Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

222K 18.2K 726

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Penginapan

4.3K 364 16
By askhanzafiar

"Elsa mana?" tanya Paman yang sudah menaikkan beberapa barang ke dalam bagasi mobil.

"Sebentar aku hubungin dulu," ujarku sembari mencari kontaknya dan segera menghubungi nomor tersebut.

Nomor yang ada hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan.

"Ga aktif, Paman," ucapku sembari memasukkan iPhone-ku ke dalam saku kembali.

Paman menghembuskan nafasnya dengan sedikit kasar. Mungkin agak jenuh menunggu kedatangan gadis itu.

Seorang perempuan yang berlari-lari ke arah kami nampaknya tengah kerepotan dalam membawa koper. Rambutnya agak acak-acakan dengan pelipis yang sudah dibanjiri air mata.

"Hos... hos... hos.... Hei, maaf aku telat." Elsa langsung membenarkan rambut dan penampilannya.

"Tadi ada kendala dikit sama tukang ojeknya. Maaf," ucapnya sekali lagi.

Kami semua memaklumi dan bergegas untuk menaiki mobil.

"Sebelum berangkat, ada baiknya kita berdoa untuk keselamatan masing-masing. Pau,l kamu bisa berdoa sendiri, ya. Untuk yang lainnya, tolong ikuti paman!" perintah Paman sembari mulai mengangkat tangan.

"Audzubillahhiminassyaitonnirrajim..
Bismillahhirrahmannirrahim.
Alhamdulillahi rabbil 'alamin.
Arrahma nirrahim. Maliki yaumiddin.
Iyyaka na'budu waiyyaka nasta'in.
Ihdinassiratal mustaqim.
Siratal lazina an'amta'alaihim ghairil maghdubi 'alaihim waladdhalin.

Aamiin ..

Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum.
Laa ta'khudzuhuu sinatuw wa laa naum.
Lahuu maa fis samaawaati wa maa fil ardh.
Man dzal ladzii yasyfa'u 'indahuu illaa bi idznih.
Ya'lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahum.
Wa laa yuhiithuuna bi syai-im min 'ilmihii illaa bi maa syaa-a.
Wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardha wa laa ya-uuduhuu hifzhuhumaa Wahuwal 'aliyyul 'azhiim.

Astagfirullahaladzim. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam..

Allahumma shalli alaa sayyidina Muhammad wa alaa Ali sayyidina Muhammad..

Allah Allah Allah..

Baca surah An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas 3 kali." Paman mulai menunduk dengan sedikit khusyuk membacakan doa yang disuruhnya itu.

"Aamiin," ucap kami semua ketika doa benar-benar telah usai.

"Bismillah, mari kita berangkat!" ajak Paman sembari melajukan mobilnya.

Kami sibuk terhanyut dengan pemikiran sendiri. Muhzeo sesekali memandang ke arahku dari tempat duduk kedua di sebelah tempat paman menyetir. Aku dan Elsa duduk di belakang dekat bagasi.

Hawa kantuk mulai menjalari mataku. Perlahan namun pasti, mataku sudah tertutup dan pergi menuju alam bawah sadarku.

👀

"Auh, gimana coba?" Sayup-sayup terdengar suara gaduh dari luar mobil.

Aku yang baru saja bangun segera membuka pintu mobil dan melongok ke luar dalam keadaan mata yang masih mengantuk.

"Ada apa?" tanyaku dengan suara serak seraya mengucek mata dan memastikan bahwa Elsa masih tertidur di dalam mobil.

"Mesinnya mati. Padahal perjalanan sekitar 24 kilometer lagi," keluh Paman sembari mengelap keringatnya.

"Gini saja ... Paul, dan Muhzeo cari bengkel terdekat dulu. Siapa tau orang bengkelnya bisa dipanggil ke sini. Paman sama yang lain cari warung makan saja dulu. Lumayan dari tadi belum makan pasti kalian lapar, 'kan?" usul Paul sembari mengambil tasnya.

Paman mengangguk setuju.

"Kalau begitu, Paul berangkat dulu, ya, paman." Paul dan Muhzeo mulai menyakini Paman secara bergantian.

"Paman mau ikut Dira cari makan?" tanyaku setelah kedua temanku tadi lenyap dari pandangan.

"Kamu dengan Elsa saja. Paman jaga mobil di sini," ujar Paman sembari tersenyum.

Aku mengangguk saja dan segera masuk ke dalam mobil untuk membangunkan Elsa.

"Elsa, bangun kebo!" Badan super kecil itu nampaknya sangat sulit sekali untuk disuruh bangun. Aku sempat kewalahan dibuatnya.

"Auh, ngantuk," gumamnya sembari tertidur kembali.

Aku tersenyum. Pikiran jahil kini terbesit di pikiranku. Aku yakin sekali jika cara ini akan ampuh!

"Paul? Paul gapapa? Paul bangun!" teriakku yang mencoba untuk berpura-pura drama.

Dengan sigap Elsa langsung bangun dengan mata membulat sempurna.

"Mana Paul? Paul kenapa? Di mana dia? Paul!" teriaknya kacau setengah sadar.

Aku tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutku yang tak kuat menahan geli. Dasar bucin!

"Paul gapapa. Segitu cintanya sama paul?" tanyaku sembari tertawa puas.

"Kau ih! Bikin aku takut saja," ujarnya sembari menghirup udara dalam-dalam.

Aku menggelengkan kepala sembari tersenyum puas. Sebegitu sayangkah dia pada Paul?

"Antar aku cari makanan, yuk!" ajakku sembari mengambil tas selempang kecil dari dalam tas besar.

"Memang ini di mana? Sudah sampai? Yang lain mana?" Runtutan pertanyaannya dilayangkan bersamaan dengan kepalanya yang terus melongok ke sana- ke mari.

"Mobilnya mogok. Jadi, yang lain sedang cari bengkel. Paman di luar." Aku turun dari mobil disusul oleh Elsa. Kami berdua berjalan ke arah Utara setelah meminta izin kepada Paman untuk segera mencari makan. Tak butuh waktu lama, kami menemukan warung nasi pinggir jalan yang letaknya strategis dari jalanan yang lumayan sepi.

"Permisi, Bu, nasinya masih ada?" tanyaku sembari tersenyum ramah.

Sang Ibu tersenyum dan mengangguk perlahan. "Ada, Mbak. Silakan duduk," tawar ibu nasi tersebut sembari tersenyum.

"Mau nasi apa, Mbak?" tanyanya sembari jarinya lihai menyendok nasi dari dalam magic jar.

"Hm, kita makan di sini aja kali, ya, El?" tanyaku sembari memperhatikan beberapa lauk-pauk yang tersedia.

"Iyaudah, deh," sahut Elsa sembari memperhatikan jalanan yang kosong melompong.

"Nasi, ayam, capcay, dan es jeruknya satu. Terus kau apa, Elsa?" tanyaku.

"Nasi, telur, cumi, dan teh hangat aja," pesannya yang mulai membuka ponsel.

"Ya sudah itu, Bu. Dan nasi, ayam, sama sayur kentangnya dibungkus bikin tiga, ya. Minumnya es teh aja," timpalku.

"Ok, Mbak. Tunggu sebentar, ya," ujar Ibu tersebut sembari mulai menyiapkan makanannya.

Sambil menunggu, aku pun bermain permainan kuis di iPhone-ku.

"Mbak, ini pesanannya."Ibu nasi tersebut memberikan dua buah piring pesanan kami.

"Terimakasih, Bu." Kami berdua tersenyum hangat sembari bersiap mengisi kekosongan perut yang sudah berdiskusi sedari tadi.

"Sama-sama, Mbak. Oh iya, yang dibungkus mau nanti atau sekarang? Takut keburu basah kertas nasinya."

"Nanti dulu saja, Bu," ujarku seraya membersihkan tangan di mangkok kobokan.

"Oh, nggih.... Saya permisi dulu ya, Mbak," pamitnya sembari kembali ke dalam.

Aku dan Elsa melahap makanan tersebut dengan cepat. Berhubung perut kami memang sudah sama-sama lapar.

Setelah kami selesai makan, Ibu itu mulai membungkus makanan yang kupesan tadi.

Aku meneguk es jeruk yang tinggal sedikit. Nikmat sekali rasanya.

"Ini, Mbak." Ibu tersebut menyodorkan sebuah kresek berisi nasi yang telah dibungkus.

"Mbak ini dari mana ingin ke mana?" tanyanya sembari mengelap meja lain yang terlihat berantakan.

"Saya dari Jakarta, Bu. Kebetulan saya ingin ke perkampungan sebelah sana. Saya lupa nama kampungnya," jelasku.

"Yang penduduknya penganut iblis itu, ya, Mbak?" tanyanya dengan raut wajah penasaran.

"Nggih, bu," sahutku yang berusaha menyesuaikan logatnya agar lebih sopan.

"Wah, hati-hati, Mbak, ya. Saya takut sampean kenapa-napa, gitu," ujarnya dengan wajah penuh kasihan.

"Saya ke sini enggak berdua saja, Bu. Saya ke sini bersama Paman dan dua orang teman lelaki saya," jelasku.

"Oalah, Waktu itu ada warga kampung saya yang nekat ke sana, Mbak. Dari tujuannya, sih, memang sudah ndak baik. Mau ikut pesugihan. Sampai sekarang ndak balik-balik. Istrinya sampai stres dan akhirnya meninggal," jelas Ibu tersebut sembari memasukkan beberapa piring ke dalam tempatnya.

"Ke sana untuk pesugihan? Pesugihan dengan iblis begitu?" tanya Elsa yang tiba-tiba saja sudah ikut nimbrung.

"Iya, Mbak. Lalu anak yang ada di kandungan istrinya tiba-tiba hilang. Ndak ada gejala keguguran atau bagaimana. Waduh, kampung saya sempat resah karena itu," ungkapnya sembari menggeleng-gelengkan kepala.

"Makannya saya saran aja sama Si Mbak, hati-hati kalau di sana. Jaga ucapan sama berdoa boten sampai kendur, Mbak. Kalau saya dengar-dengar, di sana masih ada orang mukminnya, tapi paling juga masih bisa dihitung jari. Ya, pokoknya ingat Allah, yo, Mbak. Boten nglamun," pesannya sembari mengelus pundakku.

"Iya, Bu. Aduh, terima kasih banyak sarannya. Semoga jualan Ibu semakin berkah terus," harapku sembari tersenyum dan menyalami ibu itu.

"Aamiin ya Gusti Allah. Matursuwun sanget, Mbak. Hati-hati, nggih," ujarnya.

"Nggih, Bu. Kami berdua pamit dulu. Permisi, Assalamualaikum," salamku dan Elsa bersamaan.

"Wa'alaikumussalam," jawabnya.

Aku dan Elsa mulai bergegas kembali ke tempat pemberhentian mobil tadi. Di sana telah ada Muhzeo, Paman, Paul, dan orang bengkel yang sedang mengotak-atik mobil. Aku memberikan bungkus nasi kepada Paman dan melihat-lihat pekerja bengkel tersebut.

"Wah, akinya harus ganti ini, Pak," teriak salah seorang pekerja sembari mengelap mukanya yang sudah terkena oli.

"Wah, sudah sore, nih. Dekat sini ada villa, enggak, ya, Mas?" tanya Paman sembari melongok ke arah jalanan yang sepi.

Orang tersebut terlihat melongok ke kanan dan kiri.

"Oh, ada, Pak! Dekat pendopo besar itu," tunjuk si tukang bengkel.

"Oh, kalau begitu, saya titip mobil saya ke Bapak. Nanti kalau sudah selesai, tolong antarkan ke villa itu, ya, Pak. Bisa?" tanya Paman.

Orang bengkel tersebut terlihat menimbang-nimbang.

"Baiklah. Kebetulan saya juga ingin mengambil aki dulu. Nanti biar teman saya yang jaga mobil ini," ujarnya sembari tersenyum.

"Kalau begitu, saya pergi dulu, ya, Pak. Terima kasih," ujar Paman sembari mengajakku dan yang lainnya untuk membawa peralatan yang paling dibutuhkan dan segera menuju villa tersebut.

Kami berjalan cukup jauh dan lumayan melelahkan. Hingga akhirnya kami sampai di sebuah villa besar yang terlihat tampak mengelupas temboknya.

Ting nong..

Paman memencet bel nya berulang kali. Berharap ada petugas yang berjaga.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang perempuan dengan muka agak lemas dan pucat.

"Saya ingin memesan tempat penginapan di sini, Mbak" ujar Paman.

Ia terlonjak kaget dan terlihat jelas bahwa badannya bergetar.

"Euh, baiklah. Hm, mari i-ikut saya, Pak,"ajaknya sembari menunjukkan jalan.

Kami ditujukan ke arah dua kamar yang saling bersebelahan.

"Ini kuncinya. Saya permisi," pamitnya sembari berjalan cepat.

"Kok aneh, ya?" tanya Paul sembari memegangi tengkuknya.

"Hus, sudah-sudah! Dira, Elsa, kalian tinggal di kamar ini dan saya dengan yang lain akan tidur di kamar sebelah," perintah Paman sembari memberikan kunci yang satunya kepadaku.

Aku mengangguk dan bergegas membuka pintu tersebut. Awal aku dan Elsa masuk, kami berhasil dibuat terbatuk-batuk karena debu yang hinggap di dekat pintu. Anehnya hanya pada pintu saja. Tidak dengan ruangan di dalamnya.

"El, kau mau mandi dulu, enggak? Sudah maghrib, nih, tapi aku mau sholat dulu."

"Aku mau sholat dulu aja, Dir. Habis itu tidur. Ngantuk dan capek banget soalnya," keluh Elsa sembari menguap.

"Yaudah sholat bareng aja, yuk!" ajaknya sembari mempersiapkan mukena.

Kami berwudhu dan segera menyegerakan sholat maghrib.

Ba'da maghrib, aku segera mandi untuk membersihkan diri yang dirasa sudah sangat lengket. Fasilitasnya cukup lengkap. Ada ruang ganti baju juga di dalamnya. Setelah kurang lebih setengah jam di kamar mandi, aku pun segera ke luar sembari mengeringkan rambut dengan handuk.

"El, kamu ngapain?" tanyaku yang kaget ketika melihat Elsa menyisir di depan cermin dengan perlahan.

Bulu kudukku meremang.

"El?" panggilku lagi.

Lagi-lagi ia tak menghiraukan panggilanku. Ia masih tetap asik menyisir rambutnya.

"Bismillahirrahmanirrahim..
Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum."

"Arghh... sialan kau hentikan!" gertak Elsa dengan jelas sembari menghadapkan mukanya ke arahku.

Mukanya berubah menjadi agak menyeramkan. Kuyakin pasti ini bukan Elsa.

"Laa ta'khudzuhuu sinatuw wa laa naum.
Lahuu maa fis samaawaati wa maa fil ardh."

Kretek... kretak....

Suara kretakan tulang leher Elsa terdengar dengan jelas. Aku semakin panik namun tak menghentikan surah yang kubaca.

"Man dzal ladzii yasyfa'u 'indahuu illaa bi idznih.
Ya'lamu maa baina aidiihim wa maa khalfahum."

Ia memegangi kupingnya dan bergelinjang kepanasan. Ia mendekatiku sembari mengedepankan tangannya ke arah leherku.

"Hentikan sialan!" Ia berteriak kepanasan.

"Wa laa yuhiithuuna bi syai-im min 'ilmihii illaa bi maa syaa-a.
Wasi'a kursiyyuhus samaawaati wal ardha wa laa ya-uuduhuu hifzhuhumaa Wahuwal 'aliyyul 'azhiim."

"Argh!"

Hilang. Elsa hilang. Aku menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada siapa pun.

Bulu kudukku meremang. Tiba-tiba seuntai tangan sudah menyentuh leherku. Ia menyekikku hingga diriku kehabisan napas untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.

"Amanar-rasulu bima unzila ilayhi min rabbihi wal-muminun
Kullun amana billahi wa mala ikatihi wa kutubihi wa rusulih." Paman beserta yang lain kini telah masuk ke dalam kamar yang kami tempati.

"La nufarriqu bayna ahadin min rusulih
Wa qalu sami'na wa a-ta'na ghufranaka rabbana wa ilaykal masir."

Elsa yang diyakini kerasukan itu kini melepaskan cengkramannya dan berteriak kesakitan. Paman mengencangkan suara lantunan ayat suci kembali.

"La yukallifullahu nafsan illa wus'aha
Laha ma kasabat wa alayha maktasabat."

"Argh! kalian engh... pengganggu dasar! Pergi argh.... Pergi lah dari sini cepat!" Elsa terus mengeluarkan suara yang sudah pasti bukan berasal darinya.

Muhzeo dan Paul sebisa mungkin menahan badan Elsa agar ia tak semakin liar.

"Rabbana la tu akhidhna in nasina au akhta'na.
Rabbana wa la tahmil alayna isran kama hamaltahu alalladhina min qablina."

"Argh! Whaaa, herh enghaaaaaa!"

"Rabbana wa la tuhammilna ma la taqata lanabih.
Wa'fu anna, waghfir lana, warhamna
Anta maulana fansurna alal-qaumil-kafirin."

Wush....

Elsa menegang dan mulai melemas. Paman masih melantunkan beberapa ayat agar makhluk yang tak diundang itu pergi menjauh.

"Salah satu dari kalian tolong gendong Elsa! Kita tunggu mobil diantar. Cepat kemasi barang!" ujar Paman menginterupsi.

Aku mulai mengemasi kembali barang yang dibawa. Paman masih tetap berjaga di sampingku, takut ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi lagi.

"Ayo paman!" ajak Muhzeo yang sudah siap bersama Paul juga.

"Biar paul yang gendong Elsa!" Tangan Paul sudah terulur untuk menggendong Elsa.

Kami segera ke luar dari penginapan tersebut. Ketika Paman hendak membayar administrasinya, tidak ada seorang pun berjaga di meja resepsionis ataupun meja administrasi. Kosong melompong tak berpenghuni.

Paman meletakkan uang di meja tersebut dan segera bergegas ke luar rumah. Beruntungnya secara bertepatan orang bengkel datang untuk mengantarkan mobilnya.

"Ada apa, Pak? Kok terburu-buru?" tanya orang bengkel tersebut.

"Ah, biasalah, penghuninya enggak suka kalau kami singgah di sini," terang Paman sembari tersenyum hangat.

"Hm, jadi berapa, Mas?" tanyanya sembari mengeluarkan dompet.

"130 aja, Pak."

Paman segera membayar dan bergegas menyuruh kami masuk ke dalam.

"Sebenarnya Paman juga sudah merasakan sesuatu yang tidak enak ketika melihat villa itu dari luar. Paman pikir untuk sementara waktu saja tidak akan terjadi apa-apa. Ternyata malah seperti ini kejadiannya." Ia terlihat memijit pelipisnya perlahan.

"Euh, kita istirahatlah saja nanti di rest area, Paman. Dira sekalian ingin sholat isya," pintaku sembari mengulat karena sudah terlalu lelah.

Paman dan yang lainnya mengangguk setuju. Pegal sekali rasanya. Elsa sudah tersadar tapi ia dengan mudah kembali tertidur.

Tak butuh waktu satu jam, kini kami sudah sampai di rest area yang lumayan ramai. Aku memutuskan membangunkan Elsa dan segera mengajaknya pergi sholat dan memanjatkan doa agar perjalanan nanti takkan terjadi apa-apa lagi.

Paman dan Muhzeo yang baru selesai sholat pun menghampiri Paul yang menunggu di depan masjid.

"Makan dulu saja, yuk! Dira lapar," keluhku yang lapar karena tenaga yang sedari tadi benar-benar terkuras habis.

Paman mengangguk. Kami mencari makanan yang kami tuju. Aku dan Elsa pergi ke arah minimarket khusus yang berisi aneka makanan Jepang.

Aku mengambil sandwich ikan tuna, sushi ikan tuna, biskuit matcha, minuman matcha, dan membeli ramen siap saji sekaligus menyeduhnya. Tak lupa dengan beberapa bungkus samyang untuk persediaan selama perjalanan.

Aku dan Elsa segera menghampiri Paman yang sedang asik memakan mie aceh bersama dengan yang lain.

"Kau makan apa dira?" tanyanya sembari melirik ke arah barang bawaanku yang terlihat banyak.

"Ramen, Paman," sahutku sembari memperlihatkan deretan gigi putihku.

"Kebiasaan burukmu itu. Selagi masih ada makanan Indonesia, mengapa pilih makanan luar?" Ia menggelengkan kepalanya.

"Abisnya Dira suka," ujarku cengengesan.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Para pedagang malah semakin ramai menjajakan barang dagangannya. Memang benar, malam hari adalah puncaknya orang untuk beristirahat dan makan untuk mengganjal perut yang lapar karena kosong selama perjalanan. Dan tentu hal tersebut takkan disia-siakan oleh para pedagang.

Paman, Muhzeo, dan Paul sedang asik terlelap di dekat mushola, berusaha melepas lelah agar perjalanan sekitaran jam setengah sebelas nanti takkan membuat mereka mengantuk. Elsa sedari tadi hanya bermain tebak kata dan sesekali berpikir keras. Tak mengapa lah, yang penting ia bisa menyibukkan diri.

"Ikut tidur dulu, yuk, El!" ajakku kepadanya.

Ia mengangguk. "Yuk! Kebetulan aku sudah mengantuk," sahutnya.

"Pasang alarm jangan lupa. Takut kebablasan!" perintahku sambil terkekeh.

Akhirnya kami semua beristirahat tanpa ada gangguan apapun.

Semoga saja yah ....

To be continued ✨

Continue Reading

You'll Also Like

9K 1.8K 22
Femila merupakan gadis miskin yang serba kekurangan, sifatnya yang urakan sudah menjadi ciri khas dirinya, namun apa jadinya jika tiba-tiba dia terba...
190K 10.5K 35
Reina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begi...
34.4K 1.1K 40
Kisah tentang keluarga dan seorang pengasuh yang diteror oleh hantu penjaga anak kecil.
68.9K 10.9K 32
MATA BATIN 3 - Genre : Horor Romance. ____________________ #1 in Karya [28/03/2021] Kenyataan'nya Ervan berbeda. Dia pria yang di lahirkan dari garis...