Wanna Die (Complete)✓

By AnggraiMoris

10.6K 1.9K 478

"Karena mengenal mu, membuat tujuan hidup ku menjadi dua kalimat 'mencintai mu' dan 'memiliki mu'." ~Ethan Gr... More

Cast
2. Terror
3. Who is He?
4. Welcome
5. It's not Dream
6. Difficult Part
7. Hope
8. Not Friend's
9. I'm back
10. He change everything
11. He is Steve Alward
12. Jealous
13. Your Side
14. Tell me
15. Clue
16. Hateness
17. The monster drama
18. Slowly
19. Micky Mouse or me?
20. Queen Sweta
21. Always be mine
22. About Dream
23. The victim
24. New Love
25. Don't disturb my girl
Bonus Pict
26. Sweet Couple
27. My Daddy
28. Darkness
29. Battle for her
30. Be Near
31. Hate and angry
32. He lose
33. Wanna die?
34. The Death Flower
35. New life
36. Without love
37. At my worst
38. Survive you
39. It's hard
40. Our girl

1.Black Rose

1.1K 175 142
By AnggraiMoris

New York, sebuah kota metropolitan yang tidak pernah terlelap. Hingar bingar kehidupan, gemerlapnya malam, sosialita, sadisme, apapun bisa terjadi disini.

Seorang gadis berpose-pose ria, mengganti gerak tubuh sesuai irama blitz camera, dan begitu cekatan mengubah-ngubah ekspresi wajahnya. Oh, dia memang seorang model handal.

Lokasi indoor disalah satu gedung pencakar langit di Tribeka dalam rangka mempromosikan Penthouse termewah dikota tersebut.

Clara Evelyne Razita. Berusia delapan belas tahun, hanya dua bulan berkecimpung di dunia modelling dia sudah mampu mensejajarkan namanya sekelas model internasional.

Tentu pengaruh dari keluarga tak terlepas dari semua itu. Berasal dari keluarga terpandang dan terkaya nomor tiga di New York, keluarga yang terkenal dengan segala jenis bisnis dibeberapa negara membuat Clara dengan mudah mencapai popularitas tinggi.

Diusia semuda itu bahkan Clara sudah menyandang gelar Cumlaude karena otaknya benar-benar jenius sehingga ia terus saja loncat kelas dan lulus lebih cepat.
Pilihannya jatuh kepada dunia model karena basically Clara menyukainya.

Ia merupakan sosok yang hangat, rendah hati, dan mudah sekali berempati. Parasnya juga cantik, intinya dia nyaris sempurna.

Tapi tetap saja apa yang diperkirakan orang secara visual belum tentu benar adanya.

"Hei Jacob." Clara menepuk pelan pundak pria yang sedari tadi menunggunya sampai selesai pemotretan.

Jacob sedikit tersentak dan menolehkan kepalanya.
"Oh Clara, kau sudah selesai?"

"Tentu saja, tidak ada yang menyuruh mu menemani ku tapi terimakasih." ucap Clara tulus.

Jacob mendadak gugup mendengarnya. Ada desiran aneh dalam dirinya saat ditatap begitu intens oleh model cantik itu.

"Ah-h itu, tak apa! Aku senang bisa menemani mu."
Jacob is a nerd, kacamata frame yang selalu bertengger dihidung mancungnya dan surai kecoklatan.

Ia sebenarnya cukup tampan tapi dia terlalu cuek dengan fashionnya tak ayal jika dia mendapat gelar si culun, freak, dan bla bla bla.

Mengenai perasaannya kepada Clara? Ayolah, siapapun akan menyukai Barbie hidup itu. Anggaplah Jacob salah satu penggemarnya yang beruntung. Bisa sedekat dan menjalin sebuah hubungan pertemanan dengan Clara.

"Kau pulanglah terlebih dahulu, ini sudah hampir tengah malam Jac. Aku akan ke toilet sebentar setelah itu juga akan pulang."

"Oh no sweety, aku lebih senang kita keluar dari sini bersama."

Ya begitulah Jacob jika sudah bertemu Clara, sekali ada kesempatan untuk bersama ia tak akan melewatkannya barang sedetik pun. Seakan tak ada hari esok yang menyediakan moment yang sama. Mengingat jadwal Clara yang cukup padat dan Jacob tentu tidak mengetahui semua schedule tersebut dan tak selamanya pemaksaan sekaligus alasan yang sama membuat gadis itu mengizinkannya menemaninya bukan?

"Whatever." Clara mengangkat bahunya dan pergi ke toilet.

Setelah selesai memperbaiki sedikit make up nya, Clara menaiki lift disusul Jacob. Setelah kotak besi itu mengantarkan mereka ke lantai dasar mereka berjalan beriringan menuju parkiran.

"Baiklah kita berpisah disini, see you Jac."

"Ya, see you. Hati-hati dan langsung istrihat setibanya dirumah." Jacob melambaikan tangannya pada Clara.

Setelah Jacob masuk kedalam mobilnya, Clara juga ingin bergegas tapi tangannya berhenti saat membuka pintu mobil. Setangkai mawar hitam yang berada diatas mobil Lamborghini Aventador merah kesayangannya menarik perhatiannya.

Clara mengedarkan pandangannya berharap menemukan tanda-tanda siapa yang menaruh bunga tersebut. Tapi nihil, tempat ini sepi.

Clara mengambil bunga itu dan meletakkannya dikursi samping.

Diperjalanan pulang, tak ada raut kelelahan diwajah Clara walau ia sudah beraktivitas seharian sampai larut malam. Matanya sesekali melihat kearah jendela, memanjakan dirinya dengan pemandangan indah lampu-lampu kota.

Ia memang menyukai suasana malam, membiarkan angin malam masuk disela-sela jendela mobil yang sedikit ia buka.

Ia melirik bunga hitam yang terbengkalai disampingnya. Memang sejak dua bulan terakhir ia sering mendapatkan mawar dengan kelopak hitam itu tanpa kejelasan si pengirimnya.

Secret admirer? Itu satu-satunya yang ada dibenak Clara. Walau hal itu sedikit terasa tabu. Mengingat mawar hitam hampir langka dan menyiratkan suasana duka. Bukankah masih ada bunga-bunga yang lain yang lebih ekspresif untuk diberikan dari seorang penggemar yang mengagumi idolanya.

Tapi ya sudahlah, Clara tak mau ambil pusing. Mungkin orang tersebut memang black rose lover.

Dan selagi itu tidak mengganggu atau mengancam ketenangannya, Clara tak akan mempermasalahkan itu.

Mobil warna merah itu memasuki pekarangan dimana sebuah mansion mewah gaya eropa berdiri kokoh.

Clara memasuki kediamannya disambut para maid.

Ia seperti tinggal sendiri dimansion yang kelewat besar itu. Bagaimana tidak? Daddy nya Alexander Razita dan sang Mommy Nancy Razita selalu sibuk dengan kegiatan menumpuk harta. Tak ada hari tanpa bekerja, mereka adalah pasangan yang cocok, workaholic couple.

Satpam, tukang kebun, chef, bodyguard, puluhan maid, ya memang hampir seratus orang yang tinggal disana tapi Clara merasa sendiri dikeramaian tersebut.

Clara membaringkan diri di queen size nya setelah sampai dikamarnya dilantai dua.

Tidak, ia tidak akan memikirkan masalah-masalah yang hanya bisa dipikirkan saja tanpa penyelesaian secara real.

Ia sudah sangat bosan meminta kedua orang tuanya untuk meluangkan waktu barang sejenak untuk dirinya, rasanya permintaan sederhana itu dianggap angin lalu bagi mereka, Clara tidak akan mengemis lagi untuk diperhatikan.

Membuat diri sibuk sepertinya cara efektif untuk meredakan emosi dan ketidakterimaan atas kenyataan orang tuanya yang lebih tertarik kepada bisnis daripada putri semata wayangnya.

Clara segera mandi untuk merilekskan pikiran, setelah itu memakai masker dan besiap untuk tidur.

Tanpa Clara sadari, sepasang mata tajam terus mengintainya dari atas pohon yang berada tepat menghadap jendela kamar.

Sebenarnya sudah dari lokasi pemotretan ia menguntit Clara, bersembunyi dibalik mobil lain untuk memperhatikan Clara dan Jacob, mengikutinya sampai mansion, menyelinap masuk dan memanjat pohon.

Sepuluh menit setelah melihat Clara tertidur, ia bergegas pergi.

"Nice dream Clara."

Langkah tegasnya mengantarkan sosok misterius itu menghilang dalam kegelapan.

*

Pagi yang cerah, dan Clara juga akan membuat hari-harinya tak kalah cerah. Jika diatas langit masih ada langit, maka dibawah tanah masih ada lapisan tanah yang lain.

Masih ada yang lebih baik dan yang lebih buruk dari dirinya.

Hari ini tak ada job, kegiatan rutinitasnya saat seperti ini adalah lari pagi. Profesinya menuntutnya untuk menjaga bentuk tubuh, kalian pasti tahu itu.

Clara berlari menuju taman, banyak orang-orang yang menyapanya dan dibalas dengan senyum hangat oleh Clara.

Tetangganya mengenalnya sebagai pribadi yang tidak sombong dan friendly.

Setelah beberapa putaran mengelilingi taman, Clara mendaratkan tubuhnya duduk dibangku taman. Menyeka keringat yang bercucuran didahinya.

Tiba-tiba seorang anak kecil menghampirinya dengan satu botol air mineral yang ia pegang ditangan kanan, dan tangan kirinya memegang permen lollipop dan satu ice cream.

"Kakak, kau yang bernama Clara?" tanya bocah perempuan itu.

"Yes, ada apa?"

Bukannya menjawab, gadis berpipi chubby nan imut itu mengulurkan sebotol air mineral yang sedari tadi ditentengnya.

Sedikit ragu Clara menerima botol itu.
"Ini untuk ku?"

"Tadi ada kakak laki-laki yang menyuruh ku mengantarkannya pada mu dan aku diberi permen juga ice cream ini." jawabnya tersenyum menampilkan deretan giginya yang belum sempurna jumlahnya.

"Benarkah? Dimana dia sekarang?"

Reflek Clara menolehkan kepalanya kekanan kekiri. Aksinya terhenti karena intrupsi keras dari si gadis kecil didepannya.

"Jangan mencarinya."

Clara menaikkan sebelah alisnya.

"Kakak laki-laki itu mengatakan pada ku bahwa kau tak usah mencarinya. Cukup menerima minuman itu untuk kau minum dengan tenang." ekspresi wajahnya sekarang khas seorang guru yang memperingatkan muridnya untuk mematuhi aturan kelas. Oh god.

"Siapa nama kakak laki-laki yang kau maksud hm?"

Gadis kecil itu memutar bola matanya, apakah ia berusaha mengingat nama laki-laki yang menyuruhnya atau memikirkan akan hal lain. Entahlah.

"Apakah itu penting?"

Jawaban bocah dihadapannya membuat Clara terkesiap.

"He?"

"Ya, dia menghampiri ku saat aku bermain dengan teman ku kemudian menyuruh ku mengantarkan itu dan memberi ku permen dan ice cream. Aku terlalu senang sampai tidak berfikiran mengetahui namanya. Kau tahu? Ibu ku melarang ku dan tidak membelikan ku makanan yang manis-manis."
Jawabnya panjang lebar sambil sesekali menjilat ice cream vanilla nya yang hampir meleleh.

"Kau bisa membukakan permen ini untuk ku? Anggap saja itu imbalan karena aku sudah mengantarkan minuman untuk mu." Gadis pirang itu menyodorkan permennya.

Heh, bukannya dia sudah mendapat upah dari laki-laki yang menyuruhnya memberikan air mineral kepadanya. Bukan hanya ice cream tapi juga permen berukuran jumbo itu dan sekarang ia meminta Clara membukakan bungkus permennya dengan dalih upahnya atas apa yang telah ia lakukan. Cih, gadis kecil yang rakus.

Clara mengambil permen itu dan membuka plastiknya.
"Seharusnya kau menanyakan namanya agar aku tahu."

"Ah aku benar-benar tak berfikiran menanyakannya, dan tak tertarik untuk itu. Aku lebih tertarik pada pernen dan ice cream ini. Kau lihat bahkan aku tak memperkenalkan nama ku pada mu."

Perkataannya membuat Clara melongo.

Ah ya benar juga, bahkan Clara juga tak berfikiran menanyakan nama gadis kecil itu. Ia baru sadar.

"Baiklah jika kau tak tahu namanya. Bisa kau jelaskan seperti apa orangnya?"

Oh ayolah Clara benar-benar penasaran. Tidakkah anak kecil itu mengerti.
Clara menatap intens gadis pirang itu dengan tatapan memelas berharap mendapat jawaban yang akan memuaskan.

Clara mengembalikan permennya yang sudah dibuka, gadis kecil itu menerimanya dengan senang hati.

"Singkat saja, ciri-cirinya seperti Bathman." ujarnya cepat tanpa melihat Clara. Gadis itu menjilat permennya tanpa merasa berdosa.

Lagi-lagi Clara dibuat melongo, ingin rasanya Clara membuang kedua benda manis sialan itu agar gadis yang dia tak ketahui namanya menjawabnya dengan jawaban yang lebih berbobot.

Entah mengapa berbicara dengan anak ingusan sepertinya membuat Clara harus sedikit menelan rasa kekesalannya.

Clara menghembuskan nafasnya kasar. Ok, bersabarlah Clara.

"Maksud mu?"

"Dia memakai pakaian serba hitam, dan juga nenakai masker."

Baiklah mungkin didunia anak-anak seseorang yang berpakaian serba hitam bisa diidentikkan dengan tokoh-tokoh kartun tak jelas di TV.

"Siapa nama mu?" tanya Clara.

Entah harus merasa menyesal atau tidak atas pertanyaannya. Karena gadis itu mengulurkan tangannya yang belepotan karena sisa-sisa ice cream, ia hendak berkenalan.

"My name is Laurent."

Mengingat dihadapannya hanyalah anak kecil sekaligus bocah yang jangan lupakan sifatnya yang sedikit menyebalkan itu, Clara mengalah menerima uluran tangan mungil itu pasa akhirnya.

"Agh ice cream ku habis. Bisakah aku minta dibelikan lagi kepada mu sebagai upah ku?"

"Apa??" Clara tak menyangka atas perkataan Laurent.

Dia sudah mendapat permen, ice cream, meminta Clara membukakan bungkus permennya, sekarang minta dibelikan ice cream lagi? Sepertinya laki-laki yang memberinya minum meminta bantuan pada anak yang salah.

Belum cukup puas dengan lamunannya, Clara tersentak karena ulah Laurent.

"Aku tak bisa meminta kepada orang itu lagi karena kakak laki-laki itu sudah pergi entah kemana. Jadi aku minta kepada mu. Ayo cepatlah, belikan aku sekarang. Mumpung ibu ku belum datang menjemput ku. Harry up, please."

Clara meramal jika Laurent besar nanti pasti tumbuh menjadi gadis yang otoriter.

Clara meminum air mineralnya terlebih dahulu. Ada semburat merah diwajahya, kemudian meneguknya lagi sampai menghabiskan setengah air dari botol tersebut.

Rasa hausnya yang sempat terlupakan terasa menjadi dua kali lipat.

Mau tak mau Clara menuntun Laurent ke kedai ice cream dekat taman untuk menuruti apa yang dia minta.

Seorang pria bermata hazzel terkekeh pelan melihat interaksi kedua gadis berbeda umur sedari tadi itu.

Ia duduk dikursi taman dengan radius tiga meter disamping mereka berada. Kursi itu dibawah pohon yang lumayan besar dan rindang hingga tubuhnya tertutupi oleh pohon. Posisi yang sempurna untuk memperhatikan tanpa harus ketahuan.

Sudut bibirnya tertarik melihat wajah Clara memerah menahan kesal kepada Laurent, gadis kecil yang kelewat cerewet.

*

Setelah habis lari, sangat menyenangkan jika mengguyur tubuh dengan air. Clara sedang berenang dengan begitu semangat. Ini menyegarkan.

You walk into the room
So perfect but unware
Making me stop and stare
Everytime, l heard he broke
Your heart...

Bunyi smarphonenya membuat Clara berhenti sejenak, ia berenang ketepi kolam dan menyambar hp nya yang terletak dimeja kecil dekat kolam.

Satu panggilan masuk dari sahabatnya. Rose is calling you

"Ya, ada apa Rose?"

"Kau sibuk nanti malam?" tanya Rose diseberang sana.

"Agh, tidak. Sepertinya free. What's wrong?"

"Aku mengadakan pesta ulang tahun ku nanti malam. Datanglah, sudah lama kita tidak berkumpul."

"Alright. Akan ku usahakan."

"Good! See you tonight. Jam tujuh dirumah ku, pastikan kau hadir tanpa terlambat dan membawa kado mahal untuk ku."

"Seperti keinginan mu,Sis."
Rose tertawa ringan.

"Kau memang yang terbaik."

Pip... Sambungan terputus.

Baiklah, sepertinya setelah ini Clara akan menghabiskan waktunya di mall untuk mencari kado untuk sahabatnya, Rose.

*

Clara sedang ada dipusat perbelanjaan tepatnya di Manhattan Mall dengan dress pink soft selutut dan high heel berwarna senada.

Banyak pasang mata yang menatapnya, tak ayal beberapa kali ia diminta untuk berfoto bersama dengan fans fans nya yang ia temui disepanjang mall.

Clara tahu ini akan memakan lebih banyak waktu dari sekedar mencari kado, itu sudah biasa.

"Hufttt." Clara menghembuskan nafasnya jengah setelah selesai melayani penggemarnya berfoto ria.

Clara menuju stand pakaian, segala jenis brand ternama dan juga harga yang fantastis terpampang disegala penjuru. Well, ini justru membuatnya bingung. Apakah ia akan membelikan Rose dress? Sepertinya itu sudah biasa dan lagi Rose pasti sudah memiliki banyak koleksi pakaian.

Sepatu? Ah tidak.
Kalung? Tidak juga
Kemudian sebuah ide muncul diotaknya.

Clara akan membelikan Rose jam tangan, tidak ribet dan pasti sahabat matrealistisnya itu akan senang dengan pemberiannya.

Clara berjalan ke tempat yang dituju. Memilih-milih sejenak jam tangan dietalase.

Setelah hampir satu jam mencari yang pas, pilihannya jatuh pada jam tangan Rolex Cosmograp Daytona seharga $11.200 dollar.
Wow, come on guys. Clara berani bertaruh Rose akan sangat berterimah kasih padanya nanti.

"Thank you Miss, Don forget to be back."

"Sure."

Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Clara melirik jam tangannya masih jam dua sore. Masih ada waktu untuk pergi ke Book Court NYC untuk membeli beberapa novel.

Clara suka membaca, ia sering membaca untuk mengusir sepi saat tidak ada kegiatan atau pada malam hari saat ia kesulitan untuk tidur.
Lagi pula novel-novelnya sudah hampir habis ia baca.

Begitu meluncur ke istana buku itu, Clara sibuk memilih buku-buku yang akan ia beli.

Genre fantasy,romance, sudah dikantonginya. Tiba ia dirak buku yang berisikan novel thriller.

Perhatiannya tertuju pada Cover warna merah terang bergambar pisau yang dilingkari lingkaran hitam dengan judul The Killer.

Ia mengambilnya dan membuka sekilas lembar demi lembar untuk menimang-nimang apakah buku tersebut layak untuk dibelinya sesuai selera bacanya.

Akhirnya Clara memutuskan mengambilnya dan mengumpulkan buku tersebut dengan tumpukan buku yang akan dia beli.

Bukkk...

Clara menabrak seseorang hingga membuat tumpukan buku yang dibawanya terjatuh. Buru-buru Clara merapikannya, saat sedang asyik menyusun kembali bukunya tangannya digenggam oleh tangan asing. Sontak Clara mendongak, pria berhoodie dan memakai masker kini ikut berlutut bersamanya.

"Biar aku saja. Sorry." suara baritonenya cukup membuat siapapun yang mendengar tak mampu berkutik.

Entah mengapa ada yang berbeda dari aura laki-laki tersebut.

Dengan cekatan pria itu merapikan buku-buku yang berserakan, menyusunnya kemudian tanpa meminta izin kepada Clara ia langsung membawanya ke Book keeper.

Alhasil Clara mau tak mau ikut mengekorinya.

"Thanks."

"You're welcome."

Tanpa ada percakapan lagi, pria itu langsung melenggang pergi, membiarkan Clara memandangi punggung besarnya yang menghilang dibalik pintu toko.

Setelah membayar buku-buku yang dibeli, Clara langsung melajukan mobilnya untuk pulang.

Sampai dimansionnya Clara dikagetkan dengan sebuah mobil Limousine hitam yang terparkir dibagasi.

Ia hafal betul siapa pemilik mobil itu. Sedikit tergesa Clara menyeret kakinya memasuki mansion.

Benar dugaannya, kedua orang tuanya ada didalam.

"Hey Clara. Bagaimana kabar mu Nak?" Nancy menghampiri Clara dan memeluknya rindu.

"As you see, Mom." Clara membalas pelukan mommynya tak kalah erat.

"Kau tahu apa kesalahan mu Clara?" suara tegas sang daddy mengintrupsi.

Memberinya tatapan tajam yang biasa ia tunjukkan ketika sedang marah.

Clara hanya diam tak menanggapi, ia sudah tahu bahkan sangat sadar apa yang disebut daddynya sebagai sebuah kesalahan.

Clara masih menunggu kalimat selanjutnya yang akan daddynya ucapkan.

"Kau pergi keluar mansion tanpa pengawalan Clara. Sudah beribu-ribu kali daddy katakan. Jangan sekali-kali berkeliaran tanpa didampingi bodyguard. Kenapa kau menjadi pembangkang huh?"

Mendengar intonasi sang suami meninggi, Nancy mulai menengahi.

"Sayang, kau ini seorang model ternama dan berasal dari keluarga kaya. Tentu banyak orang jahat yang akan mengincar mu. Kau harus mengerti itu, ini demi kebaikan mu juga."

"Lagi pula daddy sudah memberitahu kepada semua orang untuk tidak membiarkan mu pergi sendiri sekalipun kau yang meminta kepada mereka untuk tidak mengawal mu. Jangan mentang-mentang mommy dan daddy tidak ada dimansion kau bebas berkeliaran. Kami selalu mengawasi mu." mata Alex memerah pertanda ia sedang menahan emosinya.

Tak ingin menyulut lebih parah emosi sang dadyy, Clara menundukkan kepalanya tak berani bertingkah apalagi menjawab untuk sekedar membela diri.

Ia tahu betul keputusan dan apapun yang dikatakan daddynya adalah hal mutlak. Tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan dalam keadaan apapun.

"Ini yang terakhir kau seperti ini." tegasnya sekali lagi memperingati.

"Besok kami akan pergi ke Swiss untuk tiga hari. Kau jangan macam-macam selagi kami pergi."

Ini sudah seperti kebiasaan yang Clara hafal diluar kepala. Kedua orang tuanya datang hanya untuk memberitahu untuk pergi lagi.

Clara hanya ingin dipeluk, dicium, dan bermanja-manja kepada mereka selagi ada dimansion. Tapi lihatlah, mereka baru sampai dan mengomelinya habis-habisan.

"Ke kamarlah, kita juga akan ke kamar untuk beristirahat."

Tentu saja mereka butuh istirahat, karena tiba dari perjalanan jauh pasti melelahkan.

"Baiklah mom."

Kalimat itu menjadi kalimat terakhir perbincangan keluarga billionaire itu.

*

Seorang pria bermata hazzel sedang duduk tenang dikursi putarnya. Kamarnya begitu rapi untuk ukuran laki-laki, ruangan itu didominasi oleh warna hitam.

Tangan kirinya menyesap seputung rokok yang terselip disela jari telunjuk dan jari tengahnya.

Menciptakan asap putih menggempul diudara kemudian memudar bersama angin sore yang sejuk kala itu.

Ia mengambil gelas berisi cairan vodka, meneguknya hingga tandas dan menaruh kembali gelas yang telah kosong itu secara perlahan. Seakan-akan apapun yang ia lakukan hari ini begitu sangat bisa ia nikmati.

Ia memandangi telapak tangannya.

"Hanya menyentuh tangan mu saja sudah cukup membuat jantung ku berdebar. Kau selalu bisa membuat ku gila Clara."

Bibirnya tersenyum tipis, sangat tipis seperti kertas. Kemudian ia mengepalkan tangannya erat mencoba merasakan tangan yang beberapa jam lalu digenggamannya.

Matanya juga perlahan terpejam, mencoba mereka ulang kejadian sederhana yang berpengaruh lebih besar dalam dirinya.

"Kau milik ku." desisnya.

Ada setiap obsesi terpendam disetiap penekanan dalam kalimatnya.

Hal-hal yang akan ia realisasikan suatu saat nanti membuat suhu tubuhnya menghangat.

"Hanya karena tangan ini menyentuh mu, hari ini aku bahkan tak rela mengotori tangan ku dengan darah." smirknya kembali terlukis.

Ia memandang jauh pemandangan dibalik jendela kaca besar didepannya.

Dan kembali menikmati rokoknya.

*

Malampun menyapa, Clara sudah mendapatkan izin dari kedua orang tuanya untuk pergi ke pesta ulang tahun Rose.

Dan mereka mengizinkan tapi Clara harus diantar supir, dan tak lupa sebuah mobil yang mengikutinya dari belakang yang berisi beberapa bodyguard daddynya.

"Hufft." Clara membuang nafas jengah. Ia pikir ini sungguh berlebihan.

Ia tak bebas dan ruang geraknya dibatasi. Tapi sebagian hatinya bersyukur. Kedua orang tuanya masih peduli kepadanya dan tak sepenuhnya acuh.

Clara mencoba menerima bahwa setiap orangtua punya cara tersendiri dalam menyalurkan kasih sayang pada anaknya.

Clara membuka sedikit kaca mobil, menghirup dalam-dalam angin malam.

Ia tersenyum sekilas, dan menikmati perjalanannya menuju kediaman Rose.

#Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

3.2M 32.9K 30
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
8.4M 519K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3M 212K 37
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
15.5M 875K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...