Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

222K 18.2K 726

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Play With Tere
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Ekskul

5.2K 414 11
By askhanzafiar

Sebuah ruangan putih di sebelah masjid terlihat sedikit luas. Aku maju perlahan dan memperhatikannya sebentar. Sepertinya memang ini ruang kumpul untuk anggota rohis. Kuketuk pintu ruangannya yang sedikit terbuka.

"Assalamualaikum," salamku.

Sebuah perempuan berjilbab panjang buru-buru berdiri dan menghampiriku sembari memperlihatkan senyum ramah miliknya.

"Waalaikumussalam. Eh, ukhti. Ada apa?" tanyanya dengan nada yang terdengar sangat santun.

"Ikhyar ada?" Kubalas senyumannya dengan sedikit canggung.

Ia mengangguk.

"Kebetulan ada di dalam. Biasanya pagi-pagi seperti ini dia kumpul dengan ikhwan yang lain, tadarus dan dzikir pagi terlebih dahulu. Biar Lisa panggil dulu, ya, ukhti," ujarnya sembari masuk ke dalam.

Aku memutuskan untuk duduk di sebuah kursi yang berada di luar ruangan.

"Ada apa, ukhti?" tanya Ikhyar.

Aku bangkit sembari menepuk-nepuk bagian belakang rokku.

"Ada yang ingin belajar mendalami Islam. Apa kau bisa membantunya?" Aku menoleh ke arah Muhzeo yang tengah menunduk dalam-dalam.

Ikhyar memperhatikan muhzeo dengan saksama.

"Subhannallah, kau kah orangnya?" tanya Ikhyar sembari tersenyum antusias.

Muhzeo menatapku. Aku melotot tajam agar ia mengiyakan ucapan Ikhyar tersebut. Akhirnya ia pun mengangguk dan tersenyum kaku.

"Baiklah, akhi. Kau bisa mendalami ilmu agama Islam di sini sehabis pulang sekolah," ucap Ikhyar.

"Apa gua cuma berdua sama lo?" Muhzeo terlihat benar-benar kikuk rupanya.

"Tidak. Ada teman-teman saya yang nanti akan berusaha membantumu juga," jelas Ikhyar sembari berusaha membuat Muhzeo percaya.

"Baiklah. Terima kasih Ikhyar atas bantuannya."

Ia mengangguk.

"Permisi. Assalamualaikum," salamku sembari menunduk tanda hormat.

"Waalaikumusalam, ukhti," ujarnya sembari membenarkan tatanan pecinya.

Aku Berjalan terlebih dahulu di depan muhzeo.

"Dira tunggu!" ujarnya yang berhasil membuatku menoleh ke belakang.

"Ada apa?" tanyaku perlahan.

"Tadi mereka bilang soal akhi dan ukhti. Itu maksudnya apa?" tanyanya sambil menggaruk kepala dan sukses membuatku tersenyum.

"Akhi itu panggilan untuk saudara laki-laki. Ukhti itu untuk panggilan untuk saudara perempuan," jelasku yang semoga saja bisa dipahaminya dengan baik.

"Tapi gua sama dia bukan saudara, loh?" Ia masih terlihat bingung sendiri.

Aku tersenyum menanggapinya.

"Muhzeo, sesama muslim, kita semua ini adalah saudara. Anak cucu dari Nabi Adam as...." Kulihat Muhzeo nampak mengingat sesuatu.

Ia manggut-manggut tanda mengerti. Aku pun melanjutkan perjalanan menuju kelas dan langsung duduk di kursiku.

"Dira, terimakasih." Muhzeo tampak agak berbisik sembari tersenyum.

Aku mengangguk dan berusaha menenggelamkan kepalaku.

👀

"Jadi, kalian isi nama dan kelas serta pilih ekstra kurikuler yang sesuai dengan keinginan kalian, yah," terang Bu Tini sembari menyerahkan selembar kertas putih.

Muhzeo menyenggol sikuku yang membuatku menoleh dan mengangkat wajah.

"Lo ekskul apa?" tanyanya sembari membolak-balik kertas tersebut. Sepertinya ia sedang kebingungan sekarang.

Aku yang sedari tadi agak melamun pun mulai menelusuri setiap inci dari profil ekstrakurikuler di sekolah baruku.

"Eum, sepertinya tari." Aku tersenyum sembari membaca ulang setiap kegiatan tari.

"Gua apa, ya?" tanyanya sembari menimang-nimang kembali dan mengetuk-ngetukan pulpen ke meja hingga menimbulkan suara bising yang membuat orang-orang menoleh ke arahnya.

Aku membaca kembali rentetan daftar ekskul sekolah ini.

"Rohis! Rohis saja. Katanya lo mau perdalam ilmu agama, 'kan?" tanyaku yang memastikannya untuk lebih mantap dan juga memberinya sedikit  arahan.

Ia tampak berpikir sejenak.

"Oke. Bagus juga saran lo. Terima kasih." Ia pun memberikan tanda ceklis pada kolom ekskul rohis.

"Oh iya, jangan lupa nanti pulang...." Sengaja kugantungkan ucapanku itu untuk mengecek apakah ia masih ingat dengan janjinya tadi.

Dia tampak mengerutkan keningnya.

"Apa?" tanyanya.

Aku menyentil keningnya.

"Auh." Ia meringis sebentar.

"Masih muda sudah pikun! Kan tadi lo ada janji sama Ikhyar," geramku.

Dia menepuk dahinya.

"Hehe, iya lupa. Gua baru inget. Nanti ingetin lagi, ya."Muhzeo langsung tertawa dengan kebodohannya itu.

Aku memanyunkan bibir dan mengangguk malas.

"Dira," panggilnya.

Aku menoleh ke arahnya lagi.

"Enggak jadi" Muhzeo terlihat memainkan pensilnya lagi.

Aku mendelik sembari berkata, "Dasar bocah gabut."

Kuputuskan untuk mengeluarkan novelku dan mulai terhanyut ke dalam duniaku sendiri.

👀

"Pengumuman ... untuk anak-anak diharapkan berkumpul di lapangan dengan membawa buku tulis dan pulpen. Terima kasih." Suara pengumuman menggema dari pengeras suara di setiap sudut sekolah. Aku bergegas mengambil buku dan alat tulis lainnya.

"Mau bareng?" tawarku pada muhzeo yang sudah selesai mengambil alat-alat yang diperlukannya.

Ia mengganguk.

Kami berdua pun segera menuju ke lapangan, namun diperjalanan, ternyata Elsa, Paul, dan Hilmi masih menunggu terlebih dahulu di depan kelas.

"Lama banget, deh. Ayo, lari!" ajak Paul disusul dengan yang lainnya.

Aku pun mengikuti arah mereka dari belakang. Barisan kedua tepat di samping muhzeo Muhzeo nampaknya terlihat strategis.

"Anak-anak, kalian sudah memilih ekskul masing-masing tentunya, bukan? Sekarang waktunya kalian menyaksikan demo ekskul dari masing-masing ekskul. Untuk Paskibra, dipersilahkan terlebih dahulu." Seorang guru berbadan gempal nampaknya tampil sebagai pembawa acara.

Paskibra....

PMR....

Pramuka....

Marawis....

Rohis....

KIR....

Bahasa inggris....

Basket....

Sepak bola....

Tari....

Dan yang lainnya juga telah selesai menampilkan demo ekskulnya. Kini giliran ekskul musik menampilkan permainan alat musik.

"Beri sambutan dan tepuk tangan yang meriah untuk ekskul musik." Setelah kupikir-pikir, ternyata guru tersebut asik dan akrab dengan anak milenial masa kini.

Kami serempak bertepuk tangan riang.

"Halo, guys! Salam kenal dari kakak-kakak kece di depan kalian ini. Eh, enggak. Kita hanya bercanda! Kenalin nama gua, Ran. Kalau temen gue yang jambulnya bak zamrud khatulistiwa ini namanya Evi. Dan ini Enggi, Fyuta, Citra, dan Elgoji." Salah satu kakak kelas nampak memperkenalkan semua anggota bandnya, tetapi aku terheran akan satu hal. Mengapa kakak-kakak yang sedang menunduk itu tak diperkenalkan di depan umum?

Wajahnya sedikit agak menunduk, rambutnya gondrong dan terlihat kucel. Baju kemejanya robek di bagian lengan.

"Ze." Aku menoleh ke arah Muhzeo yang nampak sedang melamun juga.

Ia menengok dan menatapku dengan penuh selidik.

"Lo liat orang itu, enggak? Kenapa dia enggak dikenalin namanya, ya?" tanyaku masih memperhatikan orang asing tersebut. Aneh.

"Eum, iya juga. Kehadiran orang itu seperti agak janggal. Semua personel gayanya kece badai. Dan hanya dia yang penampilannya agak, ya, maaf-maaf aja, kucel gitu," ujar Muhzeo dengan agak jujur.

"Tapi lo paham enggak, sih? Kehadirannya kayak enggak dianggap, 'kan?" Aku masih setia menatap orang tersebut yang masih diam di tempat tanpa mau mengikuti percakapan yang sedang tercipta.

Saking asiknya kami bicara, ternyata kami sampai melupakan demo ekskul musik yang sudah akan dimulai.

"Sebelumnya kita akan membawakan lagu nasional yang berjudul Gugur Bunga," ujar salah satu pria sembari mengecek mikrofon.

Muhzeo menarik-narik ujung bajuku.

"Lo janggal, enggak, sih? Masa orang yang tadi diam saja itu tiba-tiba hilang?!" Ucapan dari Muhzeo itu langsung membuatku menoleh seketika.

Aku tercengang dan langsung  membenarkan ucapan Muhzeo tadi.

"Betapa hatiku takkan pilu...."

"Telah gugur ... pahlawanku."

"Betapa hatiku tak akan sedih ... hamba ditinggal sendiri."

Aku asik mendengarkan lantunan alat musik yang sangat merdu dibawakannya. Ada alat musik angklung, pianika, drum, recorder, dan ... gamelan? Loh, itu seperti suara gamelan, 'kan? Bukannya di sini tidak ada yang bermain gamelan?

Aku menoleh ke arah Muhzeo, dia melirikku juga.

"Lo denger?" tanya Muhzeo.

Aku mengangguk sembari menelan ludah.

"I-iya," sahutku sambil terbata.

"Halusinasi saja mungkin?" tanyaku sembari berusaha berpikir positif.

"Masa halu bisa barengan?" Ucapan Muhzeo itu berhasil membuatku terdiam tanda membenarkan jawabannya.

Suara gamelan yang dimainkan dengan lebih keras berhasil membuatku menolehkan kepala ke arah barat.

Aku terduduk lemas dan kepalaku tiba-tiba saja pusing. Pandanganku mendadak berat untuk melihat keadaan sekitar. Lidahku kelu dan lagi-lagi ... Allahu Akbar, apa yang barusan aku lihat ini?

"Dira, jangan dilihat!" Muhzeo langsung menepuk pundakku agar kesadaranku cepat pulih.

Aku yakin pasti dia juga melihatnya. Sangat yakin.

"Astaghfirullahaladzim." Aku memohon ampun dan menutup mataku.

Bayangan orang yang tadi terasingi seketika memenuhi otakku. Kulihat dengan jelas bahwa orang tadi sedang bermain gamelan di depan ruang ekskul musik dengan kepala yang terlilit tali, matanya merah menyala dan pandangan matanya tak beraturan.

"Telah gugur pahlawanku...."

"Tunai sudah janji bakti...."

"Jangan tutup matamu, gadis mungil. Aku tahu kau bisa melihatku."

Aku masih memejamkan mata, tak mengindahkan perkataan makhluk tak dikenal itu. Hingga demo ekskul selesai, aku baru berani membuka mataku, namun belum berani menatap ke arah ruang musik tadi.

"Anak-anak, kalian bisa berbaris di tempat yang telah ditentukan sesuai ekskul masing-masing, ya." Guru berbadan gempal tersebut langsung turun dari podium setelah acara demo ekskul selesai.

Aku berusaha bangun dibantu Elsa, Muhzeo, dan yang lainnya.

"Kau yakin akan kuat?" tanya Elsa sembari merangkul diriku.

"Aku usahakan. Sudah lepaskan saja. Aku bisa jalan, Elsa," ujarku sembari terkekeh, namun masih menampakkan muka pucat.

"Aku tidak bercanda, Dira. Aku mengkhawatirkan dirimu." Elsa menatapku dengan mimik wajah yang terlihat serius.

"Aku tak apa. Percayalah." Kugenggam erat tangannya agar ia lebih percaya.

"Mau kuantar?" tawar Elsa.

Aku menggeleng, "Aku bisa jalan sendiri."

"It's ok. Nanti kalau kau pusing lagi, bilang sama kakak-kakaknya, ya?" Elsa tersenyum sembari mengacak rambutku.

Aku pun tersenyum.

"Iya, sahabatku yang bawel." Aku tertawa sambil mencubit pipinya.

"Aku kumpul ke ekskulku, ya?" pamitku sembari melakukan kiss bye ke arahnya.

Ia tersenyum.

"Oke. Jaga dirimu–"

"Ekhem, seperti nyamuk." Paul dengan rusuhnya berusaha memeragakan cara menepuk nyamuk.

Aku terkekeh, "Baiklah. Selamat berpencar," ujarku sembari berjalan menuju tempat kumpul ekskulku.

Di sana sudah ramai rupanya. Aku duduk di bagian belakang paling tengah.

"Wah, peminat ekskul tari ternyata banyak juga, ya. Oh iya, disini kalian bisa mempelajari tarian dance ataupun tarian tradisional. Nanti kita akan mengadakan penyeleksian, mana yang berbakat untuk mengikuti ekskul tari tradisional, mana yang berbakat untuk mengikuti tari dance modern. Bagi yang benar-benar mahir di keduanya, maka kakak memperbolehkan kalian untuk belajar dua macam tarian itu. Untuk yang belum bisa, tenang saja, saya dan kakak yang lainnya akan membantu kalian hingga bisa. Jadi, tolong kerjasamanya, ya, para juniorku," ujarnya dengan nada friendly.

"Iya, Kak," sahutku dan yang lainnya.

"Oh iya, sehabis ini kita akan ada sesi istirahat dan dilanjutkan dengan acara rapat. Jadi ekskul ini pulang agak sore. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya," ujar seorang cowo berkacamata hitam bulat, rambutnya mirip seperti orang korea.

"Sekarang kalian boleh istirahat terlebih dahulu."

Semua yang duduk pun langsung bangkit dan berlari menuju tempat tujuannya masing-masing. Kuputuskan untuk pergi ke tempatku dan yang lainnya berkumpul tadi.

Aku sedikit tertawa ketika melihat Muhzeo fokus membaca sembari menyenderkan dirinya ke tiang. Sampai kedatanganku saja tidak diketahui olehnya

"Fokus banget," ledekku sembari menoel pundaknya.

Ia segera berdiri tegap dan menutup bukunya.

"Seru bacanya." Muhzeo memperlihatkan judul bukunya dengan saksama.

Lawan rasa takutmu.
You can do it.

"Tentang dunia makhluk astral," jelasnya yang mungkin mengerti tentang rasa penasaranku.

Aku tercengang.

"Maksudnya?" tanyaku yang takut gagal paham.

"Tentang cara menangani orang yang kesurupan dalam Islam dan juga doa-doa ketika bertemu sama makhluk halus," jelasnya sembari menunjukkan beberapa gambar ilustrasi makhluk halus.

Aku manggut-manggut tanda paham.

"Dikasih siapa bukunya?"

"Kak Ikhyar."

Oh iya, bagaimana bisa aku lupa. Ikhyar kan lebih tua dariku. Mengapa aku tak sopan kemarin-kemarin? Aku tak memanggilnya dengan embel-embel 'kak'. Aku harus meminta maaf padanya jika bertemu.

"Lo habis ini langsung pulang?" tanya Muhzeo yang berhasil membuyarkan lamunanku.

"Nanti ada rapat dulu katanya."

"Ya sudah kita saling tunggu aja. Gua juga mau belajar dulu sama Kak Ikhyar. Nanti yang pulang duluan, dia yang nunggu. Bagaimana? Nanti baliknya gua anter, deh." Muhzeo tersenyum sembari menutup bukunya.

Aku berpikir sejenak.

"Oke," sahutku sambil tersenyum.

"Dir, kantin, yuk!" ajak Elsa yang baru saja datang.

Aku pun mengangguk. Kebetulan perutku ini sudah menagih makanan sedari tadi.

"Ze, gua ke kantin dulu, ya. Lo mau nitip?" tanyaku menawarkan.

"Enggak usah. Gua mau langsung balik untuk nemuin Kak Ikhyar aja. Duluan, ya." ujarnya sembari berjalan menjauhiku dan Elsa.

Aku dan Elsa pun segera menghampiri kantin yang sudah terlihat ramai.

"Lo pesen apa, deh?" tanya Elsa sembari berjalan menuju ke arah tukang roti.

"Pesen sandwich ikan tuna aja deh," ujarku.

Aku memang tak terlalu menyukai sandwich, tapi karena aku sangat-amat menyukai ikan tuna, maka kuputuskan saja untuk membeli sandwich itu.

"Oke, sandwich ikan tuna sama roti tiramisunya 1, ya, Bu," pesan Elsa kepada seorang ibu penjual roti.

"Ini neng, 11 ribu." Ibu tersebut menyerahkan sebuah kresek roti.

"Makasih, ya, Bu." Elsa langsung mengajakku untuk duduk di bangku paling tengah

"Kau mau minum apa? Tunggu sini aku yang pesan," ujarnya.

"Milk tea."

Dia mulai berjalan ke arah penjual milk tea dan membeli sebotol jus mangga.

"Nih minum," ujarnya sembari membuka bungkusan plastik dan mengunyah rotinya secara perlahan.

"Aku tahu pasti kau tadi lihat sesuatu itu, 'kan?" ujarnya masih sambil asik melahap rotinya.

"Eum, iya."

"Serem banget?" 

Aku mencebikkan bibir dan langsung tertawa, "Iya lah, Elsa. Kalau enggak seram, kenapa aku bisa sampai lemas, hayo?"

Elsa ikut tertawa sembari menepuk keningnya.

"Oh iya, tadi aku lihat Muhzeo sholat zuhur lucu banget, deh." Elsa meneguk minumannya sembari menahan tawa.

"Kenapa?" tanyaku dengan sedikit antusias.

"Kaku dan mulutnya komat-kamit kayak Mbah dukun lagi baca mantra." Tawanya tiba-tiba saja meledak dan menularkannya kepadaku.

"Lagi berusaha keras untuk menjadi muslim yang baik," ujarku sembari mengulum senyum.

"Berusaha jadi muslim yang baik atau imam yang baik buatmu, Dir?" Elsa meledek sembari mencubit gemas pipiku.

"Kau ini benar-benar, ya, Elsa," ujarku sembari mencubiti pinggangnya.

"Duh, ampun!" Elsa tak henti-hentinya untuk tertawa.

*Pengumuman ... untuk seluruh anggota ekskul tari, harap berkumpul di lapangan. Terima kasih*

"Nah, aku kumpul dulu, ya, Elsa. Oh iya, kau pulang dengan siapa?"

"Jadi pulang, El?" tanya Paul yang tiba-tiba saja datang sembari merangkul Elsa.

Elsa memukul-mukul tangan Paul, mencoba untuk menurunkan lengan Paul dari pundaknya.

"Ih, apa, sih! Jangan rangkul-rangkul. Enak aja! Emang lo pikir gua perempuan apaan?!" ketus Elsa sembari mencebikkan bibirnya.

Aku yang melihatnya hanya bisa tertawa-tawa.

"Lo itu perempuan yang sebentar lagi jadi My heart gua. Paham?" Paul  menaik turunkan alis untuk menggoda Elsa.

"Jijik!" Elsa mencubit lengan Paul agar lelaki itu bisa menjauhi dirinya.

"Dir, gua pulang duluan, ya. Elsa gua jagain, kok, tenang saja," Paul menampakkan wajah tengilnya.

"Oke, deh!" sahutku dengan tawa yang masih saja tak terkendali.

Mereka pun berjalan sembari saling meledek.

Oh iya, aku harus segera ke tempat kumpul ekskul! Aku pun berlari kencang agar tak tertinggal pembahasan yang akan disampaikan nanti.

"Jadi, hari ini kita akan mengadakan rapat membahas tentang hari apa saja kita latihan menari selain hari ekskul. Ada yang punya usul?" tanya Kak Berta selaku perwakilan dancer modern.

"Gua, Ta! Gimana kalau setiap hari Rabu, Kamis, Jum'at aja? Soalnya kan seragamnya bukan putih, tuh. Jadi, enggak akan terlalu kotor buat kita latihan nari. Lalu kalau hari Selasa, ada MTK wajib juga, pasti kepala juga udah pada puyeng, deh," ujar Firdaus sembari menyesap es kopi hitam di tangannya.

"Ide Bagus, Us. kalau yang lain, ada yang mau memberi usul?" tawar Kak Berta sambil menaruh pandangannya ke arah adik kelas.

"Saya, Kak!" ucap seorang anak perempuan dengan kuncir dua yang melekat di kepalanya.

"Kalau setiap hari Rabu, pasti yang osis disuruh bersih-bersih mushola sama bagian perpus. Nah, lumayan cape, ya, Kak. Menurut saya, sih, lebih baik setiap Selasa, Kamis, Jum'at. Itu  usul saya, Kak," ujarnya sembari menunduk malu-malu.

"Boleh juga. Ada yang lain?"

Gebrak....

Suara meja dipukul dengan keras berhasil membuat seisi ruangan menjadi hening.

Prank....

Suara gelas pecah kini telah menghiasi ketegangan di antara kami semua.

Aku menoleh ke asal suara, mendapati sosok wanita berbaju sederhana dengan wajah yang nampak pucat pasi.

"K–kak," panggilku dengan sedikit gugup ketika mengetahui mengapa wanita itu mengusik keberadaan kami.

"I-iya?" sahutnya gelagapan.

"Saran saya jangan hari Selasa. Karena penunggu di sini ada yang tidak suka, tapi kalau kakak semua masih tetap mau hari selasa, ya, gimana–"

Prank....

Lagi-lagi keheningan tercipta dan membuat seisi ruangan merinding.

"Jadi harusnya hari apa, Dek?" Kak Berta terlihat sedikit menenangkan diri agar tidak terlalu terbawa suasana horor yang ada.

Aku menengok ke arah sosok wanita itu. Ia mengisyaratkan sesuatu.

"Hari Senin, Kamis, dan Jum'at saja, Kak," ucapku mewakili keinginan dari si penunggu itu. Walaupun sebenarnya aku pun tak ingin bercengkrama dengannya.

"Tapi gua enggak mau, dek. Kalau sampai baju gua koto–"

Brak, prak, cetar....

Seketika seisi ruangan mendadak melafalkan ayat kursi beserta surah pendek lainnya.

Kak Firdaus mulai meminta maaf dan membiarkan Kak Berta yang mengambil keputusan.

"Kalau begitu, kita latihan fiksnya hari Senin, Kamis, dan Jum'at, ya. Ada yang mau bertanya lagi?" tawar Kak Berta.

Semua spontan menggeleng dan bergegas memakai tasnya.

"Ada baiknya sekarang kita berdoa bersama-sama agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Astaghfirullahaladzim ... Astaghfirullahaladzim ... Astaghfirullahaladzim ...."

Seketika semua khusyuk membaca doa sekitar setengah jam dan dilanjutkan dengan pemilihan calon penari dance modern dan tari tradisional.

👀

Waktu menunjukkan pukul 17.08. Aku masih Setia menunggu Muhzeo di kursi tunggu depan ruang rohis. Kutengadahkan wajah, menatap awan yang mulai menghitam. Matahari tak menampakkan senyum cerahnya. Ia menampakkan muka sedih yang sebentar lagi akan mengguyur bumi dengan tangisannya. Uh, khayalan anak SD rupanya sedang bersemayam di pikiranku.

Tes... Tes....

Beberapa tetes air hujan telah jatuh turun memenuhi jalan. Orang-orang yang berada di lapangan asik berlari meneduh ke depan teras masjid. Aku mulai bangkit dan menengadahkan tangan untuk menggapai air hujan yang mulai menderas. Dingin semakin menelusup ke dalam baju seragamku.

Aku memeluk tubuh, berharap rasa dingin yang semakin mencekikku ini akan hilang, namun nyatanya ia enggan perg dan masih setia menemani diriku. Kugosok-gosokkan tangan dengan harapan kehangatan akan singgah untuk berkawan.

Jaket tebal secara spontan kini telah menutupi bagian tubuh atasku. Aku menoleh dan melihat Muhzeo tengah tersenyum lebar ke arahku.

"Dingin, ya?" Ucapan lembutnya berhasil membuat darahku berdesir. Ia merapihkan tatanan rambutnya.

"Duh, ini mah namanya panas, Ze," ledekku padanya yang masih menanyai perihal itu.

"Hahaha, bercanda. Oh iya, kebetulan gua bawa jas hujan dua, tapi di motor. Lo mau nunggu hujannya reda atau mau tembus sampai parkiran?" tawar Muhzeo sembari melongok ke arah hujan yang semakin deras..

"Tembus aja, deh. Udah lama enggak main hujan-hujanan." Aku tersenyum sumringah sembari membayangkan dingin air hujan yang benar-benar menyejukkan tubuh.

"Yakin?"

"Iya."

"Nanti kalau lo sakit?"

"Cuma batuk pilek aja," remehku sembari tertawa.

"Ayo!" Aku langsung berlari menembus hujan tanpa menunggu lelaki itu bicara lagi. Terdengar suaranya dari belakang yang menyuruhku berhenti sebentar, tapi aku tak mengikuti ucapannya. Sejujurnya aku sangat menyukai hujan. Dan baru kali ini aku bisa merasakan hujan kembali.

Muhzeo membalap lariku sembari tersenyum puas. Ia berlari di depanku dengan rasa bangga.

Ia sampai terlebih dahulu di parkiran dan langsung membuka jok motornya untukmengambil jas hujan. Aku menahannya agar tak membuka dulu jas hujannya.

"Enggak usah. Tanggung. Udah basah gini." Kuperas bajuku yang telah Basar kuyup terkena derasnya air hujan.

"Nanti lo sakit. Pakai aja!" perintahnya setengah memaksa.

Aku pun mengangguk saja dan mulai memakai jas hujan kebesaran miliknya.

"Naik!" ajaknya yang mulai memainkan gas motornya.

Aku mengangguk, mulai naik perlahan dan berdoa agar selamat di jalan.

Halo halo ha! Up lagi nih! Mumpung ada paketan dan juga ini permintaan special dari AiraMazaya😋.

Salam rindu dariku, Fiar👀.

Continue Reading

You'll Also Like

50.6K 7.8K 38
Misteri/Thriller+Horor+Teenfic+Roman, dll bergabung menjadi satu:) ______________ Di dunia ini memiliki banyak kebetulan yang disebut takdir. Tapi...
14K 1.9K 48
DILARANG KERAS MENJIPLAK ❎❎❎ Bergenre horor bercampur fantasi dan dibumbui beragam misteri. Follow sebelum baca ya. Berkisah tentang seorang anak lak...
189K 10.5K 35
Reina Amora, gadis berparas ayu khas pribumi, salah satu yang beruntung diterima di Black Campus melalui jalur beasiswa, kehidupan damai berubah begi...
15.6K 1.7K 49
[ PROSES REVISI ] Kita hidup berdampingan dengan dunia yang tak terlihat, di mana dunia yang kita lihat tak sesimpel yang ada dipikiran orang-orang...