30 Mei
Diariku,
Seperti yang kutulis sebelumnya, aku tidak percaya cinta pandangan pertama, jadi kurasa aku tidak akan jatuh cinta pada anak lelaki itu. Entahlah apakah kata-kata ini akan konsisten, tapi ... aku tidak tahu. Mungkin, suatu saat ... sesuatu akan berubah jika aku menyukainya.
Diary, aku hanya ingin menulis kalau aku akan meninggalkan rumah ini sementara waktu. Kemarin aku melakukan kesalahan fatal yang membuat ibuku marah besar. Telanjur kubukakan pintu untuk petugas USCIS itu. Namun sejujurnya, aku tidak mengatakan apa pun, dan ketika pria di depanku menyinggung soal imigrasi, aku langsung menutup dan mengunci pintu kembali sambil menangis.
Ibuku tahu bahwa aku membukakan pintu untuk pria itu karena ia menyaksikan sendiri dari ujung jalan di balik mobil, menunggu. Menunggu agar petugas itu pergi.
Diary, sebagai balasannya, hari ini ibuku akan melakukan hal bodoh lagi. Dia akan menelepon anak lelaki tetanggaku itu dan bilang bahwa aku telah menghilang, sementara pada kenyataannya, aku akan dikurung berhari-hari di flat kecil yang telah disewa ibuku khusus untuk berjaga-jaga kalau-kalau sesuatu memburu kami. Ya, petugas keimigrasian Amerika yang tidak menginginkan kamilah yang akan mengusir kami dari rumah.
Diary, jika kalimatku selesai, maka aku sudah pindah ke flat di ujung jalan dan mungkin tidak menulisimu sementara waktu.
Diary, kemarin sebelum aku didatangi petugas USCIS, aku telah mendapat secarik kertas yang ditulis dengan tinta merah yang isinya sangat menghujatku. Kertas itu terselip di celah pintu depan. Mungkin itu memang hanya tiga kalimat saja dan bukannya berparagraf, namun itu cukup membuatku semakin merasa bahwa hidupku tidak berguna dan ingin sekali rasanya kuakhiri hidup ini.
Diary, aku tidak tahu siapa yang menulis, "HEI, SEBENARNYA SIAPA KAU INI DAN KENAPA MR. FRANKLIN WELLMAN (PETUGAS USCIS) TIBA-TIBA BERTANYA PADAKU TENTANG KELUARGAMU? APA KALIAN TERLIBAT HAL-HAL HUKUM?! PERSETAN DENGANMU KARENA AKU TIDAK TAHU APA-APA TENTANG KAU."
Diary, yang kurasakan ketika membaca kalimat-kalimat itu, rasanya tidak keruan. Aku menangis seharian kemarin ditambah lagi karena ibuku terus mengomel serta menjelek-jelekkan aku yang tidak bisa bicara. Kemarin, aku mendapat dua teror sekaligus; petugas USCIS, dan kertas itu.
Diary, detik ini ini aku baru saja membuat salinan dari kertas itu. Rasanya aku begitu bodoh karena kutulis kalimat-kalimat hujatan yang kutujukan untuk diriku sendiri di selembar kertas. Aku meniru gaya tulisan yang kemarin kubaca, kuusahakan agar ukuran serta lengkungan hurufnya persis dengan yang kuterima kemarin. Hanya saja, kutambahkan juga 9 rumor tentang diriku di kertas itu, kukembangkannya menjadi daftar hal-hal buruk sebelum akhirnya kertas itu malah kusobek-sobek menjadi potongan kecil karena kupikir aku terlalu gila untuk menulis itu semua dan menjadikannya sebuah alasan kepergianku.
Hei diary, kau tahu, sebetulnya apa yang kutulis adalah nyata dan berdasarkan fakta keluargaku. Ya, aku menulis semua kejelekan kami, kenyataan pahit dimana aku harus tinggal di dalamnya dan akan terus tinggal.
Baiklah, jadi, inilah faktanya:
Keluargaku horror,
keluargaku sial,
keluargaku sombong,
aku sakit jiwa dan juga ibuku lebih gila lagi,
keluargaku sok kaya,
ibuku suka bermain pria,
aku adalah anak tidak sah kedua orangtuaku,
aku calon pelacur, atau hampir karena kemarin anak lelaki itu datang padaku,
sebentar lagi, orangtuaku akan bercerai,
dan yang terakhir, kenyataan yang sepertinya sudah diketahui beberapa tetangga, keluargaku adalah imigran gelap.
Diary, aku tidak bisa berjanji apakah aku akan bisa menulisimu lagi atau tidak, tapi yang pasti, hari ini aku harus menuruti kata ibuku untuk pindah ke flat di ujung Jalan Fess.
Selamat tinggal rumahku, serta kamarku, untuk sementara waktu. []
TAAA DAAA!