Reminisce 1.5

By mymoondust_

28.5K 2.8K 224

Reminisce 1.5 bukan merupakan lanjutan tapi side story dari cerita Reminisce, karena di story ini saya menuli... More

Hari Pertama Sekolah
Pot Bunga
Rapat Mading
Salam
Random
Sebuah Kehangatan
Cemburu
Study Tour
Bandung (Part 1)
Ini, Retta

Bandung (Part 2)

1.8K 227 31
By mymoondust_

Jingga's Pov

Hari ini sungguh melelahkan. Setelah mengunjungi Boscha, kami melanjutkan perjalan ke Kawah Putih lalu ke Situ Patenggang. Akhirnya kami pun sampai di penginapan sekitar jam 5 sore.

Kami turun satu persatu dari bus kelas masing-masing. Ada yang terlihat lelah, ada yang tetap tertawa bersama teman-temannya, ada juga wajah-wajah bahagia karena bisa study tour bareng pacarnya.

"Jingga, gue ambil kunci kamar kita ke Bu Ani bareng Shinta dan Della ya," ucap Shella ketika aku baru saja keluar dari bus.

Oh ya, pada study tour ini satu kamar berisi empat orang dari satu kelas yang sama. Dua hari sebelum berangkat, kami mengambil undian untuk mendapatkan nama teman sekamar. Untung aku bareng Shella karena aku tidak terlalu akrab dengan Della dan Shinta.

"Kenapa kalian bertigaan doang ambil kuncinya? Bareng aja," kataku.

"Tuh," sahut Shella sambil menatap ke arah kiriku.

Aku menoleh ke arah tersebut dan sudah ada Retta tersenyum.

Aku sedikit menghela nafas, "kenapa Ta?"

"Hehe gak apa-apa. Ini, gue cuma mau balikin earphone yang tadi gue pinjem," Retta menyodorkan earphone milikku.

"Oh iya, thanks Ta," sahutku.

Tanpa menunggu lama, Retta pamit pergi. "Yaudah, gue duluan mau nyusul Tira ke kamar ya."

"Iya."

Lalu, aku dan Shella berjalan di belakang Della dan Shinta yang asik mengobrol.

"Eh Ngga, Retta tuh udah punya cowok belum sih?"

"Belum Shell, kenapa tiba-tiba nanya gitu?"

"Oh, engga, gak apa-apa kok, gue cuma penasaran aja. Abisnya Retta itu kan dikenal sama satu sekolah, jago olahraga, pinter juga, cantik iya, gayanya asik, orangnya supel, kok ya dia gak punya cowok ya? Seinget gue, waktu kita kelas X, Retta kan sempet digosipin pacaran sama Kak Reno. Itu bener gak sih Ngga?" tanya Shella.

"Haha lo kayaknya merhatiin Retta banget Shell sampe detail gitu ngejabarinnya."

"Haha gak gitu, cuma ya semua orang tau lah Retta kayak gimana orangnya."

"Emmm, ya gue setuju sih sama penjabaran lo tadi tentang Retta. Tapi, kalo untuk kabar dia pacaran sama Kak Reno, itu cuma gosip aja kok."

"Oooh gitu. Tapi Ngga, sebenernya Retta suka gak sih sama cowok?" Shella menurunkan volume suaranya.

Aku diam sejenak. "Haha, masih lah Shell. Lo ada-ada aja deh mikirnya," jawabku.

"Hemmm, padahal dia cocok banget kalo sama lo Ngga."

"Apa deh? Haha ngaco lo," jawabku mencoba untuk tetap terlihat santai.

"Serius gue Ngga. Nih ya, dia protektif banget sama lo, dia perhatian, dia ngintilin lo, dan beberapa kali gue perhatiin, ketawa dia sama tatapannya beda gitu ke lo."

Aku menepuk pelan bahu Shella. "Haha gak usah ngaco deh lo. Gue kan sama dia sahabatan udah dari bayi Shell. Mungkin karena itu kita kelihatan jadi deket banget."

"Hemmm ya, iyaaa. Sahabat rasa pacar yaaa," goda Shella.

"Hahaha ada-ada aja lo ah."

Apa yang aku khawatirkan ternyata benar. Beberapa orang di sekitarku dan Retta pasti punya pemikiran seperti yang baru saja Shella ceritakan. Lalu aku harus bagaimana?!

*

*

*

Jam makan malam

Setelah selesai bersih-bersih di kamar masing-masing, kami semua dipanggil untuk makan malam di aula gedung ini.

Aku, Shella, Shinta, dan Della berjalan bersama menuju aula. Tiba-tiba Shella ijin untuk makan malam bersama pacarnya. Tinggalah kami bertiga, dan aku merasa Shinta dan Della sepertinya asik dengan obrolan mereka.

Aku pun memutuskan untuk menjaga jarak dan berjalan di belakang mereka berdua sambil mencari Retta di ruangan ini.

"Hai Jingga," tiba-tiba saja terdengar suara seorang cowok menyapaku.

Aku menoleh ke belakang, "oh, lo Yan."

"Sendirian?" tanya Adrian.

"Engga," jawabku singkat.

Duh sial, Della dan Shinta ternyata udah jalan cukup jauh dariku.

"Mana bodyguard lo?"

"Bodyguard? Siapa?"

"Your lovely best friend, Claretta," jawabnya dengan nada ejekan.

Aku hanya menatapnya dengan wajah datar.

"Lo mending cari temen gih Yan, daripada urusin orang lain terus," ucapku sambil berjalan.

"Jutek banget sih Jingga. Makan malem bareng gue aja yuk," Adrian mengikuti langkahku.

"No, thanks."

"Ayo, daripada sendirian gini," ajaknya.

"Thanks Adrian, lo ajak cewek lain aja sana."

"Lo kan tau Ngga, gue suka sama lo dari kelas X."

"Iya gue tau, dan lo juga suka sama cewek-cewek lain dari lo kelas X."

"Berapa kali sih mesti gue jelasin kalo gue ke mereka tuh cuma main-main, tapi gak untuk lo."

Aku menghentikan langkahku, "stop Yan."

Sebelah tangan Adrian memegang lenganku. "Kenapa sih lo gak percaya sama gue?"

Aku mencoba melepaskan lenganku dari pegangannya. "Kita udah pernah bahas ini kan? Please, stop gangguin gue."

Adrian kembali memegang erat lenganku. "Kasih gue kesempatan satu kali lagi untuk buktiin betapa seriusnya gue sama lo."

Aku menghela nafas. "Yan, gue minta baik-baik untuk lo gak gangguin gue lagi."

Dia ikut menghela nafas. "Kenapa sih? Waktu itu lo mau gue ajak jalan, lo mau gue ajak dinner di luar. Kenapa Ngga? Semua karena omongan Retta tentang gue ke lo kan? Lo jadi berubah."

"Bukan karena Retta, tapi emang gue lihat sendiri gimana ganjennya lo ke yang lain, termasuk ke Tania."

Adrian tersenyum penuh arti. "Come on Ngga, kan udah gue bilang gue cuma main-main sama mereka."

"Udah ah Yan, gue males ladenin lo. Gue mau ke aula," aku menepis tangannya lalu berjalan meninggalkan dia.

Adrian kembali menahanku dengan memegang erat lenganku.

"Mau apa sih Yan?" tanyaku lelah menghadapi manusia keras kepala ini.

"Balik ke Jakarta, ijinin gue untuk ngajak lo nge-date sekali lagi," pintanya.

"No, Adrian!" Nada suaraku sudah mulai meninggi.

"Kenapa sih lo gak mau kasih gue kesempatan lagi?" Adrian balik bertanya.

Belum sempat aku menyahutinya, tiba-tiba tangan Adrian ditarik oleh seseorang hingga terlepas dari lenganku. Dan aku tidak menyangka, kalau dia adalah Dhea.

"Kak Adrian sorry, gue ada urusan urgent sama Kak Jingga," ucap Dhea sambil menggennggam tanganku dan berjalan terburu-buru meninggalkan Adrian.

Aku hanya menatap wajah Dhea tanpa bisa berkata apa-apa.

Kami pun sampai di depan aula dengan tangan Dhea masih menggenggam tanganku.

Dhea membalikkan tubuhnya lalu menatapku.

Aku balik menatapnya lalu melihat ke arah tangan kami.

"Oh, oh sorry Kak Jingga," ucap Dhea sambil melepaskan pegangannya.

Aku tersenyum, "iya gak apa-apa Dhe."

Dhea terlihat salah tingkah. Dia celingak-celinguk tanpa berani menatap mataku sambil menggaruk tengkuk lehernya.

"Jadi, ada urusan urgent apa, Dhea?" tanyaku.

"Oh, emmm, gak-gak ada sih Kak, hehe," jawabnya salah tingkah.

Aku mengerutkan dahi, "lalu?"

"Ah, emm, gue, gue cuma gak suka aja lihat Kak Adrian tadi gituin Kak Jingga."

Aku mengerutkan dahi. "Emang lo dari kapan lihat gue sama Adrian di tempat tadi?"

"Da-dari ya dari Kak Adrian ngomongin Kak Retta. Pokoknya, gue gak suka lihat Kak Adrian kasar gitu ke Kak Jingga. Maaf ya Kak, tadi gue asal pegang tangan kakak dan jalan buru-buru ke sini," ucap Dhea yang akhirnya dia berani menatap mataku.

Aku tersenyum. "Terima kasih ya Dhea, lo udah tolongin gue untuk kabur dari si Adrian.

Dhea juga tersenyum. "Iya Kak sama-sama."

"Emmm, lo gak makan malem?"

"Oh ini mau makan Kak. Kak Jingga mau bareng?" tanya Dhea.

"Lo kok tumben gak bareng sama temen-temen sekelas lo?" aku malah balik bertanya.

"Mereka udah duluan Kak, termasuk si Ketan. Sekarang lagi pada main tuh di kamar gue, terus cuma gue doang yang belum makan karena tadi abis ditlp sama nyokap."

"Oh gitu. Gak apa-apa kalo gue bareng sama lo?"

"Ya, gak apa-apa banget sih Kak. Tapi, kok Kak Jingga tumben gak bareng sama Kak Retta?"

"Tau tuh dia ke mana, hpnya gak aktif."

"Oh gitu, yaudah Kak, yuk ambil makanan."

Dan akhirnya aku malah makan malam bersama dengan Dhea. Dia juga tadi tanpa disangka malah menolongku dari si Adrian. Aku pikir orang yang narik tangan Adrian itu Retta, gak taunya justru Dhea.

Aku bisa melihat wajahnya yang agak sedikit takut ketika tadi menarik tangan Adrian. Mungkin dia merasa tidak enak, makanya dia beralasan ada urusan penting denganku. Ternyata Dhea sama kayak Tania, sama-sama orang baik.

Aula ini terbilang sangat besar. Aku pun sampai tidak bisa menemukan Shella atau teman sekelas Retta yang bisa aku tanyai.

Aku dan Dhea menyantap makan malam kami sambil diselingi obrolan santai mengenai mading. Ini sepertinya sudah beberapa kali aku mengobrol berdua dengannya. Anak ini sangat asik diajak sharing tentang berbagai hal.

Setelah selesai, kami diminta untuk beristirahat di kamar masing-masing karena besok pagi-pagi sekali kami akan kembali melanjutkan study tour.

Kamar kelas X ada di gedung sebelah selatan yang berseberangan dengan gedung kamar kelas XI. Aku dan Dhea berpisah di tengah halaman di antara gedung kamar kami.

"Thanks ya Dhe untuk yang tadi," ucapku.

"Iya Kak Jingga, sans aja, hehe. Night Kak," sahutnya sambil melambaikan tangan.

Aku kembali membuka telpon genggamku. Tidak ada notifikasi sama sekali dari Retta. Pesanku juga belum terkirim. Retta ke mana sih?!

Aku pun memutuskan untuk kembali ke kamarku. Shella, Della, dan Shinta sedang asik bermain LUDO. Aku akhirnya ikutan main dengan mereka sampai tidak terasa kalau waktu sudah menunjukkan jam 10 malam. Satu persatu di antara kami mulai tertidur.

Ketika aku tengah membenarkan bantal, tiba-tiba ada suara ketukan dari pintu.

"Siapa sih malem-malem gini?" gerutuku dalam hati.

"Dee, Adeeva," terdengar suara Retta dari balik pintu.

Dengan gerakan perlahan, aku membuka pintu kamar lalu menutupnya untuk berbicara dengan Retta.

"Ke mana aja sih lo?" tanyaku berbisik dengan nada sebal.

"Sorry, tadi gue abis makan di luar hehe."

Aku menatapnya tajam lalu aku mencubit perutnya dengan kencang.

"Aawwww," ringisnya menahan sakit.

"Jangan bikin gue khawatir bisa gak sih?" tanyaku masih dengan volume suara yang pelan.

"Iya maaf. Tadi hp gue lowbet, belum sempet gue cas, dan powerbank gue dipinjem Ayunda belum dibalikin," jawabnya dengan ekspresi masih menahan sakit. Sepertinya aku terlalu kencang mencubit Retta.

"Lo tau gak sih daritadi gue nyariin lo?"

"Iya Dee, sorry."

Aku menghela nafas. "Terus lo mau ngapain sekarang ke kamar gue?"

Retta tersenyum, "ambil jaket lo yang tebel gih."

"Mau ngapain?"

"Udah buruan ambil," jawabnya berbisik.

"Yaudah, tunggu bentar. Jangan aneh-aneh lo ya!"

"Iyaaa."

Aku kembali masuk ke dalam kamar lalu mengambil jaket.

Retta mengajakku berjalan keluar dari gedung kamar.

"Sini tangan lo," ucap Retta lalu ia menggengamku erat, rasanya sangat hangat.

"Mau ke mana sih?"

"Gak jauh kok."

"Nanti kalo ketahuan guru gimana?"

"Gak akan, udah tenang."

"Lo tuh kebiasaan ya dari dulu setiap study tour pasti keluyuran."

Kami berjalan menuju gerbang masuk penginapan kami.

Aku menarik tangannya. "Ta, seriously, mau ke mana?"

"Udah tenang aja Dee. Ayo ikut, gue janji sebelum jam 12 kita udah ada di kamar lagi."

"Awas lo ya!"

"Iyaaa."

Kami jalan mengendap-endap menuju gerbang. Ketika ingin keluar, penjaga gerbang ini menghampiri kami.

"Ah tuh kan, pasti bakal ketahuan. Retta bener-bener cari masalah aja deh ah," gerutuku dalam hati.

Aku sudah memikirkan berbagai alasan jika ditanyai oleh penjaga ini.

"Jadi neng?" tanya bapak tersebut ramah ke Retta.

"Jadi kang, sebentar aja ya saya ke sana," jawab Retta.

"Iya neng, jangan terlalu larut malam ya."

"Siap kang."

Aku hanya bingung melihat mereka berdua. Lalu kami pun keluar dari penginapan ini, dan Retta mengajakku jalan ke sebuah warung rumahan yang jaraknya sekitar 1km dengan bermodalkan senter yang dia bawa.

Jalanan di sini ternyata tidak begitu sepi, masih ada beberapa orang yang berlalu-lalang.

Kami pun sampai di warung tersebut. Lalu Retta berbicara ke seorang Ibu penjaga warung.

"Ibu, mau pesan cokelat panasnya 2 ya sama jagung bakarnya juga 2."

"Iya neng, ditunggu ya," jawab si Ibu ramah.

"Iya Bu."

Retta kembali menggenggam tanganku dan berjalan ke arah belakang warung ini.

"This is for you," ucapnya.

Aku mengerjapkan mata memandangi lampu-lampu kota Bandung dari puncak dengan ditemani cahaya bintang yang cukup banyak di malam ini. Sungguh pemandangan yang memanjakan mata. Aku tidak menyangka kalau ada tempat seperti ini tidak jauh dari penginapan kami.

"So beautiful," ucapku masih berdiri memandangi kota Bandung.

Aku diam sejenak merasakan dinginnya angin malam ini, heningnya suasanya di sekita sini, dan tiba-tiba tanganku kembali digenggam oleh hangatnya tangan Retta.

"Thanks for bring me to this place Ta." ucapku lagi.

"My pleasure, Dee," sahutnya.

Tiba-tiba seseorang datang.

"Misi neng, ini cokelat panas dan jagung bakarnya," ucap Ibu penjaga warung tadi sambil menaruh pesanan kami di atas kursi yang terbuat dari pohon bambu.

"Oh iya Ibu, hatur nuhun," sahut Retta.

"Sami-sami neng."

"Duduk yuk Dee," ajaknya.

"Emmm, gue play lagu ya biar gak sepi-sepi banget, hehe," ucap Retta lagi sambil mengeluarkan iPod miliknya.

Kami mulai menikmati hot chocolate dengan ditemani pemandangan yang indah.

"Dee," panggil Retta.

"Ya?" aku menoleh ke arahnya.

"Maaf ya."

"Untuk?"

"Maaf, tadi pas lo digangguin Adrian gue gak ada di samping lo."

"Lo tau dari mana?"

"Tadi dari Dhea."

"Oh, iya gak apa-apa Ta."

"Sorry juga gue udah bikin lo khawatir."

"It's okay, yang penting lo gak apa-apa."

"Maafin gue ya Dee udah seenaknya aja keluyuran tanpa kasih tahu lo dulu."

Aku tertawa kecil, "haha tahun lalu juga lo kayak gini."

Retta tersenyum memperlihatkan jajaran giginya, "hehe iya yah?"

"Iyaaa."

Raut wajah Retta kembali terlihat serius. "Gue selalu bikin lo khawatir ya Dee?"

"Kalo udah tau, kenapa nanya?"

Retta diam sejenak. "Tapi kali ini gue bener-bener nyesel tadi pergi gitu aja."

"Kenapa?"

"Iya, karena gue gak bisa di samping lo waktu si Adrian gangguin lo."

Aku ikut diam.

"Sorry Dee."

Aku menghela nafas, entah sudah yang ke berapa kali. "Lo lagian ngapain sih pergi gitu aja tanpa kasih kabar?"

"Iya, tadi tuh gue iseng jalan-jalan sendirian terus ngobrol sama penjaga penginapan. Eh gue BM mau beli roti bakar, si Kang Asep, yang jaga itu kasih tau ada warung di sini. Yaudah deh gue jajan ke sini tadi."

"Terus kenapa lama banget?"

"Iya, gue tadi mikirin tentang kita."

"Maksudnya?"

Retta kembali menatapku. "Gue tau kok lo agak risih dengan sikap gue yang mungkin terkadang berlebihan. Gue tau lo worry sama anggapan temen-temen tentang hubungan kita, ya kan?"

Aku menundukan kepala. "Emmm..."

"Gak usah dijawab Dee, gue udah tau kok. Makanya gue daritadi mikirin itu. Apa... baiknya... kita..." Retta menggantungkan kalimatnya.

"Kita... apa Ta?" tanyaku.

"Kita, jaga jarak?"

"Maksud lo?"

"Gue tadi kepikiran, apa sebaiknya gue beneran jaga jarak sama lo biar lo gak khawatir lagi dengan tanggapan orang-orang."

Aku memandangi wajahnya.

Retta menarik nafas. "Apa gue harus pindah sekolah biar lo gak mesti ketemu gue tiap hari di sekolah Dee?"

"No, Retta!"

"Ya, tapi, kan lo gak suka sama tanggepan yang lain."

Aku menaruh gelas minumku. "Engga Retta. Gak gitu caranya."

"Ya, lalu gue mesti gimana?" jawabnya dengan wajah memelas.

Setetes air mata jatuh di wajahku. "Jangan jauhin gue."

Retta masih memandangi wajahku.

"Jangan jauh dari gue Ta. Gue butuh lo," ucapku lagi.

"Tapi, kalo ada gue di samping lo terus, nanti gimana pemikiran anak-anak yang lain Dee?"

"Gue udah gak peduli. Gue cuma mau lo ada terus di samping gue Ta," air mataku kembali jatuh.

Sebelah tangan Retta mengusapnya, lalu ia menarik tubuhku ke dalam pelukannya.

"Maafin gue udah bersikap seakan-akan gue gak suka ada lo di samping gue. Gue gak mau dan gue gak bisa jauh dari lo Ta," isakku.

"Sstttt, iyaa Dee, gue akan selalu ada untuk lo kok. Gue gak akan ninggalin lo, apalagi kayak tadi." Retta mencoba menenangkanku.

"Jangan pernah tinggalin gue ya Ta," ucapku lagi.

"Iya Jingga."

"Janji?"

"Iya, gue janji..."


Dan itulah janji kami berdua ketika kami masih di kelas dua SMA.

Di Bandung, ditemani angin malam yang dingin dan di bawah terangnya barisan bintang yang semakin membuat suasana malam itu semakin indah, bersama Retta, sahabatku tersayang.

Continue Reading

You'll Also Like

1.3M 31.1K 46
When young Diovanna is framed for something she didn't do and is sent off to a "boarding school" she feels abandoned and betrayed. But one thing was...
1.1M 28.9K 41
While moonlighting as a stripper, Emery Jones' mundane life takes a twisted and seductive turn when she finds herself relentlessly pursued by reclusi...
581K 31.2K 20
𝐒𝐡𝐢𝐯𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 𝐱 𝐑𝐮𝐝𝐫𝐚𝐤𝐬𝐡 𝐑𝐚𝐣𝐩𝐮𝐭 ~By 𝐊𝐚𝐣𝐮ꨄ︎...
3.8M 159K 62
The story of Abeer Singh Rathore and Chandni Sharma continue.............. when Destiny bond two strangers in holy bond accidentally ❣️ Cover credit...