The Curtain of Cruelty (Cymos...

By gitablu

74 6 2

More

bagian 2

bagian 1

49 3 1
By gitablu

bagian 1

Ini adalah kesekian kalinya Ogasawara Sachiko berusaha untuk menghubungi ponsel Kashiwagi Suguru sepupunya. Sifat perfeksionis Sachiko sering kali berbenturan dengan pembawaan Suguru yang jauh lebih santai

Namun, akhirnya Sachiko memilih untuk menyerah. Dengan agak kesal ia meletakan teleponnya. Gadis itu memutuskan untuk menenangkan diri terlebih dahulu. Setidaknya dia mencegah pertengkaran dan debat yang tidak perlu antara dirinya dan Suguru yang pasti akan terjadi, jika Sachiko tetap memaksa.

Sebetulnya, ini bukanlah masalah besar, dan seharusnya menjadi rencana yang menyenangkan. Sachiko memiliki ide untuk berwisata di saat hanya sedikit orang yang berada di tempat wisata. Low season. Saat seperti inilah, biasanya hotel dan tempat wisata lainnya akan memberikan potongan harga yang menggiurkan.

Awalnya, Sachikolah yang mengajukan diri untuk mengatur dan menyusun segala sesuatu yang dibutuhkan untuk liburan impian tersebut. Dia sudah memilih hotel berbintang yang nyaman, dan memiliki pemandangan pantai yang indah. Namun, di saat dirinya ingin memesan tempat, Suguru tiba-tiba mengatakan bahwa dia sudah menemukan lokasi yang lebih “menarik”.

Yang menjengkelkan adalah Suguru ternyata sudah memesan kamar, dan sudah membereskan semua urusan yang ada. Semuanya sudah siap dan sudah rapi. Tetapi Sachiko baru saja mendapatkan kabar tersebut. Sangat mendadak. Bahkan nyaris saja ia akan memesan tempat, dan hampir saja segala usahanya itu akan menjadi sia-sia.

Tiba-tiba telepon Sachiko berbunyi. Dia melihat sederet nomor telepon yang masuk dan segera mengenalinya. Itu Suguru, sepupunya, orang yang berkali-kali Sachiko hubungi namun selalu gagal. Agak kesal, Sachiko kemudian mengangkat teleponnya.

“Ah, Sac-chan. Maaf tadi aku sedang mengurus pemesanan kamar. Aku tidak sempat mengangkat teleponmu,” suara Suguru terdengar seperti tidak bersalah.

“Kau sudah mendapatkannya?”tanya Sachiko dengan agak ketus. Dia malas berbasa-basi untuk saat ini.

“Ya sudah. Aku sudah pesan 3 kamar ukuran besar. Kita semua bisa menginap di sana selama 3 malam 4 hari. Aku akan menghubungi yang lainnya, mungkin kau bisa menelepon Yumi-chan setelah ini.”

“Baiklah kalau begitu..”

“Ah, Sac-chan. Kita akan berangkat dengan bus besok. Tenang saja, bus itu disiapkan dari pihak hotel. Kita akan dijemput, dan aku sudah mengatur agar bus tersebut menunggu di rumahmu. Yah, busnya tidak teralu besar namun tetap membutuhkan area parker yang luas..”

“Baiklah… baiklah.” Sachiko buru-buru menutup teleponnya. Dia tidak teralu suka berbicara panjang lebar dengan Suguru. Namun tidak lama setelahnya, Sachiko baru menyadari bahwa dia lupa menanyakan nama hotel tersebut. Tetapi dia sudah terlanjut memutuskan telepon dan agak engan untuk menghubungi sepupunya itu kembali.

Sachiko kemudian menekan nomor telepon yang sudah dia hafal. Nomor telepon milik adik kelasnya saat dia masih bersekolah di Akademi Lilian dulu, Fukuzawa Yumi.

Liburan kali ini memang melibatkan Sachiko dengan beberapa kenalannya saat masih bersekolah dulu. Seperti adik kelasnya yang sekaligus adalah petite sœur-nya. Sachiko juga mengajak teman sekelasnya, Hasekura Rei, dan juga petite sœu-nya Shimazu Yoshino. Uniknya, Yumi dan Yoshino ternyata juga adalah teman sekelas. Terasa seperti reuni kecil-kecilan.

Selain itu Kashiwagi Suguru, sepupu Sachiko, juga mengajak adik kelasnya dulu saat dia masih bersekolah di Hanadera yakni Fukuzawa Yuki. Uniknya, Yuki adalah adik dari Yumi.

Sementara itu, telepon Sachiko sudah mendapat respon. Dia segera mengenali suara yang berbicara di seberang adalah Yumi. Sachiko merasa moodnya jauh lebih baik dari sebelumnya saat mendengar suara sang petite sœu-nya itu. Diapun segera memberitahukan Yumi agar datang ke rumahnya pagi-pagi, sebab bus akan datang lebih awal.

“Jangan lupa kau kabarkan juga Yoshino-chan. Aku akan menelepon Rei setelah ini. Oh ya, apakah Yuki-kun sudah tahu?”

“Ya Onee-sama. Kashiwagi-san sebetulnya mengajak Yuki pergi untuk mengurus segala persiapan akhir.”

“Oh, baguslah. Oh ya. Yumi, apa kau tahu di mana letak hotel tersebut?” kali ini rasa penasaran Sachiko tidak dapat terbendung lagi.

“Yuki tidak mau memberitahukannya, walau aku sudah memaksanya. Dia bilang bahwa Kashiwagi-san yang menyuruhnya untuk ‘merahasiakannya’”.

Sachiko agak kecewa mendengarnya. Hal ini semakin menambah rasa penasarannya dengan rencana Suguru. Sepupunya pasti memberikannya ‘kejutan’, dan bukan kejutan yang menyenangkan tentu saja. Namun karena segalanya sudah siap, Sachiko menjadi pantang untuk mundur, apalagi di saat seperti sekarang.

---

Keesokan paginya, bus penjemput itu telah datang. Dengan cukup mudah sang pengemudinya memasukan kendaraannya tersebut ke dalam halaman rumah kediaman Ogasawara. Keluarga Sachiko memang memiliki rumah besar bergaya Barat dengan halaman yang sangat luas.

Sachiko sendiri sudah siap sejak tadi. Dia juga tidak perlu menunggu lama karena Yumi bersama Rei dan Yoshino sudah datang. Bahkan Suguru dan Yuki menyusul tidak lama setelahnya. Ternyata Yuki ‘dipaksa’ untuk menginap di tempat Suguru. Alasannya karena mereka harus mempersiapkan beberapa keperluan akhir.

Setelah semuanya siap, si pengemudi kemudian memperkenalkan dirinya sebagai Murakami-san, bapak-bapak berusia sekitar 50an. Sangat ramah dan cukup gesit untuk membantu para tamunya untuk menaikan semua bawaan mereka ke dalam bus. Dia juga sangat sopan dan membukakan pintu untuk semua tamunya.

Sachiko memang cukup terkesan. Bus ini memang tidak teralu besar, namun tetap nyaman dan terasa lega. Interior dalamnya juga terkesan mahal dan bersih. Hingga kursinya juga begitu empuk. Sachiko juga menyadari wewangian mawar yang lembut saat pendingin udara mulai dinyalakan. Diam-diam, dirinya mengakui bahwa Suguru memang serius kali ini.

Murakami-san perlahan-lahan membawa kendaraannya pergi. Gaya mengemudinya santun dan sangat mengutamakan keamanan dan kenyamanan para penumpangnya. Murakami membawa busnya menuju ke daerah pegunungan. Walau di jalan gunung yang berkelok-kelok dan penuh dengan tanjakan, dia tetap professional dalam menjalankan tugasnya.

“Hei Sachiko. Kau menikmati perjalanan ini?” Rei menepuk pelan bahu temannya yang duduk di bangku depannya itu.

“Jika harus jujur, ya. Aku tidak menyangka bahwa Suguru pandai mencari paket wisata yang baik.”

“Lho? Jadi kau belum tahu? Yumi-chan, kau tidak memberitahukannya?”Rei kemudian menukar posisi duduknya di kursi dekat Sachiko yang kosong.

“Tahu apa?”sergah Sachiko. Sementara itu, dia melihat sekelebat senyum Suguru yang duduk di kursi yang lebih di depan.

“Astaga. Kau benar-benar belum tahu? Ah, hotel yang akan kita datangi ini bukanlah hotel biasa. Yah, hotelnya memang terletak di kawasan pegunungan yang setiap harinya selalu turun kabut. Aku sempat mencari informasi mengenai hotel ini di internet, dan informasi yang Aku dapatkan tidaklah teralu menyenangkan..”Rei memelankan suaranya sehingga hampir terdengar seperti berbisik.

“Hotel yang akan kita kunjungi bernama Cymosa Hotel. Kabarnya, ada legenda misterius yang menyelubungi hotel ini. Katanya, ada roh pembunuh yang berkeliaran di hotel tersebut! Selain itu, hotel ini juga sangat angker, sering dijadikan tempat uji nyali ketimbang liburan idaman.”

Sachiko mendelik kaget. Dia sudah menduga bahwa Suguru pasti punya rencana ‘busuk’ di balik semua ini. Dia merasa menyesal sudah agak memuji Suguru barusan. Memang, sebelumnya Suguru pernah mengajaknya untuk melakukan uji nyali. Sachiko, pada saat itu, menyanggupinya karena yakin bahwa Suguru tidak akan berani. Namun Sachiko tidak menyangka bahwa sepupunya itu serius, teramat serius.

“Setiap tamu yang datang ke sana selalu melihat roh pembunuh itu berkeliaran. Mereka menjulukinya sebagai ‘white killer’ karena penampilannya yang serba putih. White killer juga selalu membawa gergaji mesin yang penuh darah. Konon, itulah senjata yang dia pakai untuk membantai korbannya,” bisik Rei dengan lebih pelan.

Sachiko tidak tahu harus menjawab bagaimana. Dia mungkin sedang mencerna semua ini, atau mungkin sedang menahan dirinya agar tidak menghujani Suguru dengan protes dan makian.

“Maaf, Onee-sama. Aku juga baru tahu tadi, sebelum datang ke sini. Yoshino-san yang memberitahukannya… Tadinya aku juga ingin menolaknya, namun aku merasa tidak enak dengan yang lain, apalagi Yuki. Aku kira, Onee-sama sudah tahu..” kata Yumi perlahan.

“Sudahlah, kita juga setengah jalan. Jika semuanya tidak berjalan baik, kita akan segera pulang setelah malam pertama. Aku yang akan membayar semua biayanya,”kata Sachiko setelah dia berhasil menguasai dirinya.

Sementara itu, Yoshino yang duduk di belakang Yumi juga ikut menghiburnya. Gadis berkepang dua ini memang jauh lebih berani daripada rekannya itu.

“yumi-san, ini hanya urban legend. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Lagipula katanya hotel itu juga memiliki menu makan yang sangat enak. Aku dengar kokinya jago memasak. Setidaknya, kita bisa mencobanya jika sudah sampai ke sana”

Yumi mengangguk. Dia merasa lebih lega, lagipula mereka pergi bersama-sama. Untuk saat ini tidak ada yang perlu ditakutkan.

Walau disampingnya, Sachiko masih sedikit menahan rasa kesal dan jengkelnya. Dia tahu betul bahwa Suguru sangat menikmati saat-saat seperti ini. Selera humor pria itu memang buruk. Namun Sachiko bertekat demi Yuki dan demi yang lainnya yang sudah meluangkan waktu untuk datang ke sini, Sachiko harus menahan emosinya yang rasanya seperti meluap.

---

Continue Reading