Miss Brown (COMPLETED)

By Milly_W

57.2K 11.1K 770

Gisela Brown tak pernah menyangka ia akan mengalami hal ini. Ia, seorang wanita berkulit hitam, Afrika-Ameri... More

Prolog
Catatan Penulis
1 - Mr. Michaels
2 - Mama
3 - Prince Hans
4 - Joanne
5 - Mrs. Brown
6 - Tickets
8 - Heart beat
9 - Monalisa
10 - His Serene Highness
11 - Gentleman
12 - Your Highness
13 - Angela
14 - A Moment
15 - New York
16 - Gazelle
17 - Milan
18 - Renaud's Model
19 - Adeline
20 - Private Party
21 - Jeremy
22 - The Rum
23 - Clementine
24 - Gala Dinner
25 - Liechtenstein
26 - Coronation Day
27 - The Princely Family
28 - Her Room
29 - Her Story
30 - The Castle
31 - The Twins
32 - Promise
33 - Gossips
34 - Hurricane
35 - The Contract
36 - Mr. Past
37 - "Let's talk."
38 - The Guardian
39 - Mrs Wenzel
40 - Sea Breeze
41 - Tea Party
42 - Gold
43 - Regnum Teutonicum
44 - The Warmth
45 - Settled On
46 - His Sister
47 - Green Eyes
48 - Fiamma & Massimo
49 - Milan's Night
50 - The Burglary
51 - Mr. Franceso
52 - Agnatic Primogeniture
53 - La Gazella
54 - Rudolf
55 - Cara Mia
56 - Bambina
57 - The Secrets
58 - Callisto
59 - Donut
60 - Imagination
61 - Wedding Day
62 - The News
63 - The Other Promise
64 - Mr. Brown
65 - Hope
66 - Castelmola
67 - Someone New
68 - Reunion
69 - Runaway
70 - A Little World (The end)
Epilog

7 - Atlantic

1.3K 258 11
By Milly_W

"Kupikir kau sudah menolaknya."

"Sama, kupikir kau juga."

Mulai dari pembicaraan itu tadi pagi, hingga sore ini aku berada di Florida. Beberapa jam lalu, aku dan Joanne masih terkekeh-kekeh di dalam mobil brsama Tuan Gutmann.

Ah ... mari kita memanggil pria itu sebagaimana Jo memanggilnya. Winston.

Pria itu menjemput kami di depan apartemen Joanne setelah Joanne menghubunginya dan bilang bahwa kami akan menggunakan tiket itu. Winston bersikap sangat tenang seperti sudah menduga bahwa kami takkan bisa menolak tiket pesawat menuju pesta ulang tahun palsu yang sudah ia siapkan. Ekspresi wajah sombongnya itu membuatku sedikit kesal untuk dengan sukarela masuk dalam rencananya. Tapi aku mengesampingkan rasa kesal itu dan memikirkan hal yang lebih kurasa penting.

Yang ada dipikiranku sekarang hanyalah sebesar apa gaji banker zaman sekarang hingga mereka menaiki jaguar ke mana-mana dengan seorang supir pribadi? Ayolah, Winston bilang pria yang mengemudikan mobil itu adalah temannya? Jo mungkin percaya, tapi aku tidak.

"Mobil ini? Haha, ini bukan milikku, aku meminjamnya dari bosku. Andrew akan mengembalikannya setelah mengantar kita ke bandara," ujar Easton sambil menunjuk Andrew, si teman di sampingnya.

Omong kosong, Tuan. Siapa yang kaucoba bohongi ini?

Kami menuju bandara dan terbang dari New York ke Florida. Begitu kami sampai, Florida menyambut kami dengan sebaik yang kuingat. Terpaan angin, bau laut dan terik sinar matahari LP musim panas yang menguar di udara. Florida memiliki keindahan sendiri yang khas. Keindahan yang akan merenggut separuh hatimu hingga kau akan merindu saat kau meninggalkan kota ini.

Di bandara, kami dijemput teman lainnya dengan sebuah Mazda Miata Limo warna merah magenta yang ... sudah hentikan. Pria-pria ini jelas bukan banker biasa. Siapa mereka sebenarnya? Aku yakin sudah membawa paper spray bersamaku, dan aku tidak pernah menjauhkan tanganku dari senjata rahasia yang kusimpan di dalam pouch-ku itu. Joanne pun bukan wanita bodoh yang tidak menyadari keganjilan yang kurasakan. Jelas, mereka sangat mencurigakan. Aku sesekali bertukar pandang dengan Joanne, tapi kami belum bisa merencakan apa pun sebelum Winston melakukan sesuatu yang ... membuatku harus membutakan matanya dengan senjata kami.

"Phillip sudah menunggu, tapi kita bisa mampir ke beberapa tempat jika kalian ingin." Winston menoleh ke belakang pada Joanne, lalu melirikku dan tersenyum. "Atau ingin langsung istirahat? Nona Brown terlihat lelah."

Sikap Winston benarlah sama sekali tidak mencurigakan. Tidak saat ini. Tapi jelas, dia menyembunyikan sesuatu. Aku tahu, aku tidak perlu memberikan kode apa pun pada Joanne, dia akan paham bahwa keputusannya adalah kami akan memainkan permainan yang dimulai Winston.

"Kurasa tidak baik membuat Tuan Phillip menunggu lebih lama."

Setelah kami sampai di pantai, pun ternyata kami belum sampai di tujuan. Winston membawa kami ke sebuah yacht. Kemudian meneruskan perjalanan ke sebuah pulau kecil yang lumayan jauh dari pantai.

Setelah semua mobil mewah itu, sekarang sebuah pulang pribadi?! Yang benar saja?!

Di titik ini, aku kehilangan akal sehat Joanne. Dia tenggelam dalam pesona laut dan nuansa kebebasan yang ditawarkan sekitar kami hingga melupakan ketegangan yang sempat ia rasakan bersamaku tadi. Lihatlah dia sekarang! Bergelayutan di punggung Winston dan mereka bermesraan seperti pemuda gila. Baiklah. Aku sendirian sekarang. Aku tidak berhenti mencoba melihat jaringan sinyal di ponselku. Beruntung, hingga di pulau kecil yang kami tuju, jaringan ponselku masih tersisa, meski tidak terlalu menjanjikan.

"Apa yang membuatmu berubah pikiran, Sel?"

Joanne bahkan baru menanyakan itu saat kami sudah sampai di penginapan sederhana tak jauh dari bibir pantai di pulau kecil yang indah ini. Sungguh gadis yang peka dan peduli. Membuatku terharu. Sekali lagi, kenapa aku berteman dengannya? Oh, karena tak ada yang mau berteman denganku, dan tidak ada yang bisa kupercaya begitu saja untuk membuat hubungan terlalu dekat dneganku. Oke, itu membuatku beberapa kali lebih terharu. Sambil meletakkan barang bawaan—yang hanya sebuat tas jinjing terlepas dari tas selempangku— aku mendongak dan mengamati rumah pantai yang akan kami tempati beberapa hari ke depan. Sebuah rumah pantai yang sederhana, namun indah dan eksotis.

"Seperti kataku tadi, aku merasa seperti sedang ingin pergi liburan," jawabku sekenanya dan berjalan menuju salah satu sisi rumah pantai itu.

Di seberang hamparan pasir putih, berdiri dengan megah sebuah gedung yang tidak cukup besar, namun desain bangunannya yang sederhana dan anggun menyita perhatianku.

"Tempat apa itu?"

Joanne mendekat ke arahku dan mengintip. Gadis itu menyibakkan rambut merahnya yang ia urai dan menggeleng kecil.

"Entahlah, aku tidak terlihat seperti seorang penghuni pulau ini, bukan? Daripada itu, bisakah kau berhenti mengalihkan topik pembicaraan? Apa Tuan Phillip menghubungimu?"

Aku menghubunginya duluan. Sialan.

"Aku akan segera kembali," ucapku sambil berjalan ke arah seberang sisi pulau di mana gedung unik itu berada.

"Hei, kau akan pergi begitu saja? Bagaimana dengan persahabatan kita?"

"Bawa barang bawaan kita ke dalam. Itu gunanya kau ada di sana," seruku karena suara Joanne makin memudar oleh teriakan ombak.

Aku harus berjalan melewati pepohonan gersang dan jalan bebatuan untuk sampai di sana, di sisi utara pulau. Selama perjalanan, aku mengamati sekitar dan satu hal yang kusadari adalah pulau ini sepertinya pernah berpenghuni dulu. Meski tidak ada kapal lain selain yang kami gunakan, ada bekas dermaga untuk kapal kecil, dan papan petunjuk arah yang sudah berkarat di dekat bangunan.

Bangunan itu pun memberikan kesan yang sama dengan lingkungan di sekitarnya. Tidak ada penjagaan di sekitar akses masuk menuju ke area bangunan itu. Tak adanya perlindungan khusus di sekitar bangunan itu membuatku lega, karena itu berarti tak ada yang berbahaya di sana. Setelah aku cukup dekat dengan bangunan itu, barulah aku dapat melihat nama gedungnya tertulis di papan, yang mana sudah berkarat juga.

Atlantic Sea's Shark Conservancy Center.

Wow, pusat penangkaran? Kenapa aku baru tahu ada tempat seperti ini di Florida? Tempat ini memang terlihat sangat privat. Jika bangunan seperti ini ada di pulau ini ... apa aku salah mengartikan bahwa pulau ini adalah pulau pribadi? Apa Winston menyewa pulau ini dari pihak penangkaran? Mungkin aku bisa menanyakannya nanti. Yang jelas untuk sekarang, aku tidak bisa menghentikan diriku untuk tidak dikuasai rasa penasaran dan membiarkan kakiku melangkah masuk ke dalamnya.

"Halo? Apa ada orang di dalam?" seruku di depan pintu masuk.

Hening.

Aku menunggu hampir satu menit dan tidak mendapatkan jawaban apa pun meski aku mengulangi pertanyaan itu beberapa kali. Ini bukan musim libur kerja. Dan di hari kerja seperti ini, cukup mengherankan saat aku melihat papan yang bertuliskan tutup di depan pintu. Apa mereka lupa mengunci pintunya jika memang mereka tutup? Baiklah, tidak akan ada yang menyalahkanku jika aku yakin, tempat ini sudah tidak beroperasi lagi.

Aku berjalan melewati pintu masuk gedung yang terbuat dari kaca, mengamati betapa hebat arsitek yang merancang bangunan itu. Rasanya sayang sekali jika bangunan ini dibiarkan begitu saja, tidak terawat. Warna dinding dan biasan cahaya siang itu membuat ilusi mata hingga membuat bagian dalam bangunan terlihat seperti berada di dalam air dangkal. Dilihat semakin dekat, barulah mataku beradaptasi dengan baik dan menyadari bahwa itu hanyalah biasan cahaya dari kaca di atap bangunan kecil ini.

Klek!

Aku terkesiap dan melangkah mundur saat salah satu pintu dalam bangunan itu terbuka begitu aku bersandar padanya untuk mengintip lebih dekat. Pintunya tidak terkunci meski papannya menunjukkan ruangan itu tidak sedang beroperasi.

Selain karena tak ada yang bisa kumintai izin untuk memasukinya--lagi pula aku tak ingin meminta izin--,kurasa bukan masalah jika aku masuk untuk hanya melihat-lihat. Semoga. Aku tahu ini mungkin akan membuatku berada dalam masalah, tapi nyatanya kakiku terus berjalan memasuki ruangan itu.

Di dalam ruang itu, secara mengejutkan aku menemukan barang-barang yang kupikir tidak akan ditinggalkan begitu saja oleh pengelola jika tempat ini benar-benar ditutup. Beberapa piagam penghargaan yang menyatu dengan tembok, TV LED berdebu berukuran rakasasa di salah satu ruangan kecil lain, lalu ruangan lainnya terkunci. Yang membuatku terus berjalan adalah suara air —atau ombak?—yang semakin keras saat aku memasuki bagian dalam, atau lebih tepatnya bagian luar dari ruangan jika kau memasukinya terus lebih dalam. Berbekal suara ombak yang menuntunku, aku terus berjalan, menikung ke arah pintu-pintu kecil, kemudian di pintu terakhir dari bangunan itu, aku menemukan hal yang apa yang kucari.

Di depan mataku, terbentang lautan yang terlihat hijau terang, lengkap dengan suara ombak yang tenang, begitu khas, begitu kontras dengan langit biru yang setengahnya sudah mulai merona merah. Jalan di hadapanku terbuat dari kayu-kayu, mirip dengan dek pinggir laut, di mana tempat kapal-kapal kecil bisa bersauh. Jalan itu sempit, terlihat rapuh, cukup panjang. Yang membuatku terpukau adalah, air laut yang tinggi membuat jalanan itu seakan melayang-layang di antara permukaan laut. Sungguh pemandangan yang membuatku kehilangan napas sesaat saking indahnya.

Persepsiku dari kata kayu rapuh, berganti menjadi lebih kuat dari pada kelihatannya, saat aku mulai melangkahkan kaki di atas dek kecil itu. Kayunya masih kuat meski berderik-derik. Kurasa kayu ini tidak akan patah meskipun ada dua orang pria dewasa berlari di atasnya.

Aku mengintip-intip dalam air di bawahku. Sangat jernih, hijau, terlihat tidak terlalu dalam, aku bisa melihat dasarnya, meski tidak terlalu jelas. Batu karang, dan ikan-ikan kecil. Sangat indah. Panorama indah di bawah sana membuatku semakin penasaran dengan ujung paling jauh dari jalan kayu setapak ini. Di sana terdapat bangunan kecil seperti tempat menyimpan peralatan renang atau semacamnya.

Angin laut menyapaku dengan sangat ramah saat aku tiba di sana. Ia menyibakkan rambutku dan aku dengan senang hati menerima sentuhan hangat yang dulu sangat kusukai itu.

Andai Papa di sini.

Ah, mengingat Papa hanya akan menghancurkan mood baikku. Aku menunduk, mencari pengalihan yang bisa kudapatkan di bawah sana. Di sana terlihat lebih dalam, tapi aku masih bisa melihat bagian dalam laut itu. Namun berbeda dari yang lebih dangkal, bagian bawah lautan itu kini hanya hamparan pasir putih, tanpa karang.

Tunggu, aku melihat sesuatu di dalam sana.

Apa itu manusia?

Ada seseorang tengah menyelam di sana. Seorang pria. Rambutnya pirang, nyaris putih, berkibar-kibar, mengikuti arus. Ia memakai baju menyelam, tanpa tangki skuba ataupun sirip di kakinya. Tubuhnya terbentang secara horizontal di bawah sana, menghadapku. Terlihat sangat rileks, ia bahkan memejamkan matanya, seperti tengah tertidur.

"Tuan Phillip?"[]


To be continued, 🐨

15042021

Don't forget to click the ⭐ button and follow me to get every notification. Love ya

Continue Reading

You'll Also Like

339K 292 9
Drewraka Winata, bukan manusia yang tahan akan kenafsuan duniawi, ia sudah memiliki Avita, tapi masih mengingikan Salsa, yang kini sudah berstatus me...
569K 9.3K 8
#2 LastStandingNation (Sebagian sudah dihapus dan dipindah ke DREAME. Tersedia versi Buku) Ruby King tidak anggun seperti perempuan kebanyakan. Dia d...
3.5K 949 52
Jo, seorang jenius cacat yang introvert mengetahui bahwa lembah indah tempat teman-teman barunya bersekolah akan digusur untuk dijadikan hotel oleh p...
12.8K 2.8K 34
Sinopsis ada di dalam cerita