Love And Position

By ayy_beebee

821K 62.2K 2.3K

Cerita ini adalah tentang kisah cinta antara mafia Belanda bernama Robert Hounderman dengan remaja Indonesia... More

1. Separation
2. Slave
3. Selected
4. Birthday Gifts
5. Night Activities
6. New People
7. Selling Boys
8. Slaying The Police
9. Attacked The Police Office
10. Revealed
11. Escape
12. Stuck
13. Robert VS Alfonso
14. Sex
15. Torture
16. Friend
17. Jealous
18. Problem
19. Begged
20. Father And Mother
21. Go To Amsterdam
22. Preparation
23. Take A Walk
24. Lost
25. Red Light District
26. Explore Amsterdam
27. Feeling
28. Attacked
29. Shot
30. Torturing A Hitman
31. Enemy
32. Kidnapped
33. Lose
34. On An Island
35. Anxious
37. Pick Up
38. Return
39. Caught
40. Traitor
41. Plan
42. Found
Informasi
43. Announcement

36. Contact

10K 1K 63
By ayy_beebee

~Rain POV~

Sudah lima hari lamanya aku berada disini. Disebuah pulau pribadi milik Alex. Dan selama lima hari itu pula aku tidak pernah ikut makan makanan pemberian dari Erica--Pelayan Alex dan lebih memilih makan buah-buahan di kebun belakang. Karena hal itulah aku jadi sering sakit perut sampai muntah-munta karena perutku hanya diisi dengan anggur dan strawberry.

Sama seperti pagi ini, perutku sakit hingga aku harus menumpahkan kembali makananku yang kemarin. Aku keluar dari kamar mandi dengan kondisi lemas tak bertenaga, kemudian aku duduk dengan bersandar pada tembok sambil meringkuk memegangi perutku yang terasa sakit.

Karena ulahku yang menghambat pintu dengan meja, sekarang Alex sudah mengeluarkan meja rias, vas bunga, buku dan benda lainnya hingga yang tersisa dalam kamar ini hanyalah tempat tidur dan lemari pakaian serta satu cermin rias yang tertempel di tembok.

Aku langsung mendongakkan kepala begitu aku mendengar suara pintu yang terbuka. Saat aku melihat ke ambang pintu, rupanya yang datang adalah Erica dengan membawa kereta dorong berisi makanan. Meskipun aku tidak pernah memakannya, tapi Erica selalu membawakannya untukku pagi, siang dan malam.

Erica terkejut saat ia melihatku tengah meringkuk di sudut ruangan hingga Erica langsung menghampiriku dengan panik dan berjongkok di sebelahku. Erica merangkulkan lengannya di pundakku.

"Anda sangat pucat, Tuan Muda. Jika Anda terus-terusan tidak makan, itu hanya akan menyiksa diri Anda sendiri" Erica berucap dengan panik dan aku hanya menggelengkan kepala menolak apa yang Erica katakan.

Erica kemudian berjalan kembali ke kereta dorongnya lalu mengambil piring dan menaruh beberapa jenis makanan di atas piring kemudian kembali menghampiriku. Erica menyodorkan piring itu padaku namun aku masih sama menolaknya.

"Tuan Muda, saya mohon Anda harus makan agar Anda tidak sakit" kata Erica lagi yang terus memaksa.

"Alex pasti meracuninya" ucapku dan Erica menggelengkan kepala.

"Tuan Besar memang memberikan obat perangsang agar di taruh di makanan Anda" sudah kuduga kalau makanan itu tidak baik. Untung saja aku tidak pernah memakannya.

"Tetapi saya tidak pernah memasukkan obat itu. Jika Tuan Muda tidak percaya, saya akan memakannya sekarang" sambung Erica lalu ia mengambil makanan di atas piring dan menyuapkannya ke dalam mulutnya. Erica mengunyah kemudian menelannya dan selang beberapa detik, memang tidak terjadi apa-apa pada Erica.

"Aku ingin pulang.. Erica, aku ingin pulang.. hiks" aku tertunduk lalu kembali menangis. Sudah lima hari lamanya aku berada disini, dan Robert masih belum juga menjemputku. Aku kembali menangis sampai terisak karena berpikiran kalau Robert tidak akan pernah menjemputku. Aku memeluk lututku dan menyembunyikan wajahku di lutut.

"Tuan Muda, ini untuk Anda. Semoga ini membantu" kata Erica dan aku segera menatap Erica lalu aku sangat terkejut melihat apa yang Erica sodorkan padaku.

Erica memberikanku sebuah ponsel. Aku menatap ke wajah Erica yang sekarang tengah menangis namun tetap tersenyum. Erica sungguh baik padaku, aku mengambil ponsel itu dengan tangan gemetar ragu.

"Hubungilah Tuan Houndeman, Anda pasti hafal nomor ponselnya bukan?" aku mengangguk menanggapi pertanyaan Erica.

"Kenapa kau begitu baik padaku?" aku bertanya balik.

"Saya tidak ingin Anda mengalami nasib buruk karena kekejaman Tuan Besar. Tuan Besar datang ke Belanda karena niat balas dendamnya pada Tuan Hounderman, karena itu saya tidak ingin jika orang sebaik Tuan Muda menjadi tempat pelampiasan balas dendam Tuan Besar" aku sungguh terharu mendengar perkataan dari Erica sampai akhirnya aku menangis lebih keras.

"Te-Terima.. kasih.. Erica.." ucapku seraya menghapus air mataku.

"Cepatlah hubungi Tuan Hounderman, saya akan kembali lagi setelah ini" kata Erica berpamitan.

Erica kemudian beranjak dari jongkoknya lalu kembali ke kereta dorong dan mendorongnya hingga keluar dari kamar ini. Erica kembali menutup pintu kamar dan membiarkan aku seorang diri dengan sebuah ponsel pemberiannya.

Aku segera menghidupkan ponsel milik Erica dan kemudian mengetikkan nomor ponsel Robert dan menghubunginya. Aku menempelkan ponsel di telingaku dan menunggu jawaban dari Robert. Beberapa detik kemudian, telponku tidak di angkat dan hanya di reject oleh Robert.

Aku mulai panik karena berpikiran Robert tidak akan mengangkat ponselnya. Aku kembali menghubungi nomor ponsel Robert sekali lagi dan kembali menempelkan ponsel di telinga untuk menunggu jawaban. Disaat aku tengah menunggu, aku mendengar suara pintu yang terbuka.

"Erica, Robert tidak mengangkat telpon.." aku langsung berhenti bicara begitu aku melihat orang yang datang bukanlah Erica, tetapi Alex dan dua orang anak buahnya yang ada di belakangnya.

Aku menurunkan ponsel dari telinga dan sesekali melihat ke layar yang ternyata Robert masih belum juga mengangkat ponselnya. Aku mengalihkan pandanganku dan kini mendongak menatap ke arah Alex yang sudah berdiri di hadapanku.

"Siapa yang kau hubungi, Rain?" Alex bertanya dengan nada yang mendominasi membuat tubuhku gemetar karena takut. Bibirku bahkan sampai ikut bergetar karena ketakutan dan membuatu tidak dapat berkata apapun untuk menjawab pertanyaan dari Alex.

Alex kemudian berjongkok dan menarik kra bajuku dengan tangan kiri lalu mengangkatku hingga aku berdiri di hadapannya. Alex kemudian mengangkat tangan kanannya seolah tengah bersiap untuk menamparku. Dan benar saja, satu tamparan keras berhasil mendarat di pipi kiriku.

"AAARRGGHH...." aku menjerit dengan memegangi pipiku yang terasa sangat perih setelah di tampar cukup keras oleh Alex.

"Ma-Maafkan aku.. maafkan.. hiks.. maaf.." aku tidak mampu berkata apapun lagi selain kata maaf dan terus menangis menahan sakit di pipiku yang masih terasa dengan jelas.

"Maaf katamu?! Setelah kau menghubungi bajingan itu dan sekarang kau seenaknya meminta maaf padaku?! Kau harus menerima akibat dari perbuatanmu itu, Rain" Alex berkata dengan penuh penekanan lalu ia kembali mengangkat tangannya untuk kembali menamparku.

"Robert tidak sempat mengangkatnya.. Maafkan aku.. Jangan pukul aku lagi, Alex.. Ini sakit.. sakit..hiks.." meski aku memohon-mohon sambil menangis tetapi Alex sama sekali tidak mendengarkanku dan kembali menamparku dengan tamparan yang lebih keras dari pada tadi.

Karena dari kerasnya tamparan Alex, tubuhku sampai terhuyung dan jatuh menyamping di atas tempat tidur. Aku memegangi pipi kiriku yang terkena tamparan dua kali. Rasanya amat perih dan sakit hingga membuatku tak dapat berhenti untuk terus menangis.

Bahkan aku menemukan bercak darah saat melihat telapak tanganku lalu di saat yang sama sudut bibirku terasa sangat sakit. Darah di telapak tanganku berasal dari sudut bibirku yang terluka.

"Berikan ponselnya padaku!" perintah Alex dengan tegas namun aku masih tetap diam di tempat sambil terus menangis dan menggenggam kuat ponsel yang ada di tangan kananku.

Alex kemudian menggeram kesal lalu ia ikut naik ke atas tempat tidur dan menindih pahaku. Alex menundukkan badannya hingga wajahnya cukup dekat denganku. Lalu tangan Alex menjambak rambutku dari belakang hingga aku kembali merasa kesakitan karena rambutku yang di tarik dengan sangat kuat sampai kepalaku terdongak menghadapnya.

"Sakit.. Alex.. ini sa..kit.. hiks.. lepaskan aku.." aku terus meminta agar di lepaskan namun yang kudapatkan adalah tamparan untuk yang ketiga kalinya.

"AAARRRGGGHHH.... Sakit.. uhuhuuu.. hiks.. uhuhuuuu... Sa..kit.." aku hanya bisa meringis kesakitan dan membiarkan ponsel di tanganku di ambil oleh Alex. Alex langsung melempar ponsel itu dengan kuat hingga membentur tembok dan hancur berantakan di lantai. Alex kembali menatapku dengan tatapan dingin dan juga marah.

"Dengarkan aku, Rain! Aku menculikmu karena aku mencintaimu dan ingin menyelamatkanmu dari Robert" aku tidak mengerti dengan apa yang diucapkan Alex tapi meski begitu aku tidak mampu bertanya apapun karena mulutku masih sibuk menyuarakan tangisanku akibat sakit yang menyerang di pipiku.

"Aku jatuh cinta padamu saat aku pertama kali melihatmu di situs jual beli budak sex milik Robert. Robert sudah menjualmu pada seseorang dan Robert akan menyerahkanmu pada si pembeli di Zuidas. Karena itu Robert mengajakmu ke Zuidas" Aku sangat terkejut hingga mataku membulat karena mendengar penjelasan dari Alex.

"Ti-Tidak.. mungkin.. hiks.." aku bergumam menyangkal apa yang dikatakan oleh Alex.

"Buktinya saja, sudah lima hari kau berada disini tapi Robert tidak menjemputmu. Robert sudah tidak menginginkanmu lagi, dia sudah menjualmu dan tidak peduli lagi padamu, Rain. Lupakan Robert si penjahat itu dan jadilah milikku, Rain" aku tidak dapat berkomentar apa-apa mendengar perkataan dari Alex.

Tangisku semakin pecah karena penjelasan yang di berikan olehnya. Aku sungguh tidak percaya kalau Robert akan menjualku. Semua terlihat sangat tidak mungkin, Robert begitu perhatian padaku dan ia memberitahuku kalau aku hanya akan menjadi miliknya sampai kapanpun. Jadi mana mungkin Robert akan menjualku.

Tapi meski begitu, sedikit perasaanku membenarkan apa yang dikatakan oleh Alex. Jika memang Robert peduli padaku, sudah pasti dia datang menjemputku. Tetapi sekarang sudah lima hari lamanya dan Robert masih belum juga menjemputku.

Aku makin menangis sejadi-jadinya, perasaanku jauh lebih sakit dari pada sakit dipipiku ini. Aku tidak sanggup jika harus menerima kenyataan bahwa Robert sudah tidak menginginkanku lagi.

Disaat yang sama, aku mendengar suara pintu yang terbuka hingga membuatku menoleh ke arah pintu yang ternyata Erica masuk ke dalam kamar. Erica kemudian berdiri di tepian tempat tidur dan membungkukkan badan dalam-dalam pada Alex.

"Tuan Besar, Anda mendapat panggilan langsung dari kepolisian Amsterdam untuk dimintai keterangan" Erica melapor dan Alex kemudian beranjak dari atas tubuhku dan turun dari tempat tidur lalu berdiri di hadapan Erica.

"Aku tidak butuh pelayan pembangkang sepertimu" Alex berujar lalu ia merogohkan tangannya ke dalam saku. Begitu tangannya keluar dari saku, aku membulatkan mata karena yang diambilnya adalah sebuah pisau lipat. Dengan cepat Alex menusuk perut Erica menggunakan pisau lipat itu.

"ERICA!!" aku berteriak panik saat melihat Erica jatuh ke lantai dengan memegangi perutnya yang sudah penuh dengan darah.

"Ayo pergi!" ucap Alex pada kedua anak buahnya lalu mereka keluar dari kamar ini meninggalkanku bersama dengan Erica.

Aku segera turun dari tempat tidur dan menghampiri Erica dengan panik. Aku duduk di lantai di samping Erica dan memandangi perut Erica yang sekarang penuh dengan darah. Aku melihat ke wajah Erica yang berkeringat dan ia meringis kesakitan.

"Maafkan aku.. ini salahku.. hiks.." aku kembali menangis terisak dan aku juga berusaha untuk menahan pendaran di perut Erica dengan menekannya kuat-kuat menggunakan tanganku.

"Ini bukan salah Anda, Tuan Muda. Saya senang.. bisa membantu Anda.. Dengan begini, saya tidak akan lagi melayani Tuan Besar Alexander.." disaat kondisinya yang separah ini, Erica masih bisa tersenyum di hadapanku.

Air mataku semakin mengalir deras karena melihat kondisi Erica yang semakin memburuk, pendarahannya tidak mau berhenti, keringat Erica juga semakin banyak bercucuran dan kulit Erica semakin pucat. Perlahan-lahan mata Erica menutup hingga akhirnya benar-benar terpejam.

Aku sangat panik dan akhirnya aku memutuskan berlari keluar dari kamar. Tetapi begitu aku membuka pintu kamar, dihadapanku sudah berdiri dua orang anak buah Alex yang menjaga pintu.

"Erica, tidak sadarkan diri. Kumohon tolong dia" aku berucap dengan sangat panik tapi reaksi mereka malah menyeringai di hadapanku.

"Kami tidak peduli padanya. Biarkan saja dia mati di dalam" kata salah satu dari mereka.

"Kumohon selamatkan Erica.." pintaku lagi.

"Masuklah ke dalam!" perintah yang satunya lagi.

"Selamatkan Erica.." aku masih terus meminta sambil menangis tapi yang kudapatkan adalah satu tendangan di perut hingga tubuhku jatuh ke lantai.

Salah satu anak buah Alex kemudian menarik langanku dan membawaku masuk kembali ke dalam kamar dan kemudian ia keluar dari kamarku lalu menutup pintu kamar dengan kasar. Dari dalam aku dapat mendengar kalau mereka mengunci pintunya. Aku kembali menghampiri Erica yang sekarang baju putihnya sudah berubah warna menjadi merah di bagian perut karena kotor oleh darah.

"Erica!" aku memanggil Erica dengan mengguncangkan tubuhnya tapi tidak ada reaksi apapun pada Erica.

Aku memanggilnya berulang kali dan mengguncangkan tubuhnya tapi Erica masih terus memejamkan matanya. Aku makin menangis dengan tersedu karena perasaan yang bercampur aduk. Aku merasa bersalah karena Erica menjadi seperti ini akibat salahku. Dan yang paling membuatku menangis adalah karena perkataan Alex yang memberitahu bahwa Robert telah menjualku.

Aku kembali meringkuk memeluk lututku dan terus menangis hingga berjam-jam lamanya kuhabiskan hanya untuk menangis. Kemudian aku menghapus air mataku dengan kasar menggunakan punggung tangan lalu berdiri di hadapan cermin rias. Di kamar ini hanya cermin rias yang tersisa, aku tersenyum di hadapan cermin rias karena aku terpikirkan sesuatu yang dapat membebaskanku.

"Robert sudah tidak menginginkanku, dia sudah menjualku, membuangku.. hiks.. Robert sudah tidak peduli padaku.. Lalu untuk apa aku hidup?" aku bergumam lalu mengusap air mataku dengan kasar.

Selanjutnya, aku mengepalkan tangan kuat-kuat dan meninju cermin rias hingga pecah. Bahkan punggung tanganku sampai terluka dan berdarah karena terkena pecahan dari cermin rias. Aku duduk kembali di lantai lalu bersandar pada tembok. Kemudian aku mengambil serpihan cermin rias itu dan memposisikannya di depan leherku.

"Selamat tinggal.. Robert.."

.
.
.
Jangan lupa Voment..
.

Continue Reading

You'll Also Like

2.2M 21.4K 26
(βš οΈπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žπŸ”žβš οΈ) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] β€’β€’β€’β€’ punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
309K 24.4K 35
Warning!!! Ini cerita gay homo bagi yang homophobic harap minggir jangan baca cerita Ini βš οΈβ›” Anak di bawah umur 18 thn jgn membaca cerita ini. πŸ”žβš οΈ. ...
871K 1.6K 16
WARNING!!! Cerita ini akan berisi penuh dengan adegan panas berupa oneshoot, twoshoot atau bahkan lebih. Untuk yang merasa belum cukup umur, dimohon...
6.1M 316K 58
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...