Touch

By bye_pluto

210K 7K 1K

Aku tidak bohong. 'Sesuatu' itu menyentuh tubuhku saat aku tidur! (Belum revisi) More

1
2
4
5

3

40.4K 1.4K 106
By bye_pluto

Aku mengerjapkan mata. Beradaptasi dengan cahaya terang yang seolah menikam mataku dengan tiba-tiba.

Menoleh ke sekeliling, aku langsung sadar tengah berada di kamarku. Aku melirik jam dinding. Pukul tiga. Pagi?

Urgh. Terlalu pagi. Padahal tadi malam--

Aku melotot.

Ya ampun!

Apa yang semalam itu nyata? Tapi, bagaimana aku bisa ada di kamar? Seingatku aku pingsan di ruang tengah.

Apakah itu cuma mimpi?

Aku bergegas turun dari ranjang dan keluar kamar. Mataku membelalak menatap sebuah pizza di atas sofa.

Pizza pesananku semalam.

Jadi, yang tadi malam itu nyata? Dan siapa yang membawaku ke kamar?

Aku bergidik. Kuharap bukan Mbak Kunti.

Semalam aku benar-benar syok saat tahu Mbak Kunthi yang melecehkanku selama ini. Waktu kecil, aku sebenarnya punya pengalaman kurang baik dengan dedemitan jenis Mbak Kunthi. Makanya aku masih trauma.

Aku duduk di dekat pizza. Masih tak habis pikir kalau setan bisa setampan pria semalam. Dan.. yang melecehkanku waktu itu adalah kuntilanak!

Aku baru tahu kalau ternyata setan juga mengalami penyimpangan seksual. Kukira hanya manusia yang mengalami masalah semacam itu.

Aku bergidik.

Soal pengantar pizza itu.. aku akan membirkannya. Aku meringis saat membayangkan tubuhnya menghatam pintu dan menimbulkan suara bedebum yang cukup keras. Dia harus sangat bersyukur kalau setelah ini tak perlu rutin pergi kontrol ke dokter tulang.

Kruyuk.

Aku mendengus. Lapar sekali. Aku meraih kotak pizza dan menaruhnya di pangkuanku. Lalu mulai melahap potongan pertama. Tak peduli kalau pizzanya sudah dingin. Padahal biasanya aku langsung kehilangan selera makan.

Bisa dipastikan sekarang aku benar-benar kelaparan.

Aku baru berbalik, hendak berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Tapi, tiba-tiba tubuhku membeku.

Sensasi yang sama seperti semalam.

Sebab yang sama pula.

Pria itu menatapku tepat di mataku dengan mata hitam kelamnya.

Hell.. "Mau apa?" tanyaku dengan suara bergetar karena rasa takut.

Dia berdiri tepat di depanku, dibelakang sofa. Kami hanya terhalang sebuah sofa, yang baru dibeli Kakak dua bulan lalu. Masih mulus.

Maaf. Entah kenapa aku merasa harus mengatakan omong kosong itu.

"Menagih janjimu," katanya datar, tanpa ekspresi.

Sial. "Sebaiknya kau lupakan janji itu. Aku tak sungguh-"

Prang!

Aku seketika menoleh kebelakang. Terkejut bukan main melihat guci ukuran besar kesayangan Kakak kini sudah berubah wujud menjadi pecahan-pecahan keramik berserakan macam sampah rongsokan.

"Apa yang kau lakukan?!" Aku kini menatap geram pada pria itu. Ketakutanku kini bertransformasi menjadi kemarahan.

"Memperingatkanmu."

Deg.

Pria ini benar-benar membuatku ketakutan. Kalau aku tak menurut, bukan tak mungkin lagi televisi layar datar dibelakangku akan melayang lalu menghantam kepalaku tanpa ampun.

Aku menghembuskan napas pasrah. "Oke. Apa maumu?"

"Mengabdi."

"Apa, sih, sebenarnya yang kau maksud dengan mengabdi?" tanyaku kesal. "Kalau itu maksudnya memberimu sesaji tiap malam Jum'at, menyerahkan tumbal, sujud-sujud di kakimu.. aku nggak mau!" tegasku.

Aku jadi ingat film-film Susana yang beberapa waktu lalu sering diputar di salah satu stasiun televisi. Err, aku kurang suka. Mereka menayangkannya bahkan sebelum jam delapan malam. Itu sedikit gila, mengingat anak-anak dibawah umur masih berkeliaran.

"Bukan."

Dongkol rasanya saat kamu bicara pakai rumus matematika; panjang kali lebar. Tapi, lawan bicaramu justru memakai rumus penulisan bahasa Indonesia; singkat, jelas, dan padat.

"Terus?"

"Melayaniku."

Aku bergidik. Bayangan novel horor-erotis kini memenuhi kepalaku, lagi. Aku tidak mau!

"Itu seperti apa? Maksudku, apakah--" Aku kehilangan kata-kata. Masa iya aku harus bertanya blak-blakan?

"Menyerap energi kehidupanmu."

Apa? Dia bilang apa? Energi hidup? Kalau diserap bukannya aku akan mati.

"Apakah aku akan mati?"

"Tidak. Aku takkan menyerap semuanya. Aku takkan membuatmu mati."

Speechless. Ini pertama kalinya dia bicara begitu panjang. Dan apa tadi dia bilang? Takkan membuatku mati? Tapi, tunggu dulu..

"Berapa lama aku harus melakukannya? Mengabdi padamu."

"Selamanya."

Gila!

Sangat gila!

Sungguh gila!

"Tidak mau!"

Prang!

Sekarang apa lagi? Aku menoleh. Mug. Mug kesayanganku! Yang saking sayangnya hanya kujadikan pajangan, takut kalau rusak. Sekarang? Dia sudah jadi kepingan tak berbentuk!

"Ya ampun! Brengsek! Kau harus ganti rugi!" tuntutku. Tapi, pria itu hanya memandangku dalam kedatarannya.

Yeah. Apa, sih, yang bisa diharapkan?

Aku mendengus keras-keras. "Aku tak mau kalau selamanya! Umurku baru tujuh belas tahun seminggu lalu! KTP-ku bahkan belum selesai dibuat! Aku bisa melaporkanmu atas tuduhan eksploitasi anak dibawah umur!" geramku.

"Silakan."

Kalau mataku benar-benar masih sehat, aku bersumpah baru saja melihat senyum miringnya! Sialan! Dia membuatku terlihat seperti orang bodoh. Jelas aku tak mungkin melakukannya.

"Pokoknya aku tak mau selamanya! Hancurkan saja rumah ini kalau kau mau!" Aku melipat kedua tangan di depan dada sambil tersenyum miring.

Dia pikir, dia berkuasa? Dia pikir aku peduli? Double no!

"Bagaimana jika kakakmu?" Pertanyaannya berhasil membuat senyum miringku hilang. Kedua tanganku luruh di masing-masing sisi tubuhku.

"Jangan macam-macam!" geramku penuh penekanan. Aku lebih peduli dengan kakakku dari pada nyawaku sendiri.

Dan, dia tahu hal ini.

"Hal yang sama berlaku padamu," tuturnya dengan suara sedingin es.

Aku sekilas bergidik. Tapi, cepat-cepat kuenyahkan rasa takut yang kembali menyusup dalam hatiku secara perlahan. Aku tak mau setan di hadapanku ini jadi besar kepala.

Aku menghembuskan napas berat. Pasrah. Aku tak akan melibatkan Kakak di sini. Lebih baik aku mati. "Oke."

Saat ini aku mengiyakan saja. Lain hari aku akan cari cara untuk memusnahkan setan tampan ini.

Tiba-tiba dia mengulurkan tangan. Aku pikir akan melakukan sesuatu sehingga aku sudah memasang tubuh waspada. Ternyata tidak. Dia hanya menunjuk tanganku.

Maksudnya?

Aku melihat kedua tanganku. Membuka telapaknya. Menelitinya. Tak ada apapun. Tapi, tiba-tiba perasaan panas menjalar di pergelangan tangan kiriku. Tepat diatas nadiku. Rasanya membakar. Lalu entah dari mana, sebuah simbol kini terukir di sana bersamaan dengan rasa membakar yang menghilang.

"Apa ini?" gumamku sambil melirik pria itu. Memudian mengamati simbol di tanganku. Sebuah bintang didalam lingakaran. Rasanya familiar. Seperti simbol setan yang pernah kulihat di sebuah film horor.

Oke. Ini benar-benar horor.

"Sebuah kontrak."

Alisku bertaut. Sekarang jadi konyol.

Aku terkekeh. "Untuk apa? Dari pada kontrak ini lebih seperti perbudakan! Ini hanya akan berakhir kalau aku mati, kan?" cibirku.

Dia menggeleng, membuatku mengerutkan kening. Tapi, setan tampan itu sepertinya tak berniat menjelaskan. Terbukti dengan dia yang kini menghilang tiba-tiba.

Aku harap dia tak kembali.

¤¤¤

Di mulmed itu simbolnya. Namanya hexagram.

Continue Reading

You'll Also Like

4.3K 949 15
Kamu bisa lihat aku?
128K 4.4K 59
aku anak tiri yang harus ikut ibu sambung harus menghadapi teror pocong di tempat tinggalku yang baru
1M 7.9K 9
(FIKSI) Lulu,gadis manis bertubuh indah menikah dengan jin,bukan untuk "pesugihan" tapi untuk "perlindungan"
593K 63.2K 58
Horor - Thriller Bagaimana jika seorang indigo bertemu dengan psikopat? Dan bagaimana jika psikopat bertemu dengan indigo? Seperti inilah kisahnya...