The Antagonist Program (TERBI...

By aranindy

246K 18K 1.6K

SEBAGIAN BESAR SUDAH DIHAPUS. HANYA TERSISA 4 CHAPTER. [TERSEDIA DI TOKO BUKU GRAMEDIA SELURUH INDONESIA & GR... More

Prolog
BAB 2
BAB 3
BAB 4
Pendukung Acara Sang Ratu Pilihan
Trailer The Antagonist Program
[CLOSED] VOTING COVER THE ANTAGONIST PROGRAM
Pre-Order The Antagonist Program?
SPECIAL OFFER & PRE-ORDER THE ANTAGONIST PROGRAM
SPECIAL OFFER TAP (AGAIN!)

BAB 1

29.6K 3.1K 119
By aranindy


"Kalau aku sih nggak masalah, Len," Mari duduk di sofa, berseberangan dengan meja kerja Galen, "yang punya acara 'kan Soma TV. Kualitas mereka terjamin."

"But what's in it for us? Publikasi semacam itu sama sekali nggak ada untungnya." Galen mengembuskan napas berat, "Toh dari awal aku sudah menentukan pilihan."

Senyum Mari mengembang. Dengan langkah sempurna ia berjalan ke kursi kebesaran Galen, menyentuh pundak pria yang sudah ia kenal sejak kecil tersebut, "Aku tahu." bisiknya lembut, "Tapi orang tua kita setuju tampil di acara itu."

"Apa alasannya?" Galen tiba-tiba berdiri, membuat Mari terpaksa menurunkan tangannya.

Mari kemudian mengekor Galen yang telah berdiri di depan dinding kaca, menghadap ke arah pemandangan gedung-gedung pencakar langit di luar, "Setelah melihat keberhasilan program sebelumnya, Om Bayu dan Tante Vanya jadi tertarik. Mereka juga bilang konsepnya seru—extraordinary."

Galen memijat-mijat pangkal hidungnya. Saat pertama kali mendapat tawaran dari Yuni untuk mengisi program SRP, ia sudah menebak ini akan terjadi. Ibunya adalah penggemar berat The Chosen One dan tak pernah absen menontonnya. Lebih buruk lagi, bintang utama dalam acara itu, Aydan Dirgantara, merupakan salah satu koleganya. Sepak terjang tim Soma TV yang berhasil menemukan pasangan bagi si playboy sekelas Aydan pun sampai ke telinga ayah ibunya.

Begitu Yuni menyerahkan proposal Sang Ratu Pilihanyang dengan cerdik mengatakan acara itu terinspirasi oleh kisah perjodohan Galen, orang tuanya tanpa pikir panjang langsung menerima dengan senang hati.

Kini Galen hanya memiliki dua pilihan. Pertama, jika ia tak mau tampil di reality show itu, Bayu menuntut agar ia segera melangsungkan pernikahan tepat saat merayakan ulang tahun ke-30, yang jatuh satu bulan dari sekarang.

Pilihan kedua, jika ia bersedia berpartisipasi di SRP selama empat bulan penuh, ayah dan ibunya tak lagi memberikan deadline kapan ia harus menikah.

"Gimana, Len?" pertanyaan Mari membuyarkan lamunannya, "Aku nggak akan bilang iya ke Yuni kalau kamu nggak setuju."

Galen masih belum merespons. Meski selama ini tak pernah terang-terangan mengungkapkan penolakan atas rencana perjodohannya, ia juga tak pernah dengan tegas menyetujuinya.

"Jadi? Kamu suka yang mana?" Galen masih ingat jelas perkataan ayahnya 13 tahun lalu, "Ikut pilihan mama atau papa?"

Galen menghela napas panjang. Pagi itu, sarapan yang biasanya dilalui dalam ketenangan mendadak berubah kacau. Ini kali pertama kedua orang tuanya menodongkan pertanyaan paling nonsense yang pernah ia dengar.

Vanya langsung menimpali ucapan suaminya, tampak percaya diri, "Galen pasti ngikutin mama, dong."

"Pa, ma, Aku bahkan belum lulus SMA." Galen meletakkan garpunya di atas meja, benar-benar kehilangan nafsu makan, "Tiba-tiba aku disuruh milih satu perempuan buat jadi istriku," ia lalu mendengus tak habis pikir, "Mana bisa aku langsung mutusin sekarang? Otakku aja belum bisa mencerna permintaan aneh bin ajaib ini."

Bayu menepuk bahu Galen, "Kami nggak minta kamu jawab sekarang." ujarnya menenangkan, "Rencana pernikahan kamu masih lama. Mungkin sembilan atau sepuluh tahun lagi, saat usia kamu sudah matang."

Vanya mengangguk, mendukung Bayu, "Tapi kami pikir nggak ada salahnya kamu mulai mengenal calon istri kamu dari sekarang, 'kan?" tanyanya retoris, "Papa dan mama punya calon masing-masing. Kamu bisa pilih yang paling kamu suka."

Galen menundukkan kepala, menusuk-nusuk makanannya tanpa semangat, "Kalau aku nggak suka dua-duanya gimana?"

Bayu dan Vanya langsung mengerutkan kening, terlihat tak senang dengan penolakan itu.

"Kamu tahu arti pernikahan di keluarga kita?" ketegasan dalam suara Bayu membuat Galen mengeraskan rahang. Tentu saja ia tahu.

"Galen?" Vanya tampak cemas, tidak ingin suami dan putranya sampai terlibat pertengkaran, "Maksud papa itu baik. Mama harap kamu bisa mengerti kalau ini semua kami lakukan juga buat masa depan kamu."

Galen berusaha menahan kedongkolan hatinya, "Iya, ma, aku ngerti." gumamnya pelan. Sekeras apa pun berpikir, ia merasa tidak dapat menentang rencana itu. Kedua orang tuanya adalah hasil nyata dari sebuah perjodohan yang dirancang kakek neneknya dulu. Dengan fakta bahwa ayah dan ibunya adalah pasangan yang harmonis—bahkan tetap terlihat mesra meski sudah melewati dua dekade ulang tahun pernikahan mereka, Galen jadi tak punya alasan untuk menolak perjodohannya.

Dalam diam ia memerhatikan dua lembar foto yang baru saja diletakkan Bayu di atas meja. Di foto pertama terlihat seorang gadis berambut sebahu dengan senyum secerah matahari. Mari Sahir. Galen telah mengenalnya cukup lama. Gadis baik hati dan ramah itu merupakan putri dari seorang teman dekat keluarganya. Walau tak memiliki keluhan tentang Mari, ia tetap saja tak menyangka para orang tua memiliki niat menjodohkan mereka.

Beralih ke foto kedua, Galen melihat seorang gadis berambut panjang sedang tersenyum ke arah kamera, mengenakan seragam SMA yang sama dengannya. Elora Pratista. Selain memiliki paras cantik, Galen tak menemukan hal lain yang istimewa.

Aneh, ia yakin tak pernah mengenal atau sekadar melihat gadis itu di sekolahnya. Apa mungkin Elora adalah juniornya yang baru masuk tahun ini? Sekali lagi, Galen memandangi foto Elora. Senyum gadis itu terlalu lugu, naif. Tipe yang tampaknya mudah dibodohi oleh orang lain. Sama sekali tak menarik.

"I'll join that program." ucap Galen akhirnya, melirik Mari sekilas, "Will you?"

Wajah Mari langsung berseri-seri. Dengan antusias ia menganggukkan kepala, "Aku akan hubungi Yuni secepatnya."

Galen mengedikkan bahu asal. Tanpa memedulikan Mari yang sedang berbincang dengan produser SRP melalui ponsel, ia memilih kembali duduk di tempatnya, fokus pada dokumen-dokumen yang menumpuk di atas meja.

***

"Jadi garis besarnya seperti itu, Len." di dalam ruang kerja Galen, Yuni beserta tiga orang lain dalam timnya, Vio, Jon, dan Erwin telah berkumpul, menjelaskan tentang acara mereka, "Total 16 episode. Disiarkan seminggu sekali." Yuni kemudian menyerahkan sebuah map pada Galen, "Kontraknya bisa lo baca semua di sini."

Galen membolak-balik lembaran kertas yang ada di tangannya. Dalam sekejap ekspresinya berubah muram, "Gue harus tinggal di tempat yang kalian sebut Puri Kalaha ini selama empat bulan tanpa boleh ke mana-mana? Ditambah lagi nggak boleh pegang hp sama sekali?" tanyanya dengan nada tinggi, tak percaya, "Lo niat mau ngurung gue sama Mari dan Elora?"

Kalau diharuskan memilih salah satu, ia cenderung lebih menyukai Mari. Meski ia sendiri tak memiliki perasaan khusus padanya, paling tidak ia sudah lama mengenal Mari dibanding perempuan asing seperti Elora.

"Kami akan berusaha memenuhi segala fasilitas yang lo mau—including work things. Meeting, conference, kami telah menyediakan tempatnya. Anggap aja Puri Kalaha sebagai kantor sementara. Kalau memang ada urusan pekerjaan atau hal urgent yang harus lo tangani, kami juga pasti ngizinin lo pakai hp kok." tutur Yuni tenang, seolah ia telah menduga protes dari Galen, "Sebagai gantinya, lo juga mesti bersedia mengikuti rules SRP."

"Empat bulan dengan kamera yang selalu ngawasin gue," Galen mengerutkan kening, tampak keberatan, "belum apa-apa gue udah stres duluan."

Yuni buru-buru menggelengkan kepala, "Gue tahu program ini akan mengusik privasi lo. Keluarga dan bahkan teman-teman dekat lo, semua diundang untuk berpartisipasi di SRP. Karena itu kita juga berusaha membuat lo nyaman."

"Membuat gue nyaman?" Galen mendengus, skeptis, "Dengan cara?"

"Kami hanya akan menayangkan adegan yang sudah mendapat izin dari lo." timpal Erwin, sang sutradara, "Terlepas dari SRP, perjodohan lo dengan Mari dan Elora adalah sesuatu yang real, jadi kami akan ekstra hati-hati dengan konten yang akan disiarkan."

Setelah berbincang-bicang lama dan melihat keprofesionalan mereka, mau tidak mau, Galen akhirnya menyetujui perjanjian itu.

"Minggu depan kita akan mulai syuting." kelegaan seketika menghiasi wajah Yuni, "Untuk jadwal pendukung acara sudah ok semua. Mari nggak ada masalah. Dan Elora juga bakal balik ke Jakarta tiga hari lagi."

"Elora masih di New York?"

"Lo nggak tahu?" Yuni dan rekan setimnya langsung menunjukkan raut bingung, "Lo nggak kontak-kontakan sama Elora?"

"Dari dulu gue nggak pernah dekat sama dia." Galen mengangkat kedua bahu, cuek, "Begitu lulus SMA, gue langsung ambil kuliah di UK. Setelah itu gue nggak pernah ketemu lagi sampai sekarang."

"Jadi lo udah nggak ketemu Elora sekitar 12 tahunan?" Erwin membelalak lebar, terkejut mendengar info itu, "Waktu lo balik dari Oxford, masa lo nggak pernah sekali aja gitu ketemu sama dia?"

"Nggak. Waktu gue pulang ke Jakarta, gue dengar dia lagi nyelesaiin kuliah S1nya di Melbourne dan langsung lanjut S2 di Columbia University."

Tanpa sadar Galen kembali terngiang kejadian saat ia baru naik ke kelas tiga SMA—pertemuan pertamanya dengan Elora Pratista.

"Kak Galen, namaku Elora. Salam kenal. Aku akan berusaha menjadi pasangan yang baik buat kakak." ekspresi ceria dan senyum polos gadis berusia 15 tahun itu sama sekali tak membuat Galen terkesan. Bocah kekanak-kanakan bukanlah tipe idealnya.

"Lo nggak perlu berusaha." Galen blak-blakan mengungkapkan isi hatinya, "Kemungkinan gue pilih lo buat jadi istri bisa dibilang nihil."

Entah Elora terlalu bodoh untuk mengerti maksud Galen atau memang tak tahu malu, setelah mendapat penolakan yang sangat gamblang, gadis itu bukannya menyerah dan justru semakin gencar mendekatinya.

Membawakan bekal untuknya ke sekolah, berkunjung ke rumahnya hampir setiap hari, dan selalu tersenyum manis meski Galen sering bersikap ketus. Selama satu tahun, hubungan Galen dan Elora sama sekali tak mengalami kemajuan. Elora terus mengejarnya, dan Galen akan mati-matian menolak atau bahkan menghindar.

Yuni dan timnya terperangah mendengar sebersit kisah lama itu. Mereka berempat saling berpandangan, seolah tak memahami cerita Galen.

"Apa kita lagi ngomongin Elora yang sama?" tanya Yuni spontan, tidak dapat menutupi kebingungannya, "Elora Pratista?"

"Maksud lo?" kini ganti Galen yang mengerutkan kening, "Memang ada Elora yang lain?"

Seakan baru sadar ia sudah kebanyakan bicara, Yuni langsung mengunci mulut. Ia dan timnya pun segera pamit dari ruangan Galen setelah menuntaskan perjanjian di antara kedua belah pihak.

"Lo semua merasa ada yang aneh nggak, sih?" tanya Erwin saat mereka sudah berada di dalam lift, "Si Galen bilang Elora cewek polos dan kekanak-kanakan? Nggak salah, tuh?"

"Kata mas Galen, mbak Elora selalu menebar senyum ke mana-mana." imbuh Vio sambil berdecak tak percaya.

Jon refleks mengusap-usap tengkuknya, bergidik, "Sumpah gue sampai speechless tadi. Galen kaya lagi nyeritain orang lain aja."

Yuni melipat kedua tangan di depan dada, merenung dalam diam. Tim SRP memang hanya pernah tiga kali berbincang dengan Elora melalui konferensi video, namun itu sudah lebih dari cukup baginya untuk menilai bagaimana Elora. Sama seperti pendapat rekan-rekannya, ia pun menganggap ucapan Galen sangat tidak masuk akal.

Elora Pratista yang ia kenal tampak berbeda dengan gambaran Galen—sangat amat berbeda.

***


Continue Reading

You'll Also Like

168K 31.2K 72
Daftar Pendek Wattys 2021 [PART LENGKAP] May contain violence. Tumbuh di keluarga yang sangat percaya takhayul membuat Gian tidak pernah percaya pa...
3.5K 272 27
William Alexander Hall, laki-laki tampan bermata biru, tak menyangka sisa kehidupan remajanya harus dihabiskannya di sebuah kota kecil pinggiran Amer...
4.7K 1.5K 23
It's a cliche story: si cewek bertemu si cowok di sebuah pesta. Si cewek mempermalukan si cowok yang ternyata merupakan berandalan terkenal di sekola...
3.1M 24.4K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...