah tersenyum memperhatikan gelagat gadis itu.

Vrilla merasa malu sekarang. Sudah telat dan dengan seenaknya mengubah jadwal tanpa berucap maaf. Setidaknya minta maaf bisa menghancurkan rasa bersalahnya. "Da- Damian?"

Damian menoleh lalu melangkah mendekat saat Vrilla mengibaskan lengan memintanya mendekat. Damian berhenti lalu bertekuk lutut demi menyejajarkan tatapan mereka tapi, kini bukan setara melainkan Damian lebih pendek dari pada Vrilla.

Lengan Damian menjulur untuk mengekang tubuh Vrilla. "Apa?" tanya Damian lembut, tatapannya teduh dan kini kian buat Vrilla bersalah.

"Gu- gue..." Vrilla terbata. Ia menunduk agar tak melihat ekspresi Damian. "Gue minta maaf." ia berucap parau.

Damian tercengang, tidak menyangka Vrilla akan meminta maaf secara tulus. Damian kira gadis itu akan bersikap angkuh seperti biasa dan tidak akan memerdulikan perasaannya. Entah kemana hari ini Vrilla pergi atau apa yang menghambat nya hari ini, Damian yakin Vrilla sepanjang hari memikirkannya. Terekam jelas dari bagaimana gadis itu berucap. Seberapa besar penyesalan Vrilla sebelum menemukannya hari ini. Apa mungkin wajahnya tadi pucat karenanya?

Ia tersenyum, meraih dagu Vrilla untuk mengangkat pandangan Vrilla balas menatapnya. "Gue maafin lo. Lain kali jangan pernah buat orang lain menunggu ya?"

Vrilla terpukau atas aura Damian yang sampai padanya. Lelaki itu mengerti dirinya. Bahkan, tidak peduli alasan apa yang buatnya sampai berucap seperti itu. Senyum diwajahnya terbit sebagai penguat anggukan meyakinkan.

"Jadi sekarang, sampai lo bisa ngerjain soal fisika, gue bakal tetap disini."

Damian terkekeh seraya mengacak-acak surai lembut Vrilla. "Kalo gitu ayo."

Damian dan Vrilla bangkit untuk pindah. Disana sudah ada beberapa buku, alat tulis dan beberapa cemilan. "Eh, Damian, kok rumah lo sepi. Pada kemana?" tanya Vrilla random.

Damian memerhatikan Vrilla yang sedang memilah soal. "Bokap sama kakak laki-laki gue kerja. Kak Kyara paling juga ngerjain tugas di rumah temen ato di kafe. Kalo nyokap tadi ada."

Vrilla menoleh, "nyokap lo ada?"

"Ada, tadi gue ketemu di dapur pas ngambil cemilan. Gue udah bilang mau belajar sama temen."

"Terus kata nyokap lo apa?"

"Yah sok aja, jangan kemaleman katanya."

Vrilla mengangguk-anggukan kepala paham. "Lo punya dua kakak?"

Damian menyangga dagu dengan lengan menatap Vrilla. "Iyah, kak Levi sama kak Kyara. Eh gue mau cerita boleh ga?"

Vrilla menggelengkan kepala sembari memberikan buku di tangannya. "Ga, lain kali. Sekarang kerjain ini coba. Ulangan lebih penting."

Damian mendengus malas lalu menatap soal yang di suguhkan Vrilla. "Kan gue bisa cerita sambil ngerjain." lelaki itu meraih pensil siap mengerjakan.

"Mana ada?! Yang ada nanti konsentrasi lo buyar. Cepet kerjain!" titah Vrilla memaksa. Damian terkekeh lalu mulai mengerjakan. Sesekali bertanya karena tidak mengerti.

Damian sebenarnya anak yang pintar hanya saja ia selalu kurang teliti. Apa lagi dalam pelajaran yang ada angka-angkanya. Rumus yang di jelaskan oleh guru selalu ia terapkan namun, sering kali ia tidak menemukan hasilnya. Jadi sebenarnya gurunya salah kasih rumus atau Damian yang kurang pintar mengerjakan?

***

"Damian, nomer 3 salah. Soalnya 2x kenapa lo tulis-"

Kalimatnya tertahan. Vrilla menemukan Damian tertidur di atas meja, tepat di atas bukunya sendiri. Senyum Vrilla terbit melihat Damian menggemaskan. Ia beralih pada ponsel Damian yang ada di sisi lain meja. Ia meraihnya lalu menarikan jemarinya disanah.

"Halo, Iyah ini saya Vrilla, Jemput saya pak, saya chatin alamatnya, Iyah, saya tunggu, kalo bapa udah sampe telepon balik ke nomer ini ya." Sambungan pun terputus.

Vrilla melirik Damian kembali. Lelaki itu terlelap tanpa terganggu. Damian memang sudah tau bahwa Vrilla tidak membawa ponsel, ia juga sudah meminjamkan ponselnya tadi waktu Vrilla ingin memberi izin. Ia tersenyum jahil, mengarahkan kamera ponsel pada Damian lalu memotretnya. Secepat kilat, Vrilla mengirimkannya pada nomornya sendiri lalu menghapus chat-nya agar Damian tidak tahu.

Ponsel di letakan dis isi lain meja. Vrilla menopang dagu dengan sebelah lengan dan lengan yang lain terjulur hendak menyentuh surai Damian. Perlahan mengusap, rambut Damian begitu lembut dan harum, Vrilla baru menyadarinya.

Vrilla memiringkan kepala. Ia menaikan semua poni Damian keatas. Lelaki itu jadi terlihat seperti anak nakal dengan dahi terbuka tapi tetap tampan. Vrilla menurunkan poni Damian hingga menutupi dahinya penuh. Damian jadi keliatan lelaki yang lembut dan dia tetap tampan.

Vrilla terkekeh saat membelah kedua poni Damian. Entah kenapa, melihat Damian dengan gaya rambut yang berbeda sangat lucu. Apa lagi Damian tidak bergerak seperti ini, dia tambah manis.

Lengkungan bibir Vrilla turun. Menarik garis lurus di bibir. Lengannya turun mengusap pipi Damian. Lembut dan hangat. Ia betah memandangi wajah Damian, apa lagi memegangi pipinya seperti ini. Kapan lagi Vrilla bisa bersikap seperti ini pada Damian. Mungkin ini pertama dan terakhir baginya. Ingat ia masih memiliki Kemal dan Damian terlalu jauh untuk di gapai. Terlalu banyak bintang yang menghalangi untuk sampai padanya.

Tiba-tiba lengannya menghangat, Damian menggenggam lengannya. Vrilla terkejut hendak menarik lengannya tapi Damian menahan. Kelopak mata itu terbuka, iris mata mereka menumbuk. Damian bangkit lalu tersenyum. Vrilla yang tadinya sangat malu dan ketakutan sekarang malah tidak bisa menahan tawanya.

Ia terpingkal-pingkal memegangi perutnya. Damian yang baru mengumpulkan jiwanya kebingungan. Ia meraba wajahnya sendiri tapi tidak menemukan apapun. Vrilla melihat gelagat Damian ingin tau, ia meraih ponsel Damian lalu memberikanya pada Damian. Damian berkaca di layar touchscreen ponselnya dan,

"Astagfirullah!" Damian berteriak. Tulisan yang ada dibukunya tercetak di pipinya juga.

Vrilla terus tertawa sambil memegangi perutnya melihat Damian bangkit berlari masuk ke dalam kamar mandi pribadi di kamar. Bertepatan dengan itu ponsel Damian berdering, di lihatnya siapa yang menelpon dan dapati nomer sang sopir.

"..."

"Iyah, pak. Tunggu, saya kesana."

***

Butuh waktu hingga proses menjadi hasil.
Sekiranya suka silahkan vote dan terima kasih. Penulis ini sedang belajar ejaan aiueo. Jadi maklumi pengerjaan naskah yang tidak sesuai. Betewe, typo bertebaran ya?
.
.
.

Continue Reading

You'll Also Like

95.9K 13.4K 61
"Hey, Sha! Lah, kok nengok dua-duanya?" *** Pergerakan Shanindya Azea sebagai manusia hidup menjadi terasa serba salah semenjak hari di mana ia setuj...
392K 35.8K 88
Takdir kita Tuhan yang tulis, jadi mari jalani hidup seperti seharusnya.
851K 74K 60
Cinta adalah perkara gaib yang tak bisa ditebak dengan mudahnya. Perasaan yang kata orang merupakan perasaan paling menyenangkan di satu waktu, tapi...
2.8K 1.6K 29
Bagaimana rasanya jika kamu tahu, kalau crush mu ternyata sudah mempunyai pacar? Sakit 'kan? Ya, hal itu yang Rahmi rasakan saat tahu kalau Gara sud...