About Elang

By Noviya1311

11.4K 1.5K 370

Viona adalah seorang gadis yang jago taekwondo, tapi gagal secara akademik. Hidup penuh tekanan dari Ayahnya... More

PROLOG
BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 25
BAB 26
BAB 27
BAB 28
BAB 29
BAB 30
EPILOG
The Memories of Arkana
Pacar Ketua Himpunan

BAB 7

297 57 5
By Noviya1311

"Hanya nama gue, cowok jenius yang boleh lo simpan di dalam otak lo yang dungu itu."—Elang—

***

"Gue Elang. ELANG DEWANTARA!" seru anak laki-laki itu.

"Maaf, kata-kata dan parfum lo mengingatkan gue pada Lion-Jr. Dia itu vokalis band rock indie The Blue. Gue suka music rock gara-gara Lion-Jr."

Elang hanya menghela napas memaklumi keanehan pada cewek di sebelahnya itu. Viona hanya feminin luarannya saja. Dalamnya, dia bisa dikategorikan cewek beringas.

"Hmmm ...."

"Gue mulai suka sama The Blue ketika gue lagi di puncak depresi." Viona tiba-tiba bercerita tanpa basa-basi. "Bunda gue meninggal saat gue masih SMP. Padahal gue lebih dekat sama Bunda daripada sama Ayah. Bunda yang paling mendukung saat gue ikut taekwondo, padahal Ayah melarang. Bunda yang selalu sabar ngajarin gue belajar, padahal lo tahu sendiri kalau gue bego. Bunda yang selalu mendukung cita-cita gue untuk jadi karikatur, di saat Ayah nggak suka sama hobi menggambar gue. Bunda yang bisa menyatukan gue sama Bang Erza."

"Oh, gitu."

Viona menatap lurus jalanan yang mulai lenggang karena hujan semakin deras. "Semenjak Bunda meninggal, Ayah sering marahin gue karena taekwondo dan nilai-nilai gue yang jelek. Ayah memaksa gue dan Bang Erza untuk meneruskan perusahaannya. Padahal, setahu gue Bang Erza nggak suka, semenjak itu sikap Bang Erza berubah jadi dingin."

Elang masih belum menganggapi banyak saat mendengarkan cerita Viona. Mulutnya masih sibuk menikmati cornetto di genggamannya.

"Sebulan setelah Bunda meninggal, Ayah tiba-tiba membawa Tante Nia. Katanya dia akan menikah dengan Tante Nia. Saat itu Bang Erza marah besar. Sampai Sekarang dia menentang keputusan Ayah buat nikah sama Tante Nia."

Elang menolehkan kepalanya ke Viona. Tiba-tiba ia merasa sedikit tertarik dengan kisah Viona. Matanya memandang Viona intens.

"Terus, lo sendiri gimana?"

"Gue juga menentang." Viona menghela napas sebentar. Ia melempar bungkus es krimnya ke tempat sampah yang tak jauh dari tempat duduknya. "Tapi nggak tahu kenapa, sekarang gue merasa lebih nyaman sama Tante Nia daripada sama Ayah. Rasanya Tante Nia itu kayak ibu kandung gue sendiri. Sementara Ayah kayak orang asing yang terus mengekang gue."

"Gue nggak bisa bantu ngasih solusi buat masalah keluarga lo. Karena gue nggak pernah merasakan ada di posisi lo. Jadi gue nggak tahu harus berbuat apa untuk lo."

"Lo mau jadi pendengar cerita gua aja, itu udah lebih dari cukup. Selama ini gue nggak pernah cerita ke siapa pun masalah keluarga gue, kecuali ke Rena. Dia tau semua tentang gue karena kita udah sahabatan lama."

"Hmmm," gumam Elang pelan."

"Makasih ya, El"

"Makasih buat apa?"

"Makasih karena lo udah mau dengar cerita gue. Makasih juga lo udah minjemin jaket, ngasih es krim, ngebantu gue belajar. Pokoknya makasih buat semuanya."

"Berarti ucapan makasih lo itu termasuk buat yang pelukan tempo hari? Lo kan langsung berhenti nangis waktu gue peluk."

Viona menatap Elang dengan nyalang. Gadis itu menendang keras tungkai Elang. Membuat Elang mengaduh dan meringis kesakitan. Untung Viona tidak mengeluarkan jurusan taekwondo andalannya untuk menghajar Elang.

"Mulut lo emang bisa ngomong seenak udel lo. Tapi lo harus tahu kalau gue bisa bikin gigi lo rontok dengan kekuatan taekwondo gue."

Viona mengarahkan kepalan tangannya ke wajah Elang. Bermaksud mengancam cowok jenius itu. Sayangnya Elang tak mengindahkan ancaman Viona. Ia malah tersenyum mengejek Viona tanpa rasa takut sedikit pun. Viona pun semakin geram. Matanya kini melotot seperti kuntilanak yang hendak balas dendam di film-film horor. Tiba-tiba Elang bangkit dan menggenggam kepalan tangan Viona. Ia menarik gadis itu hingga menyisakan jarak beberapa senti saja. wajah kedua kini sangat dekat. Viona bisa merasakan embusan napas hangat Elang dan aroma chamomile cowok itu. Mendadak Viona menjadi canggung. Ia hanya bisa mematung, lidahnya kelu, dan jantungnya? Jangan tanya lagi. jantungnya sudah ingin meloncat dari rongga dadanya. Berdekatan dengan Elang membuat jantung serasa disiram epinefrin satu liter. Ia benar-benar tak mampu mengendalikan detak jantungnya yang semakin cepat.

"Lion-Jr...," gumam Viona lirih. Ia benar-benar refleks menyebutkan nama itu.

Elang menyibak rambut poni Viona yang nyari menutupi matanya. Lantas menatap Viona dalam dari balik lensa kacamata minusnya. Tak memberikan kebebasan barang sedetik pun untuk gadis itu untuk berpaling.

"Gue Elang," ucapnya. "Elang Dewantara. Ingatlah gue sebagai Elang Dewantara. Hanya nama gue, cowok jenius yang boleh lo simpan di dalam otak lo yang dungu itu."

Viona mengangguk, seolah mengerti dengan ucapan Elang.

"Ayo pulang. Gue anterin lo."

"Iya."

"Pakai jaketnya." Elang mengingatkan. "Jangan lupa jaket gue harus dicuci bersih dan wangi sebelum lo kembalikan lagi ke gue."

"Iya. Bawel banget sih!" jawab Viona ketus. Gadis itu tak segan memukul bagu Elang dengan keras.

***

Hari ini sama sepert hari minggu pada umumnya. Usai sarapan dengan keluarganya Elang mengurung diri di kamar. Bermain Mobile Legend dengan iringan music rock yang kencang sudah menjadi ritual wajib setiap hari minggu. Dan seperti biasanya Gladys akan masuk ke kamarnya dengan omelan-omelan ala emak-emak yang mengganggu kekhusukan ritualnya.

"Bang, kecilin dong suara ­musiknya. Kuping gue bisa budeg lama-lama, Bang."

"Bodo amat. Lo sendiri juga kenceng banget kalau lagi muter lagu Korea nggak jelas lo itu."

"Masalahnya gue lagi sibuk sekarang, Bang. Gara-gara musik lo gue jadi nggak konsen."

"Sibuk ngapain sih, lo? Belajar buat ulangan harian besok? Kalau lo takut dapet nilai jelek, nggak usah khawatir. Nanti gue ajari," jawab Elang enteng.

"Bukan itu, Bang. Gue sibuk nonton Running Man. Suara tontonan gue jadi nggak kedengaran jelas gara-gara kalah sama musik lo itu."

Elang menepuk jidatnya. Heran dengan kelakuan bocah SMP di depannya itu.

"Pakai earphone sana deh, lo. Nih!" Elang melempar earphone miliknya ke arah Gladys. Gadis itu menangkapnya dengan mulus.

"Tumben lo pengertian, Bang. Gitu baru kakak yang baik lo, Bang."

"Nggak usah muji gue kalau ada pamrihnya. Buruan keluar dari kamar gue," usir Elang.

Gladys berjalan keluar dari kamar Elang. Namun berselang beberapa detik, bocah itu kembali lagi. Gladys menyembulkan kepalanya di pintu yang sedikit terbuka.

"Bang!"

"Apalagi?" tanya Elang. Nadanya mulai meninggi karena kesal.

"Ntar malam, ajarin gue Fisika ya. Besok gue ulangan. Bang Rega nggak mau ngajarin gue."

Elang mendengus kasar. "Iya," jawabnya singkat. Adiknya langsung melengos pergi.

Elang dapat bernapas lega ketika satu gangguan telah hilang. Ia melanjutkan kegiatannya. Sialnya tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka lagi. Ia menyesal tidak mengunci pintu kamarnya dari dalam. Sosok Ryan muncul dari balik pintu. Senyum jahilnya membuat Elang ingin melempar sepatu ke wajah Ryan.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Elang.

Ryan tak langsung menjawab. Ia kini duduk di tepi ranjang Elang. Lantas mengeluarkan buku tulis dan pulpen dari dalam tasnya. Tak lupa ia mengeluarkan berbagai macam snack kesukaan Elang. Tiba-tiba perasaan Elang menjadi tidak enak.

"Tolong ajarin gue bikin cepern buat tugas Bahasa Indonesia. Besok kan harus dikumpulin."

Perasaan Elang pun terbukti. Ada niat terselubung setiap kali Ryan datang membawa snack kesukaan Elang.

"Kapan sih lo berhenti nyogok gue buat ngebantu ngencerin otak lo? Bikin cerpen aja nggak bisa."

"Ya, lo kan tahu sendiri. Gue malas mikir yang berat-berat. Mikirin nasib gue yang jomblo aja bikin puyeng. Apalagi mikirin pelajaran."

Elang mendecih. Namun anehnya ia tak pernah menolak permintaan Ryan. Ia pun mematikan musiknya agar Ryan bisa konsentrasi saat mengerjakan.

"Lo buat dulu kerangka ceritanya. Setelah itu kita susun kalimatnya bareng-bareng. Ngerti?"

"Siap, Bos."

Dua jam kemudian Ryan telah menyelesaikan cerpennya untuk tugas Bahasa Indonesia yang harus dikumpulkan besok berkat bantuan Elang. Tak lupa Ryan menumpang printer Elang untuk mencetak tugasnya. Elang sudah sangat memaklumi perilaku parasit sahabatnya yang satu ini. Ia tak ambil pusing dengan kelakuan Ryan. Ia mengambil snack keripik kentang yang dibawa Ryan, lalu memakannya dengan santai.

"El, gue baru tahu ternyata lo pintar ngarang cerita ya. Ada gunanya juga lo hobi baca novel."

"Lebay, lo."

"Gue serius. Kalau lo mau ngembangin bakat nulis lo, mungkin lo bisa jadi penulis terkenal sekelas Yasmine Elfara, ujar Ryan terkekeh. Namun Elang tak menanggapinya. Elang malah terlihat sibuk memikirkan sesuatu. Bahkan ia tak sadar muncul tulisan game over di layar ponselnya.

"Yan, kalau udah selesai lo boleh pulang. Gue capek, mau tidur lagi."

"Ngusir nih?"

"Iya. Tiba-tiba gue lagi kepingin sendiri aja."

"Iya deh, gue pulang. Lagian abis ini gue mau ketemuan sama gebetan baru."

Elang tak merepson sampai tidak sadar kalau Ryan sudah enyah dari kamarnya. Sekarang ia berjalan mendekati meja belajarnya. Di laci meja belajarnya ia menyimpan satu-satunya barang yang sangat berharga di masa lalunya. Benda yang sudah bertahun-tahun tak pernah disentuhnya. Benda itu tak lain dan tak bukan adalah bingkai foto yang menampilkan seorang anak laki-laki kecil bersama seorang pria dan perempuan yang memeluknya erat. Seolah keduanya sangat menyayangi anak laki-laki itu. Tapi tiba-tiba kepala Elang berdenyut pening melihat foto itu. Secepat kilat ia membanting bingkai foto itu. Pecahan kacanya menimbulkan suara gaduh. Elang pun kini luruh. Tubuhnya terasa lemas mendadak. Ia terduduk bersandarkan dinding yang dingin. Tangannya menjambak rambutnya dengan keras. Ingatan dari masa lalu satu per satu mengusiknya. Membuatnya kepala semakin berdenyut nyeri.

"Arghhh ...," erangnya keras. Membuat Rega dan Gladys masuk ke kamarnya dengan wajas khawatir.

"Astaga, El! Lo kenapa?" pekik Rega. Ia langsung menghampiri tubuh adiknya yang kini terduduk di sudut dinding.

Rega sudah bisa menebak apa yang terjadi pada adiknya itu. Perlahan mengusap keringat dingin yang membanjiri kening Elang. Lalu mendekap Elang sebisa mungkin untuk menenangkannya.

"Dys, panggilin Papa! Mama juga, Dys." Perintahnya pada Gladys.

"Iya, Bang." Gladys berlari mencari keberadaanya Mama dan Papanya.

Tak lama kemudian Risma dan Ferdi datang. Lagi-lagi mereka harus melihat Elang seperti ini lagi setelah sekian lama anak itu dinyatakan sembuh dari trauma. Ferdi mengambil alih tubuh Elang. Direngkuhnya tubuh Elang, lantas mengusap puncak kepala Elang dengan lembut. Berharap anak keduanya lebih tenang.

"Kamu kenapa, El?" tanya Ferdi seraya menangkup wajah Elang. Ia juga mengusap air mata Elang yang entah sejak kapan menetes begitu saja.

"Ta- takut ... Pa," jawab Elang dengan nada bergetar. Ia benar-benar ketakutan.

"Nggak usah takut. Ada Papa di sini. Ada Mama, Rega dan Gladys juga."

"Ta ... kut," ucap Elang sekali lagi. Tubuhnya kini benar-benar luruh dalam rengkuhan Papanya meski kesadarannya tidak hilang sepenuhnya.

"Rega, bantuin Papa ngangkat Elang ke ranjangnya!"

"Iya, Pa."

Ferdi masih mengusap puncak kepala Elang yang telah terbaring. Sementara Risma menggenggam tangan Elang dengan erat. Berharap anaknya lebih kuat. Ia pun tak bisa menahan air matanya melihat Elang yang tak berdaya.

"Pa, Elang kenapa?" tanya Rega."

"Traumanya kambuh. Kamu sama Gladys temani dia, ya. Jangan diusilin dulu kalau udah sadar. Kasihan adek kamu," pinta sang Papa. Rega dan Gladys menggangguk mengerti.

"Kamu nggak boleh kayak gini lagi, sayang. Kami semua sayang kamu, El. Kamu nggak sendiri," bisik Risma. Ia masih menggenggam erat tangan putra keduanya.

*** 
to be continued

Happy reading. Aku bakal tetap melanjutkan cerita ini meski pembacanya dikit. Kalau kalian baca, boleh kok  ngasih kritik dan saran.

Continue Reading

You'll Also Like

6.2M 265K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
4.5M 265K 62
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
1.8K 144 29
"Orang orang mengenalnya dia introvert, tapi nyatanya ... " Aeril Bellvania. "Apa yang dia lakukan.? sungguh mengganggu!" Gyan Devon Adellar. Aeril...
3.1K 1K 34
"Van?" "Apa?" "Lo sebenernya cinta beneran ga sih sama gue?" "Yah tergantung" "Tergantung?" "Kalo lo udah yakin dan sayang sama gue, gue jamin g...