Assassin

By Irie77

117K 15.3K 5.1K

Valen Trish tidak pernah menyangka kehidupannya akan berubah. Mimpinya menjadi seorang ksatria pelindung hanc... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Epilog Part 1
Epilog Part 2
Chapter Bonus

Chapter 11

3K 449 66
By Irie77

Aku membuka mata ketika fajar menyingsing, tidak ada seorangpun di sisiku seperti biasa. Sudah dua malam Velian menumpang tidur denganku meskipun awalnya aku mengira aku sedang bermimpi, tapi ternyata semua benar dan nyata. Aku tidak tahu mau sampai kapan Sarah akan tinggal disini, ini sudah hari ketiga dan hidupku tidak tenang. Aku sudah menahan diri selama dua hari untuk tidak membuat masalah dengannya. Tapi jika dia terus saja berulah terhadapku mungkin kesabaranku akan menipis.

Aku terduduk dan mengedarkan pandangan dengan malas. Semua masih terlelap kecuali—Velian yang sudah beranjak entah kemana. Itu tak membuatku merasa heran karena biasanya mereka bangun ketika matahari mulai tinggi, tapi di musim salju seperti ini—memang membuat raga enggan beranjak dari selimut hangat.

Kulitku langsung meremang akibat dingin dan aku segera memakai jaket tebalku dan keluar goa. Pagi ini aku berencana memburu ikan di sungai sekalian membasuh tubuhku meskipun udara begitu menggigit. Aku meraih tombak yang berdiri tak jauh dari pintu goa.

Salju membuat hutan hijau nan sejuk menjadi putih dengan hawa dinginnya, namun tak menutupi pesona alam sedikitpun meskipun dalam nuansa yang berbeda. Tak lama akhirnya aku sampai di tepi sungai yang juga memutih tertutup salju.

Aku membasuh wajahku dengan air dingin yang membuat wajahku membeku sejenak. Pernafasanku mengeluarkan uap putih ketika aku mengehembuskan nafas. Aku meraih tombakku yang sedari tadi kuletakkan di tanah dan kini aku siap untuk berburu.

Aku mengamati sungai dangkal yang jernih dengan saksama dan mengamati warna. Biasanya ikan berkumpul di air yang memiliki arus lembut. Dan benar saja, aku melihat tiga ekor ikan yang lumayan besar untuk seukuran ikan air tawar. Tombakku menembus perutnya dan aku segera melemparnya ke tepi. Ikan itu menggelepar di hamparan salju putih.

Aku kembali terdiam untuk menunggu ikan-ikan itu berkumpul kembali, kemudian aku menombaknya lagi dan seketika mereka kembali membubarkan diri. Aku melakukannya berulang-ulang sambil menyusuri tepi sungai hingga aku merasa cukup banyak ikan buruanku.

Aku mengumpulkan ikan-ikan tak bernyawa itu dan mulai mengikatnya dengan akar tanaman yag sudah tandus. Aku terdiam sejenak ketika mendengar langkah kaki yang mengendap-endap di belakangku. Tanpa aku tahu apa yang terjadi, aku terjungkal ke sungai ketika hendak menoleh kebelakang.

Aku segera berdiri dari air dan jaketku basah dan dingin. Kulihat sosok gadis sudah memegang tombakku dan memainkannya.

"Kau!" umpatku kesal.

Sarah tersenyum miring dengan ekspresi pura-pura panik. "Oh ya ampun, maaf aku melakukannya dengan sengaja."

"Bisakah kau tidak mengangguku sehari saja?" Aku berjalan ke tepi sambil memeluk tubuhku sendiri yang menggigil. "Apa maumu?"

"Aku hanya ingin kau basah kuyup, itu saja. Kau tahu?" Ia mengelus segelintir rambutku sejenak. "Kau sangat cantik dengan penampilan basah seperti itu. Dan satu lagi," lanjutnya sambil menjinjing ikan-ikan yang sudah kuikat dengan rapi. "Jangan harap aku akan meminta maaf padamu, tapi sebagai ganti atas ulahku, aku akan berbaik hati membawakan ikan buruanmu dan juga—" Ia memamerkan tombak ditangannya. "Tombakmu."

Aku masih terdiam ketika ia melangkah pergi. "Gadis sialan!"

Aku membiarkan dia berjalan mendahuluiku. Bibirku bergetar akibat dingin dan rasanya aku ingin segera ganti pakaian dan duduk di depan perapian.

Tak lama, kami sampai di goa dan kulihat Zealda dan Aleea sudah bangun dari tidurnya dan Velian sudah kembali. Terlihat dari ekspresinya, mereka seperti sedang membicarakan hal yang serius, dan kulihat Aleea sudah memegang perkamen sementara Velian sudah membuka buku milik ayahku.

Mereka langsung menutup buku dan perkamen mereka ketika kami datang. Aku langsung mengerti mereka melakukan hal itu karena ada Sarah, mereka juga tidak ingin melibatkannya.

"Valen, kenapa kau basah kuyup begitu?" tanya Zealda terlihat khawatir.

"Oh aku—"

"Hei kalian!" Ucapan Sarah memotong kalimatku sejenak. "Lihat apa yang ku bawa!" Sarah mengangkat seikat ikan ditangannya dengan ceria. "Aku harap kalian tidak keberatan makan ikan hari ini."

Aku segera mencari buntalan pakaianku dan mencari baju hangat tanpa memperdulikan sekitarku akibat kedinginan.

"Wah banyak sekali ikannya." Aleea terlihat senang.

"Yah, aku sudah memburunya dengan susah payah di sungai."

Aku yang sedari tadi memilah pakaian hangat kini terdiam dan menatap gadis itu tak percaya. Dia mengaku-ngaku itu ikan buruannya? Entah kenapa hatiku merasa geli dan rasanya ingin tertawa.

Sarah mendesah pelan. "Kalian tahu? Aku rela menembus udara dingin hanya untuk menangkap mereka,"ujarnya sambil menimang ikan-ikan ditangannya. "Aku harap kalian tidak kecewa dengan buruanku karena hanya seekor ikan, karena aku tidak bisa berburu rusa."

Rasa geli di hatiku kini perlahan menjadi rasa kesal yang memuakkan. Pantas saja dia mau membawakan ikan-ikanku, ternyata ini tujuannya?

Aku mengepalkan tanganku dengan rahang mengencang. Tapi tubuhku yang menggigil membuatku tetap berpikir jernih agar tidak menggila. Aku segera melengos pergi setelah mendapatkan pakaian yang paling hangat.

"Valen, kau belum menjawab pertanyaanku."

Suara Zealda membuatku berhenti sejenak. "Kau tidak lihat aku habis mandi?" jawabku dingin untuk menahan kesal.

"Dan aku tahu tidak ada orang mandi memakai jaket tebal."

"Kalau kau terus bertanya aku akan mati kedinginan," sahutku lagi sambil melanjutkan langkah keluar goa dengan angkuh.

Aku meninju salju di atas baju untuk melampiaskan emosiku. "Sialan!"

Aku segera berganti pakaian setelah kurasa situasi cukup aman. Aku duduk di atas potongan kayu untuk menenangkan diri sejenak dan emosiku perlahan mereda meskipun masih meninggalkan jejak kesal dalam benakku.

Aroma harum masakan membuatku merasa lapar dan aku segera kembali ke goa dan kulihat ikan-ikan itu sudah berubah menjadi hidangan yang sangat menggiurkan.

"Apa kau memasak semuanya? Kau tidak menyisakan ikan mentah untukku?" tanyaku sambil menjemur jaketku di depan perapian.

"Valen, bisakah kau tidak bersikap seperti Zealda yang menolak makanan buatanku?" ujar Sarah. "Lagi pula ikan-ikan ini untuk dimakan bersama bukan? Lagi pula—" Sarah menyeringai. "Kau tidak bisa memasak. Aku tidak ingin kau makan ikan bakar tanpa rasa dan aku tahu itu sangat menyiksa lidahmu."

Emosi yang telah surut kini kembali pasang. Aku mengencangkan rahangku sambil menatapnya tajam.

"Aku akan berburu," celetuk Zealda. "Valen, kau tunggu sebentar. Aku usahakan kau tidak akan kelaparan."

"Kau selalu saja bersikap seperti itu Zealda. Bisakah kita makan bersama dengan menu yang sama?" Velian yang sedari tadi diam, akhirnya bersuara.

Rasa kesalku semakin bertambah ketika Zealda mengatakannya. Jujur, aku tidak bisa terima ini. Ditambah, aku mencium bau-bau perdebatan yang akan terjadi antara Velian dan Zealda. Aku segera mengambil piring.

"Maaf Zealda, hari ini aku ingin makan ikan."

Aku menatap ikan-ikan itu dan mengambilnya lima ekor sekaligus. Aku tidak perduli dengan tatapan heran dan aneh mereka, yang penting aku bisa melampiaskan rasa kesalku pada ikan-ikanku.

"Hei!" Sarah menghentikan pergerakan tanganku. "Kau mengambil banyak sekali. Disini bukan cuma perutmu saja yang harus di isi."

"Kau kebaratan Sarah?" Aku mendengus menyeringai. "Kau tahu? Melihat masakanmu nafsu makanku jadi meningkat. Lagi pula—ikan-ikan yang tersisa sudah lebih dari cukup untuk makan mereka bahkan termasuk dirimu."

"Valen, kau baik-baik saja?" tanya Aleea dengan wajah kaku.

"Aku tidak apa-apa," jawabku sambil melengos pergi menuju perapian kemudian duduk. " Aku hanya sedang ingin makan banyak—" Aku mulai menggigit ikan ditanganku . "Itu saja."

Rasa kesalku berlipat-lipat. Pertama, ikan tangkapanku diaku-aku olehnya. Kedua, gadis sialan itu memasak tanpa menyisakan ikan mentah untukku. Dan ketiga, masakannya enak sekali sampai aku merasa iri. Sialan!

"Ah, satu lagi Sarah." Sebuah kalimat terlintas di kepalaku begitu saja. "Hasil milik orang lain memang sangat menyenangkan."

Hening. Semua terdiam dan tidak ada tanggapan, tapi aku tidak perduli. Aku menjejalkan ikan-ikan lezat itu dengan nikmat dan aku tidak ingin diganggu karenanya.

"Oh, aku mengerti," ujar Zealda setelah beberapa detik aku mengucapkan kalimatku. "Kalau begitu, aku tidak jadi berburu. Aku juga ingin makan ikan." Zealda meraih piring. "Aku ingin mengambil dua ekor."

Aku menoleh sejenak dan menatap Zealda. Hatiku merasa lega karena dia paham dengan kalimatku dan rasa kesalku berkurang satu. Aku kembali menggigit ikanku.

"Kau yakin ingin memakan ikan buatanku?" tanya sarah.

"Kenapa? Kau keberatan."

"Tidak. Hanya saja—kau selalu menolak makanan buatanku karena kau membenciku."

"Yah, aku memang membenci gadis sepertimu dan hari ini rasa benciku bertambah."

Sarah menarik nafas dengan resah. "Aku tidak tahu apa yang membuatmu membenciku. Tapi Zealda yang kukenal pasti akan tetap pergi berburu."

"Ya seharusnya aku tetap pergi berburu. Tapi aku tahu, ikan ini milik Valen bukan? Itulah alasan kenapa aku ingin memakannya."

Satu rasa kesalku kembali menghilang dan aku harus berterimakasih pada Zealda.

"Apa maksudmu Zealda?"

"Sepertinya—ikan-ikan ini memberitahuku siapa yang menangkap mereka. Mereka bilang, pelakunya adalah gadis yang mandi di sungai menggunakan jaket."

Aku tersedak mendengar ucapan Zealda barusan. Aku ingin tertawa tapi aku malah terbatuk. Itu—sindiran yang kejam.

"Kau!"

Batukku mereda setelah minum beberapa teguk air. Zealda duduk di sebelahku sambil mempertahankan seringainya. Aku tersenyum ketika mata kami bertemu.

"Sudahlah, masalah seperti ini tidak perlu diperdebatkan." Velian kembali angkat bicara namun kali ini dengan nada sebal.

"Velian, kau percaya padakukan?" tanya Sarah dengan nada sedikit—lembut dan takut.

"Sarah hentikan. Jangan permalukan dirimu sendiri untuk hal-hal sepele seperti ini. Meskipun aku tahu siapa yang menangkapnya, kuharap kita bisa makan bersama tanpa ada masalah."

Aku dan Zealda tersenyum miring bersamaan mendengar penuturan Velian yang tegas namun masih bisa menahan kekesalannya.

"Velian, kau lihat sendiri bukan? Ikan-ikan itu ada ditanganku—"

"Sarah cukup!" Kali ini nada Velian penuh penekanan meskipun belum meninggi. "Ikan ini, Valen yang menangkapnya. Aku melihatnya sendiri, dia pagi-pagi sudah di tepi sungai sambil menombak ikan-ikan itu. Aku sengaja tak mengusiknya karena dia terlihat serius dengan tombaknya. Jadi Sarah—aku mohon berhentilah." Velian meraih piring dan meletakan satu ekot ikan di piringnya. "Terimakasih sudah memasak untuk kami."

Aku tersenyum menang dan hatiku tertawa puas. Rasa kesal yang memuakkan akhirnya lenyap dalam sekejap.

"Sarah, tidak apa-apa." Aleea terdengar seperti menepuk-nepuk bahu Sarah. "Meskipun begitu, masakanmu benar-benar enak. Tapi—untuk masalah ikan, sepertinya aku perlu mengatakan sesuatu." Aleea meraih piring dan meletakkan satu ikan di piringnya. "Jika itu bukan milikmu, sebaiknya jangan menganggapnya sebagai milikmu, apa lagi mengatakan pada orang-orang kalau itu milikmu. Tidak semua hal yang kau genggam di tanganmu adalah milikmu." Aleea terduduk di samping Zealda. "Kau juga harus makan Sarah. Kau sudah memasak jadi makanlah bersama kami. Jangan sampai kau sakit, apalagi sekarang musim dingin," lanjutnya.

Aku tersenyum miring. Meskipun Aleea yang paling muda di antara mereka bertiga, tapi kuakui dia lebih bijak dari pada Velian dan Zealda. Jika dipikir-pikir Zealda seperti api yang terkadang emosinya meledak dan menyebalkan dalam berkata, sedangkan Velian seperti es, begitu dingin dan cenderung tenang. Dia jarang bicara kecuali disaat-saat tertentu dan perangainya juga keras dan beku. Sementara—Aleea sendiri menurutku seperti air, begitu netral dan menyejukkan. Dia mampu menetralkan suasana disaat Velian dan Zealda berseteru atau biasanya ia langsung mengambil langkah cerdas untuk melerai mereka. Perlahan aku bisa melihat sosok mereka. Meskipun terkadang suka ribut tapi mereka begitu akrab layaknya kakak beradik, kebersamaan mereka memang patut dipuji.

Aku tidak tahu bagaimana ekspresi wajah Sarah saat ini, aku ingin melihatnya namun kuurungkan karena takut rasa muakku akan terbangkitkan. Gadis menyebalkan itu pasti sedang menahan malu.

* * *

Seusai makan, aku hanya duduk berdua bersama Sarah. Mengamati perapian dengan hampa yang diselimuti udara dingin yang sedikit hangat. Meskipun mereka tahu aku takan bisa akrab dengan Sarah, tapi mereka tetap menyuruhku yang menemani Sarah di sini sementara mereka pergi untuk menjalankan misi. Mereka tidak memperbolehkanku ikut, karena misi kali ini berkaitan dengan putra mahkota dan aku tidak boleh terlibat untuk sementara. Tapi—meninggalkanku berdua dengan Sarah adalah hal yang paling menyebalkan bagiku.

"Kenapa mereka memilihmu?"

Sarah berkata setelah hampir seharian kami terdiam. Aku tidak menyahutnya sama sekali karena sebal dan juga—karena aku sendiri tidak tahu jawabannya.

"Aku masih tidak mengerti apa yang mereka pikirkan. Mereka menolakku untuk masuk kedalam kelompok ini karena aku perempuan, alasan seperti itu masih bisa kuterima. Tapi—kenapa mereka menerimamu?" lanjutnya tanpa mengalihkan tatapannya. "Aku benar-benar membencimu. Kenapa kau harus hadir diantara mereka?"

Aku menarik nafas panjang sebelum menanggapi ucapannya. "Aku sendiri juga tidak tahu. Mereka merekrutku begitu saja."

"Sebenarnya—ada hubungan apa kau dengan Velian?"

Keningku berkerut, membuat mataku melirik kearahnya atas pertanyaannya. "Kami hanya berteman, sama halnya seperti Aleea dan Zealda. Tidak lebih dari itu."

"Begitu?" Ia menyeringai namun tatapannya begitu hampa. "Apa—setiap malam Velian selalu tidur bersamamu seperti itu? Bagaimana rasanya bercumbu dengannya?"

Aku memiringkan kepala dengan rasa tak percaya. Sebenarnya—apa yang dia pikirkan saat ini? Perasaanku merasa tidak enak dalam sekejap dengan lanjutan dari obrolan ini, seolah-olah ia ingin mengatakan bahwa aku gadis murahan.

"Tidak seperti itu!" tepisku. "Kami tidak melakukan apapun. Lagi pula ia tidur bersamaku semenjak kau mengambil alih tempat tidurnya."

"Tapi seharusnya kau takan membiarkan seorang pria merangkak ke tempat tidurmu bukan? Kecuali jika kau memang benar-benar seorang pelacur."

Seperti pedang yang tajam, hatiku benar-benar tertusuk oleh ucapannya. Setidaknya mengataiku 'gadis murahan' lebih baik dari pada 'pelacur' meskipun dalam artian yang sama. Aku mengepalkan tangan untuk menahan diri dari pergolakan amarah yang meningkat dalam sekejap.

"Aku tahu kau cemburu. Tapi kau tidak perlu membual seperti itu."

Sarah menyeringai. "Apa aku harus mengatakan bahwa semalaman ia menciummu?" Ia tersenyum puas melihat reaksiku. "Entah memang tidurmu seperti kerbau atau kau benar-benar menikmatinya, kau bahkan membiarkannya hampir menelanjangimu."

"Cukup!"

Satu tamparan mendarat diwajahnya. Pada akhirnya aku tidak bisa menahan diriku lebih lama lagi. Pipinya memerah dan pastinya—itu sakit sekali.

"Velian tidak akan melakukan hal seperti itu. Jadi berhentilah membual!"

Aku yakin sekali tidak terjadi apapun diantara kami. Kalaupun Velian melakukannya, aku pasti akan terbangun dan menendang wajahnya tanpa ampun, atau bahkan aku akan membangunkan Aleea dan Zealda untuk menghajarnya beramai-ramai.

Sarah tertawa sambil mengelus pipinya. "Kau sangat yakin sekali."

"Aku percaya padanya."

Aku berdiri dan bergegas keluar untuk menghindari konflik agar aku tidak melakukan hal yang buruk padanya. Namun ia sudah menarik tanganku dan mendorongku ke bara api. Aku menjerit ketika aku tersungkur di tengah kobaran api.

Panas yang membakar membuatku menggila tanpa arah hingga aku terguling ditengah hamparan salju yang dingin. Aku hampir menangis kesakitan di sekujur tubuhku dan hanya terkapar.

Amarahku sudah tak terkendali dan aku segera terbangun dan berlari kearahnya. Sarah sudah memegangi dua pedang pendek milikku dengan posisi siap. Aku melompat untuk maraih pedang panjang kesayanganku dan aku menyerangnya dengan kalap.

Desingan pedang menggema dengan ritme cepat. Aku tidak peduli siapa di hadapanku saat ini, entah itu Manusia atau bukan aku hanya ingin menghabisinya.

Kami berguling sambil menahan serangan masing-masing. Tubuhku terasa lengket dan pedih dan kami sama-sama berlumuran darah. Pipinya sudah tergores dan mengeluarkan darah segar begitupun dengan lengannya yang terdapat luka robek menganga disana, tapi aku tak perduli lagi.

Aku melihat pergerakan dua pedang ditangannya namun rasa pedih membuatku kehilangan konsentrasi. Ia menyerangku dan aku berhasil menghindar, alhasil ujung pedang yang seharusnya menancap di leherku, kini bersarang di bahuku sementara pedang satunya sudah menancap di pinggangku.

Namun aku melihat celah begitu besar hingga aku mudah sekali untuk memberikan serangan telak yang bisa membunuhnya. Aku mengayunkan pedangku namun tanganku tertahan sesuatu.

"Valen hentikan!"

Kulihat tangan Velian sudah menangkap tanganku sementara Aleea dan Zealda menatapku nanar. Oh, mereka sudah kembali rupanya.

Aku menepis tangan Velian dan melempar pedangku. "Kau beruntung karena mereka sudah kembali. Jika tidak, mungkin nyawamu melayang hari ini," desisku pada Sarah

"Ada apa ini?"

"Dia—ingin membunuhku," jawab Sarah dengan nada takut.

"Valen tidak akan berbuat seperti itu jika kau tidak memulainya," ujar Zealda membela. "Sekarang katakan, apa yang telah kau lakukan sampai Valen ingin membunuhmu."

"Katakan saja apa yang tadi kau katakan padaku," nadaku menantang kemudian tersenyum miring. "Kecuali—jika kau memang seorang pembual."

"Sarah, apa yang kau katakan padanya?" Velian turut bertanya.

Sarah terdiam tak menjawab. Mungkin memang benar, semua yang dikatakannya hanya bualan belaka agar aku membenci Velian dan kabur dari sini. Dasar gadis tidak tahu malu!

Aku mencabut pedang di pinggangku dengan susah payah. Emosiku yang belum mereda membuatku melompat kearah Velian sambil menempelkan mata pedang yang berlumuran darah ke lehernya.

"Bawa gadis itu pergi dari ini," desisiku tajam. "Jika kau membawanya lagi kemari, aku bersumpah akan pergi dari kelompok ini."

Velian menatapku lekat dengan tatapan menusuk. "Kau tidak memiliki wewenang untuk pergi tanpa izinku."

"Kalau begitu jangan bawa gadis sialan itu kemari jika kau ingin mempertahankanku di kelompok ini." Aku semakin menekan mata pedangku di lehernya hingga tergores sedikit. "Jangan sampai aku melakukan pemberontakan terhadapmu."

_______To be Continued_______

Sore semua.. Akhirnya bisa di up di hari sabtu sob.. ^^ Maaf kalo akhirn-akhir ini slow up date, karena bikin konsep ceritanya gk gampang ternyata meskipun sudah terbayang alurnya.. T_T

Mungkin—disini agak sedikit ngeselin gimana gitu, tapi author harap kalian tetep suka sama certa ini.. ^^ Maaf kalo ada typo dsb yah..

Jangan lupa tinggalkan jejak dan makasih banyak buat suportnya.. ^^

Salam fantasy, by Indah Ghasy.. :*


Continue Reading

You'll Also Like

52.7K 3.8K 27
{END} Dearly terkejut ketika mendengar sebuah ledakan yang terjadi di dekat hutan kecil belakang rumahnya. Karena penasaran, akhirnya Dearly mengajak...
573K 50K 23
[ ADA DI GRAMEDIA ] Buku 2 The Greek Mythology Series #4 Fantasy Romance Movie Trailer : Persephone [ wattpad ] Benitobonita https://m.youtube.com/wa...
2.8K 261 26
Takigawa Chris Yuu, salah satu alumni tim Baseball Seido, yang tidak diragukan lagi merupakan seorang penggila baseball. Sebenarnya kehidupan kuliah...
36.4K 5.9K 73
Daemon adalah sebutan bagi monster bermacam bentuk yang menyerang negara Avalon. Dan Black Milliter merupakan pasukan khusus yang dibentuk pemerintah...