Down To Ash(HIATUS)

By DheatlyBlaze

536 87 53

Terjebak di dimensi lain, bukanlah kejadian yang menyenangkan. Apalagi jika saat perang hendak meletus. Bukan... More

Prolog
Part 1 : Holiday
Part 2 : Crescent Moon Land
Part 3 : Lost
Part 4 : A Strange Night
Part 5 : Morning(s)
Part 6 : The Way It Is(?)
Part 7 : Where It Begin
Part 8 : A Journey Start
Part 9 : Spending The Night
Part 10 : World's Most Powerfull Man
Part 11 : A War Unfold
Part 12 : Secret Behind
Part 13 : Who Is Vero?
Part 15 : Aftermath
Part 16 : Meet Up
Part 17 : Love Burns
Part 18 : Finally Breathing
Part 19 : Connecting The Dots
HIATUS

Part 14 : Inbounded

12 3 0
By DheatlyBlaze

CHAPTER III

TRUTH IS BITTER THAN LIE

Enam tahun lalu.

"Ayah akan kembali bukan?"

Lelaki itu tersenyum. Dia berdiri tegak dan memandang anak perempuan satu-satunya itu. Sebelah tangannya bergerak mengelus pelan kepala anaknya itu. "Tenang saja, honey. Ayah akan pulang segera setelah semuanya selesai. Tidak akan lama, kok."

Gadis itu hanya diam menatap ayahnya. Perasaannya berkata sebaliknya.

Lelaki itu beralih ke seorang wanita yang bersandar di kusen pintu. "Daisy. Tolong jaga anak kita."

"Aku masih merasa ini ide yang baik."

Lelaki itu tertawa. "Oh, ayolah. Kau tahu aku lebih baik dari itu. Ini hanya hang out dengan teman kantor. Tidak bakal ada hal buruk yang terjadi."

Wanita itu tersenyum tipis. Dia berjalan dan langsung menghambur ke pelukan sang lelaki. "I'm gonna miss you, hun."

"I will too, darling."

Wanita itu melepas pelukan. Matanya sembab. Sang lelaki menepuk pundaknya.

"Kau tenang saja. Semuanya baik-baik saja."

Wanita itu tersenyum tipis, sedikit lebih tenang.

Sang lelaki berbalik dan berjalan memasuki mobilnya. Dia melambaikan tangan yang dibalas dua tangan perempuan paling dicintainya sebelum kakinya menginjak pedal. Dalam beberapa detik, dia telah hilang dari pandangan kedua orang itu.

Lelaki itu menghela nafas. Dia tidak baik-baik saja. Tanpa sepengetahuan istri dan anak gadisnya, dia sebenarnya telah berada di dalam sebuah—bisa kau katakan—organisasi bawah tanah. Manusia biasa tidak ada yang mengetahuinya. Semua kegiatannya bersifat rahasia. Termasuk hang out ini. Semua hanya kamuflase. Sebenarnya, dia akan memasuki sesuatu yang lebih gelap, lebih dalam.

Dan, itu bisa berarti dia tidak akan pernah melihat keluarganya lagi. Untuk selamanya.

---

"Richard?"

Lelaki yang dipanggil Richard itu tertegun.

"Apa yang kau lakukan? Cepat masuk. Kita tidak bisa menghabiskan waktu di dunia ini."

Richard menghembuskan nafas berat.

"Hei, Richard." Temannya yang berjubah hitam—sama sepertinya—itu menepuk pundaknya. "Aku tahu kau akan merindukan tempat ini, keluargamu. Akan tetapi, apa yang kita lakukan saat ini jauh lebih penting. Ini semua demi umat manusia."

Richard mengangguk pelan. "Aku tahu."

Temannya mengangguk ke arah portal biru yang terbuka di belakang mereka. "Masuklah. Semua akan lebih baik kelak. Kau harus percaya sang Master."

Richard, tanpa keraguan lagi, melompat menembus portal itu, disusul temannya. Sementara itu, kota di belakang mereka menghembuskan nafas terakhirnya, ketika lidah-lidah api menjilat, menari-nari di udara, mengeluarkan asap gelap yang menutupi segalanya. Hal terakhir yang diingatnya dari dunia ini hanyalah sebatang papan kayu bertuliskan nama kota itu.

'Ash Town'

***

"Ayah!?"

Pikiran Rory kosong. Tidak salah lagi. Memorinya memang telah mulai rusak, wajah di hadapannya telah menua, tapi hubungan mereka akan tetap sama untuk selamanya.

Sekujur tubuh Rory bergetar hebat. Perasaan yang menerjangnya saat ini tidak dapat diungkapkan dalam kalimat. Rasa rindu menyergapnya. Untuk sesaat, dia merasa semua ini mimpi. Tapi, ini semua terlalu nyata dia tidak mampu menolaknya.

Ayahnya, orang yang selama ini ia kira hilang, berdiri tepat di hadapannya dengan jubah hitam yang berkobar ditiup angin. Tidak, ini bukan ilusi. Semua ini nyata.

Selama sesaat, ayah dan anak itu hanya terdiam memperhatikan satu sama lain.

"Rory," ayah Rory, Richard, berkata tajam tanpa basa-basi, "apa yang kau lakukan bersama mereka?"

Ini bukan kalimat pertama yang kuharapkan setelah kita tidak bertemu enam tahun, Ayah, keluh Rory dalam hati.

"Itu bukan urusan Ayah," jawab Rory, "sekarang yang terpenting kita telah bertemu—"

"Aku bertanya apa yang kau lakukan dengan mereka!" Richard berkata tegas sambil menunjuk teman-teman Rory. "Kau tahu kan, siapa mereka!"

"Bukan masalah Ayah aku berteman dengan siapa!" Rory berteriak marah, wajahnya memerah. "Ayah harusnya tahu—"

"Tunggu dulu." Mata Richard mengerjap seolah tidak percaya. "Kau bilang mereka itu temanmu?"

Rory membisu. Ayahnya adalah Cultist, yang berarti dia adalah musuh Lyca dan teman-teman lainnya. Itu fakta, dan dia tidak bisa membantahnya.

"Rory." Richard mendekatkan wajahnya ke Rory, ekspresinya berubah marah. "Mereka bukan temanmu. Mereka hanyalah monster, darah kotor. Mereka berusaha memanipulasimu, menipu—"

"Ayah!" Rory memotong kalimat ayahnya, mengejutkan lelaki itu. "Aku bukan anak kecil lagi, Ayah. Aku tahu dengan siapa aku berhubungan. Dan mereka bukan monster! Mereka makhluk biasa seperti kita."

"Rory, kau tidak paham semua ini. Kamilah yang berusaha menyeimbangkan tatanan."

"Dengan apa!? Dengan membunuh mereka?"

Di luar dugaan, ayah Rory mengangguk tanpa keraguan. "Mereka, makhluk yang kau sebut teman itu, hanyalah monster rendahan. Dan kita, Manusia, bangsa yang lebih mulia, sudah sepatutnya berada di atas mereka. Kita tidak setara dengan mereka, Rory! Jika kau berada di sisi mereka, itu berarti kau 'musuh' kami. Mereka tidak pantas dikasihani, Rory."

"Tidak." Rory melangkah ke belakang. Butiran air mata mengalir di kedua pipinya. "Tidak. Ayah salah." Gadis itu tidak mampu menerima kenyataan. Ayahnya, orang yang paling disayanginya bersama dengan ibunya, kini berdiri di hadapannya sebagai seorang Cultist. Wajah penuh amarahnya jauh berbeda dengan kelembutan yang selama ini disaksikannya. Dia ingin meraung, mengatakan lelaki tinggi di hadapannya bukan ayahnya. Bahwa ayahnya benar-benar telah meninggal, dan lelaki itu hanyalah penipu yang meniru ayahnya. Akan tetapi, apa mau dikata, kebenaran selalu lebih menyakitkan daripada kebohongan.

Rory hampir saja kehilangan keseimbangan jika Lyca tidak menahan gadis itu. Wajahnya sangat terpukul. Terkejut. Lyca mendongak, menatap lelaki itu dan menggeram. Richard menatap mereka dingin.

Jadi begini yang dilakukan anakku satu-satunya, lelaki itu mendengus.

"Kau ayah yang bodoh!" bentak Lyca. "Berani-beraninya kau membuat Rory menangis. Apa salah dia, hah? Berteman dengan kami?!"


"Itu bukan urusanmu," ucap Richard dingin. "Sekarang, menyingkir dari sini. Aku masih punya urusan dengan putriku."

"Tidak akan!" bentak Lyca beringas. "Kau paling juga hanya akan membunuhnya, bukan?"

Richard mendesis kesal. Baru sekali ini dia diolok-olok seorang darah kotor. Ferlyan lagi, darah terkotor di antara makhluk-makhluk lainnya. "Jika itu maumu."

Richard mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke Lyca, hendak mengucapkan mantra, tapi sebuah anak panah melesat ke arahnya. Dengan gesit, dia menghindarinya, tetapi itu berarti dia gagal menyerang Lyca. Mata lelaki itu menatap tajam penyerangnya.

Helix berdiri tegak. Walau dengan dua anak panah bersarang di lengannya, dia memaksa untuk menembakkan anak panah tadi ke Richard. Saat ini pun dia telah memasang anak panah dan mengarahkannya ke Richard. Dengan gesit, lelaki itu kembali menghindar hanya untuk menemui pedang Eon. Dia menciptakan sebuah tameng sihir untuk menahannya sambil memberikan perintah kepada Hurricanya.

"Serang!"

Puluhan Hurrica yang tadinya diam langsung menyerang begitu perintah Richard terdengar. Helix dan yang lainnya tidak tinggal diam. Mereka balik menyerang walau dengan kondisi buruk. Yang terpenting sekarang adalah menjaga Rory. Apapun yang diinginkan ayah gadis itu bukan kabar baik bagi mereka.

Rory hanya mampu terduduk di antara teman-temannya. Dia masih shock dengan kenyataan bahwa ayahnya adalah seorang Cultist. Dan saat ini, ayahnya hendak membunuh mereka sementara dia tidak mampu berbuat apa-apa.

"Kita akan kalah, Helix!" Lyca berteriak di sela-sela tebasan pedang yang ganas mengarah padanya.

Helix menggertakkan giginya. Dia tahu mereka tidak akan menang. Tapi, setidaknya mereka telah berusaha.

Semoga ada keajaiban.

Mereka tidak menyangka, keajaiban itu akan datang dari orang yang paling mereka tidak duga.

"Rory," Richard berkata dingin. "Ikut aku dan aku jamin 'teman'mu akan selamat."

Rory hanya termangu. Dia tidak mampu berpikir lebih lanjut.

"Rory." Tanpa disadari, Richard telah berdiri di hadapan Rory, menatapnya dengan seringaian senang. "Ikut. Aku."

Tanpa sadar, Rory menggerakkan tubuhnya sendiri. Perlahan, dia berdiri. Otaknya terlalu penuh untuk berpikir jernih.

Lyca melihatnya dan secepat mungkin menerjang, melewati beberapa Hurrica, mengayunkan tangannya hendak menyerang Richard. Akan tetapi, Cultist itu terlalu kuat. Dengan kibasan tangannya, dia melemparkan Lyca ke arah puluhan Hurrica haus darah, siap membunuhnya.

Inilah akhir. Lyca hanya mampu memandang sekilas sebelum puluhan pedang terarah ke tubuhnya. Tanpa cukup kekuatan, dia hanya mampu menahan sabetan demi sabetan dengan kedua tangannya, meninggalkan puluhan sayatan.

"—ey!"

Lyca terkejut mendengar suara itu.

[TL Note : Hati-hati bahasa ekstra kasar]

"Don't touch her, you f*ckin' son of a b*tch!"

Itu ... Vero.

Lelaki brengsek itu masih hidup?

"Siapa kau, berani-beraninya melawan aku?" Suara ayah Rory terdengar menantang.

"Kau tidak perlu siapa aku, yang pasti aku lebih kuat darimu."

Dengusan ayah Rory terdengar di balik kesadaran Lyca yang mulai menipis.

Dasar bodoh, umpat Lyca dalam hati. Kau hanya akan membuat kita terbunuh, brengsek.

Sebuah pedang terayun tepat ke leher Lyca. Ferlyan itu tidak cukup cepat untuk menahannya.

Inilah, saat aku akan mati.

"Die, b*tch."

KLIK.

Pedang itu belum menyentuh kulit Lyca ketika mendadak, sebuah cahaya putih menutupi pandangannya.

"Argh!" Ferlyan itu mengerang. Matanya dibutakan cahaya itu. Telinganya berdenging keras. Refleks, kedua tangannya digunakannya untuk menutupi telinganya. Dia kehilangan keseimbangannya dan hanya mampu berguling di tanah.

Lyca menggertakkan giginya. Selama lima detik yang terasa sangat lama, dia mengira dia telah mati. Akan tetapi, ketika perlahan penglihatannya kembali, dia masih hidup. Nafasnya tersengal-sengal. Luka di sekujur tubuhnya terasa seperti terbakar.

Dia berusaha melihat sekelilingnya hanya untuk menemukan puluhan mayat Hurrica. Ketika mati, mereka meninggalkan bekas hitam rapuh yang dengan cepat akan menghilang sendirinya sehingga sangat tidak mungkin menemukan puluhan mayat Hurrica sekaligus. Kecuali, mereka mati hampir bersamaan.

Lyca memalingkan pandangannya, melihat ayah Rory yang tidak luput dari efek entah-apa-itu berusaha berdiri, hanya untuk sebuah bola api segenggaman tangan terlempar ke arahnya. Lelaki itu berhasil menghindar di detik terakhir, hanya membuatnya terpelanting beberapa meter ke belakang. Lyca tidak mampu percaya kejadian itu. Lelaki itu kembali berdiri dan kini memasang perisai sihir tepat ketika bola api yang sama terlempar ke arahnya. Bola api itu meledak dan menghancurkan perisai itu. Sebelum bola api ketiga sempat menyentuhnya, secara tiba-tiba, seekor burung gagak raksasa menariknya dengan cakarnya. Setelah itu, semuanya kabur.

Lyca memalingkan pandangannya ke arah si penyerang. Akan tetapi, pandangannya terlalu kabur untuk mengenali lelaki yang berjalan ke arahnya itu. Lelaki itu terlihat khawatir. Sosok itu berjongkok di depan Lyca dan saat itulah Ferlyan itu mampu melihat wajahnya dengan jelas.

Vero.

Bajingan sialan itu.

Kegelapan memenuhi pandangannya dan Ferlyan itu jatuh pingsan.

———

13 Juli 2018

YEYEYEYEYEYEYE!!!! AH, senangnya masih bisa nyelesaiin satu part di hari terakhir liburan. \(^w^)/

Gimana pendapat kalian? Ada yang bisa menebak 'siapa' dan 'apa yang baru saja dilakukan' Vero? Hehehe. Tunggu part berikutnya, yah!

Ehem. Ini juga merupakan part terakhir yang kutulis. Karena hari ini aku kembali ke pondok, jadi selama enam bulan ke depan hampir pasti tidak akan ada update. Yah, kalau kondisi mendukung, sih, mungkin aku bakalan update satu-dua part. Tapi itu kalau kondisi mendukung, lho ya! Jadi, saya maaf banget kalo ada salah (baik typo maupun kesalahan pribadi). Sampai jumpa Desember depan!

-DheatlyBlaze

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 104K 32
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...
223K 672 11
CERITA DEWASA KARANGAN AUTHOR ❗ PLIS STOP REPORT KARENA INI BUKAN BUAT BACAAN KAMU 🤡 SEKALI LAGI INI PERINGATAN CERITA DEWASA 🔞
348K 20.3K 25
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
138K 329 13
21+++ Mengandung unsur kekerasan sexual dan pornografi. Ga suka? Skip. Plagiat menjauh! Tentang Cesa yang menikah dengan seorang pria kaya. Bukannya...