18 - Tetaplah Di Sini

82.5K 8.9K 1.5K
                                    



#0121

'Aku mohon untuk tetap di sini'. Seharusnya semua orang paham akan maksud dari kalimat itu. Tapi entah kenapa kamu tidak memahami kalimat itu dan memberiku punggungmu yang semakin berjalan jauh.


"Tadi aku bilang ke kepsek, minta supaya diringankan. Beliau bilang bakal kasih waktu lagi. Sebulan. Aku bingung, Ka, harus gimana. Mama yakin aku nggak bersalah. Ayah belum kuhubungi karena beliau masih sibuk banget di Suriah. Aku takut, meski nggak bersalah."

"Aku takut kalau nanti aku nggak bisa ngebuktiin hal itu. Karena aku nggak bisa cari bukti selama dua hari ini."

Kalau saja hati Angkasa bisa sejalan dengan pikiran, mungkin dia akan mengesampingkannya. Melihat bibir pucat yang biasanya merah alami, mata sendu yang masih tetap bersinar, dan senyum yang tak sampai ke mata. Membuatnya ingin memberikan bahu lebar yang bisa menaungi Raya.

"Kamu mau ke mana tadi? Kalau memang mau pergi, aku ikut aja."

"Ke mana temen lo?"

Angkasa bersuara lagi! Raya senang bukan main. Bahkan ia bisa merasakan sendiri kedua sudut bibirnya tertarik. Norak, Raya! Batin dirinya mengingatkan.

"Sasa lagi ngopi bareng di kantin, katanya. Sama temen-temen. Aku nggak apa-apa sih, nggak ikut. Emang mau sendiri." Senyum yang ditunjukkan gadis itu tak menampakkan rasa kesedihan sama sekali.

"Sok tegar. Gue nggak tanya."

"Iiihh bukan gitu! Aku cuma nggak mau mereka nggak nyaman sama kehadiranku. Soalnya pasti dilihatin sama angkatan lain."

"Bodoh."

"Ih, kamu tuh yang jahat dan sok tegar."

Angkasa langsung melepas cekalan Raya. "Gue pergi."

"Ettt!" Raya menarik lagi lengan Angkasa, "Sini aja. Lihat kamu."

Alis Angkasa tertarik, bingung—dan takut percaya diri dadakan.

"Tuh, langitnya masih biru. Bagus. Sayang kalau nggak dilihat."

"Maksud lo?"

"Ayo lihat langit sama aku. Hehe. Aku tu butuh pemandangan segar tau, Ka. Pengin supaya pikiranku jernih. Bingung ngurus itu."

Angkasa berdecak, kali ini benar-benar pergi. Tak dipedulikannya tubuh mungil Raya yang terlihat tegar namun sebenarnya menyimpan beban. Pada langkah kakinya yang perlahan menjauh menuju tangga, ia mendengar suara gadis di belakangnya.

"Aku memang bodoh udah jatuh ke kamu, Angkasa. Aku tau aku sangat bodoh ketika menyukai sosok yang nggak pernah bisa kugapai."

Bukankah mereka seharusnya tidak se-rumit itu?

Angkasa menghembuskan napas kasar, mengumpat beberapa kali. Sebelum akhirnya memutuskan mangkir dari pelajaran ketiga.

*

Jari jemari Raya setia menulis di buku hitam miliknya. Tidak tahu bahwa ada seseorang di sampingnya yang terus memerhatikan. Kelas sudah kosong. Tetapi Raya lebih memilih tinggal.

"Menggapai apa yang tidak bisa digapai. Menyukai apa yang tidak boleh disukai. Kadang, hati senang bercanda terhadap pemiliknya."

Sontak, Raya langsung menutup bukunya cepat. Jantungnya! Bukan main berdegup kencang ketika suara berat yang dikenalinya membaca. Untung kelas sudah sepi. Tidak ada temannya yang lain.

Raya [SUDAH TERSEDIA DI TOKO BUKU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang