POTRET

By PenaLc

286 28 14

Bolehkah aku bercerita? Tentang kilasan masalalu yang pahit. Tentang bagaimana cara menghargai dan dihargai... More

Berawal dari 15
17
18
19
20
21
22
23
24

16

42 4 4
By PenaLc

Andai waktu dapat kembali terulang, aku tak akan melakukannya.

×××

Jakarta, sore ini hujan lebat. Membasahi bumi pertiwi yang penuh dengan sampah serta limbah pabrik yang merusak ekosistem air. Cih, aku tidak pernah menyukai para orang yang berjaya diatas ketidakberdayaan masyarakat di luar sana. Mengambil keuntungan dari penderitaan orang akibat yang dia timbulkan.

Belakangan ini, tak jarang aku mendengar berita akan limbah-limbah ilegal dari pabrik-pabrik, kebakaran hutan, longsor, tersumbatnya sungai karena tumpukan sampah dan berbagai berita yang memuakkan. Ouch, sadarlah dunia semakin tua dan kau hidup di akhir jaman. Masih mau membuang sampah sembarangan? Yang bisa mempercepat kerusakan bumi?
Apalagi hujan sering datang akhir-akhir ini.

Aku mendelik kala menoleh ke sebelah kanan, ketika melihat sepasang kekasih yang saling membagi kehangatan di bawah hujan lebat. Aku menggeser posisi ke sudut halte depan kampus.

Membiarkan mereka yang tengah beradu kasih, merasakan 'hidup di dunia terasa milik berdua'.

Huh!

"Ya ampun Bang Rendi?!" pekikku berdiri kala melihat Rendi berhenti tepat di depanku.

Dia tersenyum dan menghampiriku. Mengibaskan tangan pada jaket kulit hitamnya yang basah. Aku memperhatikannya dari bawah sampai ujung rambut yang basah. Lalu melirik ke langit yang menurunkan air bertubi-tubi menghantam tanah dengan deras.

Apa dia gila?

Atau ... lelaki yang menyuruhnya?

"Jangan bilang ulah Suga?!" tanyaku menodongnya yang telah menyematkan jaket yang dipakainya tadi ke tubuhku.

Dia terkekeh dan menjawil hidung pesek ku.

"Kita tunggu hujan reda ya, baru Bang Ren antar Di pulang," ujarnya mengambil duduk di sebelah tempatku tadi.

Aku memperhatikan gerakannya. Dengan rasa yang masih kesal, aku duduk di sebelahnya. Mendengkus, menyumpah serapah Suga yang mungkin saja berleha-leha di hotel atau mungkin tengah bergelut di rapat yang katanya selalu membosankan?

I don't care with him!!

Aku melirik Rendi yang menggosokkan tangannya kedinginan. Aku menghela napas. Rasa kesal dan bersalah menyelimuti hatiku.

Pelan, aku menggosok tangan lalu menempelkannya ke wajah lelaki di sebelahku. Membuatnya terdiam dengan tingkahku yang kali pertamanya seperti ini.

"Maafin Di ya, Bang. Kalau bukan karena Di, Bang Ren gak akan kedinginan gini," ujarku bersalah.

Tanpa sadar, terus melakukan apa yang sering Suga lakukan padaku. Kala hujan, ketika aku kedinginan. Rendi berdehem setelah membeku beberapa detik dan menurunkan tanganku yang baru saja menempel kembali di wajahnya.

"Bukan salah Di dan Bang Ren juga senang kok, bisa jagain Di," balasnya menghangatkan.

Mata itu ... selalu berhasil menggoyah hatiku.

Aku ikut berdehem dan membuang muka ke arah lain. Suasana canggung tiba-tiba bergelayut di sekitar.

Rendi tersenyum tipis lalu mengacak rambutku yang panjang.

"Tadi di kampus, ada yang seru ga?" tanyanya membuang kecanggungan bagiku.

Aku menoleh dan menggeleng. "Palingan yang biasa," jawabku seadanya.

Dia tertawa, "Ghinta?"

Aku memutar mata. "Ga usah ditanya lagi."

Dia manggut-manggut di tempat dan mengeluarkan ponselnya.

"Bang mau ngapain? Suga?" tanyaku curiga.

Dia tersenyum lebar. Aku mendengkus.

"Ga usah, dilaporin ih. Ghinta juga gak kapok-kapok."

"Tapi Suga--"

Aku membola. Heran pada Rendi yang sebegitu patuhnya pada Suga. Melaporkan apa saja yang berhubungan denganku. Terkadang aku sendiri yang muak melihatnya.

Aish, Suganto kaparit!

"Sekali aja Bang, sekali. Ga usah lapor-laporan kayak kantor polisi 24 jam aja. Bahkan polisi aja ga segitu protek nya," dengusku.

Dia mengendik. "Sudah biasa Di, ga sekali terasa aneh."

"Ya tapi kan ... ah, sudahlah. Terserah Abang! Di bisa apa kalau kalian bersatu," Rendi mengusap kepalaku yang tengah cemberut, "nyesel juga kenal sama kalian."

"Eyyy, jangan begitu, ini demi kebaikan Di juga. Abang maupun Suga, ga ada yang mau kamu kenapa-napa. Baik itu ulah Suga maupun Abang sendiri, " ujarnya.

Menghangatkan.

Aku menggeleng. Ini salah. Bukan. Seharusnya bukan begini.

Aku menapik segala kehangatan yang menjalar di relung hati di tengah dingin menggerogoti tubuh.

"Tapi Di, ga pantas Bang."

×××

Malam Minggu telah datang dan tuan muda Suga juga sudah berdiri di depan teras kostan ku. Katanya, menjemputku untuk diajak malam mingguan di luar. Nongkrong di tempat Rendi yang tengah berjualan.

"Sekali aja bisa untuk ga malming di tempat Rendi?" dengusnya ketika aku membuka pintu.

Aku mendelik, "Terus mau malming berdua? Males, mending gue di kamar," ujarku hendak berbalik.

Suga terlebih cepat menahan lenganku. "Ayok!" ujarnya menahan kesal. Lalu menarikku ke mobil.

Entah kenapa, aku suka melihatnya menahan kesal akibatku. Aku tersenyum samar.

"Kapan sampai?" tanyaku basa-basi menatap pemandangan jalan melalui jendela.

"Jam lima, capek," ujarnya manja. Meraih telapak tanganku.

Aku melepaskannya seperti biasa.

"Capek ngapain ngajak jalan. Mending istirahat," balasku tetap tidak memperhatikannya.

Bukan karena apa, rasa itu terus menghantui. Dan aku benci.

Dia menghela napas.

"Sekali aja Di," ujarnya pelan seraya mencoba mencari jemariku untuk di genggam.

Aku berdiam diri, tetap menyembunyikan tangan di balik tas gendong kecilku. Tidak memperdulikan tatapannya yang sendu, guratan kelelahan di wajah tampannya.

Bilang saja aku egois.

Aku terlebih dulu turun dan menghampiri Rendi yang tengah meladeni pelanggan yang memang setiap malam minggu selalu banyak. Selain menjual tahu pedas, dia juga menjual nasi goreng, mie goreng dan menu lainnya.

Aku tersenyum melihatnya yang kewalahan. Aku berinisiatif menghampiri salah satu meja dna menanyakan pesanan mereka. Setelah mencatatnya, aku berjalan ke arah Rendi yang memasak.

"Bang, nasi goreng 2. Telor dadar dan mata sapi," ujarku yang membuatnya menoleh dan tersenyum.

"Di, duduk sana." suruhnya ketika melihat Suga duduk di meja tempat biasa jika kami ke sini.

Aku menggeleng,"Ga deh, bantuin Abang aja," ujarku melihat Rendi yang menggoreng nasi.

Dia mendecih, "Sana, masa setiap malming ke sini dan terus bantuin Abang. Lama-lama Suga bisa bosan lho," balasnya melirik Suga sekilas.

Aku mengendik. Tidak peduli. Bukan kenapa-napa. Aku hanya nyaman pergi dengan tittle 'malming' ini bertiga dan itu di tempat ini. Bukan di tempat mewah yang selalu di rencanakan Suga.

"Meja 4 pesan ketoprak."

Suga datang dengan kekesalan di wajah datarnya. Berdiri di sebelahku yang sedang memegang nampan berisikan teh manis, kopi yang di temani sepiring besar tahu pedas dan tempe serta bakwan goreng.

"Kalau kalian begini terus. Bisa-bisa malah nuntut gaji ke gue, gue ga punya duit. Sana duduk!" Rendi angkat bicara.

Aku mengendik dan berlalu dari hadapan mereka. Mengantarkan pesanan ke meja yang di penuhi lelaki--anak SMA mungkin.

"Kak kerja di sini?"

Aku menoleh ke arah pemuda berbaju coklat dan mengangguk tersenyum.

"Namanya siapa Kak?"

"Kenapa?" tanyaku yang memang rada sulit memberi tahu namaku pada siapapun itu.

"Mana tau kita jodoh, Kak. Kakak cantik sih,"

Lantas sorak-sorai teman-temannya memenuhi meja itu. Aku hanya diam dan mendengus dalam hati. Hal seperti ini yang tidak aku sukai.

"Jadi namanya siapa Kak? Bayu bisa-bisa tersedak penasaran Kak," seru salah satu temannya.

Aku melirik orang yang di sebut Bayu itu dan dia tersenyum lebar padaku.

"Saroh, ngapain lo di sini. Sana duduk!" Suga datang dengan tatapan tajam yang menghunus meja tersebut, sehingga suara gelak tawa atau siulan menggoda pun lenyap seiring Suga hadir.

Aku menelan ludah. Merasa tidak enak. Aku melirik sebentar Suga dan mengangguk ke arah anak-anak SMA yang sudah bergeming.

"Saroh, saroh! Ga ada nama yang bagusan apa?" dengusku seraya duduk.

"Juminten?" tanya Suga yang mengambil duduk di seberang.

Aku memutar mata.

"Sri? Atik? Iyem? Inem?"

Aku melebarkan mata, gemas melihatnya.

"Inem-inem, dikira gue babu lu?"

"Ya sudah, Juliet aku aja." Telak. Suga dengan nada tidak terbantahnya.

Aku menghela napas, memilih diam. Tak lama, pesanan kami datang. Lantas aku larut pada nasi goreng tanpa bawang dengan telor dadar gulung yang lezatnya tak terkalahkan dari racikan chef-chef di hotel berbintang.

×××

Selamat tanggal 1 Des ya.

Semoga suka dengan cerita ini.

#LobakChol

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 446K 32
was #1 in paranormal [part 5-end privated] ❝school and nct all unit, how mark lee manages his time? gampang, kamu cuma belum tau rahasianya.❞▫not an...
19.4M 881K 58
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
2.1M 331K 67
Angel's Secret S2⚠️ [cepat, masih lengkap bro] "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Ang...
6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...