Ten Rumors about the Mute Girl

De fibiway

264K 26.7K 2.3K

Orang-orang bilang ada gadis bisu di rumah itu. Dan akhirnya aku tahu bahwa itu benar setelah kejadian dimana... Mai multe

0.0 | copyright
epigraph
prologue
1 | people said, the house is haunted
2 | people said, she is from the other city
3 | people said, the carpenters have often moved house because 'she' is mute
4 | people said, they are anti-social family
5 | people said, Julia is a whiny girl
6 | the beginning
7 | the warming party
8 | why Mrs. Carpenter gets mad?
9 | the taro flavor
10 | Seth, the stalker
11 | Seth and the truth
12 | why Mrs. Carpenter gets mad? (pt.2)
13 | a middle-aged man asked us about the Carpenters' house
14 | what the hell?
15 | she; a gone girl
16 | ten rumors about the mute girl and her family
17 | Mom said that she will try
18 | but Mom never trying
19 | the Carpenters' truth
20 | a girl who was slapped
21 | what happen; why Penelope calling?
22 | Julian
24 | stupidity
23 | a big confusion
25 | a stranger
26 | he is the hero, again
27 | Herbert Carpenter
28 | she said she really sorry for her father
30 | a ticket, to Iceland
31 | me, and the sun, and the girl-who-will-go to reach her dream
32 | the truth, but not the whole truth
33 | the truth happened later, i think it's the end
34 | too late to say goodbye
35 | everything's back to normal, like when the girl has not come yet
36 | new neighbor, isn't it?
37 | yeah, they are gone
38 | a diary
39 | page 1, 30 November
40 | page 2, 3 December
41 | page 3, 10 December
42 | page 4, 12 December
43 | page 5, 15 December
44 | page 6, 28 March
45 | page 7, 30 March
46 | page 8, 31 March
47 | page 9, 3 April
48 | page 10, 30 May
49 | "nothing ever goes away..."
50 | "...until it teaches us what we need to know."
epilogue
[ author's note ]

29 | the day with them

3.9K 426 85
De fibiway

Mom benar-benar serius ketika dia bilang aku akan dihukum. Hari ini sepulang sekolah, Mom mendorongku masuk kamar lagi tatkala aku hendak keluar rumah begitu aku menjawab pertanyaannya bahwa aku ada urusan dengan teman-teman. Mom tahu aku bohong; sebenarnya saja, aku akan ke rumah Julia dimana nantinya berkeliling kota dan bukannya berurusan dengan teman-teman kelasku karena, hei, ingatlah aku bahwa sekarang ini tidak ada teman selain Julian, Penelope, dan... Seth—oh sialan, adikku itu merangkap adik sekaligus teman. Aku bertanya-tanya mengapa Mom-ku melakukan hal naif kepada anaknya sendiri meskipun ini hanya sekadar hukuman-di-kamar. Mengapa aku? Mengapa tidak Seth saja?

Ponsel pintarku bergetar dan menyala, menampilkan foto jelek Julian di layarnya beserta nama kontak Julian; Wreck it Julian. Sewaktu kutekan tombol hijau, bukannya suara suara Julian yang kudengar, melainkan Penelope yang bicara. Sial, mereka pasti telah lama menunggu sementara aku hanya berdiam diri di kamar.

"Jason, hei! Di mana kau? Ini sudah jam tiga. Katanya kau mau mengajak kita jalan-jalan?!"

Ya, aku memang menyuruh Julian membawa mobilnya ke rumah Penelope untuk jalan-jalan keliling pusat kota. Hanya saja, aku tidak bilang akan ada Julia yang ikut serta karena kupikir, mereka berdua pasti tidak siap. Oh, parah sekali pasangan konyol itu.

Aku hanya mengatakan bahwa aku tiba sebentar lagi ke sana tanpa memberitahu jika aku sedang dikurung-di-kandang-menyebalkan ini karena Mom. Setelahnya, telepon kututup, meninggalkan nada sambungan terputus di lubang pengeras suaranya.

Jempolku mengetikkan pesan singkat ke nomor kontak Seth, berisi kalimat dimana aku menyuruhnya agar segera ke kamarku untuk berjaga-jaga kalau-kalau Mom tiba-tiba masuk kamarku. Dan oh, kalimat terakhir, aku juga minta maaf padanya karena kurasa Seth memang tidak seharusnya pergi bersamaku karena kalau sampai kejadian, akulah yang akan dirutuki Mom. Hampir lima menit Seth tidak membalas pesanku hingga aku akhirnya memutuskan untuk berganti pakaian dengan sweater dan jeans hitam; omong-omong minggu ini masih musim gugur dimana udara memang cukup dingin dan sebentar lagi bulan Desember—musim dingin akan segera datang. Waktu aku selesai dengan sneakers merahku, tanpa pikir panjang kupanjat jendela dan melompat keluar. Tidak buruk, dan kurasa rasa takutku terhadap ketinggian selama ini mulai berkurang semenjak aku memanjat rumah Carpenter kala aku menelusup ke kamar Julia waktu itu.

Kedua kakiku mendarat sempurna di atas rerumputan dengan tumpuan lutut yang agak menekuk. Tidak ada jendela dinding yang berhadapan langsung denganku sehingga kupikir hampir tidak ada kemungkinan Mom tahu bahwa anak laki-lakinya ini kabur. Dan ya, semuanya berjalan mulus hingga aku akhirnya melompati pagar sebelum sesudahnya pun sampai di depan pintu rumah Julia, dan mematung. Sialan, aku rupanya tidak punya cukup keberanian menghadapi Nyonya Carpenter dan suaminya untuk menjelaskan alasan yang logis supaya mereka mengizinkanku mengajak Julia jalan-jalan. Parah, lima detik kubuang sia-sia di depan pintu tanpa menyentuh permukaan kayunya sama sekali.

Yang terjadi setelahnya, diriku kembali melakukan hal bodoh; memanjat atap di mana kamar Julia berada, seperti yang sudah-sudah. Perbuatanku sempurna; tidak ada yang melihatku mengendap-endap, menjangkau genteng, dan mengetuk permukaan kaca jendela Julia. Semuanya berjalan lancar hingga akhirnya Julia yang tadinya sedang melakukan sesuatu—memegang buku, membaca atau menulis... atau apa pun itu—pun menyadari kehadiranku di luar kamarnya secara tiba-tiba. Aku bisa tahu ada rasa kecemasan yang amat berarti kala kulihat wajahnya yang setengah kaget dan ketakutan ketika membuka jendela. Ah, pasti ia takut terhadap orangtuanya sendiri jika tahu ada anak laki-laki menerobos masuk kamar Julia tanpa sepengetahuan mereka.

"Jadi tur bersama kami?" tawarku, dengan senyum penuh ketika aku masih bertengger di pinggiran jendela.

Jemari mungil Julia memainkan gerakan-gerakan dan itu cukup panjang sekali dan juga cepat; jelaslah aku tidak tahu apa maksudnya. Julia mengetahui ketidakpahamanku lewat ekspresi wajahku. Sejurus kemudian ia mengambil book note andalannya dan langsung menuliskan sesuatu.

Bagaimana dengan Mom-ku?

Langsung kujawab, "Kau akan kami pulangkan tidak lebih dari jam enam. Tenang saja," seringaianku muncul begitu saja seolah ini sistem otomatis ketika pikiranku mulai berakal licik. "Julian ada di rumah Penelope sekarang, dan oh, Seth tidak jadi ikut karena—"

"Ya!"

A-Apa aku tidak salah dengar? Julia barusan bicara 'ya' meskipun dalam artikulasi yang tidak jernih? Dan kemudian, kutahu bahwa itu artinya gadis itu mau sungguhan dalam artian, dia sangat ingin melakukan tur keliling kota! Julia antusias mengangguk bahagia, berulangkali, disertai senyuman penuh kepuasan di bibirnya. Selama sepersekian detik kala aku melihat wajahnya, aku menyadari sesuatu yang salah—tidak, bukan itu maksudku. Julia tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Dulu, aku hanya sering menjumpai sorotan sendu dari wajahnya tanpa semangat sedikit pun. Tidak ada kilatan-kilatan kebahagiaan seperti sekarang ini. Satu hal yang kumengerti sekarang, Julia... jarang sekali terlihat bahagia, terlebih ketika ibunya mengekangnya terus-terusan di rumah. Juga... mengingat kejadian-kejadian itu—kejadian Nyonya Carpenter sengaja menyembunyikan keberadaan Julia dan mengatakan bahwa Julia telah menghilang dari rumah serta saat wanita itu menampar anak gadisnya sendiri—membuatku berpikir, Julia memang tidak pernah tidak merasakan lara.

---

Aku sudah lupa berapa jam lamanya kami berada di College Mall—sebuah pusat perbelanjaan di Bloomington, sekitar dua belas kilo dari rumah—karena sejak kedatangan kami mulai pukul empat sore tadi, Penelope banyak sekali menuntut sementara Julian hanya bisa menurutinya. Mau tidak mau, aku dan Julia hanya bisa mengekor di belakang mereka saja untuk menghindari kalau-kalau kami nantinya malah terpisah dan itu menimbulkan satu masalah baru lagi.

Selama kami bersama, di antara Penelope dan Julia tidak ada yang saling mengajak bicara. Kupikir mereka masih mempunyai gejolak perang dingin akibat tindakan Penelope beberapa minggu lalu; meneror sepuluh rumor untuk Julia dan hal itu—kurasa—cukup membekas di hati Julia karena selama jalan-jalan, aku tidak pernah mendapati Julia berani menatap mata Penelope. Yah, itu semacam ketakutan tersendiri baginya, dan aku tahu itu, aku bisa merasakannya seolah aku adalah seorang psikolog perasaan seseorang kelas rendahan.

Julian menggodaku untuk mewarnai rambutku namun kutolak ketika anak itu dan Penelope sedang menikmati pijatan lembut di kepala (yang merupakan bagian dari paket perawatan rambut yang mereka ambil). Ah sial, lagi-lagi Julian mau-maunya dipaksa Penelope untuk mengecat rambutnya jadi warna putih. Kubilang padanya—sebelum Julian jadi merealisasikan 'mengecat rambut'—kupikir itu tidak akan ada gunanya jika diaplikasikan untuk Julian karena hei, bahkan rambut Julian sudah berwarna pirang dan untuk apa juga dicat putih? Itu sama saja dengan ketika kau menebalkan esai dengan pulpen yang tadinya malah sudah kau tulis hanya dengan pensil.

Sementara Penelope dan Julian berbaring di ruangan perawatan salon sebelah sana, aku dan Julia hanya menunggu di ruang bagian depan, dekat pintu keluar. Sederhana saja, tidak ada pembicaraan di antara kami—maksudku, aku benar-benar khawatir ini sudah jam berapa. Oh sial, pukul tujuh ketika aku mengecek layar ponsel. Sewaktu aku melihat ke wajah Julia, bukannya gelisah yang kudapati di sana, melainkan... rasa bahagia—persis dengan wajahnya ketika aku menculiknya pergi lewat jendela kamarnya sore tadi. Apa yang membuat Julia bahagia? Maksudku, kami bahkan hanya minum milkshake dan makan beberapa pizza serta makanan berbau roti lainnya lalu bermain game laga di pusat permainan, dan setelahnya cuma berujung di sini, di kursi tunggu salon perawatan rambut—oh sial, sungguh menyebalkan.

Kutanya Julia apakah dia ingin membeli sesuatu atau tidak, namun ternyata gadis itu hanya menggeleng cepat. Aku sadar dan tahu bahwa aku mengingkari janji pada diriku sendiri; seharusnya aku memulangkan Julia tidak lebih dari pukul enam, dan sekarang sudah pukul tujuh lewat seperempat dan proses keramas rambut Julian dan Penelope masih belum selesai sementara itu Julian si konyol masih akan mengecat rambutnya. Oh, sialan... Akan pulang jam berapa kami? Maksudku, kami; aku dan Julia.

---

Mobil Julian tiba tepat di pelataran rumah Penelope. Aku sengaja menyuruhnya parkir di sini dengan alasan bahwa aku takut jika Mom-ku tahu bahwa aku kabur dari rumah (padahal yang sebenarnya kukhawatirkan adalah Julia; mengenai bagaimana reaksi ibunya jika tahu anak gadisnya keluar rumah tanpa sepengetahuannya) meskipun malam ini adalah Sabtu malam di musim gugur tahun ini.

Aku langsung membukakan pintu mobil untuk Julia sebelum setelahnya bilang selamat tinggal dan selamat malam untuk Julian dan Penelope. Tidak ada yang benar-benar peduli dan menyadari di antara Julian maupun Penelope mengapa aku dan Julia buru-buru sekali pulang padahal—menurut sebagian besar orang—setengah delapan belum terlalu malam dan hei, justru itu waktu yang tepat untuk berangkat hangout.

Sewaktu aku mengetukkan pintu untuk Julia, seseorang dari dalam langsung membukakan pintu. Nyonya Carpenter, melayangkan tatapan sinis ke arahku sebelum kemudian ia bertanya dari mana saja kami yang mana kujawab dari pusat perbelanjaan kota. Tidak ada perbincangan lagi antara aku dan Nyonya Carpenter karena wanita itu langsung menarik—atau lebih tepatnya merebut paksa—Julia dariku. Pintu ditutup dengan gerakan cepat oleh Nyonya Carpenter. Namun sebelum aku terhalangi oleh pintu kayu, wajah Julia yang bersembunyi di belakang punggung ibunya, bisa kulihat sekilas dari tempatku, sorotan sendu dan kelam. Kilauan-kilauan bahagia itu sudah tiada lagi, menyisakan rasa ketakutan di wajah Julia, dan aku tahu, setelah ini, gadis itu pasti dilarang berbuat sesuatu di luar pantauan Nyonya Carpenter.

Aku masih mematung di depan pintu ketika benda kayu itu sudah benar-benar ditutup lalu senyap setelahnya. Saat ini aku malah membayangkan kemarahan Nyonya Carpenter terhadap anak gadisnya. Sejenak, aku tambah merasa kasihan sekaligus bersalah karena memang ini semua adalah ide bodohku. []

Continuă lectura

O să-ți placă și

336K 11.2K 16
Saat Aderaldo Cetta Early menginginkan sesuatu atau seseorang, tidak boleh ada yang menghalanginya. Baginya Naara Kiva memenuhi semua syarat yang ia...
2.1M 126K 33
[SUDAH TERBIT] Sebagian cerita sudah dihapus. Buku sudah bisa dipesan dan ditemukan di semua toko buku. An Eternal Vow Wanita itu masih memakai keba...
AGASKAR 2 [[ ASKARAZEY ]] De bunoyy

Ficțiune adolescenți

3.6M 287K 48
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
17.6K 5.5K 33
London, 2045. Dibantu robot-robot dengan kecerdasan buatan, orang-orang berusaha membangun kembali kehidupan mereka setelah diluluhlantakkan oleh ben...