Raya [SUDAH TERSEDIA DI TOKO...

By beliawritingmarathon

2.5M 258K 28.5K

Yang Raya tahu, Angkasa playboy. Tapi seharusnya, ia juga tidak memulai sebuah bencana baru di masa SMA-nya y... More

Prolog
1 - Bukan Cinta Pertama
2 - Di Bawah Naungan Angkasa
3 - "Lo Ngajak Kencan?"
4 - Angkasa Berubah?
Vote Kover
5 - Angkasa Sepertinya Mendung
6 - Raya Jangan Ge-er
6 (2) - Masa Kecil
7 - Maaf
8 - Sebenarnya Siapa
9 - Melki dan Angkasa
10 - Di Balik Gosip
11 - Lebih Dekat
12 - Ini Hatiku
13 - Ambisi atau Cinta
14 - Bom Meledak
15 - Akibat
16 - The One Who Push Me Away
17 - Tidak Sadar
Pengumuman Testimoni
Special Order dan Cerita Lanjutan Angkasa

18 - Tetaplah Di Sini

82.6K 8.9K 1.5K
By beliawritingmarathon



#0121

'Aku mohon untuk tetap di sini'. Seharusnya semua orang paham akan maksud dari kalimat itu. Tapi entah kenapa kamu tidak memahami kalimat itu dan memberiku punggungmu yang semakin berjalan jauh.


"Tadi aku bilang ke kepsek, minta supaya diringankan. Beliau bilang bakal kasih waktu lagi. Sebulan. Aku bingung, Ka, harus gimana. Mama yakin aku nggak bersalah. Ayah belum kuhubungi karena beliau masih sibuk banget di Suriah. Aku takut, meski nggak bersalah."

"Aku takut kalau nanti aku nggak bisa ngebuktiin hal itu. Karena aku nggak bisa cari bukti selama dua hari ini."

Kalau saja hati Angkasa bisa sejalan dengan pikiran, mungkin dia akan mengesampingkannya. Melihat bibir pucat yang biasanya merah alami, mata sendu yang masih tetap bersinar, dan senyum yang tak sampai ke mata. Membuatnya ingin memberikan bahu lebar yang bisa menaungi Raya.

"Kamu mau ke mana tadi? Kalau memang mau pergi, aku ikut aja."

"Ke mana temen lo?"

Angkasa bersuara lagi! Raya senang bukan main. Bahkan ia bisa merasakan sendiri kedua sudut bibirnya tertarik. Norak, Raya! Batin dirinya mengingatkan.

"Sasa lagi ngopi bareng di kantin, katanya. Sama temen-temen. Aku nggak apa-apa sih, nggak ikut. Emang mau sendiri." Senyum yang ditunjukkan gadis itu tak menampakkan rasa kesedihan sama sekali.

"Sok tegar. Gue nggak tanya."

"Iiihh bukan gitu! Aku cuma nggak mau mereka nggak nyaman sama kehadiranku. Soalnya pasti dilihatin sama angkatan lain."

"Bodoh."

"Ih, kamu tuh yang jahat dan sok tegar."

Angkasa langsung melepas cekalan Raya. "Gue pergi."

"Ettt!" Raya menarik lagi lengan Angkasa, "Sini aja. Lihat kamu."

Alis Angkasa tertarik, bingung—dan takut percaya diri dadakan.

"Tuh, langitnya masih biru. Bagus. Sayang kalau nggak dilihat."

"Maksud lo?"

"Ayo lihat langit sama aku. Hehe. Aku tu butuh pemandangan segar tau, Ka. Pengin supaya pikiranku jernih. Bingung ngurus itu."

Angkasa berdecak, kali ini benar-benar pergi. Tak dipedulikannya tubuh mungil Raya yang terlihat tegar namun sebenarnya menyimpan beban. Pada langkah kakinya yang perlahan menjauh menuju tangga, ia mendengar suara gadis di belakangnya.

"Aku memang bodoh udah jatuh ke kamu, Angkasa. Aku tau aku sangat bodoh ketika menyukai sosok yang nggak pernah bisa kugapai."

Bukankah mereka seharusnya tidak se-rumit itu?

Angkasa menghembuskan napas kasar, mengumpat beberapa kali. Sebelum akhirnya memutuskan mangkir dari pelajaran ketiga.

*

Jari jemari Raya setia menulis di buku hitam miliknya. Tidak tahu bahwa ada seseorang di sampingnya yang terus memerhatikan. Kelas sudah kosong. Tetapi Raya lebih memilih tinggal.

"Menggapai apa yang tidak bisa digapai. Menyukai apa yang tidak boleh disukai. Kadang, hati senang bercanda terhadap pemiliknya."

Sontak, Raya langsung menutup bukunya cepat. Jantungnya! Bukan main berdegup kencang ketika suara berat yang dikenalinya membaca. Untung kelas sudah sepi. Tidak ada temannya yang lain.

Melki mengacak rambut Raya. Senyumnya sangat hangat, melengkung lebar di hadapan Raya.

"Selamat sore, Nona."

Kalau Angkasa memanggilnya Oneng, maka Melki dengan manis memanggilnya Nona. Ah, dia jadi rindu cowok angkuh itu!

Mata Raya melotot tak suka. "Kamu ngapain ke sini?"

"Lah, emang nggak boleh?"

"Dan baca apa yang kutulis? Itu namanya nggak sopan!"

"Ett, baru tau kalau Raya bisa teriak gini."

Raya mendengus, "Aku manusia biasa."

"Oke ... oke, gue ke sini cuma pengin ngomong sesuatu ke lo, Ray." Melki mulai menatapnya serius.

"Apa?"

"Tenang aja, gue udah nggak suka lo."

Raya mengangguk. Namun sejurus kemudian, ia mengerutkan kening. "Kenapa? Karena kabar itu?"

"Nggak. Gue pengin relain lo ke Angkasa."

"Emang ada hubungannya sama Angkasa?"

Melki tertawa terbahak-bahak. "Lah, elo nggak tau?"

Dengan lugunya, Raya menggeleng.

"Dia suka sama lo. Orang yang mau gue deketin untuk jadi pacar entah keberapa."

"Maaf. Kamu bilang apa?"

Melki terkekeh. "Lah, elo pura-pura nggak dengar atau emang nggak tau? Benar kata Reno Abi—kalian rumit."

Raya tersenyum tipis. "Kalau dia suka sama aku, nggak mungkin dia bikin semua ini rumit. Harusnya kalau suka, ngomong. Kalau nggak suka, ngomong. Kalau pengin aku pergi, ngomong. Semua jelas. Kadang emang kitanya aja yang suka dibikin ribet. Gengsilah, inilah."

"Lagian..." Raya meniup poni, "Angkasa emang nggak suka, kok, sama aku."

"Halah. Intinya gue ngomong apa yang bener. Terserah lo percaya atau nggak."

Melki mengacak rambut Raya sekilas, sambil tersenyum, memerhatikan binar mata Raya yang berbinar meski ada beban yang harus terangkat.

"Gue percaya lo nggak ngelakuin itu."

"Makasih."

"Dan sayangnya, kita nggak bisa bersama, Ray."

Raya hanya mengangguk.

"Ayo pulang. Gue bakal bantu lo untuk ungkap siapa yang berani ngusik lo." Melki menarik tas meran marun milik Raya. Membawanya ke punggung.

Melki mengadahkan tangan ke Raya, yang langsung diterima Raya untuk menopang tubuhnya berdiri.

Dan saat mereka berdua akan keluar kelas, seorang lelaki dari pintu memerhatikan mereka berdua. Begitu tangan yang saling bertahutan. Membuat Raya sontak melepas.

Dia Angkasa.

*

"Angkasa!"

"Ihh! Tunggu dulu!"

Setelah Raya melepas tautan dan lari sekencang mungkin untuk menyamakan langkah kaki Angkasa, di saat itulah ia sudah teriak-teriak tak tahu tempat. Ya meski sekolah sepi, dia yakin ada beberapa orang yang masih tinggal di sekolah untu mengerjakan tugas dan lain sebagainya.

Termasuk, seorang siswa yang menghadangnya.

"Kak, maaf, masih ada latihan anak PMR."

Raya menengok sekilas badge name. Elsa Azarine S—ketua PMR. Gadis itu memasang muka tegas meski Raya adalah kakak kelasnya.

Sedangkan ia hanya meringis sambil menunduk setelah menoleh ke belakang tubuh adik kelasnya, bahwa memang ada yang latihan untuk lomba PMR yang tidak diketahuinya.

"Maaf, ya? Dadaah!" Tangan Raya melambai kemudian lari lagi dengan kekuatan penuh.

Di belakang, anggota PMR sudah bersahutan.

"Bukannya itu Kak Raya yang nulis kalau kepsek kita korupsi?"

"Ih iya kayaknya!"

"Gila! Wajahnya lembut dan manis padahal. Kok gitu?"

"Lanjutin latihan!" teriak ketua PMR dengan tegas tak terbantahkan.

Raya menarik lengan Angkasa yang tertutup jaket. Napasnya tak beraturan.

"Kamu kok jalannya cepet banget sih, Ka?" Raya kembali menarik napas, "Kamu kenapa ke kelasku tadi? Ada yang pengin diomongin sama aku?"

Angkasa berbalik menatap Raya. Sepatunya bergesekan pada semen tempat parkir.

"Nggak ada."

"Kok nggak ada?" Dahi Raya mengerut.

"Karena memang nggak ada."

"Tapi kenapa harus nggak ada?"

"Mau lo apa, hm?"

Raya mundur beberapa langkah. Tatapan Angkasa jadi tajam dan ia takut.

"Kamu—nggak ada yang mau dibicarain sama aku? Apa gitu? Kamu katanya mau bantu aku juga?"

"Udah ada Melki."

Angkasa siap melangkah, namun Raya berbicara lagi.

"Kalau kamu suka sama aku, ngomong dong, Ka! Karena aku juga suka kamu! Kalau benci sama aku juga ngomong, supaya aku ngebuat kamu jadi suka sama aku! Kalau kamu nggak suka lihat aku sama Melki, ngomong juga. Aku jelasin, kalau Melki nggak akan memperjuangkan aku. Dia cuma mau bantu aku. Kalau kamu diam, bungkam, aku nggak tau isi hatimu! Kita bakal tetap jadi dua orang yang sibuk sama pikiran dan perasaan masing-masing—padahal kadang nggak benar. Kita dua orang gengsi, yang nggak mau bilang perasaan masing-masing."

"Kamu buat ini rumit, Ka."

Diam, tak menjawab. Angkasa melirik sekilas wajah Raya sebelum menggenggam tangan gadis itu yang kecil.

"Lalu buat ini jadi simpel. Lo punya Angkasa."

*

pernah nggak, kalian bilang ke orang "jangan pergi ya, aku orang yang takut kehilangan" tapi orang itu pergi?

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 72K 61
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
4.6M 248K 56
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...
679K 32K 53
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
9.2M 854K 63
MENIKAHI SULTAN KAYA RAYAπŸ’Έ Salah satu cara agar cepat menjadi kaya dengan cara yang instan adalah dengan mendapatkan suami yang kaya. Itulah impian...