Bisikan Mereka ✔

By askhanzafiar

219K 18.1K 725

Revisi terbaru. "Dira ...." "Dira ...." "Pergi! Kau siapa?" Aku menutup telinga kuat-kuat sembari memekik dal... More

Siapa aku?
Membantu Mereka
Diganggu
Kejanggalan
Petak Umpet
Televisi
Rekaman Berdarah
Kepiluan dan kabar gembira
Ekskul
Sakit
Kejadian Berdarah
Penginapan
Kampung Maksiat
Tentang Author #1
Rumah Sakit
Rumah Sakit '2
Uji Nyali
Villa Delia
Villa Delia'2
Tentang Author #2
Gua Sunyaragi
Teman Pemakai Susuk
Teman Pemakai Susuk '2
Tertukar.
Bukan Penyakit Biasa
Bukan Penyakit Biasa'2
INFO PENTING PAKE BANGET.
Rumah Omah
Rumah Omah '2
Vc terakhir.
A Piano.
Siapa Dia?
Kak Kenan?
A Mystery
Siapa pelakunya?
Akhir dari segalanya?
Empat Tersangka.
Ending?
Terungkap!
Menuju Cahaya?
Sejatinya
Persiapan pelantikan
Keganjilan
Ternyata?
Tragedy's
Pergi?
HEI INI PENTING BANGET!
Tentang Mamah
Ending! 🔚
LANJUTAN BISIKAN MEREKA
Hororwk

Play With Tere

5.6K 517 22
By askhanzafiar

Aku menatapi langit-langit kamarku. Hari ini hari libur. Selimut tebal masih setia menemani pagiku. Aku berganti posisi menjadi duduk. Kuhela nafas kasar. Waktu masih pukul 04.30 dan ternyata mataku sudah terang benderang saja.

"Kau kenapa, Dira?" tanya Tere yang berhasil mengagetkanku.

"Ya Ampun! Kamu mau bikin jantungku copot ya, Tere?" tuduhkau sembari mengusap dada.

Tere terkekeh.

"Kalau jantungmu copot, berarti kau akan sama sepertiku, Dira," ujarnya.

Aku melotot tajam ke arahnya.

"Belum! Belum saatnya. Aku masih ingin jadi dokter, jadi photographer, jadi penyanyi, dan masih banyak lagi. Aku ingin sukses dulu," ujarku.

Dia masih terkekeh saja.

"Banyak sekali kemauanmu, Dira. Dulu aku juga sama sepertimu," ujarnya yang mulai menduduki tempat tidurku dan sedikit membenarkan seprai yang berantakan.

"Memang kau dulu mau jadi apa?" tanyaku dengan antusias.

Dia tersenyum.

"Dulu aku ingin jadi pilot, ingin jadi astronot, dan ingin sekali jadi nahkoda. Banyak, bukan?" tanyanya dengan kekehan kecil menghiasi wajah tampannya.

Aku mengangguk setuju.

"Banyak sekali," komentarku.

Dia menatapku dalam-dalam.

"Tapi semua itu takkan jadi kenyataan, Dira," lirihnya.

Ia menunduk selama beberapa detik. Aku bersiap menunggunya untuk bercerita.

"Ayahku tidak membiarkanku meraih cita-citaku. Ia menginginkanku  menjadi prajurit pembela negaranya," ujarnya.

Aku masih fokus mendengarkan ceritanya.

"Ayahku seorang prajurit Belanda atau apa lah itu aku lupa. Ibuku seorang wanita asal Amerika." Dia menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan.

"Ambisi Ayahku yang membuatku jadi begini," lirihnya.

Aku mendekatinya, tersenyum, dan menepuk pundaknya.

Ia menatapku.

"Ayahku jahat, Dira. Dia memukuliku jika aku tidak mau belajar walau hanya satu kali. Terkadang ia menempeleng kepalaku jika aku masih bersikeras bermain dengan anak pribumi," terangnya.

"Hingga pada suatu ketika, aku sedang bermain mobil-mobilan. Saat itu Ayah dan Ibuku sedang bertengkar hebat. Aku hanya bisa mengurung diri di kamar. Hingga akhirnya, Ayah menarik paksa tubuhku. Membawaku ke gudang bagian belakang rumah. Ibuku berteriak-teriak untuk meminta ayah memberhentikan aksinya, namun hal itu tak sedikit pun digubris oleh Ayah. Ia mulai mendorongku masuk ke sebuah lubang. Aku terdesak di dalam sana."

Tere makin menundukkan kepalanya.

"Baunya busuk, anyir, dan amis. Aku hampir mual dibuatnya."

"Aku menengok ke arah belakangku. Di sana terdapat banyak sekali kain-kain yang berlumuran darah."

"Ayah terlihat memegang senapannya. Secara sengaja, senapan itu mulai di arahkan kepadaku."

"Ibu menangis sembari menarik-narik baju ayahku, tapi ayah tak berniat untuk menggagalkan apa yang ingin ia lakukan," ujar Tere yang terdengar sangat pilu.

Aku tercengang mendengarnya.

"Tak butuh waktu 5 detik, peluru itu sudah tembus tepat di ulu hatiku. Aku tak tahu apa yang terjadi, Dira. Seketika aku telah keluar dari jasadku."

"Aku mendengar suara keretakan  tulang. Kain-kain yang berbau amis tadi seketika bergerak dan membentuk badan utuh, namun penuh luka."

"Mereka bercerita banyak tentang kekejaman ayahku."

"Ayahku pembunuh. Ia suka menyakiti orang lain. Ia suka mengurung orang lain. Ia juga suka menguliti orang lain tanpa punya belas kasihan. Tak hanya itu, ia pun sering menembaki orang sesuka hatinya, menaruh nafsu bejat pada perempuan pribumi, merampas harta orang lain, menyiksa anak-anak kecil, dan juga mematahkan tulang-tulang para lansia. Sangat mengenaskan. Tidak punya hati!"

"Semenjak itu aku mulai pergi dari rumah dan mencari kehidupan baruku. Hingga akhirnya, aku dipertemukan olehmu," ujar Tere sembari tersenyum.

Aku tersenyum menanggapinya.

"Jangan jahat kepadaku ya, Dira. Jangan seperti ayahku," pinta Tere sambil memegang erat tanganku.

Aku mengangguk dan tersenyum.

"Aku tidak akan menyakitimu dan kau tidak akan menyakitiku. Kita sahabat selamanya!" ucapku semangat.

Tere tersenyum.

"Maukah kau kutunjukkan sesuatu?" tanyanya dengan antusias.

Aku mengangguk.

"Apakah kau percaya jika aku bisa bermain piano?" tanyanya dengan nada sombong.

Aku mengangguk saja.

"Ikut aku dan pegang tanganku!" perintahnya.

Aku langsung menuruti ucapannya itu.

Ia membawaku ke tempat yang gelap, sepi, dan sunyi.

Aku mulai membuka mata dan menatapi hamparan sawah indah di hadapanku. Desa di depanku ini tampak asri sekali. Banyak orang terlihat menanam padi di sawah dan juga bersenda gurau sambil sesekali mengurusi sawahnya, tetapi mereka tak menganggap keberadaanku.

"Itu pianonya di sana!" ujar Tere.

Aku mengikutinya dari belakang.

Ia membuka piano putih dekat gubuk tua, namun tampak masih tegap. Ia berancang-ancang untuk memainkannya.

Suara alunan lagu lama terdengar jelas ditelingaku. Ia memainkan piano tersebut dengan lincah.

Merdu sekali.

"Hei, sampai melamun .... Bagus, tidak?" tanya Tere.

Aku tertawa karena ketahuan menghayati lantunan nada piano itu.

Aku bertepuk tangan dengan keras. Tere tersipu melihat tepukan meriah dariku.

"Bagus! Bagus sekali. Aku menyukainya," pujiku sembari tertawa.

Tere pun ikut tertawa.

"Ini di mana?" tanyaku sambil memandang ke arah sekitar.

"Ini tahun sebelum bangsaku menjajah bangsamu. Tenang dan damai, bukan?" Tanyanya dengan tersenyum.

Aku mengangguk saja.

"Oh iya, nanti jika saatnya aku pergi, jangan rindu padaku ya?" pintanya yang sedikit memberikan rasa pedih di hatiku.

Aku memajukan bibir sekilas, manyun.

"Kenapa memang? Kau mau pergi kemana?" tanyaku dengan nada agak kesal.

Dia mengacak rambutku.

"Kan sudah kubilang, aku pasti akan meninggalkanmu, Dira. Akan ada yang menggantikanku nanti. Tenang saja,"ujarnya sembari tertawa.

Aku merengut kesal.

"Lalu kalau aku ingin bertemu kau, bagaimana caranya?" Tanyaku dengan nada yang masih tak enak di dengar.

"Nanti kau akan tahu. Jika saatnya sudah tiba," sahutnya.

"Tere, main polisi maling, yuk! Kau yang jadi maling dan aku polisinya, oke?" Tawarku.

Ia terlihat berpikir sejenak.

"Okelah, tapi masa tampan-tampan seperti ini jadi maling, Dir?" Tere terbahak-bahak.

Aku semakin kesal dibuatnya.

"Oke oke .... Aku maling tampan dan kau polisi cantik. Maling tampan akan mencuri hati polisinya cantik, ya? Eh, tidak. Aku hanya bercanda saja," ucapnya.

Aku tertawa.

"Kau lucu sekali, Tere," ujarku sambil tersenyum.

"Memang sudah takdirku,"ujarnya.

"Dasar hantu pede!" ucapku seraya tertawa lepas.

"Tak apa. Yang penting aku tampan," ujarnya sembari tertawa.

"Kau konyol seperti acara badut di televisi kartun yang biasa ku tonton."

Dia berpikir sejenak.

"Badut, ya? Hm, badut jelek. Kalau aku, tampan. Jangan disamakan, ya. Hahahahah." Aku dan dia berhasil tertawa terbahak-bahak.

Tere mengambil jepitan di kepalaku.

"Tere kembalikan!" suruhku dengan kesal.

"Apa kau lupa? Aku kan maling! Ayo kejar aku polisi cantik! Hahahah," tawanya sembari melayang.

"Kau curang! Kau curang. Tidak boleh melayang! Tidak adil itu, Tere," ujarku dengan nafas yang memburu karena terlalu cepat mengejarnya yang hanya tinggal terbang.

"Kau ingin melayang juga?" tawarnya.

Mataku berbinar.

"Tentu saja!" ujarku antusias.

Tere memegang tanganku. Ia menggenggamnya dengan erat.

"Eh, eh, aku ingin jatuh ini ...." Aku terus meracau tak jelas.

Ia benar-benar membawaku melayang!

Antara takut dan senang. Entahlah apa yang ku rasakan.

Tere terus memegangi tanganku. Aku balik memegangi tangannya.

"Sekarang polisi menang!" putusku.

Dia menatapku heran.

"Bagaimana bisa menang?" tanyanya penasaran.

"Look it this! aku sudah dapatkan dirimu. Tinggal aku penjarakan saja hahahah," ujarku senang.

Tere menjatuhkan diriku dan dirinya di hamparan rerumputan hijau.

"Dasar kau! Aku takkan membiarkanmu bisa memenjarakanku, wle." Tere menjulurkan lidahnya yang berusaha meledek.

Aku menepuk kencang bahunya. Sahabatku yang tak kasat mata ini memang menyebalkan.

"Ayo, lari lagi! Tangkap aku lagi hahahaha." Tere menjauhiku lagi.

Aku tersenyum senang sembari mengejarnya kembali.

Aku kembali! Belum ada seramnya ya? Tunggu saja. Jangan sembarangan berucap jika ini tidak ada apa-apanya. Tunggu aku kembali👀

Continue Reading

You'll Also Like

898K 82.3K 58
#1 in Horor [2020] #1 in Humor [15/10/2020] #1 in Lawak [03/11/2020] #1 in Misteri [08/11/2020] #5 in Hantu [09/11/2020] #2 in Matabatin [10/12/2020]...
387K 3.3K 18
18++ Bukan konsumsi anak2 Sekian lama menjanda, kau mendapatkan kabar jika ibumu akan menikah. Mungkin bagi sebagian anak. Ia akan bahagia. Namun tid...
590K 36.6K 47
Pengenalan Tokoh . Kiana : wanita yang mengaku bisa melihat hantu, sejak kematian kekasihnya. Orangtua dan kakaknya tidak bosan2 mengajaknya ke psiki...
99.6K 4.7K 38
Kenapa sulit sekali untukku melihat masa depanku? Aku bisa melihat masa depan orang lain yang berputaran dengan rizeki, jodoh, bahkan kematian. Lalu...