Benang Merah (97 Line Story)...

By winterlous

3.2K 180 18

Cinta tak pernah bisa dimengerti oleh mereka. Sekalipun mereka merasakan cinta namun mereka tetap tak mengert... More

0. Karakter
0.1. Intro Karakter
0.2. Prologue
1. Satu
2. Dua
3. Tiga
4. Empat
5. Lima
6. Enam
7. Tujuh
8. Delapan
9. Sembilan
10. Sepuluh
11. Sebelas
12. Dua Belas
13. Tiga Belas
14. Empat Belas
15. Lima Belas
16. Enam Belas
17. Tujuh Belas
18. Delapan Belas
19. Sembilan Belas
20. Dua Puluh
21. Dua Puluh Satu
22. Dua Puluh Dua
23. Dua Puluh Tiga
24. Dua Puluh Empat
25. Dua Puluh Lima
Promo
27. Dua Puluh Tujuh (S2 Begin)
28. Dua Puluh Delapan (S2)

26. Epilogue

150 6 0
By winterlous

Fokus : Semua pemain

Dua tahun kemudian

Jungkook memimpin rapat dengan berwibawa. Ia sudah resmi menjadi CEO. Ayahnya tersenyum melihat anak bungsunya itu sudah dapat memimpin rapat dengan baik. Sungjin pun tersenyum bangga melihat adiknya. Sekarang ia tak perlu mengkhawatirkan Jungkook lagi dan bisa meninggalkan Jungkook untuk keliling dunia dengan keluarga kecilnya. Sungjin sejak awal tak ada keinginan untuk memimpin perusahaan. Ia tahu Jungkooklah yang menginginkannya. Ia hanya menjadi jembatan untuk Jungkook maju.

Jihyo memberikan sebuket bunga pada Jungkook. Jungkook terlihat kaget. Jihyo sekarang berambut pendek. Ia semakin cantik. Sudah setahun ini Jihyo berhenti jadi sekretaris Jungkook. Bukan karena ingin menjauhi Jungkook namun karena alasan lain.

"Selamat. Aku dengar kamu diangkat jadi CEO dan tadi rapat pertamamu sebagai pimpinan baru." Jelas Jihyo.

Jungkook tersenyum, "Terima kasih Jihyo. Selamat juga atas pernikahanmu. Maafkan aku karena tidak sempat datang."

"Hah menyebalkan. Masa tak bisa meluangkan waktu ke pernikahanku." Jihyo pura-pura merajuk. Jungkook mengacak rambut Jihyo.

"YA! Kamu ingin suamiku marah. Ish." Jungkook hanya terkekeh.

"Tapi terima kasih hadiah kulkasnya. Lumayan kami bisa berhemat." Kata Jihyo dan Jungkook meresponnya dengan tertawa.

Minah menyiram tanaman-tanaman di pekarangan rumahnya. Semenjak kepergian Solbin, Minah jadi rajin menabung dan membeli rumah ini. Ia sudah pindah sejak enam bulan lalu. Ia sangat berterima kasih pada Jungkook yang meminjamkannya apartemen. Rumah Minah memang tak sebesar apartemen pinjaman Jungkook dulu. Namun cukup untuk ia dan... Solbin tinggal. Jika suatu saat Solbin pulang.

Kepindahannya ini semata-mata untuk pergi dari kehidupan Eunwoo yang sudah melukai hatinya. Ia sudah membiasakan diri tanpa kehadiran Eunwoo sejak dua tahun lalu. Sekarang ia benar-benar jauh dari Eunwoo. Ia memutuskan membuka lembaran baru tanpa Solbin maupun Eunwoo. Tak melupakan Solbin hanya Eunwoo saja.

Hembusan napas Minah terdengar mengingat Solbin, "Kamu baik-baik saja di sanakan Bin? Aku juga baik-baik saja di sini." Ucap Minah.

Minah terkejut saat ada sebuah pot kecil bunga di hadapannya, "Oleh-oleh dari Jepang."

"Ya ampun Hyunbin tidak bisakah ucapkan salam dulu?"

"Tak bisa."

Hyunbin selalu saja membuatnya kesal. Ia tersenyum dan mengambil pot bunga itu. Ia tak mengerti sebenarnya bagaimana cara Hyunbin membawa semua bunga-bunga itu dari luar negeri.

"Balasannya buatkan aku makan siang." Hyunbin tersenyum menampilkan deretan gigi-gigi putihnya.

"Sudah ku duga selalu ada maksud lain. Arraseo." Minah masuk ke dalam rumah diikuti Hyunbin.

"Aku juga bawa daging nih. Jadi tidak sepenuhnya kamu yang bayar tahu."

"Iya aku tau Hyunbin. Kalau masih ribut aku tak jadi buatkan."

Junhoe pada akhirnya dapat melupakan Solbin. Ia tak mengubur Solbin, ia menyimpannya sebagai sahabatnya. Ia akan tetap menyambut Solbin jika suatu saat wanita itu pulang. Ia ingin Solbin tak merasa sendiri. Solbin masih punya sahabat-sahabatnya.

Junhoe dan Rose pun sudah menikah sejak dua bulan lalu. Junhoe begitu menikmati peran barunya sebagai suami. Begitu pula Rose. Pemberitaan mengenai pernikahan mereka sempat heboh karena mereka sama-sama terkenal. Seluruh negeri mendoakan yang terbaik untuk mereka.

"Aku tak menyangka akan menikah denganmu." Kata Rose sambil menatap album pernikahan itu.

"Apalagi aku. Ya ampun aku mulai lelah dengan kecerewetanmu."

Rose memberikan tatapan tajam pada suaminya itu.

"Baru menikah sudah ngajak ribut. Apa maumu hah?" Ancam Rose, Junhoe terkekeh.

Junhoe sangat senang membuat Rose marah. Sangat imut baginya.

Rose begitu bersyukur dapat menikah dengan Junhoe. Ia sudah berhasil membuat Junhoe jatuh cinta padanya juga. Ia turut berterima kasih pada Solbin. Solbin adalah benang merah yang menyambungkannya pada Junhoe.

Kami akan menyambutmu saat kamu pulang Solbin-ssi. Aku sangat berterimakasih karena sudah membawa Junhoe ke dalam hidupku. Rose tersenyum menatap foto Solbin, Minah dan Junhoe.

Eunwoo benar-benar lebih memilih untuk menyibukkan dirinya dengan pekerjaan dan penelitian dengan dokter-dokter senior. Prestasi Eunwoo memang tak perlu diragukan lagi. Semenjak kepergian Mina dan Minah dari kehidupannya ia terfokus hanya pada pekerjaan. Ia masih menyusun hatinya yang berantakan. Ia sudah hampir tak pernah bertemu Minah dan Mina lagi.

Ia menjadi dekat dengan suster Chaeyeon yang senantiasa mendampinginya. Chaeyeon terus bersabar menunggu Eunwoo membuka hatinya kembali.

"Mau makan siang bareng?" Tawar Chaeyeon, ia tersenyum lebar.

"Yuk." Kata Eunwoo yang juga tersenyum.

"Apa tak lelah fokus pada penelitian terus?" Tanya Chaeyeon sambil berjalan.

"Tak ada penelitian yang tak melelahkan Chaeyeon. Aku menyukainya."

"Pantas saja jomblo terus."

"Seperti kamu tidak jomblo saja."

"Aku kan jomblo punya alasan."

"Alasan karena menunggu seseorang ya?" Jalan Chaeyeon terhenti.

Tebakan Eunwoo tepat sekali. Menunggu seseorang yang tak lain adalah Eunwoo sendiri. Eunwoo menatap Chaeyeon sendu. Ia tak sanggup jika harus menyakiti Chaeyeon juga. Sudah cukup ia menyakiti Mina dan Minah. Ia benar-benar tak bisa memberikan harapan apapun pada Chaeyeon. Hatinya memilih wanita lain dan ia berniat mencari wanita itu. Ia ingin memperjuangkan wanita itu.

Eunwoo mendekati Chaeyeon, "Aku tak ingin kamu berharap apapun padaku. Kamu tahu aku memilih siapa. Aku tak ingin menyakiti wanita lagi. Lebih baik kamu memilih orang lain untuk dicintai." Chaeyeon tersenyum kecut. Ia sudah ditolak. Bohong jika ia baik-baik saja. Hatinya hancur berkeping-keping.

Solbin masih bekerja di restoran kecil milik kenalannya. Restoran itu sekarang membuka cabang lain dan Solbin menjadi manajernya. Biarpun sudah berganti status ia tetap membantu melayani pelanggan disaat padat.

Produser terkenal Koo Junhoe dan penyanyi solo terkenal Roseanne Park akhirnya menikah.

Solbin menatap televisi di restoran yang menampilkan wajah dua orang yang ia kenal. Junhoe dan Rose. Ia tersenyum.

Akhirnya kamu menemukan wanitamu juga Jun. Aku turut bahagia.

"Lihat apa sih?"

"Ack kamchakkiya." Solbin tersentak melihat wajah lelaki tampan tepat di hadapannya.

"Hehe mian." Suara berat khas lelaki itu.

"Astaga oppa. Bagaimana kalau aku kehilangan nyawa karenamu?" Solbin memegangi jantungnya.

"Hehe. Maka aku akan memberikan nyawaku padamu." Solbin hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah lelaki itu.

"Solbin-ah ayo kita berkencan?" Lelaki itu tersenyum sambil menopang dagu di salah satu meja.

"Sampai kamu menjadi lebih dewasa baru aku mau mengencanimu." Jawab Solbin.

"Jawabanmu selalu saja begitu." Lelaki itu mengerucutkan bibirnya imut.

"Taehyung oppa kamukan bisa mencari wanita lain di luar sana. Kenapa harus aku?" Solbin geregetan dengan tingkah Taehyung.

"Tapi akukan maunya kamu."

"Memang aku barang." Solbin meninggalkan Taehyung, lelaki itu tentu saja mengekor.

Solbin sebenarnya tak pernah merasa keberatan dengan Taehyung yang selalu mengikutinya. Terlebih ia merasa banyak berhutang budi karena Taehyung adalah anak pemilik restoran tempat ia bekerja. Hanya saja ia tak bisa menerima cinta Taehyung. Alasannya tak mungkin bisa ia katakan karena berhubungan dengan masa lalu.

Masa lalu yang sampai sekarang masih membelenggunya. Masa lalu itu bahkan membuatnya harus pergi ke psikiater. Mentalnya sangat tertekan mengingat kerinduannya pada sahabat-sahabatnya, mengingat lukanya dan mengingat alasan kaburnya dia. Ia menjadi rutin mengkonsumsi obat penenang dengan resep dokter. Enam bulan setelah ia pindah dulu ia jadi tak bisa tidur dan tak tenang. Psikiater akhirnya menjadi pilihan terakhir.

Semenjak kepindahannya ke kampung halamannya di Jepang. Mina benar-benar menikmati perannya sebagai ibu. Ia sangat bahagia melihat perkembangan buah hatinya. Apalagi sekarang ankanya sudah mulai bisa berbicara.

"Appa." Mina mengajarkan anaknya.

"Ap-pa." Suara kecil itu membuat Mina tersenyum.

"Ne? Anak appa memanggil?" Mingyu datang membawa beberapa mainan.

"Mingyu! Aku kan sudah bilang jangan belikan mainan terus." Marah Mina.

"Sayang sekali-kalikan tidak papa." Mingyu mengelus rambut Mina.

"Sekali-kali dari mana. Lihatlah mainannya sudah penuh." Ketus Mina.

Mingyu hanya tersenyum. Ia benar-benar menyukai kehidupan sebagai seorang ayah. Ia senang dengan omelan Mina. Ia senang melihat perkembangan anaknya. Ia juga senang bisa memenangkan hati Mina pada akhirnya. Keluarga kecil ini selalu ingin dijaganya.

"Tidak papa ah. Jangan marah lagi ya. Nih aku bawakan kamu sesuatu." Mingyu menyerahkan sebuah kalung.

"Happy Anniversary Myoui Mina." Mingyu mengingat hari jadi pernikahan mereka.

Mina tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya. Wajahnya memerah karena malu. Mingyu memang selalu tahu cara memperlakukan wnaita dengan baik. Mingyu memasangkan kalung dan memeluk Mina dari belakang. Mina menggenggam erat tangan Mingyu.

"Makasih ya. Aku kira kamu melupakannya." Kata Mina.

"Mana mungkin aku melupakannya." Mingyu membalik tubuh Mina agar mereka berhadapan.

Sebuah ciuman mendarap di bibir Mina. Mina membalas ciuman itu dan melingkarkan tangannya pada leher Mingyu. Mereka terlarut dalam ciuman itu. Saling berbagi saliva dan saling beradu lidah.

"Ma-pa." Kegiatan Mina dan Mingyu terhenti.

Mereka lupa masih ada anak mereka. Aduh nak kenapa mengganggu papa saja sih. Mingyu menggerutu kesal. Mina mengangkat anaknya.

Jimin menutup kafenya. Ia masih menggeluti bisnis kafe. Jae juga membantunya. Sudah lama sekali rasanya mereka bersama. Jae selama ini selalu menemaninya dalam suka maupun duka. Jae bahkan sudah berkali-kali mengungkapkan perasaannya, namun Jimin masih belum bisa menerimanya. Hatinya masih perlu waktu untuk pulih.

"Pulanglah oppa. Aku sudah selesai ko." Kata Jimin.

"Kalau begitu ayo pulang bersama."

"Ck. Dasar keras kepala."

Jae tersenyum lebar. Jimin meletakkan barang di tangannya sebentar dan segera mengambil tasnya. Ia tak tega membuat Jae menunggu lama. Suasana perjalanan pulang begitu sepi. Hanya terdengar suara sepatu mereka yang beradu dengan jalanan hingga mereka tiba di rumah Jimin.

"Masuklah." Kata Jae.

"Pulanglah dulu baru aku masuk."

"Kamu saja yang masuk duluan."

"Oppa."

"Arraseo."

Jae berjalan meninggalkan Jimin setelah melambaikan tangan. Kakinya terhenti. Jimin bingung. Jae segera berbalik dan berlari menghampiri Jimin lagi.

"Wae? Apa ada yang tertinggal?" Tanya Jimin.

"Aniya."

"Lalu?"

"Apa kamu tak ingin berkencan denganku?"

"Membahas itu lagi."

"Aku serius Jimin-ah. Minggu depan aku harus kembali ke Amerika. Aku takut tak bisa menemuimu lagi. Aku tak ingin menyesal." Jae terlihat serius.

Jimin menatap mata Jae. Di sana hanya terdapat keseriusan. Ia tahu hari ini akan tiba. Hari dimana ia harus benar-benar menjawab Jae dan hari dimana Jae harus kembali ke rumahnya. Orang tua Jae memerlukan Jae. Mungkin Jae tidak akan kembali lagi ke Korea.

"Kalau aku kembali ke Amerika mungkin aku benar-benar akan melupakanmu. Aku tak ingin..."

"Baiklah mari kita berkencan."

"Ne?"

"Pulang saja ke Amerika sana! Tak usah menghubungiku lagi! Tak usah kembali lagi!" Kesal Jimin.

"Astaga Park Jimin aku hanya memastikan bahwa aku tak salah dengar." Kata Jae.

Jae mengacak rambut Jimin gemas, "Mulai saat ini kamu kekasihku." Deklar Jae.

Bambam mengantarkan putri sematawayangnya dengan Lisa ke sekolah. Sepanjang perjalanan putrinya terus mengoceh. Menceritakan banyak hal yang kadang tak Bambam pahami.

"Kamu ngoceh terus kaya siapa sih?" Kata Bambam sambil menurunkan putrinya.

"Kaya ayahnya lah." Timpal Lisa.

Bambam menatap Lisa tak percaya. Lisa tak memperdulikannya malah asik bercanda dengan putrinya. Bambam tersenyum melihat keluarga kecilnya. Ia bahagia walau pada akhirnya bukan Jimin yang ada di posisi itu. Ia sudah merelakan Jimin.

Kamu memberiku banyak pengalaman Jimin. Kamu harus berbahagia juga. Bambam memeluki Lisa yang sedang menggendong anaknya. Menciumi kedua wanita yang sekarang selalu ada di setiap waktunya. Putrinya tertawa geli karena ciuman itu.

"Astaga Bambam malu dilihat orang." Kata Lisa.

"Kamu baru merasa malu setelah bertahun-tahun menikah denganku? Hah mengecewakan."

Lisa tertawa, "Aku hanya bercanda." Sekarang gantian Lisa yang memeluki Bambam bersama putrinya. Mereka memberikan ciuman bertubi-tubi.

Jiho bermain dengan anak lelakinya. Kim Yuho. Ia menatap anak lelakinya yang begitu mirip dengan ayahnya. Ia jadi sedih lagi mengingat kejadian dua tahun lalu dimana ia batal menikah. mereka memutuskan batal menikah karena Jiho tahu Yugyeom sama sekali tak mencintainya. Yugyeom memang baik padanya. Namun jiwanya tak bersama Jiho. Jiho tak ingin membohongi dirinya sendiri terus menerus. Sekarang di sinilah dia tinggal. Di pulau yang penuh dengan kenangan. Jeju.

Ia sudah lama tak berhubungan dengan Yugyeom. Bahkan untuk menanyakan kabarnya saja Jiho tak sanggup. Mungkin ini adalah karmanya karena merusak hubungan Solbin dan Yugyeom. Sekarang ia harus merawat anaknya sendiri.

Aku tak tahu apa seperti ini lebih baik? Aku sudah cukup senang bersama Yuho. Semuanya benar-benar pelajaran hidup berharga bagiku. Jiho berlari dan memeluk anaknya. Seakan anak itu akan pergi dari hidupnya.

"Mama sangat mencintaimu nak." Ucap Jiho.

Lalu dimana Yugyeom? Yugyeom memilih kembali ke Seoul setelah resign dari pekerjaannya. Ia memilih membangun perusahaannya sendiri dengan uang yang selama ini ia kumpulkan. Memilih membuka lembaran baru seperti Jiho. Ia jujur sangat merindukan Jiho, apalagi Jiho bersama anaknya. Ia penasaran dengan rupa anaknya. Rasa bersalah terus menyelimuti Yugyeom.

"Benar mungkin inilah karma yang sesungguhnya. Aku kehilangan semuanya. Bahkan Jiho dan anakku." Lirih Yugyeom.

"Aku harap dimanapun kalian berada kalian selalu diselimuti kebahagiaan. Dan Solbin... aku harap kamu menemukan seseorang yang berkali-kali lipat lebih baik dariku."

Officially END -10 Maret 2019-

Perlukah Season 2?

Nanti kalo ada season 2 bakal lebih fokus ke Solbin&Jungkook, Minah&Eunwoo, dan Yugyeom&Jiho. Kenapa begitu? Karena merekalah yang belum menemukan kebahagiaan, ya kan? Eaaa...

What do you think?

Continue Reading

You'll Also Like

6.9K 116 7
Mentari memang selalu tampak cantik di langit tinggi, dia bahkan bisa menghipnotis siapapun untuk jatuh hati padanya. Tapi ternyata, bukan hanya ment...
152K 2.8K 12
You and Kakashi were great childhood friends until you had a fight about an S class mission you could go on. Kakashi didn't want you going but your g...
2.6K 147 20
The Youmu-Youmu no mi. A fruit named after a demon said to be sealed inside of it. A fruit eaten by a child desperate to escape from the shackles of...
1.2M 48.4K 53
Being a single dad is difficult. Being a Formula 1 driver is also tricky. Charles Leclerc is living both situations and it's hard, especially since h...