Reminisce 1.5

Od mymoondust_

28.5K 2.8K 224

Reminisce 1.5 bukan merupakan lanjutan tapi side story dari cerita Reminisce, karena di story ini saya menuli... Více

Hari Pertama Sekolah
Pot Bunga
Rapat Mading
Salam
Random
Sebuah Kehangatan
Cemburu
Study Tour
Bandung (Part 1)
Bandung (Part 2)

Ini, Retta

3.1K 249 20
Od mymoondust_

Retta's Pov

Duniaku berubah ketika Tania hadir di dalamnya.

Aku adalah sang penjaga.

Aku juga sang penjanji.

Tapi aku tetaplah seseorang yang memiliki perasaan.

Aku tetap sebagai Retta yang punya hati dan juga rasa peduli.

That kissed in her room. Why? Why did she kiss me? Then why did I kiss her back?

I break that promise. I break someone's heart. Oh no, I break three hearts at the same time.

Tania, Jingga, dan Gista.

What would I do now? How am I suppose to act?

Semuanya berubah ketika Tania hadir dalam cerita hidupku. Hampir satu tahun ini aku sudah berusaha menjaga janji itu, janji dengan Gista. Tapi malam itu, aku melanggarnya. Ya, aku sudah melanggar janjiku sendiri. Seharusnya aku biarkan saja Tania mengecup bibirku tanpa harus aku balas kecupannya itu.

Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Apakah ini yang dikatakan orang-orang dewasa, kalau di umur aku ini, jiwaku masih sangat labil? Apakah ini yang dinamakan sebagai proses pencarian jati diri?

Tak hanya kecupan Tania di kamarnya sepulang dari kami menonton pertandingan basket. Jingga pun juga melakukan hal yang sama keesokan harinya di mobil pada saat kami baru saja sampai di depan rumah.

Aku tahu Tania punya perasaan lebih padaku. Aku tidak menyalahkannya karena memang aku memberikan perhatian yang berbeda padanya.

Aku juga tahu mengenai isi hati Jingga sejak ia menciumku. Rasa sahabat yang selama ini kami rasakan, kini mulai berubah. Jingga juga menyimpan perasaan itu padaku.

Sedangkan aku? Sampai saat ini aku masih bingung dengan hal apa yang sebenarnya aku inginkan.

Tania sudah kuanggap seperti adikku sendiri, dan aku juga masih memiliki janji itu dengan Gista.

Dan Jingga, dia sahabat terdekatku sejak kecil. Kami tumbuh bersama dengan saling peduli dan takut akan kehilangan masing-masing.

Satu bulan telah berlalu dari kejadian itu. Awalnya aku mencoba menjaga jarak dari Tania, tapi aku berusaha untuk bersikap seperti biasa, begitu pun ke Jingga.

"Kamu kenapa sih Ta? Beberapa minggu ini kelihatan muruuuung banget. Ada apa sayang?" tiba-tiba Mama datang menghampiriku yang sedang duduk seorang diri di halaman belakang rumah.

"Mama ngagetin Retta aja. Aku gak apa-apa kok," sahutku.

Mama menghela nafas. "Anak bontot Mama ini sudah semakin besar ya. Udah bisa simpen masalah sendiri," mama tersenyum mengerti padaku.

Aku juga ikut tersenyum. "Yaa, anggep aja Retta lagi ngalamin yang namanya pendewasaan diri Ma."

"Iyaaa, iyaaa. Kamu daritadi pulang sekolah tumben gak bareng Jingga? Lagi berantem ya?" tanya Mama lagi.

"Haha engga kok Ma. Tadi dia ada rapat mading kalo gak salah, terus aku langsung pulang deh. Tapi karena Mama nanyain Jingga, yaudah deh aku ke rumahnya sebentar ya Ma," ijinku.

"Yaudah sana gih, biasanya balik dari sana pasti kamu udah ceria lagi."

"Hehe Mama nih sok tahu. Yaudah, Retta ketemu Jingga dulu ya Ma."

"Iya sayaaang."

Aku masuk ke rumah Jingga hanya ada Mbak Tini sedang bersih-bersih. Aku ijin padanya untuk masuk ke kamar Jingga.

Namun ketika aku membuka pintu kamarnya, aku langsung kaget melihat siapa yang ada di dalamnya.

"Jing-gaaa..." aku menatap ke Jingga dan Tania yang sedang berpelukan secara bergantian.

Mereka berdua terlihat salah tingkah.

Aku memutuskan untuk kembali ke rumah saja. "Sorry, ganggu."

"Ta, tunggu," panggil Jingga sambil mengejarku.

"Ta, kok lo langsung pergi gitu aja?" Jingga menahan lenganku.

"Ya terus gue harus apa Dee? Gue gak mau ganggu waktu lo berdua."

Raut wajah Jingga terlihat panik. "Gue sama Ketan gak ada apa-apa kok."

Lho, kenapa Jingga bisa berpikiran ke arah sana?

"Maksudnya? Gue gak berpikiran lo ada apa-apa sama Ketan, cuma gue gak tahu aja kalo kalian udah sedeket ini. Anak satu sekolah gak ada yang pernah lo ajak masuk ke kamar kecuali gue dan Yura. Jadi wondering aja sih gue," sahutku santai.

"Ini semua gak sama seperti yang lo pikirin Ta," ucap Jingga lagi.

"Yaudah lo temenin Ketan, gue pulang," aku meminta Jingga untuk menemani Ketan yang tadi terlihat sedang menangis.

Ketika aku ingin berjalan keluar dari rumahnya, Jingga kembali memanggilku.

"Claretta, tunggu! Gue sayang dan cinta sama lo Ta," ucap Jingga dengan tegas dan sedetik kemudian ia langsung mencium bibirku ketika aku menoleh ke arahnya.

Deg... jantungku kali ini benar-benar berdebar lebih keras.

Ciuman ini rasanya berbeda dari ciuman kami di mobil malam itu.

Aku memundurkan sedikit tubuhku. "Dee?"

Jingga juga melakukan hal yang sama. "Eh, sorry Ta."

Kami berdua sama-sama memegang bibir masing-masing lalu menatap satu sama lain.

"Gue, balik dulu aja ya ke rumah," ijinku pamit.

"Iya Ta, gue juga ke kamar lagi ya temuin Ketan," sahutnya.

"Okay."

Aku kembali ke rumah dan duduk lagi di halaman belakang sambil memandangi langit malam ini.

Jingga, jika aku boleh jujur, ciuman tadi rasanya nyaman sekali. Dan aku masih saja memegang bibirku sambil mengingat kejadian barusan. Kalau di antara kami tumbuh perasaan lebih dari seorang sahabat, apa yang akan terjadi nanti? Dan Tania, bagimana perasaan dia jika mengetahui isi hatiku dan tentang janjiku itu dengan sepupunya sendiri.

"Retta..." tiba-tiba saja terdengar suara Jingga.

Aku menoleh. "Tania udah pulang?" tanyaku.

"Udah barusan. Lo kenapa jadi gelisah gitu sih? Apa yang lo sembunyiin dari gue Ta?" tanya Jingga.

Dari dulu aku memang paling tidak bisa berbohong padanya, kecuali tentang janji itu.

Akhirnya aku menjelaskan ke Jingga tentang beban pikiranku, namun tidak secara detail untuk mengenai janji itu.

Sampai pada Jingga bertanya padaku tentang perasaanku.

"Perasaan lo ke Ketan gimana?" tanyanya.

"Cuma lo yang bisa bikin gue nyaman," jawabku. Dan memang benar, aku menyadari kalau sampai detik ini hanya sosok Jingga yang bisa membuatku nyaman menjadi diriku sendiri di hadapannya.

"Gue gak ngerti maksud lo Ta."

"Someday you will get it."

Jingga terlihat tidak puas dengan jawabanku. "Hemm, okay."

Aku tersenyum.

"Oh iya Dee, tadi kenapa Tania nangis?"

"Someday you will know it," dia membalas perkataanku.

Aku menghela nafas. "Masih karena Ajeng?"

Tiba-tiba aku kepikiran cerita Jingga tentang Tania yang dijahili lagi sama senior-senior gila itu sampai lutut Tania terluka.

"Oh bukan karena itu kok."

"Emmm, Tania tau tentang hubungan lo dan Ajeng?"

"Engga, cuma lo yang tau Ta."

"Jadi Ajeng gak akan gangguin Tania lagi ya?"

"Yaaa, kayaknya sih. Dia pasti takut karena proyek bokapnya dia kan lagi di-review sama Papa. Dan lo tahu kan Ta, sekali gue bilang A ke Papa, pasti Papa bakal nurutin gue..." Jingga menghela nafas.

"Sebenernya sih gue gak mau pake cara ancem-anceman kerjaan orangtua ya. Cuma gue jengah aja sama kelakuannya si Ajeng ke Ketan. Biarin deh, biar dia kapok sekali-kali karena nge-bully junior."

Aku tersenyum bangga ke Jingga. "Lo emang selalu bisa diandelin Dee."

Obrolan kami kembali santai dan aku jadi penasaran kenapa Jingga berani menciumku tadi.

"By the way, lo tadi kenapa nyium gue di rumah deh? Kalo ada yang lihat gimana?" tanyaku sok santai, padahal aku ingin tahu sekali alasannya.

"Rumah gue lagi sepi kok, cuma ada si Mbak dan Ketan doang," jawabnya.

Aku berpikir sejenak. "Kalo tadi Ketan lihat gimana?"

Jingga terlihat baru menyadari sesuatu. "Oh My God, gue gak kepikiran ke sana. Gimana dong Ta? Gue gak enak banget sama Ketan."

"Gue harus ngomong sih sama Ketan," ucapku. Setidaknya Ketan harus tahu kenapa aku terlihat tidak peduli dengan ciuman kami waktu itu.

Tanpa berpikir panjang, aku pun langsung menuju ke rumah Tania.

Sesampainya di sana, Bunda Tania mempersialakanku masuk ke dalam kamar Tania.

Tania membukakan kamarnya dengan mata sembab serta air mata yang masih membasahi wajahnya.

Dia pasti tadi melihat aku dan Jingga berciuman.

"Kamu abis nangis?"

"Kenapa Kak?"

"Kenapa?"

"Iya, kenapa?"

"Kenapa apa Tan?"

Tania terlihat sangat berusaha menenangkan dirinya.

"Kenapa aku punya perasaan kayak gini ke kakak? Kenapa kakak terlalu baik sama aku? Kenapa seakan-akan kakak punya perasaan lebih ke aku?" Tania sudah tidak bisa lagi membendung tangisnya.

"Maafin aku Tan," ucapku lalu menjelaskan padanya kalau aku tidak bisa membalas perasaannya karena suatu hal.

Tania pun beranggapan kalau aku lebih memilih Jingga. Lalu aku menjelaskan padanya kalau aku tidak memilih siapapun.

Tania terlihat kecewa dan sepetinya belum bisa menerima penjelasanku.

Untuk ke sekian kali, aku membuatnya menangis. Aku menyakiti Tania, juga Jingga, hingga Gista.

I'm the worst person. I hate to be me in this kind of situation.

Aku gak pernah mau menyakiti perasaan seseorang, membuat hatinya terluka, bahkan menjadikan dirinya membenciku.

Maafkan aku Tan, Dee, dan Gista.

I deserve to be hated.

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

3.7M 236K 96
What will happen when an innocent girl gets trapped in the clutches of a devil mafia? This is the story of Rishabh and Anokhi. Anokhi's life is as...
674K 52K 34
"Why the fuck you let him touch you!!!"he growled while punching the wall behind me 'I am so scared right now what if he hit me like my father did to...
31.4K 504 24
This is a y/n story!! Summer of 2011. Y/n's family goes on a cruise and meets nick. they became friends on the cruise, but sadly things come to the...
67.9K 2.5K 13
karlie kloss is the cheer captain. taylor swift is known as the lesbian who has an obsession with karlie kloss. need i say more? kaylor au inspired b...