rivalover ; c.hw + y.kh

By ktgwando96

5K 690 404

rival /ˈrīvəl/ : (n) a person or thing competing with another for the same objective or for superiority in th... More

satu
dua
tiga
empat
enam
tujuh
delapan
sembilan
sepuluh
sebelas
dua belas
tiga belas
empat belas
lima belas
enam belas
tujuh belas
delapan belas
sembilan belas
dua puluh
dua puluh satu
dua puluh dua
dua puluh tiga
dua puluh empat
dua puluh lima

lima

170 32 7
By ktgwando96

"Beristirahatlah selama 15 menit sebelum kita melanjutkan kegiatan kembali!" seru panitia yang bertugas pada hari itu.

Dodo meletakkan kardus berisi surat dan hadiah dari mahasiswa-mahasiswa baru itu di dekat barang-barangnya, kemudian ia berjalan ke arah Yeojoo yang telah duduk di tengah lapangan untuk menyantap makan siangnya. Ia dikelilingi teman-temannya, tertawa dengan mereka dan berbincang entah membahas apa.

Mungkin tatapan Dodo begitu menyeramkan, mungkin aura yang ia keluarkan begitu gelap dan mencekam, mungkin ia berjalan begitu kasar dan menghentakkan kakinya pada rumput yang tak berdosa hingga membuat teman-teman Dodo yang melihatnya berjalan ke arah mereka mulai berhenti berbicara.

"Yeojoo, ada Kak Dodo," gumam salah satu mahasiswi yang hanya menatap Yeojoo dengan mata penuh ketakutan.

Yeojoo menoleh ke belakang, seketika pula bertatapan dengan lutut Dodo.

"Yoo Yeojoo," panggil Dodo, "aku ingin berbicara denganmu,"

Yeojoo kembali fokus pada makanannya, tidak mengindahkan ucapan Dodo. "Kalau Kak Dodo ingin sekali berbicara padaku, bukankah lebih baik kita berbicara di sini?"

"Empat mata, Yeojoo,"

Yeojoo menghela napas. "Aku sedang makan, tolong jangan ganggu aku."

"Yoo Yeojoo."

"Baiklah! Baiklah, aku akan menurutimu, cerewet!" Yeojoo menutup tempat makannya, membantingnya dan beranjak.

Ia berjalan cepat, tak peduli akan tatapan teman-temannya dan tak peduli untuk menunggu Dodo untuk menyusulnya. Lagipula, kaki Dodo lebih panjang daripada Yeojoo, tentu ia dapat menyusulnya tanpa bersusah payah.

Yeojoo berhenti di sebelah bangunan kamar mandi yang sepi. Tak ada orang di sana, hanya pohon-pohon rindang yang akan mendengar obrolan mereka yang Yeojoo tak inginkan. Ia tidak tahu apa yang Dodo ingin bicarakan dengannya, apakah sebuah hal yang penting, seperti bagaimana ia menyesali tindakannya selama ini? Ataukah ia hanya akan kembali dan menghancurkan Yeojoo hingga gadis itu menjadi serpihan debu?

"Kak Dodo, berjalanlah lebih cepat sedikit. Waktu istirahat hanya 15 menit—"

"Tutup mulutmu." Dodo mendorong Yeojoo hingga punggung mahasiswi mungil itu menyentuh dinding dengan bunyi keras.

Ia meringis kesakitan, ingin melawan Dodo yang berani menyerangnya secara fisik. "Tidak bisakah kau memperlakukanku dengan lebih lembut?! Tulangku bisa remuk!"

Kedua tangan Dodo akhirnya diletakkan di dinding pula, mengurung kepala Yeojoo. Dodo merendahkan tubuhnya agar wajahnya sejajar dengan Yeojoo, kemudian menatapnya dengan tajam, dengan gelap. Bila Yeojoo cukup peka dengan keadaan ini, tentu ia akan tahu bahwa Dodo sedang murka.

"Apakah kau sudah puas?" tanya Dodo, suaranya rendah dan pelan, hampir berbisik, "apakah kau sudah puas untuk melawanku?"

Yeojoo menelan ludahnya, menarik bibirnya hingga membentuk garis tipis. Dodo tampak sangat tenang, bagai air laut yang tak berombak—ia menyimpan amarah yang amat mendalam.

"Mengapa kau tidak memberikan surat padaku?"

Yeojoo menatap Dodo, membiarkan keheningan berada di antara mereka. Ia tidak ragu, ia tak pernah ragu sedikit pun. Bila perbincangan empat mata ini hanya membahas mengenai masalah tersebut, untuk apa Yeojoo merasa gentar?

"Apakah kau begitu menginginkannya?" balas Yeojoo.

"Bukankah sudah jelas, kemarin panitia lainnya telah mengatakan bahwa kalian, mahasiswa baru, termasuk kau, wajib memberikan seluruh panitia sebuah surat atau hadiah?"

Yeojoo tertawa pelan penuh cemooh. "Kau tidak perlu mengharapkan surat dariku bila kau telah memperlakukanku dengan tidak sopan."

Yeojoo memukul tangan kiri Dodo, membukakan jalan bagi dirinya sendiri untuk meninggalkan Dodo. "Selamat tinggal."

Selamat tinggal.

Yeojoo benar-benar berjalan meninggalkan Dodo dan tidak menatapnya kembali setelah percakapan mereka yang begitu menengangkan, penuh emosi agresif yang belum cukup membuat Dodo puas. Akan tetapi, balasan yang diterimanya cukup membuat matanya terbuka. Ya, ia telah bersikap seenaknya pada Yeojoo, tapi ia tak dapat membendungnya.

Lebih baik ia membenci Yoo Yeojoo mulai dari sekarang. Lagipula, Dodo adalah mahasiswi manajemen, sedangkan Yeojoo adalah mahasiswi akuntansi. Setidaknya, mereka tidak akan pernah bertemu lagi setelah kegiatan orientasi mahasiswa baru ini selesai.

Yeojoo tak ambil pusing untuk berbicara dengan Dodo. Ia tak punya alasan untuk kembali berbicara dengan wanita iblis itu, demikian pula halnya dengan Dodo sendiri. Menurutnya, berhubungan dengan gadis titisan dewi ular itu hanya membuang-buang waktunya. Lebih baik ia menyelesaikan tugasnya sebagai panitia orientasi mahasiswa baru untuk yang terakhir kalinya.

"Terima kasih kami ucapkan bagi kalian, mahasiswa-mahasiswa baru peserta masa orientasi, karena kalian telah melaksanakan kegiatan selama tiga hari ini dengan sangat baik!" seru para panitia yang bersorak, mencoba untuk mendapatkan atensi dan sorakan kebahagiaan dari ratusan mahasiswa baru di hadapan mereka. "Kami harap, pengalaman di masa orientasi ini dapat membawa kalian ke masa mendatang yang baik dan cerah!"

Dengan kata-kata penutup yang amat manis, akhirnya mahasiswa-mahasiswa itu berhamburan pulang. Wajah mereka bersinar, bergembira karena akhirnya masa penyiksaan mereka telah usai. Kini mereka telah resmi menjadi mahasiswa, meninggalkan kakak-kakak tingkat yang pernah "menyiksa" mereka dengan ucapan atau tugas tak masuk akal.

Mereka akan hidup di dunianya masing-masing dengan kemungkinan besar akan melupakan para panitia yang telah bekerja keras untuk menyambut dan membantu mereka. Termasuk pula Yoo Yeojoo.

"Chae Dodo, hentikan lamunanmu," ucap Jiyeon.

"Aku tidak melamun," balas Dodo, "aku hanya sedang melihat mereka begitu senang karena telah merdeka,"

"Tampaknya Yoo Yeojoo juga cukup senang karena akhirnya ia pun bisa terlepas dari belenggu kejahatanmu," timpal Yoohyeon yang sedang memilah barang-barang yang sudah tidak berguna lagi untuk dibuang.

"Oh, ayolah, aku tidak sejahat yang kalian kira." Dodo bergabung dengan Yooyeon dan Jiyeon, ikut membantu kedua gadis itu untuk memasukkan barang-barang yang masih dapat digunakan ke dalam kardus bertuliskan "gudang".

Jiyeon tersenyum tak ikhlas, ia membiarkan Dodo berbicara semaunya, menganggap dirinya begitu baik. "Kami dapat melihat bagaimana kau memperlakukan Yeojoo, kau tahu?"

"Aku tahu kalian punya mata," balas Dodo.

"Kau bisa saja menjebak dirimu sendiri ke dalam masalah bila kau mempertahankan sikapmu," kali ini Yoohyeon yang membuka mulutnya.

Dodo hanya terdiam. Ucapan Yoohyeon dibiarkannya menguap bersama udara panas hari itu.

Ibu jari Dodo berselancar di atas layar ponselnya. Ia menunggu sopirnya untuk datang dan menjemputnya. Tampaknya, lagi-lagi kemacetan kota begitu sering dirasakan. Teman-temannya telah lama pulang, beberapa masih ada yang bertahan di ruang panitia untuk menyimpan barang-barang yang masih layak pakai, atau sekadar memakan makanan mereka yang masih tersisa. Dodo hanya ingin cepat pulang dan membenamkan dirinya ke dalam tumpukan selimut tebalnya.

Di lobi bangunan bertingkat itu, Dodo menunggu sopirnya ditemani seorang perempuan berambut pendek sedagu dengan perawakan tegak. Pakaiannya seperti gadis desa, roknya menyentuh mata kakinya, tapi Dodo menilai bahwa perempuan itu memang cocok untuk mengenakan pakaian sepert itu. Ia tidak memerhatikan gadis itu lekat-lekat, ia tahu bahwa menatap orang yang tak dikenal merupakan tindakan tidak sopan.

Ia kembali menatap layar ponselnya hingga akhirnya ia mendengar suara tinggi dan riang yang ia belum pernah dengar sebelumnya. Aneh?

"Kak Wonhee!"

Dodo dan perempuan yang bernama Wonhee itu seketika menoleh ke arah sumber suara, menemukan seorang gadis mungil dengan tas besar di punggungnya dan senyum di wajahnya berlari kecil keluar dari gedung.

"Yeojoo!" Wonhee memanggilnya seraya membuka tangannya lebar-lebar untuk menyambut pelukan dari Yeojoo.

Bagai insting di dalam dirinya, Yeojoo segera melompat dan melingkarkan lengannya pula pada leher Wonhee. Dengan waktu yang bersamaan, Wonhee memeluk Yeojoo pada pinggang rampingnya dan hampir mengangkat gadis itu dari tanah. Mereka tertawa, saling menatap satu sama lain.

Dodo menatap mereka. Persetan dengan tata krama dan kesopanan! Dodo tak dapat menghentikan matanya untuk tidak menatap mereka karena Yeojoo dan seorang perempuan yang begitu kuat dengan senyum lebar bertenaga ribuan watt itu berpelukan dan berlagak bagai pasangan kekasih yang sudah terpisah selama ribuan tahun lamanya! Mereka melepas rindu di hadapan mata Dodo yang suci!

"Bagaimana kegiatan hari ini?" Wonhee menurunkan Yeojoo untuk kembali berdiri di kedua kakinya, masih dapat mendengar tawa Yeojoo.

"Hari ini adalah hari terakhir kegiatanku! Aku cukup bangga dengan diriku karena berhasil menyelesaikan tiga hari ini dengan lancar,"

"Syukurlah," balas Wonhee, mengambil tas Yeojoo untuk dibawa, "Dior dan Minji barusan memberiku pesan bahwa mereka masih ada kelas,"

Oh, perempuan itu juga mengenal Dior dan Minji?

"Berarti hari ini aku akan pulang berdua dengan Kak Wonhee?" tanya Yeojoo, matanya berbinar dan bibirnya terus membentuk senyum lebar dan tulus.

Berdua.

"Benar!"

Yeojoo tertawa, disusul Wonhee yang kemudian mencubit pipinya penuh gemas.

Dodo yang menyaksikan segala pemandangan itu kini cemberut. Ia berani bersumpah. Ia tidak cemburu.

"Kak Wonhee," panggil Yeojoo, kali ini lebih lembut.

"Ya?"

"Aku ingin membeli es krim,"

"Yuk." Wonhee tersenyum, kemudian meraih tangan Yeojoo dan menjalin jari mereka dengan manis.

Dodo benar-benar tidak memerhatikan sekelilingnya, ia terlalu terpana pada perasaannya yang berkecamuk di dalam hatinya saat mendengar dan melihat kedua perempuan di hadapannya berlagak manis seperti ingin membuatnya cemburu. Hingga Yeojoo dan Wonhee berjalan menuruni tangga seperti sepasang pengantin muda, Dodo masih tenggelam dalam perasaannya.

Lamunannya segera buyar saat ia mendengar suara klakson mobil memanggilnya.

Mobil yang menjemputnya telah datang dan Dodo siap untuk kembali memikirkan kedua perempuan itu. Ia ikut menuruni tangga, secara tak sadarkan diri telah berlomba dengan Wonhee dan Yeojoo yang sempat terhenti saat melihat sebuah mobil berhenti di hadapan mereka.

"Kak Dodo," panggil Yeojoo lembut, mungkin maksudnya hanya untuk dirinya sendiri, tetapi suaranya cukup keras untuk ditangkap oleh dua pasang telinga lainnya.

Dodo segera melihat Yeojoo, kemudian mengangguk dan membuka pintu mobilnya. "Selamat sore, Yeojoo."

Tak menunggu balasan dari Yeojoo, Dodo segera masuk ke dalam mobilnya dan menyuruh sopirnya untuk segera meninggalkan kampusnya.

"Siapakah itu?"

"Salah satu kakak tingkatku yang menjadi panitia,"

--

a/n: hai semua! jadi ini kan udah chapter lima ya, menurut kalian gimana? ini debutnya phi bikin girl x girl jadi mungkin agak-agak aneh gitu :( kasih kritik saran aja isokey

terus juga ini phi kekurangan bahan buat bikin header perchapternya, adakah yang punya banyak foto para mx girls kesayangan kita semua :((( phi ga berani pake fanart orang, abisnya kan ga baik ya, secara ga langsung kan jadinya nyuri hasil karya orang

Continue Reading

You'll Also Like

50.3K 6.2K 29
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
51.5K 2.3K 42
Almeera Azzahra Alfatunnisa Ghozali seorang dokter muda yang tiba-tiba bertemu jodohnya untuk pertama kali di klinik tempatnya bekerja. Latar belakan...
589K 59.2K 46
Bekerja di tempat yang sama dengan keluarga biasanya sangat tidak nayaman Itulah yang terjadi pada haechan, dia menjadi idol bersama ayahnya Idol lif...
105K 8.7K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...