The Same Glass

By oshpusky

52.2K 5.6K 955

Sakura Haruno perlahan mengetahui rahasia kekasihnya yang selama ini disembunyikan. [KOLABORASI BERSAMA @umay... More

I - Sakura Daily
III - Almost
IV - Inelegant
V - No! No! No!
VI - I Don't Know
VII - Who Is She?
VIII - Transparent
IX - Puzzle
X - Split
XI - On The Truth
XII - Flashback

II - Sasuke Daily

5.8K 605 10
By oshpusky

Naruto©Masashi Kishimoto

The Same Glass©2019

Collaboration with umayonnaise

Warning: AU, OOC, Typos, Rated M untuk keamanan, ejaan tidak serapi yang dikira, dll.

****

Pagi ini Sakura sudah rapih menggunakan jaket baseball hitam putih miliknya. Ia juga memperlengkap penyamarannya dengan memakai celana jeans biru laut ukuran besar. Wig sudah ia kenakan lebih dulu, tanpa mengoleskan apapun di wajahnya ia segera mengambil tas hitam miliknya yang berisi baju ganti serta peralatan make up yang akan ia gunakan di toilet umum terdekat.

Setelah memastikan penampilannya kesekian kali, Sakura keluar dari kamar menuju kamar Mebuki yang berada di lantai bawah. Kepala merah muda itu menatap sekeliling ketika sosok Mebuki tidak terlihat. Ia segera berbalik dan berjalan dengan cepat ke ruang tamu untuk mencari ekstensi sang ibu.

Ternyata Mebuki ada di sana, duduk di sofa sembari menonton televisi yang menayangkan berita harian. Lalu ketika berganti penayangan iklan Mebuki mengigit kuku tangannya. Padahal Sakura sudah memotongnya tiga hari yang lalu karena tidak ingin ibunya kembali melukai wajahnya sendiri.

"Apa yang kau lakukan, Bu?" Sakura menurunkan tangan Mebuki ke atas pangkuannya. "Kukunya sudah pendek, jadi tidak perlu mengigitnya lagi."

"Kau mau ke mana Sakumo?" Mebuki mengacuhkan ucapan Sakura.

"Bekerja bu," sahut Sakura pelan. Hampir setiap hari Sakura harus menjelaskan ke mana ia pergi. Mebuki tidak menanggapinya lagi dan Sakura mencium kening ibunya. "Aku pergi dulu, Ibu jangan ke mana-mana dan tetap di rumah sampai perawat Mei datang oke?"

Mebuki mengangguk patuh, membuat Sakura tersenyum tipis sebelum meninggalkan ibunya sendirian. Butuh waktu sekitar lima menit berjalan kaki untuk sampai di toilet umum terdekat, setelah selesai mengganti pakaian dan mengoleskan make up di wajahnya. Sakura merasa kesehariannya ini membuatnya semakin lelah dan muak.

Sakura bahkan tidak tahu sampai kapan ia harus menjadi orang lain untuk ibunya. Jika boleh memilih egois ia akan dengan senang hati meninggalkan hidupnya ini dan meminta reinkarnasi.

Mengeluarkan ponselnya dari tas, ia mencari kontak kekasihnya dan mengirimkan pesan singkat seperti biasa.

Sakura
Selamat pagi, semangat berkerja. (07.30)

Tersenyum sendiri melihat pesannya terkirim Sakura kembali memasukkan ponselnya dan segera keluar dari toilet.

...

Di tempat lain Sasuke tersenyum membalas sapaan beberapa perawat yang menyapanya di lorong rumah sakit. Senyum itu masih setia di wajahnya bahkan ketika ia sampai di kamar bernomor dua ratus empat. Membuka pintu di hadapannya, ia melangkah masuk tanpa ragu dan menyapa penghuni kamar tersebut.

"Selamat pagi, Kaida. Bagaimana kabarmu hari ini?"

Wanita berpakaian baju biru muda itu menoleh, ia memandang Sasuke takut. Tubuhnya gemetaran dan ia tiba-tiba terisak. "Aku tidak gila ...  sungguh dokter! Aku masih waras aku tidak gila!"

"Aku mengerti." Sasuke mendekati pasiennya. "Apa kau sudah meminum obat yang diberikan perawat?"

Kaida menggeleng kencang. "Aku tidak mau dokter, obat itu hanya membuatku berhalusinasi! Aku tidak gila! Aku sungguh tidak gila!"

"Aku tahu, kau ada di sini karena kau berbeda."

"Iya kan? Aku tidak gila kan dokter?" tanya Kaida sembari menatap jari-jari kakinya. "Tapi kenapa paman membawaku ke tempat ini dokter? Aku tidak gila, aku tidak seharusnya di sini ...." lanjutnya lagi dengan tubuh bergetar.

Sasuke hanya diam membisu, ia tidak mungkin mengatakan alasan sebenarnya wanita itu ada di sini, karena memang sejak awal Kaida tidak mengalami masalah serius dengan psikisnya. Namun karena harta warisan milik ayahnya, sang paman sengaja mengirim wanita ini ke rumah sakit jiwa agar tertekan dan gila dengan sendirinya. Harta duniawi bisa membuat manusia menjadi kejam dan tidak beperasaan.

"Apa dokter bisa membebaskanku?" Kaida menengadah menatap penuh harap Sasuke yang berdiri menjulang di belakangnya. "Dokter pasti bisa membantuku keluar dari sini kan?"

"Kalau begitu kau harus minum obatmu dulu"

"Setelah itu aku bisa keluar?"

Sasuke tersenyum, ia memberikan obat  dan segelas air yang ia ambil dari meja terdekat. "Minumlah."

Kaida mengangguk patuh. Ia langsung menelan obat pemberian Sasuke dengan cepat, lalu Sasuke mengajak Kaida untuk duduk di kasurnya sementara ia mengecek apakah obat pemberiannya benar di minum atau tidak. Selesai mengecek ia segera pamit keluar dan meminta satu perawat untuk menemani Kaida.

Selepas mengunjungi pasiennya itu, Sasuke kembali ke ruangannya karena ada temu janji dengan pasiennya yang lain. Cukup lama pria itu menunggu sampai lima belas menit berlalu dan sosok yang ia tunggu datang.

"Maaf saya terlambat dokter," ucapnya mengawali perbincangan.

Sasuke tersenyum samar. "Bagaimana keadaanmu sekarang? Merasa lebih baik dari minggu sebelumnya?"

"Entahlah, dok. Akhir-akhir ini saya  mendengar suara nyanyian yang begitu mengganggu telinga saya setiap malam."

"Hanya itu?"

"Sebenarnya bukan itu saja dok, kemarin saya juga pergi dengan ibu saya tapi entah apa alasannya semua orang menatap saya dengan pandangan kasihan dan bingung. Padahal saya tidak melakukan hal memalukan apa menurut dokter mereka tidak suka saya berjalan dengan ibu saya?"

Sasuke meraih bolpoin di samping figura yang terpasang foto Sakura yang tengah tersenyum hingga kedua matanya menyipit, menuliskan beberapa kalimat serta resep obat yang akan diberikannya kepada si pasien.

"Bagaimana dokter tahu obat saya habis?" Pasien bernama Kagami Ruto itu menatap kagum Sasuke yang tengah menulis.

"Tentu saja aku tahu, kau mengalami gejala seperti itu karena tidak meminum obatmu. Apa aku salah?"

"Ya, kau benar dokter. Aku malas selali minum obat yang kau berikan. Bukankah obatnya terlalu banyak?"

"Menurutmu begitu?"

"Ya!"

"Kalau begitu aku akan menguranginya tapi kau akan tetap mendengar suara nyanyian yang kau katakan setiap malam. Apa kau mau?"

Ruto menggeleng dengan cepat. "Tidak! Aku tidak mau!"

"Kalau begitu obatmu akan tetap sama seperti sebelumnya tapi pastikan kau meminumnya secara rutin."

"Aku mengerti."

Kagami Ruto merupakan salah satu pasiennya yang mengalami skizofrenia sejak lima tahun lalu. Saat ini bisa dibilang perkembangan Ruto sudah cukup bagus dan tidak terlalu parah seperti tiga bulan sebelumnya karena pria itu sudah mau berobat dan belajar mengendalikan emosinya yang terkadang meluap-luap tanpa alasan jelas beberapa minggu ini.

Skizofrenia membuat seseorang mengalami halusinasi dan tidak bisa membedakan dunia nyata dan dunia khayalan. Sering mendengar suara-suara tidak berwujud dan berpola pikir pendek serta emosional.

Alasan orang-orang memandang Ruto dengan bingung dan kasihan tidak lain karena dari mata mereka Ruto berbicara seorang diri tanpa ada sosok ibu seperti yang diceritakannya. Tentu saja itu hanya halusinasi seperti suara yang sering ia bicarakan, Sasuke tahu betul bahwa pasiennya ini jarang meminum obatnya sesuai anjuran yang sudah ia berikan.

"Ambil obatmu di tempat biasanya, oke?"

"Baik dok, lalu apa saya perlu datang konseling lagi minggu depan?"

"Aku akan mengabarimu nanti."

"Terima kasih dokter." Ruto bangun dari kursinya, ia membungkukkan tubuhnya sejenak sebelum melangkah keluar dari ruangan Sasuke.

Setelah kepergian Ruto tidak lama kemudian ponselnya bergetar di saku sneli, ia tersenyum mendapati satu pesan dari kekasih merah mudanya.

***

"Kau seharusnya ikut kami, ini perayaan untuk kita bertiga kau yakin tidak mau ikut?" Hana masih berusaha membujuk Sakura.

"Ya." Kepala merah muda itu mengangguk malas. "Kau sudah bertanya itu sepuluh kali Hana dan jawabanku tetap tidak berubah."

Hana menggerutu, hari ini Sakura satu shift dengannya. Meski mereka berdua cukup dekat Sakura masih saja membatasi diri. Si Pinky tetap enggan di ajak berkumpul selesai bekerja.

Tentu saja alasannya karena kondisi sang ibu yang seorang diri di rumah setelah jam lima sore. Sakura juga tidak ingin mengambil resiko, hidupnya sudah cukup sulit dan bersenang-senang bukanlah prioritasnya sekarang.

"Lagi-lagi melamun, kau memikirkan apa sih?" tanya Hana kesal.

"Entahlah, banyak yang kupikirkan. Mau mencobanya?"

"Oh, ayolah! Aku sudah muak dengan hidupku yang membosankan jadi kau tidak perlu lagi membaginya padaku."

"Payah," ejek Sakura.

"Hei!"

Sakura tertawa melihat wajah merajuk Hana, ia berpindah ke meja selanjutnya. Kegiatannya harus terhenti saat ponselnya berbunyi. Senyumnya merekah mengetahui Sasuke meneleponnya.

"Halo Sasuke-kun?"

"Hei, apa aku mengganggumu?"

"Tidak juga."

"Kau pasti sedang mengelap meja sekarang."

"Bagaimana kau tahu?" Sakura mengangkat satu alisnya. "Apa Sasuke-kun meletakkan CCTV rahasia yang bisa terhubung langsung ke ruanganmu?"

Sasuke tertawa renyah. "Kau bercanda. Aku tidak mungkin melakukan hal itu."

"Ayolah, Uchiha bisa melakukan semua yang ia inginkan bukan?" sindir Sakura.

"Ya, dan aku sudah mendapatkanmu."

Sakura mengulum senyumnya malu. Ada jejak merah yang tertinggal di kedua pipinya karena mendengar ucapan kekasihnya. "Kau benar."

"Baiklah, selamat bekerja. Seperti biasa jam 6 sore?"

"Oke." Dan panggilan mereka berakhir.

-TBC-

Continue Reading

You'll Also Like

17.1K 1.4K 21
~Bayangan Mafia di Balik Kerudung~ Semua bermula ketika seorang pria tampan yang terluka di sekujur tubuhnya, di temukan tidak berdaya di belakang...
557K 84.9K 74
Cocok untuk kamu peminat cerita dengan genre #misteri dan penuh #tekateki, juga berbalut #action serta #scifi yang dilatarbelakangi #balasdendam. Kas...
87.2K 7.4K 51
【 On Going 】 GIRLS Series #1 - - - Blurb: Dia Alexiore, seorang gadis dengan kedinginan melebihi rata-rata tiba-tiba menghembuskan nafas terakhirnya...
87K 3K 46
Will you still love me when I'm be a monster? --------------- Shella yang dituntut sempurna oleh orang tuanya hanya dikenal sebagai cewek paling popu...