Finding Mr. Destiny

By hiraethinjun

3.2K 489 149

[Remake] Taeil sulit melupakan dan menganggap takdirnya adalah si cinta pertama hingga membuat Tuan Moon kesa... More

[ p r o l o g ]
[1]: Jasa Cinta Pertama
[2]: Misi Pertama!
[3]: Unexpected Feeling
[4]: Sebuah Alasan Yang Terungkap

[5]: Misi Cinta Pertama -- COMPLETE

518 70 24
By hiraethinjun


((beware, it's 6k+ words. btw, i luv you guys, omg!!))


Youngho memandang ragu sejenak pada gedung teater yang ramai orang. Dia menghela nafasnya. Di musim gugur tahun ini udara memang sedikit dingin.

Bagaimana pun nantinya, dia harus menyampaikan pesan Oh Sehun pada Moon Taeil.

Perasaan ia sampingkan, yang utama adalah kliennya. Tidak peduli ia sudah terlanjur terpikat pada Nona muda Moon, tidak peduli bahwa Oh Sehun adalah klien yang berikutnya.

Ia berpikir, menyedihkan sekali Moon Taeil yang mencari dan menunggu lama Oh Sehun. Tapi apakah kenyataan tidak kasihan juga pada dirinya yang harus berakhir seperti sepuluh tahun yang lalu –ketika ia melepaskan Wendy kepada David? Kenapa siklus percintaannya harus selalu berakhir sama?

Youngho menggeleng kuat-kuat. Menepis segala prasangka aneh pada dirinya.

Mobil kini ia arahkan pada latar parkiran gedung teater.

Dia harus menyampaikan pesan Oh Sehun kepada Moon Taeil.

_________________________________


Taeil melirik ke lantai bawah dimana para penonton teater musikal yang ia garap. Daripada itu semua, yang Taeil cari adalah sosok lelaki yang membuatnya uring-uringan dua minggu belakangan ini.

Dan matanya tepat menangkap sosok Seo Youngho.

Ya, laki-laki itu yang membuat perempuan ini uring-uringan. Secepatnya ia turun tangga lalu melangkah menemui Seo Youngho.

Laki-laki itu masih sama. Rambutnya masih klimis, jasnya sedikit berbeda, harum parfumnya masih sama. Diam-diam Taeil tersenyum dalam hati.

Youngho masih baik-baik saja.

"Aku... sudah menerima pesanmu." katanya, lalu mengulum bibirnya. "Ingin menghubungimu, tapi tidak semudah itu. Kau tahu kan, aku ini seorang–"

"Merindukanmu." potong Youngho lebih cepat.

Taeil melebarkan matanya. Kata-kata tadi sempat tidak bisa dilanjutkan. Dia masih terlalu berfantasi oleh kalimat Youngho barusan. Bolehkah ia berharap meski secuil saja?

"Apa.... maksudnya?"

"Dia bilang," Youngho menarik nafas lalu menghebuskannya. Rasanya dia tidak ingin mengatakan hal ini. Dia tidak mau mengatakan apa yang disampaikan Oh Sehun pada Taeil. Tapi... bagaimanapun lelaki itu adalah cinta pertama perempuan ini. Lelaki yang amat diharapkan Taeil. Yang lebih membahagiakannya lagi, Oh Sehun juga merasakan hal yang sama seperti Taeil –mencari dalam waktu yang lama.

"Oh Sehun, dia bilang padaku kalau dia sangat merindukanmu."

Taeil makin melebarkan matanya yang sipit.

Apa kata Youngho tadi? Oh Sehun? Benarkah?

Belum sempat Taeil menanyakan itu semua dan apa yang terjadi, suara decitan lantai oleh Kun sebagai pelaku datang dari arah belakang Taeil.

"Hoshh... Sutradara Moon! Gawat, Haechan-ssi tidak bisa hadir!"

Taeil menghela nafas. Ini sudah sering terjadi. "Kalau tidak bisa masuk di gerbang barat, bukakan gerbang selatan, disana banyak lahan parkir kosong dan tidak terlalu banyak fans bergerombol di gerbang selatan."

"Bukan itu," Kun menggeleng keras-keras, "... Haechan-ssi tidak bisa tampil malam ini."

Dan Taeil sukses dibuat kaget lagi. "APA?!"

"Ayo, kesana dulu." Kun segera menggeret Taeil masuk ke dalam studio, mengabaikan kehadiran Youngho yang mematung penuh rasa penasaran.

"Maafkan aku! Nanti kuhubungi!" seru Taeil sebelum sepenuhnya menghilang di belakang gedung.

.

"Bagaimana ini bisa terjadi?! Kun, jelaskan padaku!" mengabaikan hormat patuh para penari latar yang tengah merias, Taeil terus saja menyusuri lorong diikuti Kun.

"Haechan-ssi memiliki jadwal hadir dalam konser Amal di Sang-gyeong. Seharusnya tiba disini setengah jam yang lalu sesuai jadwal, tapi karena ada kecelakaan di jalan tol, jalan ditutup sementara sampai dua jam mendatang. Sopir mereka mencoba mencari jalan alternatif lain, sayangnya sekarang mereka tersesat."

"Suruh siapa saja yang jadi penggantinya! Tidak peduli siapapun, yang penting ia hapal lirik bagian Haechan!" seru Taeil lantang hingga didengar seluruh anggota teater disana. Tak terkecuali paling senior, Baekhyun, serta sutradara senior Taeil –Park Chanyeol.

"Bukankah kau juga tahu lagunya? Hapal lirik bagian Haechan?" tiba-tiba saja Baekhyun datang dari arah belakang Taeil diikuti Chanyeol.

Taeil mematung. Masih tidak mengerti kondisi. "Apa? Saya?" ulangnya sambil menunjuk dirinya sendiri.

Sedangkan di belakang sana, Chanyeol memberikan kode kepada dua lelaki penari latar beserta Kun untuk menyeret Taeil ke ruang rias khusus pemeran utama, diikuti Baekhyun yang tersenyum menang.

Taeil meronta."Tidak bisa! Kalian tidak bisa lakukan ini padaku! Tidak, SUNBAENIM!!!!"

"Kun-ssi, gantikan posisi Taeil sebagai sutradara. Dan Jackson-ssi, tolong gantikan posisi Kun sebagai asisten sutradara. Aku berharap banyak pada kalian malam ini, oke?!" dan Chanyeol segera berlalu setelah menepuk pelan pundak mereka sebagai pemberi semangat.

.

.

Kun mulai memakai headset dengan microphone mini sebagai intruksi yang biasa Taeil pakai. Dibantu Jackson, mereka bersiap membuka tirai panggung utama.

Dimulai dari salah satu lelaki penari latar yang menghisap rokok dengan topi kobinya, menghampiri Baekhyun yang tengah duduk di meja bar. Penampilan Baekhyun tidak boleh diragukan. Sebagai penyanyi senior, kemampuan bernyanyi wanita itu mampu membuat puluhan trofi kemenangan jatuh padanya.

Dengan lantunan lagu jazz digabungkan dengan irama RnB, mampu membangunkan suasana ala bar.

Ditengah-tengah penampilan pertama itu, Kun mencoba menghubungi Chanyeol lewat walkie talkie, "Sunbaenim, bagaimana dengan Sutradara Moon?"

['Masih dirias, kurasa sebentar lagi.'] Chanyeol membalas lalu percakapan segera berakhir.

Penampilan kedua, para perempuan penari latar tampil ambil bagian. Mereka menari sekaligus menyanyi seolah menggoda kumpulan lelaki penari latar di pojok sana dengan Baekhyun yang memimpin mereka.

.

Youngho tidak masuk ke dalam teater. Dia hanya menikmati penampilan yang tersaji lewat monitor di lobi gedung.

Ya, menikmati sampai ia menemukan staff yang tergopoh-gopoh mengganti foto pemeran utama yang akan tampil malam ini.

Alis lelaki itu mengerut ketika foto Taeil yang tertempel sebagai peran pengganti Lee Haechan.

"Permisi, apa ada kursi kosong? Aku ingin beli tiket dan menonton di dalam."

.


Chanyeol masuk ke dalam ruang rias Taeil. Hanya ingin memberitahu lima menit lagi gilirannya tampil.

"Hei, Moon–" dan panggilan itu terhenti ketika melihat sosok Taeil dalam balutan dress hot pink yang berkilau serta tertutupi oleh jas hujan bewarna putih yang terlihat persis dikenakan oleh Little Red Riding Hood.

Chanyeol tidak bisa untuk tidak terpukau oleh penampilan Taeil kali ini.

"Sudah waktuku tampil kan? Aku segera kesana!"

"Hey, Moon!" dan Taeil berhenti berlari menyusuri lorong menuju backstage.

"Apa lagi, Chanyeol Sunbae?"

"Kau tidak bisa tampil pakai sepatu converse belel itu. Pakai high heels ini!"

Taeil hanya bisa menghela nafas.

.

Beruntung, ada tiga kursi kosong. Jadi Youngho bisa mengambil kursi yang paling depan. Dan beruntungnya lagi, Taeil belum memulai penampilannya. Jadi lelaki ini tidak perlu takut ketinggalan bagian Taeil yang terlewatkan olehnya.

Dan tiba saat-nya saat lampu mulai beredup, hanya satu lampu tersorot pada atas panggung, dimana Taeil akan muncul dengan lift.

Youngho terpengarah.

Taeil yang biasanya tampil apa adanya bahkan terkesan tomboy, kini menjelma seorang Dewi diatas panggung. Seorang Moon Taeil menjadi sorotan, menjadi bintang untuk malam ini. Dalam hati, Youngho terus merutuki detakan jantungnya, merutuki irisnya yang selalu mengikuti pergerakan Taeil.

This place in a dark and cold winter night

How did they get there

this things called love

I've never been afraid

Gradually leaving me, my eventual fate


Mata mereka bertabrakan bertemu. Youngho memaksakan senyuman tipis, sedangkan diatas panggung sana Taeil sudah mulai blank. Untungnya, Baekhyun menutupi dengan menyanyikan lirik yang seharusnya menjadi bagian perempuan bermarga Moon itu.

Jas hujan bewarna putih itu disingkap, menampilkan dress merah memesona siapapun yang melihatnya. Seolah dress itu dibuat khusus untuk Taeil terasa pas sekali dan Youngho bersumpah Taeil lah wanita tercantik yang pernah ia temui.

Taeil menuruni tangga, bersama penari latar lainnya mereka bergabung menari.

Destiny midnight~ Destiny midnight~

Sweet moment in the start of time!!

Dan penampilan malam itu diakhiri oleh Taeil dan Baekhyun menjadi center. Tepukan meriah menggema di segala sudut studio. Tapi Youngho tidak melakukan sama seperti yang lainnya. Dia hanya tersenyum melihat Taeil. Masih terpukau kepada perempuan yang mencuri hatinya belakangan ini.

.

.

"Noona! Kau hebat sekali!"

"Sutradara Moon, yang tadi daebak!"

Baik Kun dan beberapa penari latar memuji Taeil sepanjang perempuan itu berjalan menyusuri lorong menuju ruang rias.

Taeil mencoba acuh dan bernafas lega kumpulan fans dadakan itu menghilang ketika ia memasuki ruang rias. Sudah ada Baekhyun yang lebih dulu selesai dengan acara menghapus riasan.

Taeil mengulum senyumnya, lalu membungkuk hormat. "Sunbaenim, terima kasih banyak untuk malam ini!"

Berkat Baekhyun, Taeil menjadi paham betul bagaimana berdiri di atas panggung, menampilkan hasil yang terbaik dan mendapatkan apresiasi dari penonton. Karena dari awal menjadi komposer lagu, dia belum pernah tahu betul berdiri diatas panggung membawakan lagu ciptaannya sendiri. Dia lebih dominan menjadi pihak di belakang kesuksesan sebuah grup yang membawakan lagu ciptaannya. Dan itu tidak berlangsung lama setelah ada pihak yang mencoreng nama baiknya dengan tuduhan plagiat.

Sedangkan Baekhyun yang baru akan mengganti kostumnya, melirik kearah Taeil, "Hanya malam ini saja terima kasihnya?"

Taeil gelagapan. Penyanyi senior yang satu ini memang suka sekali menggodanya. Tawa berderai dari Baekhyun itu membuat Taeil bernafas lega. "Kau harus berterima kasih padaku setiap harinya."

Taeil ikut tertawa. "Ne!" katanya lantang. Lantas Baekhyun mengulurkan beberapa lembar tisu basah dan tisu kering.

"Kau harus menghapus make up lebih dulu."

Taeil menerima uluran tisu tersebut. "Aku harus membersihkannya dimulai dari mana?"

.

Perempuan bermarga Moon ini sempat kewalahan karena diserbu fans Baekhyun yang tengah menunggu kehadiran penyanyi senior itu di pintu belakang. Mungkin, lain kali Taeil harus mencatat dia tidak boleh keluar bersama Baekhyun seusai teater –karena bisa jadi dia yang lebih dulu menghadapi puluhan fans yang tengah menunggu Sunbae-nya itu.

Hampir saja ia mengeluarkan ponsel untuk memesan taxi –karena ini sudah lewat satu jam dari jadwal bus terakhir –hingga ia dikejutkan oleh buket bunga orchid[1] juga azalea[2]. Begitu ia mendongak, irisnya bertabrakan dengan iris sehitam langit malam dan seteduh air danau.

Seo Youngho.

"Terima kasih, maaf membuatmu menunggu lama 'kan?" Taeil mencoba menghangatkan suasana yang canggung diantara mereka.

Youngho tidak mengatakan sepatah kata apapun, lelaki itu hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Taeil sedikit merasa tersinggung. Bahkan, Youngho tidak secerewet kemarin. Dan kebohongan yang ditutpi Taeil adalah sebabnya.

"Ah, soal yang tadi. Apa maksudmu?" Perempuan berdarah Tiongkok ini ingat percakapan mereka sebelumnya. Kalimat yang membuatnya menaruh harapan lebih sekaligus dibuat bingung.

Youngho masih belum angkat suara. Bisakah dia mengatakannya? Melihat Taeil saja, ia ingin jadi orang jahat sekali saja. Ingin menjadi orang egois sekali saja.

Lelaki ini tidak ingin mengucapkan kalimat yang disampaikan Oh Sehun pada Taeil melaluinya. Dia tidak ingin, perempuan ini akan berlari ke dalam pelukan Oh Sehun dan merajut kisah lama yang tertunda.

Melihat wajah Taeil yang penuh harap cemas padanya, menampar keras-keras Youngho akan kenyataan –kenyataan bahwa yang selama perempuan ini tunggu adalah sosok Oh Sehun. Dirinya hanyalah orang baru yang ikut lancang dalam kisah mereka.

"Apa ada masalah?" nada suara Taeil yang khawatir, membuat harapan bagi diri Youngho. Tapi dia menepis segala kemungkinan.

"Biarkan aku mencarimu..."

Kedua kelopak mata indah itu mengerjap, "Hah? Apa maksudmu?"

Youngho menglum bibirnya, iris mata miliknya tidak berani memandangi langusng ke arah inti Taeil. Pertahannya bisa runtuh sewaktu-waktu.

"Itu yang dikatakan Oh Sehun-ssi."

Mereka hening, sangat lama.

Entah itu Taeil yang mencoba mencerna semuanya, atau Youngho yang tengah berperang dengan batin serta hatinya.

Mereka duduk di kursi outdoor kafetaria gedung teater untuk pembicaraan yang lebih serius. Dengan berat hati, lelaki bermarga Seo ini menjelaskan kronologisnya. Disaat Oh Sehun meneleponnya lima hari yang lalu, saat Oh Sehun menitipkan sebuah kalimat yang disampaikan pada Taeil melalui Seo Youngho saat tahu bahwa Taeil juga tengah mencarinya.

Tekanan batin hebat bagi Youngho. Bahkan jauh lebih hebat daripada cinta pertamanya dulu.

"Akhirnya menemukannya juga." desah Taeil tak pasti.

"Selalu ada keajaiban untuk cinta pertamamu," timpal Youngho. Baik Taeil dan Youngho sama-sama berharap bahwa seharusnya Oh Sehun tidak akan muncul saja.

Tapi tak lama, ponsel Taeil berdering nyaring. Nama ayahnya yang muncul. Youngho keburu bangkit dan Taeil yang mengikuti.

"Tuan Moon pasti cemas tidak menemukanmu di depan gedung teater. Sana, cepat temui Tuan Moon."

"Seo–"

"Oh Sehun bilang dia harus pergi jauh. Tiga hari lagi pesawatnya berangkat pukul 5 sore. Paling lambat untuk bertemu dengannya jam 3 sore. Dia akan terbang ke Beijing dan tidak akan kembali ke Seoul dalam waktu lama. Dia bilang, dia ingin bertemu denganmu."

Taeil mendongak menatap wajah Youngho yang lebih tinggi sepuluh senti darinya. Yang ia dapat malah tatapan dalam artian lembut, menyakinkan dan menyiratkan 'aku baik-baik saja'. tapi ia tidak yakin, bahkan dirinya sendiri saja tidak baik-baik saja. Kenapa Youngho harus mengatakan itu lewat sorot matanya.

"Seo Youngho-ssi,"

"Oh ya, penampilanmu hebat sekali! Suaramu memang indah. Bahkan aku masih ingat suaramu saat kita naik di gunung Japcheon, itu membuatku nyaman sekali." Youngho memotong kalimat Taeil. Dia tahu apa yang ingin perempuan itu sampaikan.

Tapi Youngho tidak akan membiarkan.

Dia tidak bisa.

Semakin Taeil memiliki kuasa, semakin hati Youngho terjajah dan tidak bisa lepas. Itu akan sulit baginya segera melupakan Taeil.

"Untuk semuanya –terima kasih banyak." Taeil tersenyum padanya. Seolah perasaan yang hinggap hanyalah angin lalu atau bumbu penyedap saja.

Tapi dalam arah pandang Youngho, mungkin hanya dia yang mendapatkan ketidak adilan –saat dia jatuh cinta pada kliennya, dan kliennya justru sudah mendapatkan cinta pertama.

Kenyataan selalu tidak adil bagi Youngho.tapi saat bersama Taeil, ketidak adilan itu semakin kentara.

Taeil mengulurkan telapak tangannya dan disambut pelan oleh Youngho. "Ini sudah menjadi tugasku." katanya, lalu tersenyum lebar. Memperlihatkan bahwa dirinya baik-baik saja, seolah ini hanyalah segelintir kisah yang akan dikenang saat ia tua nanti.

"Sampai jumpa."

"Ya, sampai jumpa."

Lalu Youngho berbalik. Meninggalkan Taeil sendirian di kursi tadi.

Langkah kaki yang cepat dan dia sama sekali tidak ingin menoleh ke belakang. Tidak akan.

Dia tidak ingin Taeil melihat kekalahannya bahkan sebelum bertarung. Dia tidak ingin Taeil melihat dirinya yang sudah setengah hancur dan akan lebih hancur lagi saat dia mendnegar kabar Oh Sehun dan Taeil akan merajut kembali kasih mereka yang sempat tertunda lama oleh takdir.

Sebentar lagi...

... Seo Youngho yang selalu bernasib naas akan kisah cinta.

Selalu seperti itu.

Tapi baginya, Taeil adalah yang terindah.

Dan akan selalu terindah.

.

.

xx

.

.

Entah, kenapa dia bisa berakhir disini. Ke tempat kerjanya dulu; sebuah perusahaan perjalanan wisata.

"Maaf, Tuan. Kami segera –astaga!" Seulgi –karyawan juniornya dulu– memekik kaget begitu tahu pelanggan yang datang saat jam lembur sudah berakhir. Itu adalah Seo Youngho, karyawan senior yang sudah lama hengkang.

Bahkan Jungwoo dan beberapa staff yang masih tersisa terheran-heran dengan kehadiran Youngho yang tidak bisa. Bahkan juga itu mantan bossnya dulu, Manajer Han.

.

Dan dia berakhir disini. Duduk di kursi khusus untuk pelanggan yang berkonsultasi tempat wisata. Dengan Manajer Han yang bersedia menjadi guide consultant-nya.

Gaya yang dibuat-buat, Youngho mulai berlagak seperti pelanggan umunya mengingat ia bukan lagi bagian dari perusahaan ini. Membuka tiap buku guide dan menampilkan foto maupun keterangan tentang lokasi wisata.

Manajer Han mencoba bersabar. Kali ini dia menghadapi pelanggan, bukan karyawan yang seenaknya saja. "Tentu saja, Tuan Seo! Bukankah India merupakan destinasi yang berjiwa?"

Youngho mengangguk-angguk seolah mengerti.

Tapi tidak untuk Manajer Han. Jarang dia menemui orang seperti Seo Youngho. "Tapi, kenapa kamu terpikir untuk pergi kesana? Bukankah kamu tipe yang tidak suka menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan?"

Youngho memerhatikan Manajer Han, mantan bossnya. Ah, ternyata mantan bossnya ini masih ingat hal sekecil tu mengenainya meskipun ia bukan bawahan pria tua itu lagi. Ada perasaan bangga terselip, tapi itu disingkarkan mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

"Aku tertarik karena seorang perempuan mengenalkanku tentang India."

"Ah!" pekik Manajer Han. "Jangan-jangan itu kekasihmu ya? Hahaha, tidak kusangka. Ingin pergi bersama-sama?"

"Tidak," sahut Youngho. "Dia sudah pernah pergi sendirian. Sepuluh tahun yang lalu"

"Lalu kamu ingin pergi sendirian?"

Jemari Youngho mengetuk meja beberapa kali, irisnya tidak fokus pada satu titik. Seolah segala foto pemandangan tentang India yang disajikan menyakitkan mata serta batinnya.

"Aku hanya ingin tahu India itu negara seperti apa. Udaranya seperti apa." nafasnya mulai memburu, pendek, sekaligus rasa sesak menggerogoti paru-parunya.

"Rasanya seperti apa dan juga perasaan seperti apa." matanya mulai memanas, Youngho rasa ia mulai gerimis.

Manajer Han tahu pasti tidak ada yang beres terhadap pelanggan sekaligus mantan anak buahnya ini. "Seo Youngho-ssi? Kamu tidak apa-apa?"

Youngho tidak menyahuti panggilan itu. Apakah ia baik-baik saja?

Youngho tidak tahu jawaban apa yang ia harus berikan. Dia rasa, dia mulai hancur tapi raganya masih baik-baik saja.

"Negara seperti apa itu, Manajer Han?" kalimatnya kembali melantur. "Negara seperti apa hingga diingat selama sepuluh tahun?! Udara, rasa, cinta; sama sekali tidak bisa dilupakan –sebenarnya seperti apa?!"

Dan dugaan pria tua itu benar –pasti tidak ada yang beres mengenai Youngho.

Lelaki bermarga Seo itu tertawa pelan atas kekonyolannya, atas kehancurannya yang sebentar lagi. "Benar-benar." hingga akhirnya meloloskan satu tetes air mata –sebuah akhir untuk bertahan.

_________________________________

Taeil mengamati gantungan foto yang terjepit di seutas tali. Salah satunya yang tersembunyi di balik foto yang ukurannya jauh lebih besar –tersimpan potret punggung Oh Sehun dengan kamera DSLR yang tengah mengabadikan langit senja India.

"Bisa bertemu dengannya lagi?" suara baritone yang gagah dari ayahnya itu menganggetkan Taeil. Dia menoleh ke belakang, menemukan Ayahnya bersandar pada kusen pintu kamarnya.

Pria paruh baya itu masih terlihat gurat kebijaksaannya walaupun di usia lanjut. Wajah yang diwariskan kepada Taeil dalam bentuk versi perempuan muda.

"Aku tidak tahu," lirih Taeil sambil mengamati potret polaroid itu lama sekali.

"Pengecut," dengus Tuan Moon. Langkah kaki pria paruh baya itu mendekati puteri sulungnya. "Itu harus dijalani sampai akhir baru bisa tahu."

"Bagaimana kalau berjalan sampai akhir dan tahu itu bukan sesuai keinginan? Hanya akan meninggalkan luka."

"Tapi juga tak bisa memulai pun, kau tidak bertemu dengannya." sahut Tuan Moon, sambil mengamati potret yang diambil Taeil saat di India.

"Bukankah takdir itu masih ada?" sangkal Taeil. "Bahkan jika aku tak memulai pun, kalau takdir bilang aku bisa bersamanya, maka takdir akan membawa kami bertemu kembali."

"–Maka itu masih sangat jauh sekali." ujar Tuan Moon.

Taeil menatap tidak percaya Ayahnya. Mata yang sama persis dengan milik Tuan Moon itu menatap pria paruh baya seolah meminta penjelasan.

Mata teduh pria itu menatap puteri sulungnya. Taeil merasa terlempar kembali di masa kanak-kanaknya –karena sang Ayah selalu menatapnya dengan tatapan seteduh embun.

"Harus menangkap jodoh baru bisa menjadi takdir." suara tegas dan bijak sang Ayah membuat Taeil sepenuhnya sadar. Sepenuhnya bangun dari mimpi buruk yang selalu menghinggapinya.

Hingga denting bel membuat mereka tersentak.

Tuan Moon yang lebih dulu sadar. "Apa Doyoung datang? Kenapa dia tidak langsung buka pintunya saja? Ah, dasar bungsu manja."

"Aku saja, Ayah." Taeil segera melesat ke bawah.

Ketika membuka pintu, dia langsung disuguhi seorang pria tinggi yang berlutut dihadapannya dengan sekotak cincin berlian yang indah. Taeil sama sekali tidak mengenal lelaki ini. Sedari tadi wajahnya menunduk.

"Moon Doyoung," suara baritone khas om-om itu membuat Taeil bergidik. Apa ini Jung Jaehyun yang sering dibanggakan Doyoung, adiknya?

"Moon Doyoung, maafkan aku, Sayang. Sebenarnya aku takut menikah. Tapi ketika kau menarikku, aku merasa disia-siakan. Aku baru sadar bahwa kamulah pilihan terbaik dan membuatku seratus persen yakin ingin menikahimu. Maafkan aku. Aku mohon Youngie, menikahlah denganku!" dan ketika wajah lelaki itu mendongak melihat Taeil yang berdiri –bukan Doyoung– suara itu semakin meninggi dan panik. "SIAPA KAMU?! KENAPA BUKAN DOYOUNG?!!"

Taeil jelas kaget disoraki begitu, tapi dia tipe cepat tenang di segala situasi. "Aku... Kakaknya Doyoung."

Tapi tak lama, mata Taeil menangkap sosok adiknya yang membaca buku sambil berjalan serta menenteng satu kantong besar snack yang dipeluknya. Sesekali tangan kanannya akan mengambil snack untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. Rambutnya dibiarkan berantakan dan dikuncir apel. Bahkan pakaian dress yang biasa dikenakannya berganti celana jins belel, kaus putih yang ditutupi kemeja abu-abu yang tidak semua kancingnya terpasang.

Woah, dimana kesan feminim dan Tuan Puteri Agung Doyoung selama berkencan dengan Jaehyun? Seperti menghilang di telan bumi.

"Doyoung-ah!!" begitu Taeil memanggil nama adiknya, Jaehyun lantas menoleh ke belakang. Menemukan Doyoung dengan tampilan baru.

Sedangkan Doyoung yang sadar akan eksistensi Jaehyun, buru-buru berbalik dan menutupi wajahnya dengan buku.

"Youngie, Sayangku, kamu terlihat cantik." puji Jaehyun. Sedangkan Doyoung yang mendengar pujian (atau sindiran?) Jaehyun, langsung berbalik memasang wajah marah.

"Apa? Begini kau bilang cantik?! Dasar brengsek!!" lalu buku yang dipegangnya terbang entah kemana bersamaan kantung snack yang ia jadikan senajata untuk menghujamkan pada tubuh Jaehyun. Pria jangkung itu masih dalam posisi berlutut dan mencoba bertahan dengan kedua lengannya.

Taeil buru-buru mengambil buku yang terjatuh. Itu adalah buku miliknya yang seenaknya dipinjam Doyoung. "Aish, dasar perempuan sialan. Untung saja buku ini tidak kotor." desah Taeil sambil membersihkan debu snack yang tertinggal pada sampul bukunya.

Dan segera saja Taeil masuk ke dalam rumah, meninggalkan dua orang yang ribut tentang lamaran dan juga penampilan.

_________________________________


Buku berserakan. Sisa rempahan snack yang bertebaran serta kaleng soju yang kosong.

Sungguh, pemandangan yang tidak bagus untuk pagi hari yang cerah. Apalagi, sesosok manusia yang masih tertidur di atas sofa dan bertanggung jawab atas kekacauan ini.

Tapi tidak lama, bunyi pintu kayu yang sengaja diketuk puluhan kali dengan keras. Tidak ketinggalan suara cempreng wanita yang memanggil pria yang tengah tidur di sofa tersebut.

"Seo Youngho!! Buka pintunya, adik sialan!!" dan tidak ada yang mengerikan daripada teriakan serta makian dari kakaknya. Lantas Youngho bangun dan membuka pintu bagi kakak perempuannya yang kini bekacak pinggang marah –siap untuk menjejaki tubuh Youngho dengan tendangan atau pukulan maha dahsyat.

"Apa-apaan kau ini?! Kudengar dari Jungsoo kamu putus cinta? Dasar. Baru buka perusahaan sendiri dan lembek karena putus cinta. Sini, kugeret kau kepada Ayah!! Sudah baik hati aku membiarkanmu membuka usaha sendiri, mandiri tanpa campur tanganku atau Ayah –tahunya begini! Ayo kesini!!" Taeyeon menarik kerah belakang Youngho. Meski Youngho lebih tinggi dari Taeyeon, tapi perempuan ini mampu menggapainya dan tenaga yang ia keluarkan sekuat kuda liar. Menggeret Youngho sama saja ia menggeret karung berisi kapas.

"Akh!!! A-ah!! Lepaskan dulu! Kau itu kakakku atau bukan? Sukanya menyiksa!"

"Oh, 'menyiksa' ?" Taeyeon melepaskan tarikannya dan kini berkacak pinggang di hadapan Youngho. Tidak lama tangan yang biasanya digunakan mengelus rambut Hyena itu terulur hanya untuk memukuli adiknya. "Lalu aku dan Jungsoo Oppa yang kena getah Ayah!! Kau tidak tahu perusahaan sebesar itu hanya aku dan Jungsoo yang tangani, bagaimana? Hah?!!"

Youngho memekik kesakitan ketika punggung, tangan serta jambakan dilayangkan kakakknya. "Iya-iya!!"

Setelah penyiksaan itu terhenti, Youngho segera saja membereskan kekacauan yang terjadi –botol soju yang kosong, rempahan snack dan bungkusnya.

"Lagipla, kau itu sudah berumur 34 tahun, kau kira kau ini remaja belasan tahun yang putus cinta langsung minum soju?"

"Taeyeon noona, remaja belasan tahun masih ilegal minum alkohol."

Taeyeon sempat menjadi orang dungu sekejap."Benarkah?" gumamnya pada dirinya sendiri, tapi emosi sudah kembali menguasainya.

"Aish, jinjja!!" kantung sampah yang semula ia pegang kini ia lempar begitu saja. Matanya menatap nyalang sang kakak perempuan.

"Biarkan aku melakukan hal yang ingin kulakukan! Seperti orang lain ketika ingin pergi ya tinggal pergi, ingin kembali ya tinggal kembali! Biarkan aku hidup bebas tanpa embel-embel pewaris lagi, Noona!"

Taeyeon kini menatap iba adiknya. Tatapannya melembut sesaat.

"Youngho-ah..."

"Entahlah! Pokoknya aku segera terbang ke India!"

Taeyeon menangkup kedua pipi Youngho, memaksa pria yang lebih muda tiga tahun darinya itu menatapnya. "Youngho-ah..." suara Taeyeon melembut, tatapannya iba.

Youngho kira, mungkin Taeyeon sudah berpihak padanya. Tapi tidak setelah ia merasakan nyeri pada kedua pipinya yang ditarik dengan keras, "Akh! YA, NOONA!!!"

"Katakan terus, hum, katakan terus!" lalu melempar Youngho ke atas sofa, menghujaninya dengan pukulan bantal. "Lakukan saja! Berkeliaran tak jelas disana! Kau sengaja ya menghindariku, menghindari Ayah?!"

"Hentikan, Taeyeon noona."

"Hidup bebas katamu? Ya, hidup saja disana! Menggembel saja sekalian!"

"YA!! SEO TAEYEON!!!"

Taeyeon sempat terhenti sebentar, lalu kembali memukuli Youngho. "Kau memanggil namaku langsung? Ya! Mana sopan santunmu yang diajarkan Ibu?!"

"Ampun~~"

_________________________________

"Pastikan lampunya!" Taeil berseru pada beberapa staff yang mengurus lampu panggung. Mereka tengah rehersal sekarang sebelum dua jam lagi akan tampil.

Taeil memeriksa ponselnya. Ini sudah lebih dari dua hari Youngho tidak menghubunginya sama sekali. Dan juga, hari ini adalah hari keberangkatan Oh Sehun ke Beijing –seperti apa yang disampaikan Seo Youngho. Percakapannya semalam bersama sang Ayah menampar keras pada prinsipnya. Taeil mengabaikan perasaan sesak dengan berlanjut pada pekerjaannya.

"Sutradara Moon!" itu suara Haechan. Perempuan itu sedikit berlari ke arahnya. "Kudengar teater tiga hari yang lalu kau menggantikanku ya? Maafkan aku, Sutradara Moon." Haechan menunduk singkat sembari menunjukkan raut wajah bersalah.

Taeil terkekeh. "Bukan masalah. Toh, menyenangkan juga sesekali berada di atas panggung."

Haechan menyerahkan bingkisan paper bag ke arah Taeil. "Apa ini?"

"Sedikit oleh-oleh. Hanya ada album terbaru Grup-ku dan satu paket mini kue mochi."

Taeil menerima paper bag itu dengan senyuman. "Terima kasih banyak. Kau tidak perlu repot-repot seperti ini." selanjutnya Haechan segera menghilang dan bergabung bersama penari latar yang lain untuk berlatih.

Kun kemudian datang menyusul. Menyodorkan satu notes kosong dan sebuah pulpen. "Tolong tanda tangani!"

"Apa ini?"

"Semenjak penampilanmu bersama Baekhyun Sunbaenim, media banyak yang meliputmu. Teman-temanku tahu kalau aku juga bekerja untuk teater musikal ini, makanya, mereka memintaku untuk tanda tanganmu." Taeil terkekeh, menerima notes dan pulpen itu lalu membubuhkan tanda tangan di beberapa lembar.

"Kau terkenal sekarang. Portal media tengah mencari-cari profilmu!" Kun berseru sebelum menghilang.

Memang, semenjak dia menggantikan penampilan Haechan, media yang tengah meliput pada malam itu menyorotnya. Karena seharusnya malam itu Haechan yang tampil, tapi malah dirinya. Tapi toh tak apa.

"Sutradara, tiga puluh menit lagi akan dimulai. Anda diminta mengecek kontsruksi belakang." seru Jackson dan menghilang dibalik panggung.

Taeil mengecek arlojinya. Sekarang pukul setengah tiga. Setengah jam lagi teater musikal akan dimulai sekaligus kesempatan terakhir bertemu Oh Sehun.

Manakah plihannya?

.

.

Jungsoo masuk ke dalam ruang Kerja Youngho ketika ia selesai dengan urusan kantor –menjabat sebagai Presdir sementara.

Lelaki berkepala kotak ini menjenguk sang adik (atau kakak mengingat dirinya lebih muda setahun?) ipar atas rayu istrinya –yang tak lain adalah Taeyeon. Meskipun seram dan tidak kenal nurani, sebenarnya wanita itu juga ikut mencemaskan sang adik. Hanya saja gengsi besar, makanya sering sekali menyuruh Jungsoo untuk menengok sang adik.

"Youngho hyung?" taka da sahutan dari Youngho. Lelaki itu hanya diam meratap ke arah luar jendela. Tidak menyadari eksistensi Jungsoo yang ada di ruangannya.

Tidak lama suara telepon berdering tapi Youngho tidak berkutik sama sekali. Jungsoo mnghela nafas dan mengangkat gagang telepon itu dan mengarahkannya pada Youngho. Yang lebih tua tersentak, baru sadar kehadiran Jungsoo. Tapi gagang telepon yang baru diangkat itu membuatnya menahan berbagai pertanyaan.

"Ya, halo? Dengan perusahaan Jasa Cinta Pertama."

\'...'/

Entah apa yang dibicarakan, Youngho mengerutkan alisnya dan memijit pelipisnya.

"Bagaimana menahan orang yang akan meninggalkanmu?! Aku tidak tahu!!" lalu meletakkan kasar gagang telepon itu pada tempatnya. Menghela nafas panjang dan merutuki apa yang terjadi.

Ini sudah hari dimana Oh Sehun akan terbang ke Beijing. Setengah jam lagi lelaki yang diidamkan Taeil itu masuk bagian imigrasi.

Youngho sudah lelah. Dia tidak bisa menahan Yixxing untuk tetap bersamanya padahal jelas-jelas perempuan itu mengharapkan Oh Sehun. Youngho mengusap wajahnya beberapa kali menghilangkan pikiran bahwa Taeil akan segera meninggalkannya.

.

.

Jam tiga kurang lima menit, tapi persiapan tampil sudah semakin matang. Taeil sudah duduk di kursinya. Dengan bantuan kamera pengawas, dia bisa mengawasi apa saja yang ada di panggung meskipun dia berada di balik panggung.

Tapi matanya terus saja melirik arlojinya.

Tidak dipungkiri, Taeil juga gelisah.

Haruskah ia bertemu Oh Sehun? Atau membiarkan takdir yang akan mempertemukan mereka lagi? Tapi... bagaimana jika kalau Oh Sehun bukan takdirnya? Apakah mereka bisa bertemu lagi?

Berbagai pertanyaan itu menyanderannya. Seolah kaki ini ia tahan untuk segera berlari ke Bandara.

"Kun," panggilnya pada sang co-sutradara itu.

"Ya?"

"Tiga hari yang lalu kau hebat menggantikan posisiku. Sekarang, aku minta tolong kau menggantikan posisiku lagi." Taeil menyerahkan lembar naskah dan juga headphone beserta talkie walkie ke arah lelaki itu yang masih bingung dengan kondisi.

Taeil merampas ponsel dan dompetnya lalu segera meninggalkan panggung. Mencoba tuli pada beberapa staff serta Kun yang memanggil namanya.

Bayangan Oh Sehun yang mulai menggeret kopernya, membuat pacu larinya makin cepat.

Mengingat punggung tegap itu menjauh, membuat air matanya lolos begitu saja.

Begitu ia sampai di depan gedung, ia mengulurkan tangannya sembari berseru, "TAXI!!"

.

.

"Tuan, kalau kau begitu mencintai perempuan itu, seharusnya kau mengejarnya!!" lalu melempar gagang telepon asal. Sudah kesekian kalinya Youngho melaukan hal itu.

Kenapa kliennya akhir-akhir ini mengeluh punya hal yang sama dengan masalahnya? Itu makin membuat Youngho tidak bisa lepas dari bayangan sosok Moon Taeil.

Ketika mereka ribut hanya karena lampu lalu lintas, ketika perempuan itu merebut sodanya karena tersedak. Saat perempuan itu mabuk dan ia yang harus menggendong di punggung atau ketika mereka berbicara hati ke hati saat makan malam di restoran depan gedung teater.

Youngho masih ingat obrolan mereka tentang cinta pertama, suara merdu perempuan itu saat penampilannya tiga hari yang lalu.

Juga... jejak bibir perempuan itu masih terasa di bibirnya.

Youngho menatap jam dinding. Sudah hampir jam tiga.

Tidak bisa! Dia harus bisa menahan Taeil bertemu Oh Sehun di bandara!

Apapun dihalalkan dalam masalah cinta dan perang!

"Jungsoo hyung!" dan kakak iparnya itu tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Tersenyum lebar dengan kunci mobil yang menggantung –seolah tahu apa yang dipikirkan Youngho sejak awal.

"Tunggu apa lagi? Kau bisa merasakan balapan F1 ala Park Jungsoo!"

.

.

xx

.

.

Taeil datang lebih dulu ketimbang Youngho di bandara. Perempuan itu bahkan menabrak beberapa orang serta kereta dorong. Tubuhnya memutar kesana-kemari mencari sosok Oh Sehun.

Bahkan dalam bayangannya, dia masih ingat betul bagaimana postur tubuh Oh Sehun. Matanya terus menelusuri tiap sudut hingga ia benar-benar terjatuh karena tertabrak kereta dorong.

Saat ia bangkit dan Kartu Pengenal Oh Sehun jatuh, saat itulah dari kaca raksasa yang menghubungkan langsung dengan lapangan Bandar udara, Taeil dapat melihat pesawat yang lepas landas.

Seketika, tubuhnya melemas. Matanya menatap nanar bagaimana pesawat itu terbang menjauhi bandara.

Sudah selesai.

Ia sudah mengabaikan kesempatan terakhir untuk bertemu Oh Sehun.

.

Mobil Jungsoo terhenti dengan suara decitan yang memekikkan telinga. Youngho buru-buru turun mengabaikan Jungsoo yang masih berkutat dengan area parkir.

"Aku duluan!!" serunya pada Jungsoo.

"Berjuanglah, adik ipar!!"

Youngho berlari, menyusuri bandara.

Di lain tempat yang ada di bandara, Taeil juga belari memutari area imigrasi. Kata hatinya masih berkata bahwa Oh Sehun masih ada di bandara.

Hingga matanya menangkap sosok lelaki dengan kemeja putih. Menenteng tas kamera bersamaan menggeret kopernya.

Punggung yang dibalut kemeja putih itulah yang masih sama seperti di India sepuluh tahun yang lalu.

Tas kamera yang selalu ia tenteng masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu.

Lengan kokoh itu masih sama seperti sepuluh tahun yang lalu, saat lengan itu memeluknya dan merengkuhnya dalam pelukan.

Semuanya yang ada pada Oh Sehun masih sama.

Taeil bernafas lega. Setidaknya Oh Sehun masih tetap sama seperti bayangan Taeil selama ini. Ia lega, melihat Oh Sehun baik-baik saja.

Ketika Oh Sehun berbalik, Taeil juga ikut berbalik.

Dalam hatinya dia masih belum siap untuk bertatap muka dengan Oh Sehun.

Baru dua langkah dia menjauh, suara lantang itu menyerukan namanya.

"MOON TAEIL!!" dan suara baritone itu masih sama seperti dulu hingga membuat langkahnya otomatis terhenti.

Taeil menghapus air matanya. Mencoba terlihat baik-baik saja selama ini. Tubuhnya berbalik dan tepat saat itu Oh Sehun sudah berdiri beberapa langkah di depannya.

Wajah itu... lebih tegas. Banyak pengalaman yang dilalui tanpa Taeil, membuat wajah Oh Sehun jauh lebih dewasa dari sebelumnya.

Taeil tersenyum lebar, "Oh Sehun –sudah sepuluh tahun ya?"

Dan Sehun balas senyuman itu dengan kekehan kecil. "Sudah lama sekali, sepuluh tahun, hum?"

.

.

Youngho berlari, bahkan ketika eskalator untuk naik pun dia masih tetap berlari untuk mencapai lantai atas.

Ia masih berlari menuju bagian imigrasi. Nafasnya memburu ketika matanya masih menelusuri tiap sudut lantai dua itu.

Dan ia melihat sosok Taeil yang berdiri di depan seorang lelaki yang ia sinyalir sebagai Oh Sehun. Taeil tersenyum lebar –senyum yang tidak pernah Youngho lihat sebelumnya.

Bagaimana pelukan itu terjadi detik berikutnya, Youngho segera pergi dari tempat itu. Mencengkram dadanya yang terasa sesak.

Satu hal yang terpenting: Taeil terlihat bahagia.

Dan Youngho harus menyerah. Dia harus mengaku kalah.

Karena pada akhirnya dia tidak punya alasan untuk menahan Taeil tetap bersamanya.

Dengan lemas, ia menuruni eskalator yang diperuntukkan untuk naik ke lantai atas.

Bagaimanapun Youngho mencoba untuk turun, saat ia terhenti sebentar, tangga otomatis itu akan membawanya kembali naik.

Sama sepertinya; bagimanapun ia mencoba melepaskan Taeil, ketika ia akan berhenti sejenak, hatinya akan terus membawa Moon Taeil dalam memori terdalam.

.

.

xx

.

.

Youngho keluar dari bandara.

Mulai detik ini, dia tidak peduli mengenai Moon Taeil. Persetan mengenai Oh Sehun. Persetan jikalau suatu hari ia menerima undangan pernikahaan atas nama mereka berdua.

"SEO YOUNGHO!!!" seruan itu membuat langkahnya terhenti. Ia hapal suara itu. Suara lantang seorang perempuan.

Begitu ia menoleh, Moon Taeil tengah berlari ke arahnya.

"Kenapa wajahmu seperti itu, habis bertemu setan?" ejek Taeil saat melihat wajah Youngho kusut.

Youngho hanya menampilkan senyum tipis. "Kau tahu aku ada disini?"

Anggukan singkat itu sebagai jawaban. "Aku melihatmu tadi."

"Kenapa begitu cepat?"

Taeil mendnegus, "Kau kira aku akan ikut pergi bersamanya?"

Doeng.

Youngho tersenyum kikuk. Memang benar tebakan Taeil, sih.

Dan senyuman jahil itu tercetak, Taeil berjalan meninggalkan Youngho yang masih memasang wajah bodohnya.

"Y-ya!!" seru Youngho saat sadar Taeil lebih dulu berjalan di depannya. Lelaki bermarga Seo itu mempercepat langkahnya agar mendahului Taeil. "Kalau tahu begini, untuk apa aku berlari kesini?!" erangnya.

Taeil menghentikan langkah kakinya. "Karena aku baru tahu kalau Oh Sehun bukanlah takdir yang akan datang padaku."

"Lalu, bagaimana akhirnya?"

Taeil tersenyum, arah pandangnya masih ke dalam bandara tadi.

"Sampai jumpa... sampai jumpa dan sampai jumpa." lalu melemparkan senyum lebarnya kepada Youngho.

Sedangkan Youngho juga tak jauh beda dari Taeil. Seakan beban berat yang selalu menghantuinya terlepas begitu saja seringan debu.

Puas saling melemparkan senyum, Taeil beralih pada lengan kokoh Youngho dan menariknya untuk berjalan sejajar. "Ayo jalan! Aku mau pulang."

Youngho melepaskan genggaman Taeil dan berjalan mundur di depan perempuan itu.

"Moon, bagaimana kalau kita berjalan kaki ke Seoul?!"

Moon Taeil mengerutkan alisnya. "Kau gila?! Kalau berjalan sejauh itu, kakimu bisa bengkak. Nanti kamu jangan menangis lagi seperti waktu itu."

"Apa aku sebodoh itu?" Youngho menepuk dadanya bangga dan menampakkan wajah sombong. "Coba saja."

"Sebaiknya lupakan saja." desah Taeil segera mendahului Youngho untuk mencari taksi kosong.

Tapi sebuah tarikan pada lengan Taeil membuat perempuan itu berbalik dan berbenturan pada dada bidang Youngho. Perempuan itu mendongak. Jarak mereka begitu minim. Bahkan Taeil bisa merasakan aroma mint nafas Youngho.

Tanpa aba-aba apapun, Youngho langsung mendaratkan bibirnya diatas bibir plum cherry milik Taeil. Perempuan itu terbelelak kaget. Tapi setelahnya tersenyum dan membalas ciuman itu lebih dalam.

Menghiraukan puluhan pasang mata yang melihat mereka kesal, justru Youngho dan Taeil menikmati ini.

Perasaan kacau, gundah, dan ketakutan yang melanda mereka hilang seiring ciuman yang semakin intens.

Bahkan melupakan pesawat yang kini terbang membawa Oh Sehun ke Beijing.

"Moon,"

"Hum?"

"Aku mencintaimu."

"Aku tahu. Cepat, cium aku lagi."

.

.

xx

.

.



"Moon,"

"Apa?"

"Kau percaya takdir?"

"Iya. Memangnya kenapa?"

"Kalau aku bilang takdir berkata padaku kalau kamu akhirku; bagaimana?"

"Kau bercanda?! Dasar Tuan Seo Bodoh!"

"Tidak, aku serius. Sebelum kamu dibawa Tuan Moon ke kantorku, kurasa aku pernah melihatmu di suatu tempat."

"Iyakah?"

"Hum."

"Mungkin itu takdir."

"Nah, itu dia! Kubilang juga apa? Kau takdirku!"

.

.

xx

.

.

_________________________________

[Narita Airport, Japan, in February 2005]

.

.

"Tolongalah! Bantu aku, aku harus segera terbang ke Korea Selatan!" pinta Youngho dengan Bahasa Jepang yang fasih kepada salah satu petugas pengurusan tiket di Bandara.

Dengan ransel yang terlihat berat dan sekotak hadiah yang tengah digenggamnya, Youngho tidak berhenti meminta tolong.

"Saya benar-benar minta maaf, kami juga tidak bisa apa-apa." petugas wanita itu menampilkan raut iba sesaat setelah pengecek jadwal penerbangan ke Seoul dan kuota kursi yang kosong (tapi sayangnya sudah penuh semua).

Youngho meringis. "Ayolah, bantu aku! Orang yang kucintai akan menikah hari ini!" desak lelaki itu tidak menyerah.

Petugas berambut panjang itu meminta waktu sebentar. Tak lama, petugas lainnya yang berambut digelung itu menghampiri Youngho.

"Ini penumpang yang ingin ke Korea Selatan, tolong bantu dia." pinta petugas berambut panjang itu kepada petugas berambut digelung yang merupakan Orang Korea asli.

"Anda bisa bantu saya? Tolonglah, hari ini aku harus pergi ke Korea Selatan!" desak Youngho.

"Tunggu sebentar, Tuan. Saya akan mengecek dulu."

Beberapa menit setelahnya, petugas itu kembali menghadap Youngho.

"Ada sebuah pesawat transit dari India menuju Seoul. Kalau ada penumpang yang tidak ke Seoul, Anda bisa mengambil tempat duduknya... "

Dalam hati Youngho bersuka cita sebelum petugas ini melanjutkan, "... tapi takutnya tidak ada kursi kosong." dengan senyuman mengejek, petugas itu menambahkan kalimatnya.

Youngho yang terlanjur senang, kini malah merasa jengkel kepada petugas itu.

Dengan lemas, ia harus kembali ke kursi tunggu setelah mengisi formulir namanya –kalau-kalau saja ada kursi kosong.

.

Dan takdir selalu penuh kejutan dan tidak disangka-sangka kan? Karena antrian di belakang Youngho adalah sosok Moon Taeil sepuluh tahun lalu setelah berlibur dari India.

.

Setelah mengetahui pria di depannya mundur, Taeil maju. "Maaf, bisakah aku menunda penerbanganku menuju Seoul 3 hari lagi?"

Telinga tajam Youngho yang masih tidak berada jauh dari konter, kembali ke depan konter. Posisinya kini sejajar dengan Taeil.

"Permisi, Nona," merasa dipanggil, Taeil menoleh dan menemukan Youngho yang berdiri sejajar dengannya. "Kau akan menunda penerbanganmu ke Seoul?"

Taeil mengangguk mengiyakan, "Benar."

"Aku beli tiketnya!" lantang Youngho pada petugas pengurus tiket.

"Memangnya bisa begitu?" tanya Taeil.

"Bisa saja." jawab Youngho.

Bosan menunggu pengurusan tiket, Youngho iseng bertanya pada perempuan di sampingnya ini.

"Kenapa kau tidak pulang ke Seoul?"

Taeil tidak langsung menjawab. Dalam benaknya kembali terputar beberapa memori mengenai India dan juga lelaki bernama Oh Sehun.

"Aku ingin meninggalkan takdir kepada takdir. Dan membiarkan takdir itu mencariku dan menemukanku." katanya.

Youngho mengerutkan alisnya. "Apa?"

Taeil yang baru sadar, lantas tertawa untuk mencairkan suasana. "Pokoknya seperti itu." setelahnya petugas pengurus tiket menyerahkan tiket Taeil lebih dulu.

"Tunggu!" lelaki bermarga Seo ini mengejar Taeil. "Ini," lalu menyerahkan kotak bingkisan ke arah Taeil –yang seharusnya ia berikan sebagai kado pernikahaan untuk perempuan yang ia cintai.

Taeil menerima kotak bingkisan itu dengan raut bingung, melontarkan pandangan bergantian ke arah bingkisan dan lelaki di depannya.

"Hanya sebagai ungkapan terima kasih, karena aku benar-benar harus terbang ke Seoul hari ini. Bngkisan itu hanya kue. Kudengar kue itu cantik, tapi tidak mengenai rasanya." perjelan Youngho diakhiri kekehan.

Taeil tersenyum manis hingga menampakkan kedua dimple-nya. "Terima kasih."

Seruan petugas tentang tiketnya, membuat mereka harus mengakhiri percakapan sampai disini.

Sebelum benar-benar pergi, Taeil sempatkan untuk melihat lelaki itu –dengan ransel besarnya juga topi rajutan yang kelihatannya hangat. Lalu ia benar-benar berjalan menjauhi konter tersebut.

Sebelum ke bagian imigrasi (karena penerbangannya satu jam lagi), Youngho sempatkan menoleh ke belakang, menemukan perempuan baik hati itu berjalan menjauhi konter. Tubuh yang mungil tengah membawa ransel raksasa itu membuat Youngho tersenyum tanpa sadar lalu segera masuk ke bagian imigrasi.

.

.

xx

.

.

"Takdir begitu mengejutkan kan? Membuat dua orang asing yang sebelumnya bersinggungan sebentar kini bertemu kembali dalam konteks berbeda."

.

.

xx

.

.

|| END ||

_________________________________

[1]Orchid: pesona kedewasaan ; [2] Azalea: Simbol Kewanitaan China

A/N: Akhirnya!! Ending juga fic remake. Ada yang sudah nonton filmnya?

Terima kasih semua yang sudah membaca remake ini, yang sudah rajin votes dan comments. Ada banyak kesalahan dan perubahan dari film ke fanfic, kuharap kalian tidak mempermasalahkannya demi kepentigngan jalan cerita yang mudah dimengerti.

SuLay adalah OTP favoritku di EXO, sudah seperti Ayah dan Ibu bagi EXO. Begitu pula JohnIl; bagiku mereka seperti orangtua di NCT. Aku ingin menulis fanfic tentang mereka, dan film Finding Mr. Destiny mengingatkanku pada mereka.

Dengan ini fanfic remake ini selesai alias tutup buku. Tidak ada sekuel karena biarkan endingnya sesuai imajinasi kalian.

Selamat bertambah usia untuk Presdir Perusahaan Cinta Pertama kita, Seo Youngho atau Johnny Seo "Oh Daddy"-nya NCTzen, ijonua exit sign. Terima kasih kamu mengenalkanku kepada NCT lewat Sehun.

Dan untuk chap terakhir Series FTV part JohnIl, kuharap kalian bersabar karena aku masih struggle sama endingnya. Tapi kuusahakan secepatnya.

Sampai jumpa di lain kesempaatan!!

Continue Reading

You'll Also Like

517K 4.1K 16
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
8.4M 518K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
SARLA By Ini Al

General Fiction

865K 35.1K 91
[ Follow sebelum membaca!] [Happy reading ] (Lengkap) ⚠️CERITA HASIL PEMIKIRAN SENDIRI⚠️ ⚠️PLAGIAT HARAP MENJAUH!!, MASIH PUNYA OTAK KAN?! MIKIR LAH...