Reminisce 1.5

Oleh mymoondust_

28.5K 2.8K 224

Reminisce 1.5 bukan merupakan lanjutan tapi side story dari cerita Reminisce, karena di story ini saya menuli... Lebih Banyak

Hari Pertama Sekolah
Pot Bunga
Rapat Mading
Salam
Random
Cemburu
Study Tour
Bandung (Part 1)
Bandung (Part 2)
Ini, Retta

Sebuah Kehangatan

2.2K 255 17
Oleh mymoondust_

Jingga's Pov

Setelah diantar pulang oleh Dhea, Retta langsung menghampiriku dan ikut bersamaku masuk ke dalam rumah. Dia membantu membawa semua peralatan kebutuhan mading yang tadi aku beli di toko buku.

"Taro di meja belajar lo aja ya Dee?"

"Iya Ta," jawabku sambil melepaskan jaketnya dan menggantungnya di belakang pintu.

"Lo mau minum apa Ta? Biar gue bilangin ke Bibi."

"Gak usah, gue turun aja ambil sendiri. Lo mau apa? Sekalian gue ambilin."

"Emm, gue mau orange juice aja. Ada di kulkas kok."

"Okay."

"Yaudah gue mau bersih-bersih dan ganti baju dulu."

Setelah aku selesai mengganti baju, Retta sudah duduk di atas tempat tidurku sambil membaca novel yang baru saja aku beli tadi.

"Koleksi baru nih. Tumben beli novel genre mystery?" tanya Retta.

"Iya, lagi pengen baca yang penuh misteri," jawabku.

"Kayak gue ya?" usil Retta.

"Dih, gue sih udah tau semuanya tentang lo, gak ada misterinya. Sampe-sampe gue udah tau lo mau diajak pindah ke Belgia."

Retta terlihat kaget, "tau dari mana?"

Aku menghela nafas sambil berbaring di tempat tidur. "Nyokap."

"Kapan?"

"Beberapa hari lalu."

"Kok gak kasih tau gue?"

"Bukannya seharusnya gue yang nanya kayak gitu ya ke lo?"

"Sorry Dee."

"Hm."

Kini giliran Retta yang menghela nafas.

"Gue mau kasih tau lo tapi nunggu waktu yang pas."

"Kapan? Nunggu kita sampe lulus dulu?"

"Gak gitu."

"Terus?"

"Yaaa, emmm."

Aku membenarkan posisiku untuk duduk menghadap Retta.

"Kita kan udah sama-sama janji Ta mau kuliah bareng di US. Terus ada hal penting kayak gini kenapa lo gak mau kasih tau gue?"

"Gue... gue bingung Dee."

"Kenapa?"

"Gue mau banget kuliah bareng lo di sana, wujudin mimpi kita, tapi gimana? Gue gak bisa nolak permintaan bokap gue kan."

"But at least, you can tell me about it Ta!"

"I'm sorry, gue juga masih gak tau harus kasih tau lo nya kayak gimana."

Aku menggelengkan kepala. "Iya, sampai akhrinya gue tau dari nyokap pas di sekolah dan itu sukses bikin gue nangis."

Retta hanya menatapku dengan raut wajah merasa bersalah.

"Gue gak bisa nahan emosi gue. Gue sedih, gue marah, gue takut, dan gue sebel sama lo at the same time."

"Maaf Dee," hanya kata itu yang keluar dari mulutnya.

Aku kembali menarik nafas dalam. "Gue gak bisa maksa lo. Then, kalo gitu ya kita kuliah masing-masing."

Retta menggelengkan kepala. "No, gue gak bisa."

"Terus lo mau apa?"

"I'll figure it out."

"Ya," sahutku sambil kembali membaringkan tubuh.

"Maaf ya Dee."

"Untuk?"

"Bikin lo nangis di sekolah."

"It's okay."

"Emm, lo nangis di mana?"

"Di kelas X kita dulu."

"Ada yang lihat?"

"Si Ketan."

"Tania?"

"Iya."

"Terus?"

"Ya gak ada terusannya."

Retta menaikkan sebelah alisnya.

"Iya, gue sempet ngobrol sebentar sama dia dan minta dia untuk gak ceritain ke siapa-siapa."

"Hemm gitu."

"Lo ngapain sih masih di sini?"

"Ya ampun, gue diusir?" tanya Retta dengan nada memelas.

"Iya."

"Jahat banget deh Adeeva Jingga."

"Lo yang lebih jahat, sahabat sendiri gak dikasih tau."

"Yaah, maaf."

"Sana gih pulang, gue lagi males lihat muka lo."

"Ya ampun Dee, segitunya apa?"

"Iya."

Retta menghela nafas dengan mukanya yang memelas.

"Yaudah deh gue pulang aja kalo gitu. Lo istirahat ya, jangan lupa makan. Dadah Jingga," ucapnya kemudian dia berjalan keluar dari kamarku sambil menutup pintu.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Retta nyebelin!


Jam 8 malam

Aku baru terbangun dari tidur dan langsung turun ke bawah. Tumben sekali gak ada yang membangunkanku. Biasanya Mama atau Bibi pasti manggil aku untuk makan malam.

"Maaa, Biiiii, kok gak ada yang bangunin Jingga sih?" tanyaku.

"Eh anak Mama udah bangun," ucap Mama yang sedang menonton tv dengan kedua adikku.

"Mama kok gak bangunin Jingga? Jingga kan laper Ma," ucapku sambil mengucek mata berjalan ke arah dapur.

"Mama sama Bibi lagi gak masak sayang. Tadi Mama udah makan sama adik-adik, pesen makanan," sahut Mama.

"Terus buat Jingga?"

"Tuh, Retta udah nungguin kamu daritadi katanya mau ngajakin makan di luar."

"Retta?" tanyaku bingung karena tidak melihatnya.

"Hai Dee," sapa Retta keluar dari toilet. Dia sudah mengenakan jaket serta celana training panjang.

"Ngapain lo?"

Retta tersenyum lebar. "Makan yuk?"

"Males," sahutku dengan perut yang mengeluarkan bunyi kelaparan.

Retta terkikik geli melihatku.

"Udah sanaaa, makan di luar gih sama Retta. Ganti bajunya dulu gih sayang."

Aku memanyunkan bibir. "Iya Ma."

"Mau gue temenin ke kamar gak Dee?" tanya Retta usil.

"Gak," ucapku langsung berjalan cepat menaiki tangga.

Aku sudah mengenakan celana panjang serta jaket Retta yang tadi aku pakai.

Aku celingak-celinguk melihat ke setiap sudut ruangan rumah.

"Retta udah nunggu di depan sayang," ucap Mama berjalan dari arah belakangku sambil membawa dua gelas susu.

"Oh iya Ma, aku keluar dulu ya sebentar."

"Iya sayang, hati-hati ya."

"Siap Ma."

Tin...tin.. Retta membunyikan klakson motor miliknya.

Aku menghampiri Retta, "mana helmnya?"

"Gak usah pake helm, deket kok."

"Mau ke mana sih?"

"Cuma ke depan komplek."

"Mau makan apa?"

"Emmm apa ya? Lihat aja nanti hehe. Ayo naik dulu."

Retta mulai melajukan motornya pelan.

"Dee," panggilnya membuka pembicaraan.

"Hemmm," sahutku.

"Masih inget gak?"

"Inget apa?"

"Ituuu, dulu waktu kita kecil lo pengen banget nyobain makan nasi kucing yang ada di Jalan Bali. Masih mau cobain gak?"

"Lah kan abangnya katanya udah pindah gak di situ lagi?"

"Iya emang."

"Terus?"

"Gue tau dia pindahnya ke mana. Mau ke sana gak?"

"Terserah," ucapku ketus, padahal dalam hati aku senang sekali.

"Okay, let's goooo."

Retta mulai sedikit agak cepat melajukan motornya. Dia membawaku keliling melewati jalan-jalan yang dulu sering sekali kami lewati ketika masih duduk di bangku sekolah dasar. Retta kecil dulu sering mengajakku berkeliling naik sepeda setiap sore. Dia selalu memboncengiku karena aku tidak bisa mengendarai sepeda.

Ada satu taman yang tidak begitu jauh dari rumah kami yang selalu jadi tempat favoritku dan Retta. Di taman itu kami biasanya bermain ayunan sambil mengobrol santai mengenai mimpi-mimpi masa kecil kami. Mulai dari Retta yang pengen banget jadi astronot, sampai aku yang pernah berpikiran ingin menjadi penyanyi. Haha, rasanya momen-momen itu seperti baru kemarin terjadi. Waktu cepat sekali berlalu, sampai aku terkadang lupa kalau aku sudah menghabiskan waktu hampir 17 tahun bersama Retta.

"Nah, kita sampe," ucap Retta menghentikan motornya dan membuyarkan lamunanku.

"Kok lo bisa tau dia pindah ke sini?" tanyaku.

"Iya dong, kan gue nanya-nanya sama satpam komplek, hehehe."

"Kapan nanyanya?"

"Tadi pas lo usir gue. Gue mikirin gimana caranya biar bisa bikin lo gak bete lagi. Terus gue keinget kalo lo kan mau banget nyobain nasi kucing ini dari dulu. Jadi ya gue tanya orang-orang sekitaran komplek aja. Kang Ojek depan, satpam, sampe penjaga Ind*mart juga gue tanyain hehe," jelas Retta yang berhasil membuatku sedikit tersenyum.

"Ooh," sahutku masih sok cool.

"Nah gitu dong senyum," usilnya.

"Siapa yang senyum?"

"Lo barusan."

"Sotoy banget."

"Dih emang iya."

"Udah ah, gue mau pesen makan, laper."

"Galak."

"Bodo!"

Kami duduk berdua di warung tenda nasi kucing yang sudah lama sekali ingin aku coba. Aku memesan 5 jenis tusuk sate dengan 2 bungkus nasi berisikan tempe orek dan ikan bandeng. Sedangkan Retta memesan 4 jenis tusuk sate dengan 2 gorengan dan 2 bungkus nasi yang sama denganku.

"Pak, teh susu hangatnya dua ya," ucap Retta dan aku langsung menoleh ke arahnya.

"Kenapa?" tanya Retta.

"Kok pesennya dua?" aku balik bertanya.

"Lo mau itu kan?" tanya Retta lagi dan aku hanya menganggukkan kepala.

"I know you Dee."

Aku hanya tersenyum padanya.

Kami mulai menikmati makan malam sambil ngobrol santai. Entah sejak kapan, suasana di antara kami sudah mulai hangat sama seperti malam ini di mana Retta berhasil menghangatkan suasana hatiku.

"Udah kenyang?" tanya Retta dan lagi aku hanya menganggukkan kepala.

Retta tersenyum. "Jalan lagi yuk?"

"Ke mana?"

"Deket-deket sini."

"Yaudah."

Retta kembali melajukan sepeda motornya melawati jalan yang familiar bagiku.

"Jangan bilang lo mau ngajak gue ke..." ucapku.

"Iya, ke sana," sahutnya dan hal tersebut sukses membuatku mengembangkan senyuman.

Kami akhirnya sampai di tempat tersebut. Ya, tempat ini ialah sebuah taman di dalam perkomplekan rumah yang sering kami kunjungi dulu. Retta menggandeng tanganku dan mengajakku duduk di atas ayunan. Dulu kami menamakan ayunan ini "ReJa Swing (Ayunan Retta Jingga)".

Aku tertawa kecil dan Retta menatapku dari samping.

"It has been a long time ya Dee," ucapnya.

"Ya, it is."

"Lo sih udah gak mau gue ajak main ayunan di sini," gumamnya.

"Ya ngapain, kita kan bukan anak kecil lagi."

"Ya tetep aja, banyak tau kenangan kita di sini."

"Hemm, misalnya?"

"Inget gak, dulu di ayunan ini gue pernah jahilin lo?"

"Huft, iya inget."

"Haha iya, dulu gue ngedorong lo kenceng sampe lo jatuh dan dagu lo berdarah. Waktu itu gue panik banget, gue langsung lari cari pak satpam buat tolongin lo. Gue ngerasan bersalaaaah banget, terus lo ngehukum gue deh," Retta bercerita sambil memandangi langit.

Aku mengikuti arah matanya. "Haha iya, lo gue hukum buat bawain tas gue pas berangkat dan pulang sekolah selama satu minggu."

"Haha iya, dan gak cuma itu doang. Lo kan juga nyuruh gue ini-itu di rumah, minta ambilin minum lah, suapin makan lah, rapiin meja belajar lo lah, banyak deh," gerutunya.

"Ya lagian siapa suruh bikin gue jatoh?" tanyaku.

"Hehe iya Dee, sorry yaaa. Gue minta maaf lagi udah bikin dagu lo berdarah," jawab Retta.

"Iyaa Taaa," sahutku.

"Huuuhh.." terdengar helaan nafas panjang Retta.

"Kenapa menghela nafas kayak gitu?"

Retta kemudian kembali menatap mataku. "Gue bakal selalu kangen sama momen-momen kita Dee."

Aku diam sejenak, "me too."

Tiba-tiba saja Retta berdiri. "Udah ah, gak boleh sedih-sedihan. Masih banyak momen yang akan tercipta di antara kita. So, let's embrace what we have now."

Aku pun mengikutinya berdiri. "Iya, Retta-ku sayaaang."

Dia tersenyum lebar, "sini Dee gue gendong."

"Ih ngapain sih?"

"Dulu lo sering minta digendong sama gue buat ke sepeda kalo abis main dari sini. Nah sekarang sini gue gendong sampe motor."

"Gak mau ah Ta, gue kan bukan bocah lagi. Lagian malu tau kalo sampe diliat orang."

"Mana ada orang? Daritadi cuma kita berdua, paling satpam yang lagi keliling doang," ucap Retta dan dia sudah memposisikan dirinya setengah jongkok untuk menggendongku.

Aku tersenyum, "yaudah jongkok yang bener dulu. Jangan liat ke gue, malu. Liat depan."

"Iya Adeevaaaa," sahutnya pasrah.

Ketika kedua tangan Retta siap menangkan tubuhku, aku langsung menendang bokongnya sampai ia tersungkur.

"Aduh," ringisnya.

"Hahaha, satu samaaaaa," ucapku tertawa sambil berlari meninggalkan Retta ke motor.

"Jingga yaaaaaa..." panggil Retta sedikit berteriak, dan aku hanya tertawa.

Retta menghampiriku dengan memanyunkan bibirnya.

"Kotor kan nih tangan gue," gerutunya.

"Hehe sini sini, gue bersihin." Aku memegang kedua tangannya lalu membersihkannya.

Retta tersenyum melihat perlakuanku. Lalu ia mengacak rambutku dengan sebelah tangannya yang sudah ku bersihkan.

"Pulang yuk ah, udah malem."

"Yuk."

Selama di perjalanan menuju rumah kami, Retta sangat lambat melajukan kendaraannya. Angin malam yang dingin menerpa wajahku. Tapi segala kedinginan malam ini kalah dengan kehangatan yang Retta ciptakan untuk kami.

Dengan sengaja, aku lingkarkan kedua tanganku di pinggangnya. Aku tundukkan kepalaku di punggungnya. Aku memeluknya dengan erat. Dan tangan kiri Retta mengelus punggung tanganku.

"Gue gak bisa jauh dari lo Ta, gak akan pernah bisa," ucapku.

"Gue juga Dee," sahutnya.

Lanjutkan Membaca

Kamu Akan Menyukai Ini

788K 65.8K 34
"Excuse me!! How dare you to talk to me like this?? Do you know who I am?" He roared at Vanika in loud voice pointing his index finger towards her. "...
1M 57K 58
π’πœπžπ§π­ 𝐨𝐟 π‹π¨π―πžγ€’ππ² π₯𝐨𝐯𝐞 𝐭𝐑𝐞 𝐬𝐞𝐫𝐒𝐞𝐬 γ€ˆπ›π¨π¨π€ 1〉 π‘Άπ’‘π’‘π’π’”π’Šπ’•π’†π’” 𝒂𝒓𝒆 𝒇𝒂𝒕𝒆𝒅 𝒕𝒐 𝒂𝒕𝒕𝒓𝒂𝒄𝒕 ✰|| 𝑺𝒕𝒆𝒍𝒍𝒂 𝑴�...
4.1M 259K 100
What will happen when an innocent girl gets trapped in the clutches of a devil mafia? This is the story of Rishabh and Anokhi. Anokhi's life is as...
340K 4.7K 32
Rajveer is not in love with Prachi and wants to take revenge from her . He knows she is a virgin and is very peculiar that nobody touches her. Prachi...