Perfect Agreement

By GreyaCraz

5.3M 450K 36.9K

Tak ingin menikah karena dijodohkan. Tak ingin pernikahannya dikontrol oleh orang asing tak dikenal. Pria dan... More

1 Perfect Agreement
2 Awal Mula
3 Gara-gara Liliput
4 Perubahan Peraturan
5 Kami Serius
6 Dare or Dare
7 Aroma CLBK
8 Kiss Every time
9 Balikan!
10 Satu Aneh Saja
11 Kecewa
12 Jangan Tanya Lagi
13 Merasa Bodoh
14 Siapa Yang Lebih Jahat?
15 Perfect Agreement II
16 Hamil
17 Erik yang Manis
18 Takluk
19 Hati Itu Telah Bercabang
20 Kembali Asing
21 Mantan
22 Pengakuan
23 Kencan Pertama
24 Terkaan Memicu Emosi
25 Pembalasan Kecil Erik
26 Amarah
27 Pembalasan Untuk Syera
28 Lawan yang Imbang
29 Permintaan Erik
30 Bimbang
31 Meluluhkan Ego
32 Gamang
33 Waktu & Kesempatan
34 Kalah Perang
36 Ketakutan
37 Shaka...
38 Haruskah Pulang?
39 Lara
40 Kisah Mereka
41 Jodoh Baru
42 Rujuk, yuk?
43 Rapuh
44 Layang-layang Tanpa Tali
45 Dewa Penyelamat
46 Arti Berjuang
47 Erik dan Syera itu Satu
48 Petak Umpet
49 Pesimis
50 Bukan Mimpi
Ebook
Karyakarsa

35 Perjuangan Pria

63.3K 7.4K 490
By GreyaCraz

Syera duduk di sisi ranjang, membiarkan Erik yang masih setia berdiri di balik pintu menatap istrinya lekat. Beberapa kali ia mengerjap, lalu menggeleng pelan dengan kernyitan samar. "Kamu mau dijodohin?"

Informasi Erik yang akhirnya membuka suara tak terdengar masuk akal. Syera memperhatikan pria itu, lalu mencebik. "Aku tau papa itu aneh untuk ukuran orangtua. Tapi dia masih waras." Tidak mungkin ayahnya akan menjodohkan Syera dengan pria lain sementara dirinya sudah bersuami.

Erik menggeleng cepat, lalu menyusul Syera, duduk di samping wanita itu yang segera menghadapnya. "Bukan. Maksud aku sebelum kita nikah."

"Aku udah ngasih tau, kan, kalau papa bakal jodohin aku kalau ngga nikah-nikah juga. Papa cerita?"

Erik mengangguk.

"Waah belum move on juga dari mantu idaman."

Syera merasa lucu pada kelakuan ayahnya yang kelewat memaksakan diri.

"Papa ngga setuju kita nikah."

Itu bukan sebuah pertanyaan yang perlu Syera jawab. Jadi wanita itu tersenyum dan memberikan jitakan pelan pada kening suaminya. "Penting dia ijab-in kita."

"Masalahnya papa ngga setuju sampai sekarang. Ada masalah ya sama aku?"

Syera menggeleng, berusaha memusnahkan cemas di raut suaminya. "Kesalahan kamu cuma satu. Kamu bukan polisi atau TNI." Wanita itu meremas tangan Erik, meyakinkan pria itu jika apa yang Erik khawatirkan bukan masalah besar. "Papa ngomong apa aja, sih? Serius banget sampe kamu lesu gini?"

"Ngga ada. Aku cuma sedikit kepikiran sama apa yang papa bilang. Laki-laki yang dijodohin sama kamu masa katanya masih nunggu."

Lantas saja Syera tertawa mendengar penuturan Erik. "Cuma karena itu kamu lesu?"

"Itu bukan cuma, Syer. Satu jam lebih nemenin papa main catur sambil dengerin dia ngomong, aku jadi nangkep apa maksudnya."

"Apa?"

"Dia ngga pernah mendoakan kelanggengan rumah tangga kita."

Andra Trija Kusuma. Ayah tiga anak yang terobsesi menjadikan keturunannya seperti dia. Prajurit Negara terbaik. Tak peduli lelaki atau perempuan, semua anaknya harus dirinya pecut sedari dini agar menjadi pribadi yang kuat dan terhormat.

Hanya saja pria itu lupa jika tidak dalam segala hal pria dan wanita bisa disamaratakan.

Syera diatur kehidupannya semenjak kaki menapak ke tanah. Ibunya tak berperan banyak dalam mengurus wanita itu, karena kalah keras oleh ayahnya. Hingga kemudian ia memberontak ketika sang ayah ingin mendaftarkannya ke kepolisian.

Wanita itu ingin menjadi dirinya sendiri. Bebas melakukan apapun yang disukai. Bukan melaksanakan apa yang sang ayah mau, namun menyiksa Syera lahir batin.

Beruntung setidaknya sang ibu terus memperhatikannya. Setidaknya ada yang membela dirinya ketika Syera ingin meraih apa yang ia inginkan. Bebas dari kekangan, paksaan, dan siksaan.

Memang ayahnya tak begitu jahat jika ingin ditelaah lagi. Setiap Syera mau menuruti yang ayahnya minta, maka apapun yang ia mau--barang--pasti akan dituruti.

Tapi terkadang tak ada yang ia minta selain diam di rumah membantu ibunya di dapur, sambil bersenda gurau. Demi Tuhan, dia wanita yang tak hanya menghabiskan waktunya di ring tinju, di bawah sinar matahari, di pelatihan Karate, Taekwondo, dan sebagainya.

"Rik, doa mama lebih mabrur dari apapun. Jadi aku ngga khawatir kalau papa doa ini atau itu."

Erik memperhatikan istrinya seksama. "Kamu ... ngga suka sam--"

"Aku cinta sama papa. Dia ngga pernah nunjukin rasa sayangnya secara langsung, tapi aku tau dia peduli. Dia cuma terlalu keras, pemaksa, kasar, dan ngga bisa diajak berunding. Aku menghindari papa cuma ... cuma ngga mau kalau nanti aku bakal benci sama semua sikap otoriternya. Soal laki-laki yang mau dijodohin sama aku tuh papa cuma ngga bisa move on dan masih kecewa aja aku milih kamu sementara yang mau dijodohin sama aku tuh jabatannya udah Perwira Pertama di TNI AD." Syera menepuk bahu suaminya dengan senyum yang Erik sebut sebagai candu. "Kamu memang bukan TNI. Tapi kamu tetep Jenderal di hati aku."

Sontak saja kernyitan dalam di kening Erik tercipta bersama ekspresi aneh pria itu. "Modus," desisnya lalu dibalas Syera dengan tawa.

Pria itu memperhatikan bagaimana tawa istrinya yang begitu lepas, sambil diam-diam menilai kesamaan wanita di hadapannya ini dengan ayah mertua yang baru saja mengutarakan kekecewaannya karena Syera menolak lamaran seorang TNI berpangkat Letnan. Syera dan Andra memiliki kesamaan nyaris 85%. Tingkat kesamaan yang luar biasa. Dari bagaimana cara Syera berbicara, sama dengan ayahnya yang selalu ingin menang sendiri. Dari bagaimana cara Syera berperilaku, sama dengan ayahnya yang selalu mengintimidasi. Cara Syera menyelesaikan masalah dengan emosi, sudah jelas sama dengan ayah wanita itu.

Beruntung 15% sifat wanita itu masih alami, layaknya wanita. Yang bisa menangis jika disakiti. Bisa menurut jika ditegasi. Bisa luluh jika terus diberikan perhatian bertubi-tubi.

"Syer," panggil pria itu menghentikan tawa istrinya yang lalu membalas tatapan Erik. "Kamu bisa cium aku kalau cuma mau nyemangatin."

Pukulan mampir di bahu Erik, disusul tawa keduanya. Namun detik setelahnya, Syera berdiri, pindah posisi ke atas pangkuan suaminya. Merangkum pendaran di mata Erik Syera mendekat menyatukan bibir mereka.

Mungkin memang begini cara yang tepat untuk menenangkan hati suaminya. Sentuhan.

*

Minggu pagi Syera dan Erik berpamitan pulang karena ternyata Maya dan Endra akan pulang dari liburan sore nanti. Selain itu Syera sudah tak nyaman pada ayahnya yang setiap ada kesempatan akan membicarakan tentang pria yang dulu mestinya menikah dengan Syera. Yang membuat kesal adalah Andra yang membicarakan hal itu di saat ada Erik.

Erik terlihat sabar menghadapi kelakuan Andra yang kelewatan. Meski tak ia pungkiri jika hatinya yang panas ingin memaki. Alasan lainnya Syera mengajak Erik pulang secepatnya lantaran tak ingin pria itu lepas kendali. Dia tahu bagaimana suaminya jika tengah marah.

Seseorang yang terlalu bersabar dan jarang menunjukkan emosinya memang benar-benar mengerikan jika pertahan diri sudah lepas kendali. Daripada menghadapi Erik yang marah, Syera lebih baik menghadapi amukan ayahnya. Tak begitu mengerikan karena sudah terlalu sering menunjukkan emosi.

"Apapun yang papa bilang, lo ngga usah sakit hati, anggap aja angin lalu."

Ishak yang pagi itu datang bersama keluarganya, mengambil waktu untuk berbicara dengan Erik sebelum adik ipar yang usianya lebih tua satu tahun itu pulang ke Jakarta.

Sebagai kakak pertama dan memiliki kebijaksanaan yang berbeda dari ayahnya dan Endra, Ishak paham betul apa yang Erik rasakan. Pria yang memiliki tingkat kesabaran nyaris seperti sang ibu itu jelas tak suka dengan apa yang ayahnya lakukan. .

"Gue tau," jawab Erik singkat, lalu menyerahkan Uci, bocah perempuan berusia tiga tahun yang ada di gendongannya kepada Ishak, ayah anak kecil itu, saat Syera yang akhirnya datang mendekat setelah berpelukan lama dengn Hasna.

"A', teteh pulang dulu." Syera menyalami tangan kakaknya. "Nanti kalau ada libur main ke rumah." Perhatiannya beralih pada si lucu Uci. "Ante pulang, ya? Nanti ajak ayah sama bunda ke rumah ante. Oke?!"

"Oke!" jawab Uci riang.

Selesai berpamitan, Syera dan Erik kembali menempuh perjalanan yang melelahkan. Rencana ingin menikmati kota Bandung gagal hanya karena mood mereka sudah digilas habis oleh Andra. Terlebih pria paruh baya itu banyak menyita waktu Erik untuk menemani ke sana dan ke mari.

"Ini mau langsung pulang, Rik?"

Inginnya Syera, mereka jalan-jalan terlebih dahulu sebelum pulang dan kembali ke aktivitas mereka masing-masing. Tapi melihat kerutan di kening Erik, itu tak akan terwujud.

"Macet," jawab pria yang sedari tadi menggenggam tangan istrinya.

Syera mengangguk saja, karena memang tak ada pilihan lain. Ini Minggu. Tak ada yang bisa memungkiri betapa macetnya arus Bandung-Jakarta jika weekend begini.

Memilih tidur karena perjalanan masih sekitar dua jam lagi. Dering ponsel Erik membuat wanita itu kembali terjaga.

"Rika," ujar suaminya yang kemudian memberikan ponsel pada Syera.

"Halo--"

"Kakak ipaaaar!!! Adeeek rinduuuuuh!"

Syera terkikik mendengar rengekan Rika di seberang sana. "Gue nggak."

"Gue tau itu kata lain dari, gue juga. Hape lo kenapa ngga bisa dihubungin? Di grup lagi rame tuh soal Meta yang mau resign dan fokus ke Syafa Gym. Mau rekrut instruktur baru yang bisa fokus dari pagi sampai malam. Njiiir kita dibuang."

"Elo yang dibuang. Gue ngga. Lagian lo juga ngga dibutuhin kok. Jarang dateng juga."

"Iih kakak ipar vangke. Jangan gitu lah. Patah hati ni gue. Richard sama gue pu--"

"Bodooooo!!! Lo mau putus keeek! Istirahat keek!! Dia kawin atau apapun. Bodoooo!"

Syera menggebu-gebu menjawab ucapan Rika yang segera saja menangis sejadi-jadinya. Benar-benar menangis. Dan itu tak sama sekali memetik sedikit simpati Syera.

"Gue ajak balikan ngga mau lagiii. Gimana Syer? Dia sih marah-marah pas liat gue jalan sama mantan lo--"

Mendengar kata mantan, Syera langsung memasang sikap was-was. "Mantan? Mantan yang mana?" Dia tak berharap Rika bertemu dengan Shaka. Meski dari cara bicara Rika, Syera tak yakin kalau sahabatnya itu bertemu dengan kekasihnya.

"Mantan yang lo putusin itu lo."

Syera lalu memutar bola matanya. "Gue cuma punya empat mantan, dan semuanya gue yang mutusin. Yang lo temuin punya nama, kan?"

Begitu asyik berbincang, hingga Syera tak memperhatikan Erik yang sudah meliriknya sebal. Apa perlu membicarakan mantan di hadapan pria itu secara langsung? Jika dia ikutan membahas, nanti wanita itu cemburu. Tapi seenaknya membuat orang cemburu.

"Bangkeee bangkee emang lo bangkeee!! Gue mantan atu. Itu mau gue ajak balikan ngga mau. Itu Syer, mantan lo yang Virza. Terus kepergok Richard. Terus berantem. Gue kesel gue putusin. Gue ajak balikan. Ngga mau."

Setelah mengatai Syera, lalu Rika membahas tentang nasib kisah cintanya yang entah akan kandas di sini atau tidak. Syera sih berharap Rika benar-benar putus dengan Richard. Kasihan lelaki kaya dan tampan itu harus mendapatkan Rika yang otaknya ketinggalan setengah di dalam rahim saat lahir.

Duuh ... beruntung ada Erik di sini. Kalau tidak Rika sudah Syera sumpahi sekarang.

"Richard bukan bola ya, Ka. Lo pantulin bolak-balik seakan lo bisa nangkep dia di pantulan ke sekian," saran Syera yang kemudian ia resapi oleh diri sendiri. Mungkinkah dia dan Rika sama? Menganggap pria adalah bola. Tapi dia baru sekali ini melakukan hubungan dengan dua pria sekaligus. Mungkin jika kekasihnya saat ini bukan Shaka, dia bisa dengan mudah memutuskannya.

"Terus gimana?"

"Tanya coba sama hati nurani lo kalau ada."

Pun dengan Syera.

"Udah ya. Gue capek. Nanti kita lanjut di rumah aja.

"Tapi Syer--"

Dan Syera memutuskan panggilan sepihak. Berbicara dengan Rika malah membuatnya kembali dilema.

"Aku mau tanya."

Syera melihat pada Erik yang menatapnya sesaat. Tatapan lembut seperti biasa. Tatapan yang akhir-akhir ini selalu bisa merubah ritme detak jantungnya menjadi seperti tabuhan drum yang cepat.

"Apa?"

"Kamu mutusin Shaka?"

Syera langsung membeliakkan matanya. "I--iya. Ke ... kenapa?" Dia mengerjap, membuang muka ke kiri. Erik tak boleh tahu kebohongan yang terpancar jelas sepasang maniknya.

Erik tak segera menjawab. Melihat Rest Area di depannya, dia membelokkan mobil ke sana. Mereka butuh jeda untuk membicarakan hal yang mungkin akan mengorek luka. Tapi dirinya hanya ingin tahu alasan apa yang membuat istrinya berat melepaskan Shaka.

Setelah berhenti di area parkir. Erik menatap rambut istrinya lekat. "Maksudku ... dulu. Kamu mutusin Shaka? Kenapa? Apa karena papa?"

Baru kemudian Syera berani menatap suaminya yang seperti sengaja melempar bom di antara mereka. Kenyataannya, membahas hubungannya dan Shaka dulu hanya akan semakin mengacaukan hatinya.

Erik mengambil langkah yang salah. Tapi melihat pancaran penasaran dari sorot mata pria itu, Syera tak ada kemampuan selain menjawab.

"Hem ... karena papa. Karena aku kaya, dan Shaka miskin. Karena Shaka lemah, dan papa pikir aku kuat. Karena Shak...." Tenggorokan wanita itu tercekat. Dia membuang jauh pandangannya dari Erik agar pria itu tak melihat kesedihan yang dicipta nostalgia. "Shaka satu-satunya orang yang tau apa yang aku mau."

Syera lantas mendengkus geli. Mengingat pertemuan pertamanya dengan Shaka. Kelas tiga SMA, saat dirinya dikeroyok oleh lima wanita hanya karena disukai pria favorit di tempatnya menimba ilmu. Shaka si kutu buku berkacamata datang menyelamatkannya yang kualahan menghadapi lima orang sekaligus. Tapi sial bagi pria itu, ketika lima orang yang menghajar Syera pergi, Endra datang dan langsung menganggap Shaka ingin berbuat jahat.

Tanpa mau mendengarkan penjelasan apapun. Endra memukul Shaka membabi buta. Sejak saat itu, rasa bersalah membuat Syera terus mendekati Shaka. Pria yang kemudian membuatnya jatuh cinta. Pria yang tak peduli pada resiko jika menjalin hubungan dengan Syera.

"Kami pacaran dari kelas tiga SMA sampai aku umur 24 tahun. Itu putus nyambung. Aku yang putusin karena Endra dan papa terus ancam Shaka. Aku ngga tega. Tapi terus balik lagi karena aku ... aku memang ngga mau pisah dari dia. Sampai akhirnya aku benar-benar putus sama dia sekitar 3 tahun yang lalu. Ayah Shaka OB di kantor temen papa. Dan ... dan kalau kami masih pacaran, papa bakal buat ayah Shaka dipecat."

Syera menarik napas berat. Dia hanya tak menyangka jika perjuangannya dengan Shaka yang begitu panjang hanya untuk meraih kata mantan.

Wanita itu memperhatikan Erik yang tak ia sangka sudi menyimak ceritanya. "Tapi mungkin memang kami ngga ditakdirkan untuk jadi satu, kan? Ya sudah." Berat mengatakan kenyataan itu. Tapi rasanya tak begitu berat jika bertujuan untuk menghibur Erik, bukan? Ia tak mau dianggap lebih memihak Shaka dibanding pria ini.

Karena meski nama Shaka masih bergaung merdu di hatinya. Nama Erik juga turut bergema, di sana.

"Aku bertanya ini, karena sebenarnya papa sempat membahas tentang Shaka."

Syera melotot tak percaya. Mengapa Erik tak segera menceritakan hal itu padanya? Mengapa Erik harus merahasiakan tentang Andra yang sempat mengatakan keterkejutannya atas pria pilihan Syera. Dia pikir putrinya akan kembali pada Shaka, pria yang sudah berkorban banyak untuk putrinya. Tapi ternyata Syera malah memilih Erik pria yang tak pernah mengenal kehidupan putri Andra, pria yang tak pernah memiliki perjuangan untuk mendapatkan Syera.

Sebagai pria. Ego Erik tersentil oleh ucapan ayah mertuanya.

"Dan ... Syera. Apa kamu menyesal karena sekarang hanya ada aku, kamu, kita, tanpa Shaka?"

Syera mengerjap pelan, mengulang pertanyaan Erik di benaknya. Apa ia menyesal? Apa dirinya masih tak rela jika hubungannya dan Shaka memang tak bisa dilanjutkan meski sekarang masih bersama?

Wanita itu kemudian menggeleng, memberikan senyuman tipis untuk suaminya. "Bisa kita ganti topik lain?"

Dan itu merupakan jawaban yang begitu jelas maknanya. "Okey." Erik menggerakkan pelan kepalanya. "Aku menghargai hubunganmu dan Shaka. Tapi hubungan yang dulu. Dan ...  apapun jawaban kamu, aku cuma mau kamu tau...."

Syera menjatuhkan tatapan lekat pada suaminya. Terlebih saat pria itu mendekat, menyatukan kening mereka. "Kamu milikku. Dan aku juga memiliki perjuanganku sendiri untuk sampai ke tahap ini." Karena perjuangan setiap pria itu berbeda.

Atas pernyataan Erik yang tak terbantahkan. Syera hanya bisa mengangguk kaku.

Cup!

Hingga satu kecupan jatuh pada bibir merah Syera yang kemudian memberanikan diri untuk tersenyum. "Kita turun makan. Aku lapar."

Syera mengangguk. Dia benar-benar menjadi anak pendiam sekarang.

Cup!

Satu ciuman kembali mampir di bibir wanita itu yang tadinya merasa takut, kini gugup lantaran detak jantung mulai menggila.

"Love you, Syer."

Ah ... rasanya ada dua malaikat bersayap tengah menerbangkan Syera ke puncak Nirwana. Dan dalam hati yang tengah mendamba, wanita itu ingin Erik mengulangi kata cintanya.

Tbc....

Ebook sudah tersedia di playstore.

With love,

Greya.

Continue Reading

You'll Also Like

78.2K 7.1K 42
- ONE PIECE FAN FICTION - JANGAN LUPA DI VOTE KALAU SERU YA DI COMMENT KALAU SUKA TOLONG DI SHARE No # 1 - zorobin (15, Maret, 2021) No #1 - hancock...
19.2K 611 43
Aira gadis berusia 22 tahun yang kini bekerja di salah satu perusahaan yang dekat dengan markas militer. Ia sangat bahagia dan tenang menjalani kehid...
7.3M 885K 47
Davina Grizelle yang sering dipanggil Vina merupakan seorang dosen muda di sebuah universitas swasta. Dia mengajar mata kuliah Pengantar Akuntansi da...