The Bastard, Sweety

By KarinDii

244K 34.9K 9.2K

Kim Taehyung. Fanserver ulung, seolah sanggup membuat penggemar wanita terkapar dengan kerlingan mata. Sialny... More

Prologue
Pt. 1
Pt. 2
Pt. 3
Pt. 4
Pt. 5
Pt. 6
Pt. 7
Pt. 8

Pt. 9

17.4K 2K 1.4K
By KarinDii

Kangen ga?

Belakangan sibuk bgt sama ini itu. Konsentrasinya juga terbagi. Kita udah bukan mahasiswa lagi, jadi agak sulit untuk fokus job task dan wattpad. Huhu

1k komen di chapter ini kira-kira bisa ga?

Bukan apa kadang komen kalian semacam ada magisnya gitu. Terus ngetiknya jadi on fire lancar banget. Parah sih.

Kalo tercapai 1k kita langsung update sebelum jadwal. Enjoyyy.

*

"Aku harus segera pergi," kataku dengan nada serius.

Sekeluarnya dari kelas Dosen Won, aku berlari menuju lorong fakultas menghampiri lokerku.

Kujejalkan semua buku dari tas ke loker dan mengambil tas kamera dari sana, lalu menyangkutkan talinya ke leher.

Kukeluarkan ponselku dan mengecek beberapa pesan penting dari grup sesama pengelola situs penggemar.

Jika saja aku adalah tipikal gadis konvensional, aku akan mengakui terang-terangan bahwa aku cukup terkenal. Tetapi aku bukanlah tipikal gadis yang senang mempertontonkan segala hal.

"Pergi ke mana?" Rupanya aku tidak sadar Wonjae masih membuntutiku sepanjang koridor hingga pintu masuk gedung tadi.

Tanpa mengalihkan minat dari layar ponsel aku menjawab, "Ada kegiatan penting."

"Sepenting itukah?"

"Obviously." Kupercepat langkahku. Aku tidak bisa terlambat barang semenit.

Hari ini Taehyung akan menghadari press conference brand iklan. Aku tidak boleh terlambat jika ingin mendapat tempat paling depan. Jika terlambat aku akan kesulitan membidik Taehyung dari angle terbaik.

Setidaknya dengan memotong waktu perjalanan, aku bisa mengambil tempat persis di belakang kumpulan wartawan.

Astaga, berdiri satu langkah di balik awak media saja sudah merepotkan apalagi bila harus diselingi fansite master lainnya. Bisa-bisa kualitas fotoku menurun.

Sebagai masternim yang cukup tersohor tentu aku tidak boleh membuat kaum twitterku kecewa.

"Boleh aku ikut?" tanya Wonjae masih mengekor. "Aku bisa memberimu tumpangan."

Aku menggeleng tegas. "Tidak perlu." Akan sangat merepotkan kalau Wonjae ikut serta.

"Sekali ini saja, kumohon. Ijinkan aku ikut, Noona." Wonjae mengatupkan tangannya seperti patung Buddha.

Dengan sengit aku tersentak berbalik. "Demi Tuhan, Joo Wonjae, bisakah kau berhenti membuntutiku?"

Wonjae sontak terdiam. Dia memandangiku cukup lama sampai tiba-tiba air mukanya berubah sendu. Sudut-sudut bibirnya tertekuk ke bawah. "Kenapa noona selalu memarahiku? Salahku apa? Kenapa noona selalu kelihatan membenciku?"

Dalam hati aku mengerang. Bisakah siapa saja melenyapkan lelaki ini. Apa yang salah dengan isi kepalanya?

"Berhenti merengek."

Tiba-tiba saja, entah kerasukan apa lelaki itu terduduk di tanah sambil meringis-ringis memegangi kakiku.

"Kumohon bairkan aku pergi bersamamu," rengeknya.

"Apa yang kau lakukan?" bisikku kalang kabut.

"Biarkan aku ikut." Kedua kakinya bergerak liar menendang ke depan.

"Jo Won Jae. Sadarkan dirimu." Mataku menelisik ke kanan dan kiri. Mahasiswa yang melintas menjadikan kami tontonan massal.

"Biarkan aku ikut. Sekali. Kumohon, Noona."

"Baiklah, baiklah! Kau boleh ikut. Cepat berdiri." Hilang sudah akal pikiranku. Aku menyerah.

Tangan Wonjae mengulur tinggi. "Bantu aku." Senyumnya tersungging lebar, menampilkan deretan giginya yang berjajar rapi.

Aku mendelik geram. "Kalau saja kau tidak punya tempurung, sudah kuhancurkan kepalamu."

"Noona terlihat manis saat marah. Dua kali lipat lebih cantik."

Aku mendengus emosi. Ternyata di dunia ini ada spesies lelaki yang lebih kekanakan dibanding Taehyung.

***

Koridor panjang itu lengang. Tidak ada satu pun orang di sana.

Jadwal Taehyung cukup longgar hari ini. Pagi hari ia harus bertemu direktur dan siang menjelang sorenya ia akan menghadiri promosi brand iklan kosmetik pria.

Tetapi Taehyung sempat dikejutkan dengan kemunculan gadis menyebalkan yang penah bertemu di studio pemotretan. Gadis itu berdiri tepat di depan pintu ruang rapat. Sebelah bahunya bersandar pada pilar pintu sambil melipat tangan dan menatap Taehyung lurus-lurus seolah mendapat buruan besar dan lezat.

"Jangan besar kepala," kata Habyul dengan ekspresi santai namun sorot matanya kelihatan menunjukkan ketertarikan setelah membaca mimik kesal Taehyung. "Aku bukan sedang menunggumu, kok."

Sementara Taehyung membuang napas kasar. Ia mengalihkan pandangannya ke satu titik, menolak tatapan gadis itu secara terang-terangan.

Ketika Taehyung semakin dekat, dengan usil Hanbyul mengulurkan tangannya menekan sisi daun pintu menghalangi akses masuk.

"Wajahmu itu tampan, lho," kata Hanbyul saat Taehyung hendak masuk ke ruangan. "Cobalah tersenyum, Oppa."

"Minggir."

Sekarang Tahyung merasa tidak perlu menjaga tata kramanya jika berhadapan dengan gadis semacam ini——bicara informal, suara mendayu-dayu bagai kucing yang minta dielus, dan membuat gestur tubuh menggoda.

Hanbyul mendelik. "Iiih, kasar sekali, Oppa. Bisa-bisa aku jatuh cinta sungguhan, deh."

"Minggir," ucap Taehyung seraya memberikan tatapan dingin ke arah lengan wanita itu.

"Marah-marah terus." Hanbyul mengembungkan pipinya, memasang tampang seimut mungkin. "Jangan galak. Nanti aku takut, Kim Taehyung oppa."

Taehyung mendengus. "Menyingkirlah."

Senyum miring tersungging di tepi bibir Hanbyul. "Coba saja singkirkan tanganku kalau bisa. Tapi memegang tanganku artinya kita melakukan skinship, benar?"

Kali ini Taehyung mendesah lebih keras.

Tetapi Hanbyul tidak cukup peduli dengan itu. Gadis itu kembali berujar dengan suara manis. "Kim Taehyung oppa, apa kau mau makan siang bersamaku nanti? Ada yang harus kita bicarakan."

Taehyung menutup mata sebentar seraya menjilat bibirnya. Tidak memberikan jawaban.

"Aaah, kenapa wajahmu begitu?" tanya Hanbyul kecewa. "Kau tidak mau? Mungkinkah ada yang cemburu? Apa kau sedang menjalin hubungan dengan seseorang?"

Namun, sebelum lepas kendali dan sebelum Taehyung melakukan tindakan lebih ekstrim (menepis lengan Hanbyul secara paksa misalnya) sebuah suara mengintrupsi mereka.

"Kim Hanbyul?" sapa seorang pria dengan bahasa kasual dan informal.

Hanbyul menurunkan tangannya dari daun pintu dan berpaling pada lelaki yang berjalan mendekat.

"Oh, Kang Seongwoo oppa!" Gadis itu langsung tersenyum riang sambil melambai.

Taehyung menoleh sedikit dan melihat Kang Seongwoo membalas gadis itu dengan lekukan bibir tinggi.

"Sudah lama menunggu?"

Hanbyul menggeleng. "Tidak."

Selanjutnya Hanbyul menoleh pada Taehyung. "Lihat, kan? Aku bukan menunggumu. Dasar pria dingin. Sok jual mahal."

Namun, Taehyung tak menghiraukan itu dan melangkah masuk ke ruangan. Diikuti Seongwoo dan Hanbyul di belakangnya.

Menunggu sekitar Sembilan menit, direktur masuk ke ruangan bersama sosok pria dan seorang gadis.

Bersamaan dengan itu Taehyung mengangkat kepalanya dan seketika ia terperanjat. Ekspresi gadis itu pun tak jauh berbeda dengannya.

"Kim Hyesun-ssi?" Taehyung menujuk tubuh Hyesun dan buru-buru menurunkan kembali jarinya perihal sopan santun. "Kenapa bisa ada di sini?"

"Kau di sini juga?" balas Hyesun membalik pertanyaan, sepersekian detik kemudian tersenyum hangat.

Keheningan menjalar. Semua orang di ruangan membisu. Direktur menoleh kepada keduanya bergantian.

"Eonni, kau sudah mengenalnya?" tanya Hanbyul berkedip-kedip masih terperangah.

Hyesun mengangguk pelan. "Begitulah," jawabnya ramah. Ia masih bersitatapan dengan Taehyung.

"Benarkah?" Hanbyul membelalak. "Benar-benar saling kenal? Waaah, kebetulan macam apa ini."

"Duduklah dulu." Asisten pribadi Hyesun menarik kursi untuknya.

"Baiklah, baiklah." Direktur mengibas-ibaskan tangannya demi menenangkan situasi. "Karena nona penulis naskah kita sudah datang baiknya dimulai saja. Oh, ya, Hanbyul-ssi bagaimana dengan sutradara Yoon Sang-Il?" tanya direktur tersadar ada anggota yang belum hadir. Pandangannya menyisir satu persatu dari kelima orang di ruangan.

Sedangkan Taehyung masih mencurahkan hampir seluruh perhatiannya pada Hyesun saat gadis itu membuka-buka kertas naskahnya. Beda lagi dengan Seongwoo yang fokus mengecek ponselnya.

"Hanbyul-ssi, sutradara Yoon akan datang?" tanya direktur mengulangi.

"Pamanku tidak bisa datang. Sibuk," sahut Hanbyul sambil mengorek kukunya. Walaupun tidak ada masalah dengan itu; kukunya yang dicat hijau-salem tampak sempurna.

Dari kursinya Hyesun menghela. "Hanbyul-ah, berikan tatapan matamu saat orang lain bicara."

"Hmmm," sahutnya malas-malasan. Kakaknya itu selalu mendadak cerewet luar biasa kalau menyangkut moral dan kesopanan.

Agar atmosfer kembali nyaman, lagi-lagi direktur angkat bicara. "Baiklah, sebaiknya kuperkenalkan langsung saja. Nona Kim Hyesun adalah penulis naskah yang akan menjelaskan secara terperinci dan lebih jelas mengenai plot juga konsep cerita. Tempo lalu kita sudah membahas ini. Dan juga ini pertama kalinya dia menerima tawaran bertemu secara langsung. Dengan begini kuharap kau bisa mempertimbangkannya, Kim Taehyung. Selain itu kau juga masih dalam kontrak agensi, catat. Aku harap kita semua bisa bekerja sama."

***

Dulu aku pernah membayangkan hal-hal naif seperti pergi ke konser bersama pacarku atau ditemani saat aku menghadiri fansigning. Tentu saja itu cuma mimpi emas ketika aku menjadi seorang penggemar.

Dan terkadang saat sedang menghadari acara jumpa idol aku selalu teringat perdebatan kecilku dengan Park Eunjo. Sungguh, gadis itu berpegang teguh pada drama di bandingkan menyukai grup idola. Berbeda denganku. Kami tidak pernah cocok untuk satu masalah itu.

Sekarang aku justru berada di sini, menunggu pacarku yang menjadi artis dan ditemani Wonjae yang tingkahnya nyaris membuat kepalaku pecah.

Kini aku dan Wonjae masuk ke gedung acara melewati para wartawan dan penggemar lain. Biasanya bagi para penggemar atau pengelola situs dapat masuk dengan cara ilegal.

Kadang-kadang kami membayar dengan sejumlah uang hanya agar mendapat ijin masuk. Kami harus royal. Pengeluaran kami cukup banyak. Nyaris sepertiga pemasukan kami sebagai Homma.

"Jadi, Honma yang kau bilang tadi itu apa?" tanya Wonjae.

"Homma," koreksiku begitu kami mendapat kursi kosong. Letaknya lumayan stategis. "Homma merupakan singkatan Home Master. Atau bisa dibilang ketua dari perkumpulan penggemar klub, grup, atau artis tertentu dalam fotografi yang mampu mengabadikan foto terbaik."

"Semacam geng?"

"Lebih dari itu. Kami juga menghasilkan uang."

Mata Wonjae membulat. Ia membetulkan letak duduknya, terlihat sangat tertarik. "Serius? Jadi kau adalah homma? Apa kegiatan ini dikategorikan ilegal?"

"Kurasa tidak, atau mungkin begitu."

"Berapa anak buahmu?"

Aku tertawa seraya menggeleng-geleng geli. "Kau tidak bisa menyebut mereka anak buah. Ini semacam kontrak kerja."

Wonjae memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Apa ini semacam profesi? Adakah standar gajinya?"

"Bisa dibilang begitu. Kami mendapat royalti dari setiap foto dan pameran. Ada beberapa anak kaya raya yang diwajibkan menyumbang atau membeli merchandise jika ingin bergabung secara resmi. Bergabung dalam kelompok artinya harus mau mengeluarkan nominal yang jumlahnya tidak sedikit," jelasku terperinci.

Wonjae mengangguk-angguk menerima seluruh penjelasanku. "Apa ini semacam Multi Level Marketing?"

Aku kembali dibuat tertawa atas jawaban polosnya. "Tidak. Itu terlalu busuk. Ini hanya seperti piramida. Kau mencari anggota yang benar-benar mau tanpa paksaan atau strategi marketing."

"Jadi, maksudmu orang yang ada di bawahmu akan merekrut orang baru dan menyumbang sejumlah uang atau apalah itu?"

"Ya. Bisa seperti itu. Semua ini demi kelancaran kelompok. Tetapi tidak semua homma mengambil tindakan dengan cara ini," paparku.

Lagi-lagi kening Wonjae membuat lipatan samar. Kurasa ia masih sedikit bingung.

"Kau tau fancafe?" tanyaku ingin memberi pemahaman lebih lanjut.

Dia meringis pusing. "Apa lagi itu?"

"Web portal yang disediakan Daum." Daum adalah search engine Korea Selatan semacam Google atau Naver. "Singkatnya fancafe adalah media sosial bagi para penggemar agar bisa berinteraksi dengan artis pilihan mereka. Para artis juga bisa mengirim chat, mempublikasikan foto, video, dan lain-lain."

Dengan bijak Wonjae mendengarkan penuturanku tanpa menyela. Dia menekuk tangan kirinya di depan perut sementara tangan kanannya menumpu dagu.

"Tetapi untuk level yang lebih tinggi harus punya kartu membership official dengan cara membeli di situs yang tersedia. Tentu saja berbayar. Sistemnya persis seperti yang diawal tadi kukatakan. Aku hanya bisa memberitahumu sampai di sini."

Kemudian pandangan Wonjae mengawang-awang. Aku tersenyum tipis tidak terlalu peduli apa yang kini ia bayangkan.

Masih ada waktu setengah jam sebelum acara dibuka. Kesempatan itu kupakai untuk mengecek kondisi kamera.

"Soyeon-ah? Bisa aku bergabung dengan kelompokmu?"

Aku menoleh seraya mengangkat alis lalu tersenyum heran atas pengajuannya. Tanpa menjawab aku kembali memalingkan wajah ke kameraku.

"Aku serius, Soyeon-ah. Aku punya tabungan. Apa enam juta won cukup untuk bergabung?"

Ucapannya membuatku terpingkal. Dengan santai kupukul lengannya. "Kau gila. Itu bahkan setara 20 orang anggota."

"Aku bisa mendonasikan lebih banyak atau mungkin membantumu."

Tawaku semakin keras. "Kita lihat nanti."

Kami terdiam. Kubiarkan Wonjae larut dalam pikirannya.

Kemudian kuangkat kameraku lantas membidik wajahnya.

"Wonjae-ah."

Dia menoleh. Sekali lagi kuambil potret wajahnya.

"Jika fotomu laku keras, potensi besar kau kuangkat jadi astistenku."

Dengan sangat mudah dia menyetujui dan bersorak gembira. Dasar Jo Won Jae aneh.

***

Wkwk wonjae manis bgt jadi mau jodohin sama soyeon.

Taehyung: Oke thor, atur aja tempat ketemuannya. (Belom aja gue kuncir bibirnya. Main jodohin pacar orang sembarangan)

Omong omong... di sini siapa yang gabung fancafe atau jadi member official?

Kalo karindii gak bisa soalnya udah official di hati namjoon dan hoseok.

Ohya nanti kalo ada part maturenya kita kasih peringatan diawal hehe.

Semangatin kita dong biar update cepet.

Lots of love,
Karindii

Continue Reading

You'll Also Like

616K 61.2K 48
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...
323K 26.7K 38
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
238K 35.8K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
98K 16.7K 25
Kecelakaan pesawat membuat Jennie dan Lisa harus bertahan hidup di hutan antah berantah dengan segala keterbatasan yang ada, keduanya berpikir, merek...